Vous êtes sur la page 1sur 20

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMIELITIS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

NAMA : 1. DEA AYU SELESTI (A216120

2. EKA FITRI PUJI A (A216120

3. NURYATI (A216120

4. RIZKY FARA ANISYA (A21612060)

5. YONGKI ANGGARA (A216120

PRODI : S1 KEPERAWATAN / 5B

TUGAS : SISTEM MUSKULOSKELETAL

DOSEN PEMBIMBING : Ns.Dedi Pahrul,S.Kep.,M.Bmd

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SITI KHADIJAH PALEMBANG

T.A 2018 / 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas segala limpahan
karuniaNya. sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah system
muskoloskeletal. Pada makalah ini kami akan membahas tentang OSTEOMIELITIS.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan OSTEOMIELITIS.. Tak lupa
penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah system muskuloskeletal
atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis.
Memang makalah ini masih jauh dari sempurnah, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ 3


Daftar Isi ...................................................................................................... 4
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang ........................................................................................ 5
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
II. Pembahasan
A. Definisi ................................................................................................... 6
B. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................. 6
C. Etiologi .................................................................................................... 7
D. Manifestasi Klinik ................................................................................... 8
E. Patoflow................................................................................................. 10
F. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 11
G. Komplikasi ............................................................................................ 11
H. Penatalaksanaan..................................................................................... 13
I. Pengkajian Teori ................................................................................... 14
J. Diagnosis ............................................................................................... 14
K. Intervensi ............................................................................................... 15
III. Penutup
A. Simpulan................................................................................................ 19
B. Saran ...................................................................................................... 19
IV. Daftar Pustaka ............................................................................................ 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari pada infeksi
jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi ,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru
disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di
tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran
nafas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana
terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma
subklinis (tak jelas).
B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang diangkat dalam makalah kali ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan osteomielitis ?
2. Bagaimana anatomi osteomielitis?
3. Apa etiologi osteomielitis?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit osteomielitis?
5. Apa saja manifestasi klinis penyakit osteomielitis?
6. Apa saja yang termasuk pemeriksaan penunjang penyakit osteomielitis?
7. Bagaimana komplikasi penyakit osteomielitis?
8. Bagaimana pengkajian teori osteomielitis ?
9. Apa diagnosis penyakit osteomielitis?
10. Bagaimana intervensi penyakit osteomielitis?

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Penerapan asuhan keperawatan pada pasien osteomielitis secara komprehensif.

4
2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan osteomielitis.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kasus osteomielitis.

c. Dapat membuat perencanaan yang meliputi rencana tujuan dan rencana


tindakan pada pasien dengan kasus osteomielitis.

d. Melakukan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.

e. Melakukan evaluasi dan melihat respon pasien dengan kasus osteomielitis

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus atau proses spesifik (M. Tuberculosa, jamur) (Mansjoer, 2000, hal 358).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi
dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur
terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Elizabet J. Coroin, 2001, hal 301).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang metafisis tulang
panjang (FKUI Jakarta, 1996, hal 131).
Osteomielitis adalah radang sumsum tulang (Ramali, 2002, hal 244).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Pada umumnya penyusun tulang diseluruh tubuh kita semuanya berasal dari material
yang sama. Dari luar ke dalam kita akan dapat menemukan lapisan-lapisan berikut ini:
a. Periosteum
Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya
periosteum. Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum
mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan
pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka
(skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan
reparasi tulang rusak.
b. Tulang Kompak (Compact Bone)
Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak.
Tulang ini teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit
rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium
Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang manusia
dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak
maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak

6
mengandung serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak
ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.
c. Tulang Spongiosa (Spongy Bone)
Pada lapisan ketiga ada yang disebut dengan tulang spongiosa. Sesuai
dengan namanya tulang spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut
diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang
spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula. Tulang ini
terdiri atas batang yang halus atau selubung yang halus yaitu trabekula (L.
singkatan dari trabs = sebuah balok) yang bercabang dan saling memotong ke
berbagai arah untuk membentuk jala-jala seperti spons dari spikula tulang,
yang rongga-rongganya diisi oleh sumsum tulang. Pars spongiosa merupakan
jaringan tulang yang berongga seperti spon (busa). Rongga tersebut diisi oleh
sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa
terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
d. Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah
sumsum tulang. Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum
tulang ini dilindungi oleh tulang spongiosa seperti yang telah dijelaskan
dibagian tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting dalam tubuh kita
karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.

C. ETIOLOGI
Organisme penyebab umum menurut Sachdeva (2008, hal 92) :

1. Staphylococcus aureus
2. Streptococcus pyogenes
3. Pneumococcus
4. Escherichia coli

7
D. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit yaitu virulensi
organisme dan kerentanan hospes dengan status imun yang rendah. Penyakit ini lebih
terbatas pada metafisis tulang karena pembuluh darah cenderung melingkari metafisis
sehingga memungkinkan emboli terinfeksi menyangkut di daerah itu dan lapisan epifisis
dapat mencegah penyebaran infeksi ke sendi sehingga infeksi terkoalisir di metafisis.
Itulah sebabnya mengapa infeksi terjadi pada lapisan metafisis tulang yang mengalami
pertumbuhan pada anak-anak. Tetapi pada orang dewasa terjadi di diafisis.. Emboli yang
terinfeksi menyangkut di dalam pembuluh darah, menyebabkan trombosis sehingga
mengakibatkan nekrosis avaskuler pada bagian korteks tulang. Respons peradangan
terhadap infeksi mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan terjadi oedem dan
mengakibatkan terangkatnya periosteum dari tulang sehingga memutuskan lebih banyak
suplai darah. Pengangkatan periosteum ini menimbulkan nyeri hebat, apalagi dengan
adanya tegangan eksudat dibawahnya, infeksi dapat pecah ke subperiosteal kemudian
menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga
subperiosteal ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui
kanalis medularis, penjalaran subperiosteal ke arah diafisis akan memasuki pembuluh
darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Tulang yang mengalami
nekrosis dikenal sebagai sekuestrum. Tulang dimana periosteum terangkat melapisi
tulang yang mati dikenal dengan involukrum. Pus mencari jalan keluar dari lapisan
tulang baru melalui serangkaian lubang yang dikenal dengan kloaka. (Sachdeva, 2008.
hal 92 dan Sjamsuhidayat, 2008, 1221)

8
E. MANIFESTASI KLINIK

Menurut Sachdeva (2008, hal 93) gejala penyakit yang paling umum ialah rasa
nyeri yang perlahan-lahan meningkat, keparahannya sehingga menderita demam dan
toksik dalam waktu 48 jam. Tanda fisik yang penting ialah nyeri tekan lokal dekat
metafisis.

Menurut Elizabet J Corwin (2001, hal 301) : gejala – gejala osteomielitis


hematogen antara lain adalah demam, menggigil dan keengganan menggerakkan
anggota badan yang sakit. Pada orang dewasa, gejala mungkin samar dan berupa
demam, lemah dan malaise. Infeksi saluran nafas, saluran kemih, telinga atau kulit
sering mendahului osteomielitis hematogen.

Osteomielitis eksogen biasanya disertai tanda-tanda cedera dan peradangan


ditempat nyeri. Terjadi demam dan pembesaran kelenjar getah bening regional.

Menurut M.A. Handerson (2005 : 213/215) gejala pada osteomilitis akut yaitu
nyeri tekan akut pada daerah tulang yang sakit, nyeri bila bagian yang sakit digerakkan.
Tanda fisiknya yaitu pembengkakan dan kemerahan, pyrexia, panas tinggi. Sedangkan
pada osteomilitis kronik gejalanya yaitu nyeri pada tulang yang kumat-kumatan selama
suatu jangka waktu yang panjang. Tanda fisiknya pada pemeriksaan sinar
memperlihatkan adanya kavitasi.

9
F. PHATWAY

Proses penuaan,
E.luka tekanan, trauma jaringan lunak, Fraktur, prosedur operasi, luka
trauma luka tembus,
F. nekrose berhubungan dengan
tusuk yang melukai tulang
keganasan,
G. terapi radiasi serta luka bakar

Staphylococcus aureus

Kuman masuk

Metafisis tulang
Reaksi inflamasi

Pertahanan tubuh menurun

Osteomielitis

H.
Kerusakan jaringan tulang Hospitaslisasi
Operasi (Pembedahan)
I.
Infeksi berlebihan

Insisi pembedahan
Terputusnya Gerak terbatas
kontinuitas jaringan imobilitas
Abses tulang
Nekrosis tulang Kuman masuk
pembentukan squestrum
Merangsang Kesalahan
syaraf mieline interprestasi
Pertahankan
Perubahan bentuk sekunder menurus
nyeri Pasien banyak
bertanya
Fungsi tulang menurun Risti penyebaran
infeksi
Gangguan rasa
nyaman ; nyeri Kurang Pengetahuan
Kemampuan melakukan
pergerakan menurun

10
Gangguan Mobilitas Fisik
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah : sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai laju endap
darah ; pemeriksaan titer antibody anti-stafilokokus ; pemeriksaan kultur darah
untuk menentukan bakterinya (50% POSITIF) dan di ikuti uji sensetivitas.selain
itu,harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang merupakan jenis
osteomeilitis yang jarang terjadi.
2. Pemerisaan feces : pemeriksaan feces untuk kultur dilakukan bila trdapat
kecurigaaninfeksi oleh bakteri.
3. Pemeriksaan biopsy : pemeriksaan di lakukan pada tempat yang di curigai.
4. Pemeriksaan ultra sound : pemeriksaan ini dapat memperlihatkan efusi pada sendi.
5. Pemeriksaan radiologi : Pada pemeriksaan foto polos sepuluh hari pertama,tidak di
temukan kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin hanya di temukan
pembengkakan jaringan lunak.Gambaran destruksi tulang dapat dilihat setelah
sepuluh hari (2 minggu). Pemeriksaan radioisotope akan memperlihatkan
penangkapan isotop pada daerah lesi.

H. KOMPLIKASI
Penyakit infeksi dapat menimbulkan komplikasi dini dan lanjut. Komplikasi dini
dapat berupa pembentukan abses jaringan lunak dan arthritis septik, sementara itu
komplikasi lanjutnya berupa osteomielitis kronis, fraktur patologis, kontraktur sendi
dan gangguan pertumbuhan tulang. Smeltzer & Bare (2002 : 2387)

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Beberapa prinsip penataalaksanaan klien osteomielitis yang perlu diketahui
perawat dalam melaksanakan asuhan keperwatan agar mampu melaksanakan tindakan
kolaboratif adalah sebagai berikut :
1. Istirahat dan memberikan analgesic untuk menghilangkan nyeri.
2. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah.
3. Istirahat local dengan bidai dan traksi.
4. Pemberian antibiotic secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
staphylococcus aureus sambil menunggu biakan kuman.Antibiotik diberikan selama
3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan endap darah klien.Antibiotik tetap
diberikan hingga 2 minggu setelah endap darah normal.

11
5. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik antibiotic
gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), dapat
dipertimbangkan drainase bedah. Pada draenase bedah, pus periosteal di
evakuasi untuk mengurangi tekanan intra-useus. Disamping itu, pus jg di gunakan
untuk biakan kuman.Draenase dilakukan selama beberapa hari dan menggunakan
NaCL dan antibiotic.
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit
beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.

Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur
darah, kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih
antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.

Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan


asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi
sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke
daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus
menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah
yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme
penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi
tampak telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3
bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama
makanan.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan
daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi
antibiotika dilanjutkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen


bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli
bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang
untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization).
Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen.

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian
hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan
membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari.
Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.

12
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan
transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari
jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini
akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan
memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat
dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat
melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan
fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang
(Smeltzer, Suzanne C, 2002)

13
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMIELITIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, dan lain-lain.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka, riwayat operasi
tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal dan
pada osteomielitis kronis penting ditanyakan apakah pernah
mengalami osteomielitis akut yang tidak diberi perawatan adekuat
sehingga memungkinkan terjadinya supurasi tulang.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daeah vertebra
torako-lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur
urologis. Dapat ditemukan adanya riwayat diabetes melitus, malnutrisi,
adiksi obat-obatan, atau pengobatan imunosupresif.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos
mentis yang bergantung pada keadaan klien).
Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang,
dan paa kasus osteomielitis biasanya akut)
Tanda-tanda vital tidak normal

2) Sistem Pernafasan
Pada inspeksi, didapatkan bahwa klien osteomielitis tidak
mengalami kelainan pernafasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktil
fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapatkan
suara nafas tambahan.

14
3) Sistem Kardiovaskuler
Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi,
didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4) Sistem Muskuloskeletal
Adanya osteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang
dan osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi
motorik klien. Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya
luka disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.
5) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran biasanya kompos metis.
6) Sistem perkemihan
Pengkajian keadaan urine meliputi warna, jumlah, karakteristik,
dan berat jenis. Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan
pada sitem ini.
7) Pola nutrisi dan metabolism
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat. Masalah nyeri pada osteomielitis
menyebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga pemenuhan
nutrisi berkurang.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan /
proses inflamasi.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi atau prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
4. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang, kerusakan kulit

15
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses
inflamasi.
Tujuan : Nyeri dapat terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : Melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan lebih
nyaman dan rileks, waktu istirahat dan aktivitas seimbang.

Intervensi :
a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
Rasional : Untuk dapat mengidentifikasi rasa nyeri dan
ketidaknyamanan yang dapat berguna dalam
penanganan medik dan intervensi keperawatan.
b) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema
dan menurunkan nyeri.
c) Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan keperawatan.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental
untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol
ketidaknyamanan.
d) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang
sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang cedera.
e) Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan
posisi.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area
tekanan lokal dan kelelahan otot.
f) Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, latihan nafas
dalam.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping
dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetapkan
untuk periode lebih lama.
g) Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non
narkotik.
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan atau spasme
otot.

16
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi
Tujuan : Penggunaan mobilitas dan persendian meningkat.
Kriteria hasil : Keikutsertaan dalam perawatan diri sendiri meningkat, edema
berkurang.

Intervensi :
a) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol diri atau harga diri dan membantu
menurunkan isolasi sosial.
b) Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak pasif atau
aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan
meningkatkan kesehatan diri langsung.
c) Berikan atau bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk,
tongkat, sesegera mungkin.
Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring
(contoh Flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan
normalisasi fungsi organ.
d) Awasi TD dengan melakukan aktivitas.
Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai
tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi
khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian
secara bertahap sampai posisi tegak).
e) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Rasional : Adanya cedera muskuloskeletal, nutrisi yang
diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan
cepat.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi atau prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : Pasien dapat mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : Menyatakan kondisi, prognosis dan pengobatan, melakukan
dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan akan
tindakan.

17
Intervensi :
a) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.

Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat


membuat pilihan informasi.
b) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukan secara
mandiri.
Rasional : Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang
memerlukan bantuan.
c) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi kaku.
Rasional : Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara
dini.
d) Kaji ulang perawatan pen atau luka yang tepat.
Rasional : Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan
infeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis.
e) Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi dan
pemasukan cairan yang adekuat.
Rasional : Memberikan nutrisi optimal dan mempertahankan
volume sirkulasi untuk meningkatkan regenerasi
jaringan atau proses penyembuhan.
f) Tekankan perlunya nutrisi yang baik ; meningkatkan diit tinggi
kalori tinggi protein (TKTP) dan vitamin C.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi,
mengurangi kerusakan jaringan tubuh.

4. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang,


kerusakan kulit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka
diharapkan penyembuhan luka sesuai waktu yang dicatat dan tidak terjadinya infeksi
yang berkelanjutan.
Kriteria Hasil : Mencapai waktu penyembuhan.
Intervensi :
a) Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa
terbakar atau adanya edema atau eritema atau drainase atau bau
tidak sedap
b) Berikan perawatan luka
c) Observasi luka untuk pembentukan bula, perubahan warna kulit
kecoklatan bau drainase yang tidak enak atau asam.
d) Kaji tonus otot, reflek tendon.

18
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap
inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan
tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah
kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2001). Staphylococcus aureus hemolitikus
(koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
Haemophylus influenza (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organism
yang lain seperti : bakteri coli, salmonella thyposa dan sebagainya. Proses spesifik
(M.Tuberculosa). Penyebaran hematogen dari pusat infeksi jauh (tonsilitis, bisul atau
jerawat, ISPA).

2. Kesimpulan

Pemberian asuhan keperawatan harus memperhatikan sumber daya dan


kesiapan mental yang dimiliki oleh klien untuk mencegah timbulnya masalah yang
tidak diinginkan.
Perlu adanya pola pendekatan dengan model asuhan keperawatan yang benar
dalam perawatan klien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Doenges,Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.EGC : Jakarta,hal 569 –


595.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mutataqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. EGC: Jakarta

20

Vous aimerez peut-être aussi