Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
Dokter yang merawat : dr. Eko Jaenudin, Sp.A Ko Asisten : Yessi Nur Hapilah ,S.Ked
1
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
2. Riwayat penyakit dahulu
• Riwayat batuk pilek : diakui
• Riwayat asma : disangkal
• Riwayat alergi : disangkal
• Riwayat kejang : disangkal
Kesan :
Terdapat faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit sekarang.
4. Pohon Keluarga
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
2
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
RIWAYAT PRIBADI
1. Riwayat kehamilan dan persalinan
a. Riwayat kehamilan ibu pasien
Ibu G4P4A0 hamil saat usia 34 tahun. Ibu memeriksakan kehamilan secara rutin ke bidan dan
dokter terdekat. Saat hamil ibu pernah mengalami mual dan muntah yang cukup sering, tidak
ada riwayat trauma maupun infeksi selama kehamilan, sesak saat hamil (-), merokok saat
hamil (-), kejang saat hamil (-). Ibu hanya mengkonsumsi vitamin yang diberikan oleh bidan
dan dokter. Tekanan darah saat hamil normal. Perkembangan kehamilan dinyatakan normal.
3
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
3. Riwayat perkembangan dan kepandaian
Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Personal Sosial
Mengangkat
Kepala menoleh ke Bereaksi terhadap
kepala ketika Tersenyum spontan
samping kanan-kiri bunyi lonceng
tengkurap (2 bulan)
(1 bulan) (1 bulan)
( 2 bulan)
Tengkurap Bersuara Memandang
Memegang mainan
terlentang sendiri ooo....ooo... tangannya
(3 bulan)
(4 bulan) (2 bulan) (3 bulan)
Duduk tanpa
berpegangan dan Meraih,menggapai Menoleh ke suara Meraih mainan
merangkak (9 bulan) (5 bulan) (5 bulan)
(14 bulan)
Mengatakan papa-
Bermain menumpuk
Berjalan sendiri mama jika melihat Menunjuk apa yang
kubus
(21 bulan) orang tuanya diinginkan (18 bulan)
(21 bulan)
(18 bulan)
Kesan :
Terdapat keterlambatan pada motorik kasar (berjalan sendiri). Motorik halus, bahasa,
personal sosial berkembang baik
4. Riwayat Vaksinasi
Vaksin I II III IV V VI
Hepatitis B 0hari 2 bulan 4 bulan - - -
BCG 1 bulan - - - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 16 bulan - -
Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 18 bulan -
Campak 9 bulan 6 tahun - - - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap.
5. Sosial, ekonomi, dan lingkungan
a. Sosial ekonomi
Ayah (50 tahun, pekerja petani) dan ibu 43 tahun, ibu rumah tangga) penghasilan
keluarga ± Rp 2.000.000/bulan dan keluarga merasa cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
b. Lingkungan
4
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
Pasien tinggal bersama nenek, kedua saudaranya dan kedua orang tua pasien. Rumah
terdiri dari 5 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, dan satu dapur dengan
disertai 1 kamar mandi yang berada di dalam rumah. Sumber air berasal dari sumur.
Rumah berlantai semen dengan ventilasi yang cukup (terdapat 1 jendela tiap ruangan).
6. Anamnesis sistem
Cerebrospinal : kejang (-), delirium (-)
Kardiovaskuler : sianosis (+), keringat dingin (-)
Respiratori : batuk (+), pilek (+), nyeri tenggorokan (-), sesak nafas (+)
Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB(+)
Urogenital : BAK lancar(+), nyeri berkemih (-)
Muskuloskeletal : Deformitas (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), bengkak (-)
Integumentum : Bintik merah (-), ikterik (-)
Otonom : Demam (-)
Kesan :
Terdapat masalah pada sistem kardiovaskuler (sianotis) dan respiratori (batuk dan pilek)
5
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : warna putih kecoklatan, petechie (-), turgor kulit baik
Kepala : ukuran normocephal, rambut warna hitam, tidak udah dicabut, dan jumlah cukup
Mata : mata cowong (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+),
pupil isokor
Telinga : sekret (-/-), dalam batas normal
Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : bibir basah (+) sianosis (+). Lidah tidak kotor, sianosis (-)
Leher : pembesaran limfonodi leher (-), massa (-) Kaku kuduk (-)
Kesan : didapatkan bibir sianosis pada pemeriksaan mulut.
Thorax : simetris, retraksi(-), ketinggalan gerak(-)
Cor
a. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : ictus cordis kuat angkat
c. Perkusi : batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
batas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
d. Auskultasi : BJ I-II normal reguler (+), terdapat suara murmur (+)
Paru
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Depan Retraksi (-) Retraksi (-)
Palpasi Fremitus (n) massa (-) Fremitus (n) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (-), Wh (-) SDV (+), Rh (-), Wh (-)
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Belakang Palpasi Fremitus (n) Fremitus (n)
massa (-) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (-), Wh (-) SDV (+), Rh (-), Wh (-)
Kesan : Thoraks pada cor/jantung dengan auskultasi terdapat suara murmur .
6
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
Abdomen
a. Inspeksi : distended (-), sikatrik (-), purpura (-)
b. Auskultasi : peristaltik (+)
c. Perkusi : timpani (+), pekak beralih (-)
d. Palpasi : turgor kulit baik, nyeri tekan (-)
e. Hepar : tidak teraba membesar
f. Lien : tidak teraba membesar
g. Anogenital : tidak ada kelainan
Kesan : tidak terdapat masalah pada regio abdomen
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus Normal Normal normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Clonus (-) (-) (-) (-)
Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-), kaku sendi (-), CRT < 2detik, Clubbing finger (+/+)
sianosis (+), turgor kulit baik.
Reflek fisiologis : Refleks patella (-), reflek Achilles(-)
Refleks patologis : Refleks babinsky (-), refleks chaddock (-)
Meningeal Sign : kaku kuduk (-), brudzinski I (-). Brudzinki II (-), Kernig sign (-)
Sensibilitas : normal
Iritabilitas : meningkat
Kesan: Pada ekstremitas didapatkan clubbing finger (+/+) dan sianosis (+). Pada Status neurologis
tidak mengalami kelainan
FOTO THORAX
gambaran Boot-Shaped.
7
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
EKG (-)
EKHOKARDIOGRAFI
8
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
DIAGNOSA KERJA
PJB Sianotik : Tetralogy Of Fallot
RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Terapi Medis
Pada serangan akut :
Pasien diletakan dalam knee-chest position
Diberikan O2 3-5lpm
PO : 1. B-Complex ½
2. Vit C ½
3. Zinc
4. Propanolol 4x5mg
Setelah diberikan oksigen dan ditenangkan segera rujuk pasien kedokter spesialis anak
ataupun spesialis jantung.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
9
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
PEMBAHASAN
10
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur
maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir. Kelainan ini terjadi karena gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit jantung bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden
lebih tinggi pada lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi premature (2%). Jika jumlah
penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah penderita PJB di
Indonesia bertambah 3200 bayi setiap tahun. Penyakit jantung bawaan yang sering ditemukan
adalah Ventricular Septal Defect.
Pada sebagian kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui. Beberapa faktor yang
diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua
golongan besar, yaitu genetic dan lingkungan. Pada faktor genetic, hal yang penting kita
perhatikan adalah riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal lain yang juga
berhubungan adalah kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB mempunyai penyimpangan
pada kromosom, misalnya pada sindroma down.
11
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, kortikosteroid, phenotiazin, dan kokain,
akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan.
D. KLASIFIKASI
Secara garis besar, penyakit jantung bawaan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua
bagian besar, yaitu:
o PJB asianotik
Penyakit jantung bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang ditandai dengan pasie
tidak menunjukan keadaan sianosis. Penyakit Jantung bawaan sianotik dibagi menjadi
dua, yakni :
1. PJB asianotik dengan pirau
Atrial septal defect (ASD)
Ventricle septal defect (VSD)
Patent duktus arteriosus (PDA)
2. PJB asianotik tanpa pirau
Stenosis Pulmonal
Stenosis aorta
Koarktasio Aorta
o PJB sianotik
Penyakit jantung bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya
pirau kanan ke kiri. Darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah
oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik dan menimbulkan gejala sianosis
sentral. Sianosis sentral adalah warna kebiruan pada bibir, lidah dan membran mukosa
akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi >5g/dl dalam sirkulasi. Yang termaksud PJB
sianotik :
Tetralogi of Fallot (TOF)
Pulmonary atresia
Transposition of the great arteries
12
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
TETRALOGY OF FALLOT (TOF)
A. Definisi
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang terdiri
atas 4 kelainan yaitu defek septum ventrikel Ventricular Septal Defect/VSD), stenosis
pulmoner, overriding aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Tetralogy of Fallot merupakan 4-
10 % dari semua PJB dan 75 % dari seluruh kasus PJB sianotik. Dasar embriologi Tetralogy
of fallot adalah gangguan perkembangan bulbus cordis sehingga terjadi kelainan pada
infundibulum, bagian proximal arteri pulmonalis dan septum ventricular. Gangguan ini
berlangsung antara minggu ke 5 dan 7 kehidupan janin.
2. Stenosis pulmonalis
3. Overriding aorta, aorta berubah posisi dimana aorta berpangkal sebagian di ventrikel kanan
dan sebagian lainnya di ventrikel kiri
4. Hipertrofi ventrikel. Ventrikel kanan lebih banyak mengandung otot dari normal dan dapat
juga berdilatasi, hal ini yang memberikan gambran boot shaped appereance pada foto thoraks
Gejala klinik tergantung pada berat ringannya obstruksi pada bagian outflow ventrikel
kanan. Jika obstruksi ringan maka sianosis ringan atau tidak ada tetapi bila obstruksi maximal
maka sianosis juga hebat dan bisa terlihat sejak lahir. Pada saat bayi baru lahir mungkin tidak
13
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
didapatkan tanda-tanda sianosis , sianosis baru baru terlihat kalau bayi menangis (stress) atau
sesudah menyusu, tetapi dapat timbul episode sianosis berat atau hipoksik yang disebut tet
spell.
Tet spell merupakan episode hipersianotik yang ditandai dengan hiperpnoe
paroksismal, tangis panjang, sianosis yang meningkat, dan menurunnya intensitas bunyi
murmur dari stenosis pulmonal. Anak dengan sianotik yang terus menerus sampai sekitar 6
bulan, pertama-tama menunjukkan jari-jari tabuh. Pertumbuhan dan perkembangan anak
terlambat,biasanya lekas capek dan dysonea pada kegiatan. Squatting (posisi lutut-dada)
umumnya terjadi bila anak sudah cukup besar dan mulai berjalan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada TOF adalah pemeriksaan foto
thorax, kardioangiografi, dan ekokardiografi. Pada foto polos tampak paru lebih radiolusen
dari pada biasa. Pembuluh darah paru berkurang dan mempunyai caliber kecil. Pembesaran
ventrikel kanan menyebabkan bayangan jantung melebar ke kiri dengan apex di atas
diafragma. Pinggang jantung menjadi lebih konkaf karena tidak ada pembesaran dari jalur
keluar (outflow tract) dari ventrikel kanan.
Pengobatan yang dapat diberikan bila serangan spell hipoksik terjadi, selain
pemberian morfin dan natrium bikarbonat untuk asidosis metabolik, juga perlu diberikan
propanolol. Kalau dengan obat-obatan tersebut spell masih sering timbul, intervensi bedah
perlu segera dilakukan. Intervensi ini dapat berupa koreksi total atau paliatif dengan prosedur
Blalock-Taussig Shunt. Beberapa center yang sudah maju melakukannya pada masa bayi
dengan tujuan melindungi miokard dari hipoksia berkepanjangan.
Tanpa pembedahan, Tetralogy of Fallot mempunyai mortalitas yang tinggi pada anak-
anak dan sekitar 25 % dari semua kasus dengan Tetralogy of Fallot dan stenosis pulmoner
14
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
berat meninggal pada umur 1 tahun. 70 % meninggal pada umur 10 tahun. Setelah
pembedahan paliatif, gejala-gejala Tetralogy of Fallot berkurang dan prognosisnya lebih baik.
ATRESIA PULMONAL
Atresia pulmonal merupakan suatu penyakit jantung kongenital yang jarang terjadi.
Pada atresia pulmonal tidak terdapatnya hubungan langsung antara ventrikel kanan dengan
arteri pulmonalis karena terjadinya gangguan pembentukan dari katup pulmonal.
15
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
Foto polos thoraks menunjukan gambaran mirip Tetralogi Fallot, dengan oligemia
paru lebih hebat. Elektrokardiogram memperlihatkan karakteristik seperti pada Tetralogi
Fallot, yaitu deviasi sumbu QRS ke kanan, dilatasi atrium kanan, serta hipertrofi ventrikel
kanan. Dengan ekokardiografi tampak over-riding aorta, aorta besar, sedang katup pulmonal
tidak tampak. Perlu dipastikan apakah terdapat a.pulmonalis utama (main pulmonary artery)
dan berapa besarnya, serta danya kolateral.
Kelainan ini merupakan salah satu jenis duct-dependent lesion; neonatus dapat
bertahan hidup selama duktus terbuka dan bila duktus menutup pasien akan meninggal.
Karena itu harus dilakukan usaha untuk tetap membuka duktus, baik dengan obat (pemberian
prostaglandin) atau dengan operasi paliatif (Blalock-Taussig atau Waterston). Prostaglandin
E1 atau E2 diberikan intravena dengan dosis 0,1 µg/kg berat badan/menit.
Tanpa operasi sebagian besar pasien meninggal dalam tahun pertama. Sebagian kecil
pasien dengan kolateral yang cukup dapat hidup sampai dekade III.
TGA adalah sebuah kelainan jantung bawaan sianotik kedua tersering setelah TF,
dimana kelainan letak dari aorta dan arteri pulmonalis. Kira-kira 5% dari seluruh penyakit
jantung bawaan, dengan perbandingan anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan.
Dalam keadaan normal, aorta berhubungan dengan ventrikel kiri jantung dan arteri
pulmonalis berhubungan dengan ventrikel kanan jantung. Pada transposisi arteri besar yang
terjadi adalah kebalikannya.
16
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
Sianosis
Clubbing fingers
17
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
- Bayangan jantung seperti telur tergantung pada batang kayu kecil. (Eeg-on-slide
appearance)
- Mediastinum sempit
- Aliran darah paru bertambah
Elektrocardiography (EKG)
Adanya deviasi sumbu QRS ke kanan dengan hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium
kanan. Pola neonatus dominan sebelah kanan.
Echocardiography (ECG)
Menunjukkan hubungan ventrikel-arteria yang transposisi.
Kateterisasi jantung
Menunjukkan tekanan ventrikel kanan merupakan tekanan sistemik, karena ventrikel ini
mendukung sirkulasi sistemik.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan:
Segera, setelah ada kecurigaan infus Prostaglandin E-1 (PGE-1), dengan tujuan untuk
mempertahankan terbukanya duktus arteriosus untuk memperbaiki oksigenasi.
Karena PGE-1 mempunyai efek samping dengan berhentinya pernafasan (apnea), maka perlu
diberikan alat bantu pernafasan dengan menggunakan ventilator.
o Balloon Atrial Septostomy (Rashkind). Dengan cara menggunakan kateter balon dan
dengan bantuan echocardiogrphy. Tujunannya untuk merobek septum interatrial
sehingga meningkatkan pirau dan menurunkan sianosis.
o Arterial Switch (Jatene). Kedua pembuluh darah utama dipotong pada pangkal dan
ditukar posisinya. Pembuluh darah koroner yang memberi makan otot jantung dan
menempel di aorta harus dilepas pada muaranya, kemudian dipindah ke aorta baru
yang sudah berhubungan dengan bilik kiri.
18
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
E. GEJALA KLINIS
Gejala Klinis PJB bermacam-macam tergantung kelainan anatomisnya. Gangguan
hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang menggambarkan derajat
kelainan.
- Sianosis
Sianosis terlihat jelas jika saturasi oksigen turun di bawah 80% atau konsentrasi
hemoglobin ter-deoksigenasi sebesar 5 g/dL atau lebih. Sianosis sentral dapat terlihat
di bibir, lidah, dan membran mukosa. Sianosis sentral yang tidak membaik dengan
pemberian oksigen 100% mengindikasikan adanya PJB sianotik. Sianosis sentral
terjadi pada PJB dengan aliran darah pulmonal berkurang dan bila terjadi
percampuran darah arteri-vena. Tes hiperoksia dengan pemberian oksigen 100% dapat
dilakukan jika terdapat fasilitas analisis gas darah. Peningkatan kadar tekanan parsial
oksigen dalam darah (pO2) lebih dari 220 mmHg menunjukkan adanya penyakit
pernapasan; kadar pO2 antara 100 – 220 mmHg menunjukkan diperlukannya evaluasi
adanya PJB sianotik; kadar pO2 kurang dari 100 mmHg menunjukkan adanya PJB
sianotik. Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis
perifer yang sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat
pada ujungujung
jari.
- Gangguan pertumbuhan
Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul akibat
berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat
19
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis
pada pasien PJB.
- Dispnea
Kelainan dengan pirau besar dapat menunjukkan gejala dispnea, takipnea, kesulitan
menyusu, rewel, dan distres. Dispnea dapat terjadi karena gagal jantung kongestif.
Gagal jantung kongestif terjadi pada PJB kritis dengan obstruksi pada sisi kiri jantung
dan bila terjadi peningkatan aliran darah pulmonal.7 Pemeriksaan Ro toraks dapat
membantu membedakan penyebab dispnea pulmonal atau kardiovaskular; gambaran
yang mengarah pada PJB antara lain kardiomegali, perubahan corakan vaskular paru,
dan kongesti vena pulmonal.
- Kolaps Sirkulasi
Gejala kolaps sirkulasi dapat terjadi pada PJB kritis dengan sirkulasi tergantung
duktus. Syok terjadi saat duktus arteriosus mulai menutup. Neonatus dengan sirkulasi
sistemik tergantung duktus akan mengalami dispnea progresif, akral dingin dan
lembap, asidosis, syok, dan oliguria karena gangguan perfusi ginjal. Neonatus dengan
sirkulasi pulmonal tergantung duktus akan mengalami sianosis berat tanpa
peningkatan usaha napas (quiet tachypnea), asidosis, dan distres napas
- Murmur
Murmur pada anak sering sulit dibedakan apakah fisiologis atau patologis. Terdapat 6 tanda
murmur yang mengarah patologis yaitu: murmur pansistolik, intensitas 3/6 atau lebih,
punctum maximum di parasternal kiri atas, kualitas kasar, klik midsistolik awal, dan suara
jantung kedua abnormal.
Murmur yang segera terdengar setelah lahir pada umumnya menandakan adanya
obstruksi pada jalan keluar ventrikel. Murmur terdengar jelas segera setelah lahir pada
TOF atau stenosis pulmonal kritikal dengan septum ventrikel intak (critical PS/IVS).
Murmur dapat tidak terdengar pada simple TGA dan atresia pulmonal dengan defek
septum ventrikel (PA/ VSD).
F. TATALAKSANA UMUM
Umumnya tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata
laksana bedah. Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi
intervensi. Tata laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi dari
penyakit jantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Dalam hal ini tujuan
terapi medikamentosa untuk menghilangkan gejala dan tanda di samping untuk mempersiapkan
20
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis penyakit yang dihadapi.
Tatalaksana umu meliputi :
Mempertahankan suhu lingkungan yang hangat, misalnya dengan membedong atau
menempatkan neonatus dalam inkubator, untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
Potensi jalan napas dijaga dengan mengatur posisi kepala dan bila perlu intubasi
endotrakeal dini dan ventilasi mekanik.
Perbaikan oksigenasi hati-hati untuk menghindari penutupan duktus arteriosus,
dengan mempertahankan saturasi oksigen antara 75-85%.
Penilaian status perfusi meliputi kesadaran, pulsasi nadi sentral dan perifer, capillary
refill time, dan produksi urin. Status perfusi yang buruk menandakan syok atau kolaps
sirkulasi.
Memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa segera setelah
mendapatkan akses vena yang baik. Asidosis metabolik berat harus dikoreksi dengan
4,2% natrium bikarbonat (2 mEq/kg/dosis) diberikan intravena sangat lambat, setara
dengan 2-4 mL/kg/ dosis.
Kadar hemoglobin dipertahankan, dengan target di atas 15 g/dL pada neonatus
Tatalaksana gagal jantung dengan pemberian inotropik dan diuretik jika terdapat
tanda gagal jantung. Obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropic lain seperti
dobutamin atau dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai dosis 30 g/kg. Dosis
pertama diberikan setengah dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam kemudian sebesar
seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam berikutnya sebesar seperempat
dosis. Dosis rumat diberikan setelah 8-12 jam pemberian dosis terakhir dengan dosis
seperempat dari dosis digitalisasi. Obat inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1 g/kg/
menit diberikan bila terdapat bradikardia, sedangkan bila terdapat takikardia diberikan
dobutamin 5-10 g/ kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis
2-5 g/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan perfusi sistemik yang
buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal, karena akan memperbesar kemungkinan
intoksikasi digitalis. Diuretik, yang sering digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2
mg/kg/hari per oral atau intravena.
Koreksi kelainan irama dengan atropin 0,02-0,03 mg/kg pada bradiaritmia dan
lidokain bolus 0,5-1 mg/kg dosis awal, selanjutnya 0,02-.0.3 mg/kg/min pada
takiaritmia.
Usahakan ekokardiografi segera untuk menegakkan diagnosis.
21
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
Prostaglandin E segera untuk membuka dan mempertahankan patensi duktus
arteriosus. Pemberian prostaglandin E1 supaya duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis
permulaan 0,1 g/kg/menit dan bila sudah terjadi perbaikan maka dosis dapat diturunkan
menjadi 0,05 g/kg/menit. Obat ini akan bekerja dalam waktu 10-30 menit sejak pemberian
dan efek terapi ditandai dengan kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH.
Pasien dapat dirujuk setelah tindakan tatalaksana awal, tim transport siap
mendampingi dan RS rujukan siap menerima. Kondisi pasien pada saat akan dirujuk
harus dikomunikasikan kepada dokter di RS rujukan.
22
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 402xxx
KESEHATAN ANAK
DAFTAR PUSTAKA
Djer M, Madiyono B. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember
2000 .p. 155 – 62
Rahayoe AU. Pelayanan Penderita Penyakit Jantung Bawaan di Indonesia. Perkembangan,
Permasalahan Dan Antisipasi Di Masa Depan. Dalam: Putra ST, Roebiono PS, Advani N,
penyunting. Penyakit Jantung Bawaan Pada Bayi dan Anak. Jakarta: Forum Ilmiah
Kardiologi Anak Indonesia; 1998. h. 1-17.
Oesman IN. Tata Laksana Penyakit Jantung Bawaan dengan Penyulit pada Neonatus. Dalam:
Sastroasmoro S, Madiyono B, Putra ST, penyunting. Pengenalan Dini dan Tata Laksana
Penyakit Jantung Bawaan pada Neonatus. Pendidikan tambahan berkala bagian ilmu
kesehatan anak FKUI ke-32, 1994. Jakarta: Gaya Baru; 1994. h. 168-76.
Ihsanul Amal, Tatalaksana dan Rujukan Awal Penyakit Jantung Bawaan Kritis. CDK-256/ vol. 44
no. 9 th. 2017
23