Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
militer yang dilancarkan oleh militer Belanda diJawa dan Sumatera terhadap Republik
Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli sampai 5 Agustus 1947 (aksi pertama) dan dari 19
Desember 1948 sampai 5 Januari 1949 (aksi kedua).
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Latar belakang
2 Aksi Pertama: Operatie Product (Operasi Produk)
3 Aksi Kedua: Operatie Kraai (Operasi Gagak)
4 Peristiwa-Peristiwa
o 4.1 Zuid-Celebes-Affaire (Peristiwa Sulawesi)
o 4.2 Bondowoso Dan Pakisadji
5 Akhirnya
Akhirnya ada gencatan senjata dan rundingan untuk akur politik, disebut Perjanjian Linggajati.
Aksi pertama terjadi karena saat itu pemerintahan Indonesia dinilai oleh Belanda, tidak bekerja
sama melaksanakan isi Perjanjian Linggarjati, yang disahkan pihak Belanda tanggal 24 Maret 1947.
Pihak Indonesia dianggap sudah kehilangan kepercayaan, karena Tweede Kamer (Parlemen
Belanda) pada awalnya ragu untuk menyetujui isi perjanjian.
Operasi Produk direncanakan oleh Jenderal Simon Hendrik Spoor, untuk menduduki wilayah
terpenting secara ekonomis di Jawa Barat danTimur tanpa mengganggu Kota Yogyakarta, pusat
pemerintah Indonesia waktu itu, karena biaya tinggi. Operasi ini berhasil menduduki sebagian
besar Jawa dan Sumatera, karena TNI tidak melakukan perlawanan yang berarti (kekurangan
senjata). Akan tetapi mengakibatkan adanya aksi-aksi gerilya oleh TNI dan Pelopor di wilayah-
wilayah lain.
Perserikatan Bangsa Bangsa melakukan campur tangan untuk mengadakan gencatan senjata,
disahkan pada tanggal 17 Januari 1948menurut Renville-overeenkomst (Perjanjian Renville).
Karena itu masalah internal Belanda menjadi masalah internasional.
Aksi polisionil kedua akhir 1948 dilaksanakan memaksa Republik bekerja sama dengan
pengurus Belanda untuk deelstatenpolitiek (Politik Negara Bagian) menurut Perjanjian
Linggajati. Maksud pemerintah Belanda (Kabinet Drees/Van Schaik) menyelenggarakan
Indonesia berdasar federal dengan hubungan ketat Belanda.
Sewaktu aksi polisionil ini Yogyakarta (Yogyakarta) langsung diserang dan pemerintah
Indonesia, termasuk presiden Soekarno, ditahan. Selainnya semua kota besar dan jalan-jalan di
antaranya diduduki. Aksi Belanda ini, sebetulnya upaya membinasakan Republik, gagal karena
percampuran tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, aksi-aksi boikot internasional dan gerilya
Republik yang sangat hebat. PadaAgustus 1949 sebelum ada gencatan senjata, Yogyakarta
dapat direbut kembali oleh Indonesia dalam waktu enam jam, Belanda mundur ke Surakarta.
Indonesia mengejar Belanda ke Surakarta sebelum genjatan senjata menjelang Konferensi
Meja Bundar. Akhirnya Akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia karena tekanan
keras dari Amerika Serikat dan pesimisnya kekuatan tentara Belanda untuk melawan Indonesia.
Sewaktu dua aksi polisi, 100.000 tentara dikerahkan setiap kali, termasuk KNIL (Bala Tentara
Hindia-Belanda Kerajaan). Ternyata aksi polisionil ini tidak terbatas, yang dinyatakan
pemerintah Belanda. Jumlahnya lebih dari 5000 tentara Belanda tewas. Pihak Indonesia
kelipatan, kira-kira lebih dari 15000.
Sewaktu kejadian ini terkenal, hak kewenangan khusus pasukan itu diambil. Pada April
1947 komisi Enthoven menyelidiki hal ini. Laporan ini dikirim parlemen Belanda akhir 1948,
bersifat pribadi. Awal 1949 surat-surat dari tentara-tentara Belanda dibacakan di parlemen, yang
juga dicatat koran-koran Belanda. Penulisnya, sekalipun demikian sering tidak melawan
kehadiran militer di Indonesia, tetap melaporkan kejahatan-kejahatan perang. Pemerintah
mempertimbangkan mengutus Pangeran Bernhard (suami Ratu Juliana), Pemeriksa Angkatan
Darat, ke Indonesia, akan tetapi ini dianggap tidak baik untuk proses perdamaian.
Peristiwa ini sempat menimbulkan ketegangan lagi di Belanda, sewaktu ahli jiwa dr. J.E.
Hueting, bekas veteran Hindia, pada 1969 menceritakan tindakan Belanda melalui TV.
Penyelidikan berikut, dikepalai Cees Fasseur, menghasilkan Excessennota nota yang
melaporkan 3144 korban dibunuh oleh tentara, 136 oleh polisi dan 576 oleh polisi kampung.
Jumlah ini diragukan. Indonesia melaporkan 40.000 korban. Masih saja ada jalan-jalan di
Sulawesi disebut "Jalan 40.000". Memang, 42 tentara Belanda dihukum karena ini, akan tetapi
tidak pernah perwira-perwira.
Kira-kira pada waktu yang sama, tentara Belanda membakar kampung Pakisadji karena
perjuang-perjuang kemerdekaan menaruh ranjau-ranjau di sekitarnya. Tiga tentara Belanda
menolak karena alasan etik dan dihukum dua tahun sampai dua tahun enam bulan penjara.
Pers melaporkan hal ini yang menimbulkan kemarahan masyarakat Belanda karena tentara-
tentara yang berkelakuan baik dihukum lebih keras.
Akhirnya lebih dari 400.000 orang Indo-Eropa (warga campuran Eropa dan Indonesia serta
keturunan mereka) dan 10.000 orang Maluku tunawarga (bekas tentara KNIL dan keluarganya)
pindah atau diungsikan ke Belanda.
Sebagian besar penduduk Belanda mengakui kesalahan Belanda[butuh rujukan], terutama yang lahir
sesudah kemerdekaan Indonesia. Untunglah pemerintah Belanda secara resmi menyesali
kejadian-kejadian sewaktu aksi-aksi polisionil dan akhirnya (2005) mengakui 17 Agustus 1945
sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia, akan tetapi belum minta maaf (2006). Alasan,
pemerintah Belanda dengan memperhatikan hati sanubari veteran Belanda dan masyarakat
Maluku di Belanda.