Vous êtes sur la page 1sur 31

LAPORAN KASUS

KASUS ILMU PENYAKIT DALAM


JEJAS HATI IMBAS OBAT (DRUG-INDUCED LIVER INJURY)

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTEK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Diajukan kepada:
Dr. Yunita Christiandari, Sp.PD
dr. Anita Mardiana K.
dr. Vika Cahyani Yoningsih

Disusun oleh:
dr. Timotius Kevin Natanael

RS MARSUDI WALUYO SINGOSARI


KABUPATEN MALANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT DALAM
JEJAS HATI IMBAS OBAT (DRUG-INDUCED LIVER INJURY)

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTEK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal : 7 November 2018

Oleh :
Dokter Penanggung Jawab Pasien

dr. Yunita Christiandari, Sp.PD


HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT DALAM
JEJAS HATI IMBAS OBAT (DRUG-INDUCED LIVER INJURY)

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTEK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal : 7 November 2018

Oleh :
Dokter Pendamping Unit Rawat Jalan dan Unit Rawat Inap

dr. Anita Mardiana K.


HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT DALAM
JEJAS HATI IMBAS OBAT (DRUG-INDUCED LIVER INJURY)

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTEK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal : 7 November 2018

Oleh :
Dokter Pendamping Unit Gawat Darurat

dr. Vika Cahyani Yoningsih


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Semesta Alam atas bimbingan-Nya
sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang
berjudul “JEJAS HATI IMBAS OBAT (DRUG-INDUCED LIVER INJURY)”.
Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Yunita Christiandari, Sp.PD selaku dokter penanggung jawab pasien
2. dr. Anita Mardiana K. selaku dokter pendamping unit rawat jalan dan unit
rawat inap
3. dr. Vika Cahyani Yoningsih selaku dokter pendamping unit gawat darurat
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, Oktober 2018

Penulis

v
Daftar Isi

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................ivv
Daftar Isi............................................................................................................................v
Daftar Gambar.....................................................................................................................vi
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................................................7
Bab 2 Tinjauan Pustaka......................................................................................................9
2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisologi Hepar.............................................................9
2.2 Jejas Hati Imbas Obat (DILI)...........................................................................12
2.2.1 Definisi.............................................................................................................12
2.2.2 Epidemiologi....................................................................................................12
2.2.3 Faktor Risiko.............………………………………………………………….13
2.2.4 Klasifikasi........................................................................................................13
2.2.5 Patogenesis.......................................................................................................15
2.2.6 Diagnosis..........................................................................................................17
2.2.7 Talaksana.........................................................................................................17
2.2.8 Prognosis..........................................................................................................18
Bab 3 Laporan Kasus.......................................................................................................19
3.1 Identitas............................................................................................................19
3.2 Anamnesis........................................................................................................19
3.3 Pemeriksaan Fisik.............................................................................................19
3.4 Resume.............................................................................................................22
3.5 Diagnosis..........................................................................................................23
3.6 Rencana Terapi.................................................................................................24
3.7 Rencana Edukasi..............................................................................................24
3.8 Follow-up.........................................................................................................24
Bab 4 Pembahasan……………………………………………………………………….28
Daftar Pustaka..................................................................................................................30

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury/DILI) didefinisikan sebagai jejas
hati yang disebabkan oleh berbagai macam obat-obatan, herbal atau xenobiotik
lainnya, yang mengarah kepada abnormalitas pada uji paramater hati dengan
eksklusi dari etiologi lainnya.1

Jejas hati imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada
pada setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolik
dari semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh.2 Di negara-negara
Barat, sebagian besar kasus DILI berhubungan dengan penggunaan antibiotika,
agen antikonvulsan, dan agen psikotropika. Sedangkan, di negara Asia, herbal dan
suplemen makanan merupakan penyebab DILI yang paling sering. 3 Proporsi kasus
jejas hati yang disebabkan oleh herbal dan suplemen makanan sangat bervariasi di
Asia. Dari laporan yang ada, terdapat proporsi kasus sebesar 70% di Singapura,
73% di Korea, namun hanya 18,6% di China dan 2,5% di India, meskipun skala
penggunaan obat alternatif atau tradisional di keempat negara tersebut relatif sama.4

Gambaran klinik hepatotoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinik dengan
penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Riwayat pemakaian obat-
obatan atau substansi hepatotoksik lain harus dapat diungkap. Onset umumnya
cepat, malaise, dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat terutama
bila pasien masih meminum obat tersebut setelah onset hepatotoksisitas. Apabila
jejas hepatosit lebih dominan maka kadar aminotransferase dapat meningkat
hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan kadar
fosfatase alkali dan bilirubin menonjol pada kolestasis. 2,3,5

Tatalaksana jejas hati imbas obat pada umumnya bersifat suportif. Deteksi dini
dan penghentian segera substansi hepatotoksik mencegah berlanjutnya kerusakan

vii
hati. Pengobatan pada kasus gagal hati imbas obat serupa dengan pada kasus gagal
hati yang disebabkan virus, dan bisa dilakukan transplantasi hati jika diperlukan.
Untuk kasus DILI yang disebabkan oleh asetaminofen dapat digunakan N-
asetilsistein sedangkan yang berhubungan dengan hepatoksisitas akibat asam
valproat dapat menggunakan carnitine.3,5

viii
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Hepar

2.1.1 Anatomi Hepar

Hepar merupakan organ terbesar dalam rongga perut, hepar terletak pada bagian
superior dari rongga perut, terletak pada regio hipokondrium kanan, epigastrium
dan terkadang bisa mencapai regio hipokondrium kiri. Hepar pada orang dewasa
memiliki berat sekitar 2% dari berat badan. Hepar dibagi menjadi 4 lobus, yaitu
lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra dan quadratus. Memiliki lapisan
jaringan ikat tipis yang disebut kapsula Glisson, dan pada bagian luarnya ditutupi
oleh peritoneum. 6,7

Daerah tempat keluar masuk pembuluh darah pada hepar dikenal dengan nama
hilus atau porta hepatis. Pembuluh yang terdapat pada daerah ini antara lain vena
porta, arteri hepatica propia, dan terdapat duktus hepatikus dextra dan sinistra.
Vena pada hepar yang membawa darah keluar dari hepar menuju vena cava
inferior adalah vena hepatica. Sedangkan, pembuluh darah vena porta dan arteri
hepatica alirannya menuju pada porta hepatica. 6.7

Persarafan pada hepar dibagi menjadi dua yaitu bagian parenkim dan permukaan
hepar. Pada bagian parenkim, persarafan dikelola oleh N. Hepaticus yang berasal
dari plexus hepatikus. Mendapatkan persarafan simpatis dan parasimpatis dari
N.X. sedangkan pada bagian permukaannya mendapatkan persarafan dari nervi
intercostales bawah. 6,7

2.1.2 Histologi Hepar

Bagian hepar yang disebut lobulus dipisahkan oleh jaringan ikat dan pembuluh
darah. Pembuluh darah pada hepar terdapat pada sudut-sudut lobulus, yang
akhirnya membentuk bangunan yang disebut trigonum Kiernan atau area portal.

ix
Pada area portal dapat ditemukan cabang arteri hepatica, cabang vena porta, dan
duktus biliaris. Struktur dari lobulus hepar pada potongan melintang akan terlihat
sebagai struktur yang berderet dan radier, dengan pusatnya vena sentralis,
dipisahkan oleh sebuah celah atau sinusoid hepar. Pada gambaran mikroskopik, di
sinusoid hepar terdapat sel Kupffer. Sel ini memiliki fungsi untuk memfagosit
eritrosit tua, hemoglobin dan mensekresi sitokin. 6,7

Gambar 2.1 Anatomi Hepar 6

Dapat ditemukan juga sel-sel hepar atau yang biasa disebut hepatosit. Hepatosit
berbentuk polyhedral dengan 6 permukaan atau lebih, memiliki batas yang jelas,
dan memiliki inti yang bulat di tengah. Sitoplasma pada hepatosit berwarna
eosinofilik, hal ini disebabkan karena hepatosit memiliki banyak mitokondria dan
reticulum endoplasma halus. Pada sitoplasma hepatosit terdapat lisosom,
peroksisom, butir glikogen dan dapat pula ditemukan tetesan lemak yang akan
muncul setelah puasa atau setelah makan makanan berlemak. 6,7

Bagian fungsional dari hepar disebut sebagai lobulus portal, yang terdiri dari 3
lobulus klasik (unit terkecil hepar atau lobulus hepar) dan ditengahnya terdapat
duktus interlobularis. Pada hepar terdapat unit fungsional terkecil yang disebut
asinus hepar. Asinus hepar adalah bagian dari hepar yang terletak diantara vena

x
sentralis. Asinus hepar memiliki cabang terminal arteri hepatica, vena porta dan
system duktuli biliaris. 6,7

Gambar 2.2 Struktur jaringan hepar

2.1.3 Fisiologi Hepar

Hepar menghasilkan empedu setiap harinya. Empedu penting dalam proses


absorpsi dari lemak pada usus halus. Setelah digunakan untuk membantu absorpsi
lemak, empedu akan di reabsorpsi di ileum dan kembali lagi ke hepar. Empedu
dapat digunakan kembali setelah mengalami konjugasi dan juga sebagian dari
empedu tadi akan diubah menjadi bilirubin. Metabolisme lemak yang terjadi di
hepar adalah metabolisme kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan lipoprotein
menjadi asam lemak dan gliserol. 6,7

Selain itu, hepar memiliki fungsi untuk mempertahankan kadar glukosa darah
selalu dalam kondisi normal. Hepar juga menyimpan glukosa dalam bentuk
glikogen. Metabolisme protein di hepar antara lain adalah albumin dan faktor
pembekuan yang terdiri dari faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X. Selain metabolisme

xi
protein tadi, juga melakukan degradasi asam amino, yaitu melalui proses
deaminasi atau pembuangan gugus NH2. 6,7

Hepar memiliki fungsi untuk menskresikan dan menginaktifkan aldosteron,


glukokortikoid, estrogen, testosteron dan progesteron. Bila terdapat zat toksik,
maka akan terjadi trasnformasi zat-zat berbahaya dan akhirnya akan diekskresi
lewat ginjal. Proses yang dialami adalah proses oksidasi, reduksi, hidrolisis dan
konjugasi. Pertama adalah jalur oksidasi yang memerlukan enzim sitokrom P-450.
Selanjutnya akan mengalami proses konjugasi glukoronide, sulfat ataupun
glutation yang semuanya merupakan zat yang hidrofilik. Zat-zat tersebut akan
mengalami transportprotein lokal di membran sel hepatosit melalui plasma, yang
akhirnya akan diekskresi melalui ginjal atau melalui saluran pencernaan. Fungsi
hepar yang lain adalah sebagai tempat penyimpanan vitamin A, D, E, K, dan
vitamin B12. Sedangkan mineral yang disimpan di hepar antara lain tembaga dan
besi. 6,7

2.2 Jejas Hati Imbas Obat (Drug-induced Liver Injury/DILI)

2.2.1 Definisi

Jejas hati imbas obat (Drug-induced Liver Injury/DILI) didefinisikan sebagai


kerusakan hati yang disebabkan berbagai macam obat, herbal atau xenobiotik
lainnya, yang mengakibatkan adanya abnormalitas pada uji parameter hati atau
disfungsi hati dengan telah dilakukannya eksklusi dari etiologi lainnya. 1 Pada
suatu kasus DILI dapat terjadi peningkatan kadar ALT (alanin aminotransferase)
pada serum setidaknya 5 kali batas atas normal dan/atau peningkatan kadar ALP
(alkaline phosphatase) setidaknya 2 kali batas atas normal.8,9

2.2.2 Epidemiologi

Angka kejadian DILI sebagian besar tidak diketahui dengan pasti, hal ini
dikarenakan penelitian prospektif pada populasi yang berhubungan dengan
kerusakan hati yang diakibatkan oleh obat masih relatif rendah. Angka kejadian
DILI pada populasi umum diperkirakan 1−2 kasus per 100.000 orang per tahun.3

xii
Di Amerika Serikat, insidensi kasus DILI menunjukkan peningkatan dari angka
2% pada tahun 2006 menuju angka 10-13% pada periode tahun 2010-2013. Studi
di Eropa juga menunjukkan peningkatan penggunaan herbal dan suplemen
makanan, dengan proporsi DILI sebesar 2% pada tahun 2006. Data di Asia
menunjukkan variasi yang cukup besar, dilaporkan proporsi kasus cedera hati
akibat herbal dan suplementasi makanan sebesar 70% di Singapura, 73% di
Korea, 18,6% di Cina dan hanya 2,5% di India, meskipun penggunanaan
pengobatan alternatif atau tradisional di negara tersebut relatif sama besarnya.4

2.2.3 Faktor Resiko

Faktor risiko DILI termasuk di antaranya usia, jenis kelamin, status gizi,
penggunaan obat lain secara bersamaan, penggunaan tembakau, dan genetik.
Penyakit hati kronis, seperti hepatitis C, perlemakan hati, dan penggunaan
alkohol, juga merupakan faktor yang meningkatkan risiko terjadinya hepatoksitas
terhadap obat atau substansi tertentu. 3

Studi-studi genetik telah mengidentifikasi adanya predisposisi genetik sebagai


faktor risiko yang relevan untuk terjadinya kerusakan hati. Genotipe Human
Leucocyte Antigen (HLA) merupakan faktor risiko yang kuat untuk terjadinya
DILI pada beberapa obat, dengan kecenderungan yang melibatkan kompleks obat-
peptida dengan sel T, namun alel HLA hanya berhubungan dengan beberapa jenis
DILI. Faktor risiko genetik yang tidak terkait HLA juga berperan dalam terjadinya
DILI, dan biasanya terkait dengan metabolisme, detoksifikasi, dan disposisi obat.
Gen –gen terkait dapat menyebabkan polimorfisme dari jaras bioaktivasi melalui
sistem CYP450 (fase I), reaksi detoksifikasi (fase II), dan ekskresi dan transpor
(fase III). Faktor risiko lainnya termasuk adanya penyakit hati, komedikasi,
lipofilisitas obat, dosis harian obat yang tinggi. 8

2.2.4 Klasifikasi

Secara umum, hepatotoksisitas dapat dibedakan menjadi tipe intrinsik (direct


toxic) dan tipe idiosinkratik. Hepatoksisitas intrinsik dapat terjadi pada semua
individu dan bergantung pada dosis pemberian. Masa laten antara paparan

xiii
obat/substansi dengan kerusakan hati biasanya pendek, meskipun manifestasi
klinis dapat muncul setelah 24 hingga 48 jam. Hepatotoksin dengan tipe intrinsik
cenderung menghasilkan abnormalitas morfologik hati yang khas dan sama
setelah paparan ulang. Contoh obat atau substansi dengan hepatotoksisitas tipe
intrinsik adalah asetaminofen, tetrasiklin, dan carbon tetrachloride.

Gambar 2.3 Klasifikasi jejas hati imbas obat / DILI 8

Hepatotoksisitas idiosinkratik terjadi jika kerusakan hati yang ditimbulkan tidak


tergantung dengan dosis dan bervariasi dalam hal latensi, manifestasi, serta
perjalanan penyakitnya. Hepatotoksisitas jenis ini biasanya terjadi pada beberapa
individu yang rentan dan kejadiannya tidak dapat diprediksi, dengan angka
kejadian sangat jarang sekitar 1 dalam 1.000 hingga 10.000 pasien. Manifestasi
ekstrahepatik seperti ruam, artralgia, demam, leukositosis, dan eosinofilia, terjadi
pada seperempat jumlah pasien dengan hepatotoksisitas idiosinkratik. 5,8

Jenis hepatotoksisitas juga dapat dibedakan berdasarkan rasio hasil uji hati ALT
(alanin transferase) dan ALP (alkaline phosphatase). Kerusakan hati tipe
hepatoseluler didefinisikan dengan peningkatan ALT lebih dari kali nilai normal
sedangkan nilai ALP normal, atau jika ALT dan ALP mengalami peningkatan
dengan rasio (R) ALT/ALP ≥ 5. Kerusakan hati tipe kolestasis ditandai dengan

xiv
peningkatan ALP lebih dari dua kali nilai normal dan nilai ALT normal, atau jika
ALT dan ALP mengalami peningkatan dengan rasio (R) ALT/ALP ≤ 2. Kerusakan
hati bersifat campuran (mixed) jika ALT meningkat lebih dari 5 kali batas atas
normal dan ALP lebih dari batas atas normal dengan nilai R lebih dari 2 dan
kurang dari 5.

2.2.5 Patogenesis DILI

Mekanisme jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein transport


pada membran kanalikuli dapat terjadi melalu mekanisme apoptosis hepatosit
imbas asam empedu dimana terjadi penumpukan asam-asam empedu di dalam
hati karena gangguan transpor pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi Fas
sitoplasmik ke membran plasma, di mana reseptor-reseptor ini mengalami
pengelompokan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Di samping
itu banyak reaksi hepatoseluler melibatkan sistem sitokrom P-450 yang
mengandung heme yang menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat
membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru
yang tak punya peran.

Gambar 2.4 Klasifikasi DILI berdasarkan rasio ALT/ALP 10

xv
Kompleks enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel
untuk berperan sebagai imunogen-imunogen sasaran serangan sitolitik sel T,
merangsang respons imun multifaset yang melibatkan sel-sel T sitotoksik dan
berbagai sitokin. Obat-obat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek
ganda pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi.2,5

Gambar 2.5 Mekanisme Kerusakan Hati pada DILI 2,5

xvi
2.2.6 Diagnosis

Penegakkan diagnosis pada DILI dapat menjadi sulit dikarenakan kurangnya


tanda, gejala, maupun pemeriksaan spesifik dan pada dasarnya berdasarkan
eksklusi dari etiologi lain. Tanda, gejala, dan temuan laboratorium pada jejas hati
imbas dapat menyerupai gambaran klinis penyakit hepatitis atau kolestasis dengan
etiologi lain. Manifestasi hepatotoksistas obat dapat bervariasi, dapat dijumpai
hanya dengan peningkatan enzim hati asimtomatis hingga gagal hati fulminan.
Oleh karenanya, diagnosis harus berdasarkan penilaian klinis yang
komprehensif.2,3,5

Riwayat pemakaian obat-obatan atau substansi hepatotoksik lain harus dapat


diungkap. Onset umumnya cepat, malaise, dan ikterus, serta dapat terjadi gagal
hati akut yang berat terutama bila pasien masih meminum obat tersebut setelah
onset hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih dominan maka kadar
aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal,
sedangkan kenaikan kadar fosfatase alkali dan bilirubin menonjol pada kolestasis.
2,3,5

Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul


hepatik dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala
hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak mulai minum
obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan
pemakaiannya. Beberapa obat menunjukkan reaksi alergi yang menonjol, seperti
fenitoin yang berhubungan dengan demam, limfadenopati, ruam, dan jejas
hepatosit yang berat. Pemulihan reaksi imunologik umumnya lambat sehingga
diduga allergen tetap bertahan di hepatosit selama berminggu-minggu bahkan
2,3,5
berbulan-bulan.

2.2.7 Tatalaksana

Kecuali penggunaan N-acetylcysteine untuk keracunan asetaminofen


(paracetamol) tidak ada antidotum spesifik terhadap setiap obat. Transplantasi hati
darurat merupakan pilihan pada kasus toksisitas obat yang berakibat hepatitis

xvii
fulminan (termasuk pada keracunan asetaminofen). Terapi efek hepatotoksik obat
terdiri dari penghentian segera obat atau xenobiotik lainnya yang dicurigai. Jika
dijumpai reaksi alergi berat dapat diberikan kortikosteroid, meskipun belum ada
bukti penelitian klinik dengan kontrol. Demikian juga penggunaan ursodiol pada
keadaan kolestatik.2

2.2.8 Prognosis

Prognosis hepatotoksisitas imbas obat sangat bervariasi tergantung keadaan klinik


pasien dan tingkat kerusakan hati. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
antara tahun 1998-2001 menunjukkan survival rate (termasuk yang menhalani
transplantasi hati) sebesar 72%. Akibat dari gagal hati akut ditentukan oleh
etiologi derajat ensefalopati hepatikum saat masuk perawatan dan komplikasi
yang timbul seperti infeksi.2

xviii
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Ny. YPKS
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Agama/Suku : Islam/Jawa
Alamat : Jl. Simpang Grajakan Ds. Pandan Wangi Blimbing
Tanggal pemeriksaan : 2 Januari 2018
No. RM : 083058

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri perut
Telaah
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dialami sudah 3 hari
ini. Nyeri dirasakan hilang timbul, terasa seperti diremas dan ditekan. Nyeri
terutama dirasakan setelah makan makanan berlemak. Pasien juga mengatakan
nyeri berpindah dari kanan atas ke tengah atas dan kemudian ke kiri atas. Pasien
juga mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 1 kali, isi apa yang
dimakan/diminum. Muntah darah disangkal. Pasien juga mengeluhkan nggreges,
namun demam disangkal. BAK pekat berwarna seperti teh dialami 3 hari ini.
BAB biasa. BAB berwarna seperti dempul disangkal.Riwayat bepergian ke
daerah endemis malaria sebelumnya disangkal. Penurunan berat badan dalam 1
bulan terakhir disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit hati,
atau penyakit dengan keluhan serupa disangkal.
Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit hati,

xix
atau penyakit dengan keluhan serupa disangkal.
Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan rutin disangkal. Namun, pasien mengaku telah
mengonsumsi jamu melahirkan bermerek “Cap Jago” yang dikonsumsi selama
40 hari mulai tanggal 25 April 2018 sampai 2 Juni 2018. Riwayat transfusi darah
sebelumnya disangkal. Riwayat konsumsi alkohol disangkal. Riwayat
penggunaan jarum suntik secara bebas disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


2 Juni 2018 di IGD
a. Keadaan Umum
Pasien tampak kesakitan, VAS 5
b. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 134/94 mmHg
b. Laju denyut jantung : 70 x/menit reguler
c. Laju pernapasan : 18 x/menit
d. Suhu : 36,6OC
c. Kepala
a. Bentuk : normosefal, benjolan massa (-)
b. Ukuran : mesosefal
c. Rambut : tipis, putih.
d. Wajah : simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).
e. Mata
konjungtiva : anemis -/-
sklera : ikterik +/+
palpebra : edema -/-
reflek cahaya : (+/+).
pupil : isokor, (+/+), 3mm/3mm
f. Telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-).

g. Hidung : sekret (-) jernih, pernafasan cuping hidung(-),

xx
perdarahan (-), hiperemi (-).
h. Mulut : mukosa bibir basah, mucosa sianosis (-), lidah
kotor (-).

Leher
a. Inspeksi : dalam batas normal
b. Palpasi : Tidak teraba massa yang membesar. Pembesaran
kelenjar limfa regional (-/-).
d. Thoraks
a. Inspeksi. : bentuk dada kesan normal dan simetris; retraksi
dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas.
b. Jantung:
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS VI AAL (S).
 Perkusi : batas jantung (D) di ICS IV PSL (D) dan batas
jantung (S) di ICS VI AAL (S).
 Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, gallop (-), murmur (-).
c. Paru :
 Inspeksi : gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding
dada, retraksi (-), RR 18 kali/menit, teratur, simetris.
 Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernafas simetris.
 Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
 Auskultasi : SP : vesikuler di seluruh lapang paru.
ST : tidak ditemukan
e. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk simetris, diskolorasi (-), benjolan (-)
b. Auskultasi : bising usus (+), normal
c. Perkusi : timpani, shifting dullnes (-).

xxi
d. Palpasi : H/L tidak teraba, nyeri tekan regio epigastrik, regio
hikondriak kiri, dan regio umbilikal.
f. Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Neurologis
Dalam batas normal

Ekstremitas

Pemeriksaan Atas Bawah


Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat hangat hangat Hangat
Anemis – – – -
Ikterik – – – -
Edema – - - -
Sianosis - - - -
Ptechiae – – – –
Capillary < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik
Refill Time

3.4 Resume
Ny. YPKS / Wanita / 25 tahun
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dialami sudah 3 hari
ini. Nyeri dirasakan hilang timbul, terasa seperti diremas dan ditekan. Nyeri
terutama dirasakan setelah makan makanan berlemak. Pasien juga mengatakan
nyeri berpindah dari kanan atas ke tengah atas dan kemudian ke kiri atas. Pasien
juga mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 1 kali, isi apa yang
dimakan/diminum. Pasien juga mengeluhkan nggreges. BAK pekat berwarna
seperti teh dialami 3 hari ini. BAB biasa.
Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis, GCS 456
Tanda Vital

xxii
o Tekanan darah : 134/94 mmHg
o Laju denyut jantung : 70 x/menit reguler
o Laju pernapasan : 18 x/menit
o Suhu aksiler : 36,6OC
 Kepala : sklera ikterik
 Abdomen : nyeri tekan regio epigastrik, regio hipokondriak kanan,
dan regio umbilikal

2.5 Diagnosis
a. Diagnosis Sementara
Abdominal pain ec. Hepatitis
b. Rencana diagnosis:
EKG, Lab (DL, elektrolit, faal ginjal, faal hati, bilirubin total/direk/indirek),
Radiologis (USG abdomen)
c. Hasil Pemeriksaan Penunjang:

xxiii
Gambar 3.1 EKG saat tiba di IGD
Kesimpulan: Normal sinus rhythm dengan occasional PVC
Hasil Lab tanggal 2 Juni 2018
Parameter Hasil Nilai Normal

Hb 16 g/dL L : 14-18 g/dL

P : 12-16 g/dL

Anak : 10-16 gr/dL

Bayi : 12-24 g/dL

Leukosit 10.600 / mm3 5.000 – 10.000 / mm3

Hitung Jenis

-Eosinofil - 1-3%

-Basofil - 0-1%

-Neutrofil stab - 2-6%

-Neutrofil segment 82 35-65%

-Limfosit 15 20-35%

-Monosit 3 2-6%

LED 20 L <15 mm/jam

P <20 mm/jam

Eritrosit 5,27 L 4,5-5,5 juta/mm3

P 4-5 juta/mm3

Hematokrit 46 L 40-54%

P 38-47%

Trombosit 418.000 150.000-500.000 /

xxiv
mm3

Parameter Hasil Nilai Normal

Natrium 137 135-145 mmol/L

Kalium 3,77 3,5-5,5 mmol/L

Chlorida 105 98-108 mmol/L

Parameter Hasil Nilai Normal

Ureum Darah 17 10-50 mg/dL

Creatinin Darah 0,66 L : 0,7-1, mg/dL

P : 0,6-1,1 mg/dL

Parameter Hasil Nilai Normal

Bilirubin Total 9,49 <1,0 mg/dL

Bilirubin Direk 8,53 Dewasa <0,25


mg/dL

Bilirubin Indirek 0,96

SGOT (AST) 258 L : 6-37U/L, P : 5-


31U/L

SGPT (ALT) 436 L : 6-40 g/L, P : 5-


31 U/L

USG Abdomen 2 Juni 2018 (09.44)


Kesan : USG abdomen saat ini normal echo

3.6 Rencana Tatalaksana


a. IVFD NS 20 tetes makro per menit

xxv
b. IV Metoclopramide 3x1 amp
c. PO Lesichol 3x1
d. Diet Hati 1700 kkal

3.7 Rencana Edukasi.


a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita, rencana
diagnosis, dan rencana terapi yang akan dilakukan.
b. Menjelaskan bahwa prognosis penyakit ragu-ragu namun cenderung baik
(dubia ad bonam).
c. Menjelaskan kepada pasien komplikasi yang mungkin terjadi hingga
kematian.
3.8 Follow Up

Lab tgl 3/6/2018

IgM anti HAV : negatif

Lab tgl 4/6/2018

Parameter Hasil Nilai Normal

Hb 11.4 g/dL L : 14-18 g/dL

P : 12-16 g/dL

Anak : 10-16 gr/dL

Bayi : 12-24 g/dL

Leukosit 8.000 / mm3 5.000 – 10.000 / mm3

xxvi
Hitung Jenis

-Eosinofil - 1-3%

-Basofil - 0-1%

-Neutrofil stab - 2-6%

-Neutrofil segment 65 35-65%

-Limfosit 28 20-35%

-Monosit 7 2-6%

LED 20 L <15 mm/jam

P <20 mm/jam

Eritrosit 4,25 L 4,5-5,5 juta/mm3

P 4-5 juta/mm3

Hematokrit 37,7 L 40-54%

P 38-47%

Trombosit 324.000 150.000-500.000 /


mm3

Parameter Hasil Nilai Normal

Bilirubin Total 1,79 <1,0 mg/dL

Bilirubin Direk 1,53 Dewasa <0,25


mg/dL

Bilirubin Indirek 0,26

SGOT (AST) 26 L : 6-37U/L, P : 5-


31U/L

SGPT (ALT) 181 L : 6-40 g/L, P : 5-

xxvii
31 U/L

BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien ini dicurigai menderita jejas hati imbas obat didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, disertai eksklusi beberapa etiologi

xxviii
lainnya. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri perut, terasa seperti
diremas dan ditusuk yang sudah dirasakan 3 hari ini dan memberat jika konsumsi
makanan berlemak. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 1 kali
disertai perubahan warna urin mejadi seperti teh pekat. Dari riwayat pasien
didapatkan bahwa pasien pernah mengonsumsi jamu bersalin merk “Cap Jago”
setiap hari selama 90 hari, dan menyangkal penggunaan alkohol maupun jarum
suntik secara bebas. Dari pemeriksaan fisik, kelainan yang dapat dijumpai adalah
nyeri tekan di perut regio hipokondriak kanan, yang menjalar ke epigastrium
hingga hipokondriak kiri, disertai ikterus pada kedua mata. Seperti pada teori,
tanda dan gejala pasien tidak spesifik mengarah ke suatu penyakit hati tertentu.
Namun, adanya paparan jamu sebagai suatu xenobiotik yang mendahului tanda
dan gejala memunculkan kecurigaan terhadap suatu kejadian jejas hati imbas obat
(DILI).

Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan peningkatan SGPT/ALT sebesar 14


kali nilai batas atas normal dan peningkatan SGOT/AST sebesar 8 kali batas atas
normal. Namun, karena beberapa hal pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
ALP. Dengan peningkatan ALT yang sedemikian namun tidak disertai data hasil
laboratorium ALP, pasien ini diduga mengalami kerusakan hati tipe hepatoseluler.
Ikterus pada mata didukung dengan hasil bilirubin serum yang mengalami
peningkatan. Pemeriksaan IgM anti HAV dan HBs Ag dilakukan untuk
penyingkiran atau ekslusi kerusakan hati oleh etiologi lain. Hasil USG abdomen
dijumpai normal echo pada pasien ini. Namun, dikarenakan setting pasien dan
layanan kesehatan yang terbatas, eksklusi terhadap etiologi-etiologi kerusakan hati
lainnya sulit dilakukan.

Berdasarkan sistem scoring yang diadaptasi dari panduan RUCAM yang


digunakan untuk menilai kausalitas antara paparan obat atau xenobiotik dengan
kerusakan hati, skor yang didapatkan adalah +3 yang mengindikasikan possible
causality.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini bersifat suportif dengan


memberikan obat-obatan simtomatis berupa injeksi intravena Metoclopramide

xxix
3x1 ampul dan per oral Lesichol 3x1 kapsul. Evaluasi pasien di hari rawatan
selanjutnya menunjukkan perbaikan dalam gejala dan tanda, yang disertai
perbaikan uji parameter hati, berupa penurunan AST/SGPT sebesar 50% dalam 2
hari rawatan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, disertai possible causality dari RUCAM dan juga perbaikan klinis
maupun laboratoris, DILI menjadi suatu diagnosis yang cukup bisa ditegakkan
pada kasus ini. Namun demikian, sebagai suatu diagnosis yang cenderung per
eksklusionam, pembuktian tidak adanya etiologi kerusakan hati lainnya sangatlah
diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suk K T, Kim D J. Drug-induced liver injury: present and future. Clinical


and Molecular Hepatology 2012;18:249-257

xxx
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
3. Cavalieri M L, D’Agostino D. Drug-, herb- and dietary supplement-
induced liver injury. Arch Argent Pediatr 2017;115(6):e397-e403
4. Navarro V, Khan I, Björnsson E, et al. Liver Injury from Herbal and
Dietary Supplements. Hepatology. 2017 January ; 65(1): 363–373
5. Kasper, D. L., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L. 1., Jameson, J. L.,
& Loscalzo, J .Harrison's principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw Hill Education. 2012
6. Standring, S. Gray’s Anatomy : The Anatomical Basis for Clinical
Practice. 40th ed. New York. Elsevier. 2008
7. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth
Edition. New York. Wiley. 2009
8. Frenzel C, Teschke R. Herbal Hepatotoxicity: Clinical Characteristics and
Listing Compilation. Int. J. Mol. Sci. 2016, 17, 588
9. Teschke R, Wolff A, Frenzel, C, et al. Drug and herb induced liver injury:
Council for International Organizations of Medical Sciences scale for
causality assessment. World J Hepatol 2014 January 27; 6(1): 17-32
10. Danan G, Teschke R. RUCAM in Drug and Herb Induced Liver Injury:
The Update. Int. J. Mol. Sci. 2016, 17, 14

xxxi

Vous aimerez peut-être aussi