Vous êtes sur la page 1sur 8

Patofisiologi

Angina Ludwig suatu selulitis dari ruang submandibula dan sublingual bilateral
dan ruang submental akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat dan
dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Infeksi gigi seperti
nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat dan deep periodontal
pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena
jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang spongiosa
sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan
masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan
jaringan tubuh.1
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat
(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe
(limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum
karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat
berkumpulnya pus.1
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses
fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual,
abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig. 1
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) dalam ruang submandibula,
menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan
pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan meluas hingga ruang
parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi
ketegangan antara tulang.1
Gambar 4. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.

Gambar 5. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fascia dan kulit.


Ruang submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga.

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang
keras dari fascia cervikal profunda dengan m. digastricus anterior dan os hyoid.
Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas.1
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu
sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan
mengikuti struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke
bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.1
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di
bagian superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke
belakang, akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di
bagian inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian
superior dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.2
Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga
pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan
bentuk dan gambaran “bull neck”.2
Selain sebab odontogenik, infeksi dapat terjadi akibat dari penyuntikan
dengan jarum tidak steril, infeksi kelenjar ludah (sialodenitis), fraktur maxila/
mandibulla, laseri dasar mulut, serta infeksi sekunder dari keganasan rongga
mulut. 3,4

Gambar 6. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong


lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas os hyoid
meluas ke arah inferior dan menyebabkan gambaran “bull neck”.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari penyakit angina Ludwig ditandai dengan adanya
selulitis yang meluas sehingga menyebabkan pembengkakan mulut, lidah, dan
regio submandibular, malaise, lemah, lesu, malnutrisi, dan dalam kasus yang
parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis ekstra oral
meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-like)
serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual
yang terinfeksi; disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala
klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah; nyeri
menelan (disfagia); hipersalivasi (drooling); kesulitan dalam artikulasi bicara
(disarthria).3
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam, takikardi dan
agitasi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi
molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan
ruang submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas.
Edem pada jaringan leher depan diatas tulang hyoid akan memberikan gambaran
seperti “bull’s neck”. Trismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada
m. masticator. Hoarness, pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, stidor
inspirasi, distress pernafasan, sianosis, dispneu, takipneu, stridor inspirasi,
sianosis dan postur tubuh “mengendus” (postur tubuh yang menandai pasien
dengan kompensasi obstruksi saluran nafas atas, dimana pasien akan berpostur
tegak dengan leher menjulur ke depan dan dagu terangkat seperti orang
mengendus) adalah tanda-tanda ancaman yang menunjukkan adanya hambatan
pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan segera.4,5

Gambar . Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesis
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang
terinfeksi. Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah.
Penderita mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut,
berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-
menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami
kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa
menggigil.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan oral, didapatkan elevasi dari lidah, terdapat indurasi
besar di dasar mulut dan di anterior lidah, dan pembengkakan suprahioid.
Biasanya terdapat edema submandibular bilateral. Pembengkakan pada
jaringan anterior leher diatas tulang hyoid sering disebut dengan bull’s neck
appearance.
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi
menyebar ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan
menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat
jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar
suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan mengalami dehidrasi
akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang
dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya
infeksi sistemik.
Terdapat 4 tanda kardinal angina Ludwig yang sangat penting dalam
diagnosis dan manjemen kondisi yang serius:
1. Keterlibatan bilateral atau lebih ruang jaringan dalam
2. Gangrene yang disertai dengan pus serosanguinous, putrid
infiltration, tetapi sedikit atau tidak ada pus
3. Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai
struktur kelenjar
4. Penyebaran melalui ruang fasial lebih jarang daripada melalui
sistem limfatik. 5,6

c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk
menegakkan diagnosis.3
Laboratorium:
 Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan
adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting
untuk dilakukan tindakan insisi drainase.3
 Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri
yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan
pemilihan antibiotik dalam terapi.
Pencitraan:

Rontgen: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang
berperan dalam mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher,
foto polos ini dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan
lunak. Foto polos leher dan dada sering menunjukkan pembengkakan
soft-tissue ,adanya udara, dan adanya penyempitan saluran nafas. Selain
itu, radiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke
mediastinum dan paru-paru. Foto panoramik rahang dapat
membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur
tulang rahang yang terinfeksi. 7


USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta
metastasis dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak
karena bersifat non-invasif dan non-radiasi. USG juga membantu
pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak abses.

CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena
dapat memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher
dalam. CT-scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran
infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat
membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan
buatan.

Gambar 4. CT scan menunjukkan adanya selulitis pada


submandibula

MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak
dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan
dalam lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan
sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan
bernapas.3

1. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-


Maret 2008;Vol.21.
2. Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family
Physician. July 1999;Vol. 60.
3. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the
American Academy of Nurse Practitioners. December 2007;Vol. 15(Issue
12).
4. Bertolai, R., Acocella, A., Sacco, R., Agostini, T. Submandibular cellulitis
(Ludwig’s Angina) associated to a complex odontoma erupted into oral
cavity. Case report and literature review. Minerva
stomatologica.2007.56.11-12:639-647.
5. Soni YC, Pael HD, Pandya HB, Dewan HS, Bhavsar BC, Shah UH. Ludwig’s
angina: diagnosis and management – a clinical review. J Res Adv Dent.
2014; 3(2s):131-6.
6. Ocasio-Tasco ME, Martinez M, Cedeno A, Torres-Palacios A, Alicea E,
Rodriguez-Cintro W. Ludwig’s angina: an uncomon cause of chest pain.
South Med J. 2005; 98(5):561-3
7. Leminick M David, MD. Ludwig’s Angina: Diagnosis amd treatment.
www.turner.white.com.

Vous aimerez peut-être aussi