Vous êtes sur la page 1sur 48

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.

Perubahan – perubahan makrovaskuler, perubahan mikrovaskuler, dan

neuropati pada penderita diabetes mellitus semuanya menyebabkan perubahan -

perubahan ekstremitas bawah. Perubahan yang penting yakni adanya anastesia

yang timbul karena hilangnya fungsi saraf – saraf sensoris. Keadaan ini

berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi

yang menyebabkan gangren ( Barbara C. Long, 1996 : 17 ). Gangren adalah

luka yang berakhir dengan kematian jaringan dan kematian syaraf biasanya

dalam jumlah besar dan umumnya diikuti dengan kehilangan persediaan

vascular (nutrisi) yang diikuti invasi bakteri dan pembusukan (Dorland, 1996 ;

758). Sampai saat ini, masalah kaki diabetes masih kurang mendapat perhatian.

Akibatnya, banyak penderita yang penyakitnya berkembang dan teramputasi

kakinya ( www.tempo.co.id, 2001 )

Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) mendudukkan Indonesia pada

peringkat keempat penderita diabetes mellitus terbanyak di dunia, hingga pada

tahun 2001 jumlah penderita di Indonesia mencapai 17 juta orang.

Data yang diperoleh dari Medical Record RS. Baptis Kediri pada bulan

Desember 2006 penderita Diabetes Mellitus berjumlah 334 pasien. Pada bulan

Januari 2007 berjumlah 412. Pada bulan Februari 2007 berjumlah 289 dan

menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar. Dari hasil

wawancara tanggal 12-16 Maret 2007 dengan 5 orang pasien diabetes mellitus,
2

3 diantaranya tidak memakai alas kaki waktu keluar rumah, tidak melakukan

senam kaki, jarang memotong kuku.

Komplikasi Diabetes Mellitus yang paling sering dialami adalah

komplikasi pada kaki yang disebut kaki diabetes atau umum dikenal sebagai

luka ganggren. Kaki pasien diabetes seperti ini jika tidak ditangani secara tepat

dapat berkembang menjadi suatu tindakan pemotongan (amputasi) kaki. Adanya

luka dan masalah lain pada kaki merupakan penyebab utama kesakitan,

ketidakmampuan, dan kematian pada seseorang dengan diabetes. Komplikasi

ini merupakan penyebab utama penderita harus dirawat dengan waktu

perawatan yang lama. Akibatnya, biaya perawatan menjadi sangat tinggi.

Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa belum semua penderita

diabetes mellitus melakukan tindakan pencegahan komplikasi

(www.kompas.com)

Luka ganggren dapat dicegah dengan memberikan penyuluhan kepada

pasien tentang tindakan pencegahan luka ganggren. Informasi tentang tindakan

pasien dalam pencegahan luka ganggren akan sangat menolong untuk

penyuluhan kesehatan yang optimal sehingga peneliti ingin mengungkap

bagaimana tindakan pencegahan pasien. Adapun tindakan pencegahan meliputi,

melakukan senam kaki, pencegahan/ perlindungan terhadap trauma, hygiene

kaki, pemeriksaan berkala kaki.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar pernyataan masalah di atas, rumusan pertanyaan penelitian ini

adalah :

Bagaimana tindakan pasien diabetes mellitus dalam mencegah terjadinya luka

ganggren di poliklinik RS. Baptis Kediri ?


3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menggambarkan tindakan Pasien Diabetes Mellitus dalam mencegah

luka ganggren di poliklinik RS. Baptis Kediri

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi tindakan pasien tentang senam kaki

2) Mengidentifikasi tindakan pasien tentang pencegahan/ perlindungan

terhadap trauma

3) Mengidentifikasi tindakan pasien tentang kebersihan kaki

4) Mengidentifikasi tindakan pasien tentang pemeriksaan berkala pada kaki

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Perawat.

Dapat digunakan sebagai masukan oleh perawat agar dapat meningkatkan

upaya pencegahan luka ganggren pada pasien diabetes mellitus.

1.4.2 Bagi Pasien

Dapat memberikan gambaran bagi pasien Diabetes Mellitus tentang

tindakan pencegahan luka ganggren sehingga diharapkan meningkatkan

motivasi mereka untuk melakukan perawatan kaki yang baik dan tepat.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Dapat memberikan gambaran atau informasi untuk meningkatkan

program PKMRS tentang pencegahan luka ganggren pada pasien diabetes

mellitus.
4

1.4.4 Bagi Peneliti.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dan pertimbangan

untuk melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

pencegahan luka ganggren.


5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan tentang konsep dasar Diabetes Mellitus dan

konsep dasar ganggren.

2.1 Konsep Diabetes Mellitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh

peningkatan kadar glukosa darah ( Hiperglikemia ). Mungkin terdapat

penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau

penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pankreas

( Baughman, 2000 ; 109).

2.1.2 Patofisiologi

Menurut Brunner and Suddarth (2001) Pankreas yang disebut sebagai

kelenjar ludah perut adalah kelenjar penyakit insulin. Didalamnya terdapat

kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-

pulau langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin yang

sangat berperan dalam mengatur glukosa darah.

Insulin dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu

masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian sel glukosa tersebut

dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa dalam
6

darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah

meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada Diabetes Mellitus Tergantung

Insulin (DMTI).

Pada keadaan Diabetes mellitus Tidak tergantung Insulin (DMTI),

jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor

(penangkap) insulin dipermukaan sel kurang, sehingga glukosa yang masuk ke

dalam sel sedikit. Sehingga sel kehilangan bahan bakar (glukosa) dan keadaan

glukosa dalam darah meningkat.

- gangguan pada pembentukan insulin


- herediter < dari 25%

Kerusakan sel β pankreas oleh proses autoimun

Gangguan sekresi insulin Resistensi insulin

Ketidakmampuan untuk Penurunan reaksi intra sel


menghasilkan insulin
Insulin tidak efektif dalam
pengambilan glukosa

Toleransi glukosa terganggu

Hiperglikemia

Diabetes Mellitus

Gambar 2.1 Patofisiologi Diabetes Mellitus


(Sumber : Brunner dan Suddarth, 2001)

2.1.3 Faktor Predisposisi

Menurut Arif Mansjoer (2000) Faktor-faktor pendukungnya yaitu

kelompok dengan risiko tinggi Diabetes Mellitus diantaranya :

1) Kelompok usia dewasa tua (>40 tahun)


7

2) Kegemukan

3) Tekanan darah tinggi

4) Riwayat keluarga Diabetes Mellitus

5) Riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4000 gram

6) Riwayat Diabetes Mellitus pada kehamilan

7) Dislipidemia

2.1.4 Gejala Klinis ( www. Mitrakeluarga.com )

Dari sudut pasien Diabetes Mellitus sendiri hal yang sering

menyebabkan pasien datang berobat dan kemudian di diagnosa sebagai

Diabetes Mellitus ialah keluhan :

1) Kelainan kulit, gatal, bisul-bisul

2) Kelainan ginekologis : keputihan

3) Kesemutan, rasa faal

4) Kelemahan tubuh

5) Luka/ bisul yang tidak sembuh

6) Infeksi saluran kemih

Selain itu penderita dengan Diabetes Mellitus juga ditemui keluhan-

keluhan diantaranya :

1) Penurunan berat badan

2) Banyak kencing (Poliuria)

3) Banyak minum (Polidipsia)

4) Banyak makan (Polifagia)


8

2.1.5 Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association, 1997 dikutip Mansjoer,

2001;581 klasifikasi etiologis Diabetes Mellitus (American Diabetes

Association 1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(PERKENI) adalah

1) Diabetes tipe 1 (disertai sel beta, umumnya menjerumus ke defisiensi

insulin absolut)

(1) Autoimun

(2) Idiopatik

2) Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin)

3) Diabetes tipe lain

(1) Defek genetik fungsi sel beta

Motority Omsel Diabetes of the Young (MODY), 1, 2, 3 dan DMA

mitokardia

(2) Defek genetik kerja insulin

(3) Penyakit eksikrin pankreas

Pankreatitis, tumor atau pankreatektomi dan pankreatopati fibrokaikulus

(4) Endokrinopati : aksomegali, sidrom chusing, teokramositoma dan

hipertimidisme

(5) Karena obat dan zat kimia

Vacor, pentamidin, asam mikotinat, glukotilcoid, hormon tiroid, tiazid,

dilantin, interferon alfa, dan lain-lain


9

(6) Infeksi rubela kongenital, sitomeglo virus

(7) Penyebab imunologi yang jarang : antibodi anti insulin

(8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes Mellitus : sindrom

Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turuse, dan lain-lain

(9) Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)

2.1.6 Komplikasi

Menurut Sarwono Waspadji (1996) komplikasi yang sering timbul pada

pasien Diabetes Mellitus sebagai berikut :

2.1.6.1 Neuropati Diabetik

Penderita Diabetes Mellitus dapat mengalami neuropati yang

mempengaruhi sistem syaraf otonom, pada keadaan ini dapat terjadi perubahan

motalitas lambung sehingga menyebabkan tidak teraturnya absorbsi makanan,

inkontinensia dan ketidakmampuan mengenal tanda-tanda awal hipoglikemia.

Keluhan yang tersering adalah berupa kesemutan, rasa lemah, faal, dan juga

sering dijumpai gejala gastrointestinal berupa rasa mual, kembung, muntah dan

diare terutama, pada malam hari.

2.1.6.2 Retinopati diabetik

Penglihatan kabur sampai terjadi kebutaan pada penderita Diabetes

Mellitus yang terjadi akibat perubahan mikrovaskuler paada retina.

2.1.6.3 Nefropati diabetik

Perubahan pada struktur ginjal. Pasien dengan nefropati diabetik dapat

menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat hingga

keluhan sesak nafas akibat penimbunaan cairan dan ini ditunjukkan dengan

adanya peningkatan kadar kreatinum / ureum semua antara 2% - 7,1% pada


10

pasien Diabetes Mellitus. Tanda awal nefropati diabetik adalah adanya

proteinuria yang persisten tanpa adanya kelainan ginjal lain.

2.1.6.4 Perubahan Makrovaskuler

Penderita diabet dapat mengalami perubahan atherosklerotik pada arteri-

arteri besar. Pengecilan lumen pembuluh-pembuluh darah besar membahayakan

pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan yang dapat menyebabkan iskemia

jaringan, dengan akibat yang timbul berupa penyakit cerebrovaskuler, penyakit

arteri koroner, stenosis arteri renalis, dan penyakit-penyakit vaskuler perifer.

2.1.6.5 Perubahan Mikrovaskuler

Pasien dengan kelainan mikrovaskuler dapat memberikan gambaran

kelainan pada tungkai bawah, baik berupa ulkus atau ganggren.

2.1.7 Penatalaksanaan ( Mansjoer, 2001; 583 )

Dalam jangka pendek penatalaksanaan Diabetes Mellitus bertujuan

untuk menghilangkan keluhan atau gejala. Sedangkan tujuan jangka panjang

adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara

meminimalkan kadar glukosa, lipid dan insulin. Kerangka utama

penatalasanaan Diabetes Mellitus yaitu perencanaan makan, latihan jasmani,

obat hipoglikemik, dan penyuluhan.

2.1.7.1 Perencanaan makanan (meal plumniry)

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress

akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Konsumsi garam

dibatasi bila terdapat hipertensi. Dalam melakukan diet ikuti 3J diantaranya

jumlah kalori yang harus diberikan harus dihabiskan, jadwal makanan harus

diikuti, jenis gula dan yang manis harus dipantang.


11

2.1.7.2 Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3 – 4 x tiap minggu selama ± 0,5 jam.

Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang,

bersepeda, dan mendayung.

2.1.7.3 Obat berkhasiat hipoglikemik

Jika pasien telah melakukan pengaturan makanan dan keinginan jasmani

yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan

obat berkhasiat hipoglikemik (oral atau suntikan) misalnya sulfonilurea,

biguanid, inhibitor alfa glukosidase, insulin sensitizing agent.

2.2 Konsep Luka Ganggren

2.2.1 Pengertian Ganggren

Ganggren adalah luka yang berakhir dengan kematian jaringan dan

kematian syaraf biasanya dalam jumlah besar dan umumnya diikuti dengan

kehilangan persediaan vascular (nutrisi) dan diikuti invasi bakteri dan

pembusukan (Dorland, 1996 ; 758).

Pasien diabetes mellitus lebih mudah mengalami infeksi berat seperti

ganggren streptococcus. Keadaan ini ditandai dengan perluasan selulitis dan

timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik. Dengan cepat jaringan kulit yang

menutupi mengalami nekrosis dan dalam beberapa hari proses ini meluas.

Streptocossus group A mungkin dapat diisolasi dari lesi atau darah.

Pemberitahuan antibiotika saja umumnya tidak cukup, oleh sebab itu harus

dilakukan eksisi yang luas bahkan mungkin amputasi. Pada pasien Diabetes
12

Mellitus dengan infeksi yang berat terapi antibiotika saja tidak cukup dan harus

dibantu dengan debridement yang agresif.

Karena bahwa ganggren dan peluang untuk menjalani amputasi yang

besar maka pasien diabetes mellitus dengan infeksi kaki harus segera dibawa

kerumah sakit untuk mendapat perawatan yang intensif (Sarwono Waspadji,

1996 ; 688). Komplikasi ini merupakan penyebab utama penderita harus dirawat

dengan waktu perawatan yang lama, diantaranya memerlukan tindakan

pembedahan dan diantaranya berakhir dengan amputasi. Setelah menjalani

amputasi makaakan menjalani amputasi lagi pada bagian tubuh lainnya.

Bahkan, penderita yang akan menjalani amputasi akan meninggal lima tahun

kemudian (www.kompas.com)

2.2.2 Penyebab

Salah satu ganggren yang paling ganas adalah ganggren gas. Gas

ganggren terjadi akibat infeksi oleh bakteri klostridium, yang merupakan

bakteri anaerob. Bakteri anaerob ini adalah kerabat bakteri penyebab tetanus.

Spora bakteri ini banyak terdapat ditanah dan dapat tumbuh subur dilingkungan

kurang oksigen. Baktrei klostridium menghasilkan berbagai racun mepat

diantaranya ( alfa, beta, epsilon, iota ) menyebabkan gejala-gejala yang bisa

berakibat fatal, Selain itu, terjadi kematian jaringan ( nekrosis, penghancuran sel

darah ( hemolisis ), vasokonstriksi dan kebocoran pembuluh darah. Racun

tersebut menyebabkan penghancuran jaringan lokal dan gejala sistemik

(www.medicastore.com).
13

2.2.3 Patofisiologi

Diabetes Mellitus

Angiopati Neuropati

Pembuluh darah Pembuluh darah otonom sensoris motoris


besar kecil
Penyakit Arteri kecil
makrovaskuler Penyakit Penurunan Hilang Atrofi
mikrovaskuler perspirasi sensasi otot

Trombosis
Kulit kering Trauma Perubahan
dengan oklusi ganggren Pecah fisura tidak terasa cara berjalan
pada darah besar dengan area
kecil
infeksi
ulserasi Titik tekan
Ganggren luas baru
ganggren luas
infeksi

Ganggren luas
atau sedang

Gambar 2.2 Patofisiologi Ganggren


(Sumber: Barbara C.Long, 1996)

2.2.4 Tanda dan Gejala

Peradangan pada daerah yang terinfeksi berawal sebagai pembengkakan

jaringan berwarna pucat atau merah kecoklatan

2.2.5 Macam Ganggren

Menurut Barbara C. long (1996) ganggren yang timbul dapat berupa

ganggren kering atau basah.


14

2.2.5.1 Ganggren Kering

Ganggren kering terjadi jika jaringan yang mati tidak berhubungan

dengan perubahan pada reaksi peradangan. Daerah yang mengalami ganggren

kering dibiarkan kering selama proses ganggren berlangsung, kontrol yang ketat

terhadap tanda-tanda infeksi pada jaringan yang lebih proksimal sesuai

kebutuhan.

2.2.5.2 Ganggren Basah

Ganggren basah adalah ganggren yang etrjadi bersamaan dengan

peradangan septikemi dan syok septic dapat terjadi pada keadaan ini. Tirah

baring, terapi antibiotik, pembersihan dan debridement yang baik serta

pengontrolan terus menerus terhadap tanda-tanda perluasan merupakan tindakan

awal. Bermacam-macam pemeriksaan diagnostik untuk menetukan perluasan

lesi, keadaan sirkulasi, terkena tidaknya tulang lebih dahulu sebelum tindakan

amputasi dipertimbangkan.

2.2.6 Perawatan Kaki Diabetik (Tambunan, 1999 ; 243-246)

Kaki diabetik adalah kelainan tungkai bawah akibat Diabetes Mellitus

yang tidak terkontrol, yang dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah,

gangguan persyarafan, dan adanya infeksi.

2.2.6.1 Upaya Pencegahan Primer

Upaya pencegahan primer antara lain :

1) Penyuluhan Kesehatan Diabetes Mellitus, komplikasi dan kesehatan kaki

2) Status gizi yang baik dan pengendalian Diabetes Mellitus

Makan makanan yang seimbang, kadar lemak yang rendah, kadar garam

yang rendah, dan kadar serat yang tinggi (komplek karbohidrat).


15

3) Pemeriksaan berkala Diabetes Mellitus dan komplikasinya

Menjaga agar kadar glukosa (gula) dalam darah tetap normal

4) Pemeriksaan berkala kaki penderita

Memeriksa kaki setiap hari terutama telapak kaki, jari kaki dan sela jari

kaki. Memperhatikan apakah terjadi luka, kulit kemerahan, penebalan kulit,

5) Pencegahan/ perlindungan terhadap trauma

Menggunakan sepatu sesuai bentuk dan besar kaki, permukaan atas sepatu

lunak, bagian tumit sepatu harus kokoh agar kaki stabil.

6) Higiene kaki

Penderita diabetes lebih mudah terkena infeksi. Efektifitas kulit sebagai

pertahanan tubuh pertama berkurang. Kulit harus dijaga agar tetap lentur

dan sebebas mungkin dari organisme-organisme patogen.

7) Senam Kaki

Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat

otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain

itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi

keterbatasan gerak sendi. Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi

berdiri, duduk dan tidur dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi

kaki dan dapat dilakukan setiap hari secara teratur.


16

2.2.6.2 Hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan primer

( www.Sinar Harapan.com )

1) Pemeriksaan kaki setiap hari, apakah ada kulit retak, melepuh, luka,

perdarahan. Gunakan cermin untuk melihat bagaian bawah kaki atau minta

bantuan orang lain untuk memeriksa.

2) Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun

mandi, bila perlu gosok kaki dengan sikat lunak atau batu apung. Keringkan

kaki dengan handuk bersih atau lembut.

3) Berikan pelembab atau lotion pada daerah kaki yang kering, tapi tidak pada

sela-sela jari kaki.

4) Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu

pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak

tajam.

5) Gunakan alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak

terjadi luka, juga didalam rumah.

6) Gunakan sepatu atau sandal yang baik yang sesuai dengan ukuran dan

gunakan kaos atau stocking yang pas dan bersih terbuat dari bahan yang

mengandung katun.

7) Periksa sepatu sebelum dipakai, lepas sepatu setiap 4-6 jam serta gerkkan

pergelangan dan jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik terutama pada

pemakaian sepatu baru.

8) Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup dengan pembalut bersih. Periksa

apakah ada tanda-tanda radang.

9) Segera ke dokter bila kaki mengalami luka.


17

2.2.6.3 Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh penderita Diabetes Mellitus

dengan kaki diabetik adalah :

1) Jangan rendam kaki

2) Jangan pergunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan

kaki

3) Jangan gunakan batu atau silet untuk mengurangi kapalan (callus)

4) Jangan merokok

5) Jangan pakai sepatu atau kaos kaki yang sempit

6) Jangan menggunakan obat-obat tanpa anjuran dokter untuk menghilangkan

penebalan atau pengerasan kulit pada kaki diabetik

7) Jangan membiarkan luka kecil di kaki

Pasien perlu mengetahui perawatan kaki diabetik dengan baik, dengan

demikian kejadian ulkus ganggren yang lebih luas dapat dihindarkan

(Tambunan, 1999 ; 217)

2.2.6.4 Perawatan kaki pada pasien Diabetes Mellitus dengan komplikasi

ganggren di rumah sakit

Pelayanan pediatrik sangat penting jika tedapat perubahan vaskuler,

neuropati, lesi-lesi pada kaki (Barbara, 1996 ; 51). Podiatris ialah bagian ilmu

kesehatan yang berkaitan dengan perawatan ganggren pada kaki (Wolf

weitzelt/fuerst, 1984 ; 349).

Perawatan luka ganggren pada pasien diabetes mellitus (Suzanne and

Brenda, 1992 ; 1063) :


18

Luka-luka daerah yang mengalami trauma dan infeksi sembuh sangat

lambat sehingga diperlukan penjelasan tentang perawatan luka ganggren lebih

lanjut yaitu :

1) Lepaskan verban yang melindungi luka, angkat verban dengan cara

menyentuh bagian luarnya saja jika kotor gunakan kaos tangan yang bersih.

2) Buang verban kotor yang melindungi luka ke dalam kantung tahan air untuk

dibakar.

3) Bersihkan luka secara hati-hati dengan obat anti kuman adri dokter atau

rumah sakit seperti hydrogen peroksida, kemudian rendamlah luka dalam air

yang telah bercamour dengan physohex atau obat rawat luka dalam air yang

telah bercampur dengan physohex atau obat rawat luka sesuai anjuran

dokter selama ± 15 hingga 20 menit. Bersihkan kotoran-kotoran yang

melekat pada luka dengan menggunakan gumpalan kapas yang bersih, jika

kotor gunakan kaos tangan yang bersih.

4) Keringkan luka yang sudah direndam dengan kapas yang gersih dan bebas

dari kuman.

5) Tutup daerah luka dengan kasa atau verban yang agak tebal untuk mencegah

infeksi lebih lanjut.

6) Perhatikan keadaan luka apakah semakin luas atau tidak dan periksalah luka

ke dokter secara rutin.


19

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan disajikan tentang : 1) Desain Penelitian. 2) Frame

Work. 3) Populasi, Sampel, dan sampling. 4) Identifikasi Variabel.

5) Pengumpulan dan Analisa Data. 6) Etika Penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang

memungkinkan, memaksimalkan suatu kontrol. Menurut Nursalam (2001)

desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab

pertanyan dan mengantisipasi kesulitan yang mungkin timbul selama proses

penelitian. Hasil penelitian deskriptif sering digunakan atau dilanjutkan dengan

penelitian analitik (Nursalam dan Pariani, 2001 ; 55). Dalam penelitian ini

digunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mendiskripsikan atau

memaparkan peristiwa-peristiwa yang urgen terjadi pada masa kini. Penelitian

ini mendeskripsikan tentang tindakan pencegahan terjadinya luka ganggren

pada klien yang menderita Diabetes Mellitus.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik RS. Baptis Kediri pada tanggal 14 Mei

sampai 9 Juni 2007.


20

3.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah sesuatu yang abstrak, logikal secara arti

harfiah dan akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan

dengan body of knowledge (Nursalam & Siti Pariani, 2001 ; 31)

Klien Diabetes

Tindakan pencegahan Faktor Eksternal


Faktor Internal ganggren - Lingkungan
- Pengetahuan - Penyuluhan kesehatan - Dukungan
- Usia - Status gizi yang baik keluarga
- Pemeriksaan berkala DM
- Senam kaki
- Higiene kaki
- Pemeriksaan berkala kaki
- Pencegahan trauma

Dampak

Dilakukan dengan baik Tidak dilakukan dengan baik


- tidak terjadi ganggren - terjadi gangren
- amputasi
- kematian

- diteliti

- tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Gambaran Tindakan Pencegahan terjadinya


Luka Ganggren pada Pasien dengan Diabetes Mellitus di
Poliklinik RS. Baptis Kediri.

Tindakan pencegahan luka ganggren dipengaruhi oleh dua faktor

internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pengetahuan, usia. Faktor

eksternal meliputi lingkungan, dukungan keluarga. Jika dilakukan dengan baik


21

maka tidak akan terjadi ganggren, bila tidak dilakukan dengan baik akan terjadi

ganggren, amputasi bahkan kematian.

3.4 Kerangka Penelitian

Kerangka kerja adalah suatu teori yang bisa diukur yang telah

dikembangkan pada keperawatan atau disiplin ilmu yang lain (Nursalam, 2001)

Penetapan populasi
Pasien Diabetes Mellitus
RS. Baptis Kediri

Convinience Sampling

Sampel
Pasien Diabetes Mellitus NIDDM
di Poliklinik RS. Baptis Kediri

Tindakan pencegahan luka


ganggren

Pengumpulan data
dengan kuesioner

Analisa Data

Penyajian data

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Gambaran Tindakan Pencegahan Terjadinya Luka


Ganggren pada Pasien dengan Diabetes Mellitus di Poliklinik RS.
Baptis Kediri.
22

3.5 Sampling Desain

3.5.1 Populasi

Populasi adalah setiap subyek yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Nursalam, 2003 ; 93). Populasi dalam penelitian ini adalah klien

yang menderita Diabetes Mellitus di RS. Baptis Kediri.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,

2002 ; 109). Pada penelitian ini sampel diambil klien yang menderita Diabetes

Mellitus di Poliklinik RS. Baptis Kediri yang memenuhi kriteria inklusi.

3.5.3 Sampling

Sampling adalah proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi (Nursalam, 2001; 73). Metode pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah Convinience Sampling artinya pemilihan sampel

dengan mencari subjek atas dasar hal yang menyenangkan atau mengenakkan

peneliti.

3.5.4 Kriteria inklusi (penelitian)

Kriteria Inklusi adalah kriteria umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan jangkauan yang akan diteliti, yaitu :

1) Klien rawat jalan di RS. Baptis Kediri yang menderita Diabetes Mellitus

yang bersedia diteliti

2) Klien rawat jalan RS. Baptis Kediri yang menderita Diabetes Mellitus

dengan umur 25-65 tahun

3) Klien yang kooperatif


23

3.5.5 Besar Sampel

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang dijadikan sampel

(Notoatmojo, 1993 ; 6). Penetuan besar sampel menggunakan rumus Estimasi

Proporsi.

Rumus untuk menentukan besar sampel adalah sebagai berikut :

n = 4.z²α.π.(1-π)

= 4.(1,96)².0,5.(1-0,5)
(0,2)²

= 96,04

Keterangan :

π = proporsi/ angka prevalensi kejadian outcome (variabel tergantung). Bila

tidak diketahui diangap 50% = 0,5

α = 0,05 (z=1,96)

W = lebar penyimpangan maksimal (maksimum 10-20%=0,1-0,2)

Setelah itu dikonversi ke besar sampel dengan populasi finit atau

terbatas (n*) bila besar populasi diketahui, besar sampel (n) terhitung terlalu

besar atau lebih besar dari pada besar populasi, dengan rumus :
n
n* = 1+ n-1 Keterangan :
N
n* = Populasi finit atau terbatas
96,04
= 1+ 96,04 -1 n = Populasi finit
289
N = Besar populasi
96,04
= 1,33

= 72,2 jadi besar sampel 72 responden


24

3.6 Identifikasi Variabel

Variabel adalah suatu ukuran atau ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota

suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok tersebut (Nursalam, 2001 ; 101). Pada penelitian ini menggunakan

variabel tunggal yaitu tindakan pencegahan terjadinya luka ganggren pada klien

yang menderita Diabetes Mellitus.


3.7 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut ( Nursalam

2003; 106 ).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Gambaran Tindakan Pasien Diabetes Mellitus Terhadap Pencegahan Terjadinya Luka Ganggren di
Poliklinik RS. Baptis Kediri

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor


Tindakan Tindakan Tindakan pencegahan ganggren : kuesioner ordinal Jawaban :
pencegahan luka pencegahan luka 1. Pemeriksaan berkala kaki Selalu setiap hari : 4
ganggren yang ganggren adalah - memeriksa keadaan kaki Hampir selalu : 3
terdiri atas : usaha yang - memeriksa keadaan luka Kadang-kadang : 2
- Pemeriksaan dilakukan untuk - memeriksa denyut nadi kaki Jarang sekali : 1
berkala kaki menahan atau - mengukur suhu kaki Tidak pernah : 0
- Kebersihan menghalangi 2. Kebersihan kaki
kaki terjadinya ganggren. - membersihkan kaki Ya : 1
- Pencegahan/ - mengeringkan kaki Tidak : 0
perlindungan - menggunakan kaos kaki bersih
terhadap - menutup luka Klasifikasi :
trauma 3. Pencegahan/ perlindungan trauma Baik : 76-100%
- Senam kaki - memberi pelembab pada kaki yang kering Cukup : 56-75%
- rutin menggunting kuku Kurang : <56%
- memakai alas kaki
- menyediakan kotak pertolongan pertama
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor
4. Senam kaki
- Frekuensi senam
- Menggerakkan jari kaki
- Menggerakkan tumit kaki
3.8 Pengumpulan Data dan Analisa Data

3.8.1 Instrument/ alat ukur

Instrument adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2005; 48). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan

instrument berupa kuesioner. Sebagai subyek penelitian yaitu klien yang

menderita Diabetes Mellitus di Poliklinik RS Baptis Kediri yang memenuhi

kriteria inklusi.

3.8.2 Pengumpulan Data

Setelah mendapat rekomendasi dan ijin dari Direktur RS. Baptis Kediri,

peneliti mengadakan pendekatan pada klien untuk mendapat persetujuan dari

klien sebagai responden penelitian. Setelah subyek mengetahui tanggal 14 Mei

sampai 9 Juni 2007 menjadi responden dan menandatangani inform consent,

responden mengisi kuesioner yang berisi tentang tindakan pencegahan

terjadinya luka ganggren.

3.8.3 Analisa Data

Data yang telah terkumpul diolah secara manual meliputi pengumpulan,

hasil pengisian angket terstruktur dan memberi kode atau skor. Skor dijumlah

untuk mengetahui hasil. Analisa data pada penelitian menggunakan pengukuran

tensi sentral dengan menggunakan nilai modus yaitu nilai yang memiliki

frekuensi terbanyak atau sering muncul. Hasil data akan disajikan dengan

menggunakan gambar/ tabel.


3.9 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin

kepada Direktur RS Baptis Kediri untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian

kuesioner dikirim ke subyek yang diteliti dengan menekankan pada masalah

etika yang meliputi :

3.6.1 Informed consent (lembar persetujuan)

Tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian

serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia

diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek menolak

untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

3.6.2 Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak

mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data atau kuessioner

yang diisi oleh subyek.

3.6.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti.

Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai

hasil riset.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan dan dibahas hasil penelitian “ Hubungan

pengetahuan dan sikap perawat dalam Universal Precaution. “ Data yang

diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kamar Operasi Rumah Sakit Baptis Kediri

pada tanggal 3 Juli sampai dengan 28 Agustus 2004, dengan responden

penelitian adalah semua perawat kamar operasi sejumlah 14 orang perawat.

Bangunan Kamar operasi RS Baptis terletak di tengah-tengah lokasi Rumah

sakit dengan lokal bangunan tersendiri. Terdiri dari 4 ruang pembedahan dengan

pengaturan 3 ruang untuk operasi bersih dan 1 ruang untuk operasi kotor.

Rata-rata tindakan operasi perhari 10 pasien.

4.1.2 Karakteristik Responden

1) Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan.

Tabel 4.1 Tabel Pendidikan Perawat di Kamar Operasi RS Baptis Kediri,


tanggal 3 Juli – 28 Agustus 2004.

Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)


D3 4 29
SPK 7 50
SPR 3 21
Jumlah 14 100
Dari tabel di tersebut dapat diketahui bahwa 50% responden adalah

berpendidikan SPK.

2) Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.2 Tabel Usia Perawat di Kamar Operasi RS Baptis Kediri, tanggal 3
Juli – 28 Agustus 2004.

Usia Frekuensi Prosentase (%)


20 – 30 Tahun 6 43
31 – 40 Tahun 3 21
41 – 50 Tahun 5 36
Jumlah 14 100

Berdasarkan tabel di atas usia perawat hampir merata penyebarannya

yaitu usia 20 – 30 tahun (43%), 31 – 40 tahun (21%) dan 41 – 50 tahun

(36%).

3) Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Tabel 4.3 Tabel Masa Kerja Perawat di Kamar Operasi RS Baptis Kediri,
tanggal 3 Juli – 28 Agustus 2004.

Masa Kerja Frekuensi Prosentase (%)


0 – 5 Tahun 6 43
6 – 10 Tahun 1 7
11 – 15 Tahun 2 14
> 15 Tahun 5 36
Jumlah : 14 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui masa kerja perawat di kamar

operasi sangat bervariasi yaitu 0 – 5 tahun (43%), 6 – 10 tahun (7%), 11 – 15

tahun (14%) dan di atas 15 tahun (36%)


4.1.3 Pengetahuan Perawat Dalam Universal Precaution.

Tabel 4.4 Tabel Pengetahuan Perawat Dalam Universal Precaution di Kamar


Operasi RS Baptis Kediri, tanggal 3 Juli – 28 Agustus 2004.

Kategori Frekuensi Prosentase (%)


Baik 12 86
Sedang 2 14
Kurang 0 0
Jumlah 14 100

Dari data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar perawat (86%)

memiliki pengetahuan yang baik dalam Universal Precaution.

4.1.4 Sikap Perawat Dalam Universal Precaution.

Tabel 4.5 Tabel Sikap Perawat Dalam Universal Precaution di Kamar Operasi
RS Baptis Kediri, tanggal 3 Juli – 28 Agustus 2004.

Kategori Frekuensi Prosentase (%)


Baik 14 100
Sedang 0 0
Kurang 0 0
Jumlah 14 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa semua perawat

mempunyai sikap yang baik dalam Universal Precaution (100%).

4.1.5 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Dalam Universal Precaution.

Tabel 4.6 Tabel Hasil Uji Statistik Spearman rho Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Perawat Dalam Universal Precaution di Kamar Operasi RS
Baptis Kediri, tanggal 3 Juli - 28 Agustus 2004.

Pengetahuan Sikap
Pengetahuan 1,000 0,646
Coefisien korelasi
Sikap 0,646 1,000
Coefisien korelasi
Nilai kemaknaan (p) 0,013 0,013

Dari hasil uji statistik korelasi Spearman rho yang dilakukan

menunjukkan adanya hubungan pengetahuan dan sikap perawat dalam

Universal Precaution yaitu r = 0,646 dengan nilai signifikansi p = 0.013. Dilihat

dari signifikansi tersebut berada di bawah 0,05 yang berarti ada hubungan

antara variabel pengetahuan dan variabel sikap. Nilai r = 0,646 berarti ada

hubungan yang signifikan dengan derajad koefisien korelasi yang cukup

(Arikunto, 2002 ; 245).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengetahuan perawat dalam Universal Precaution

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat kamar

operasi (86%) memiliki pengetahuan yang baik dalam Universal Precaution.

Universal Precaution berprinsip bahwa semua cairan tubuh pasien merupakan

sumber potensial untuk penularan mikroba melalui darah, sedangkan tujuan

penerapan Universal Precaution adalah melindungi petugas kesehatan dari

resiko terpapar darah dan cairan tubuh lainnya serta melindungi klien dengan

mencegah infeksi nosokomial terutama yang ditularkan melalui darah dan

cairan tubuh lainnya (Kanwil Depkes Prop Jatim, 1999). Untuk mencapai tujuan

tersebut maka dilakukan macam-macam tindakan Universal Precaution yang

meliputi : pengelolaan alat tajam untuk mengurangi perlukaan, dekontaminasi

peralatan secara aman, pencucian tangan untuk mencegah infeksi silang,


penggunaan pelindung untuk mencegah kontak langsung dengan darah atau

cairan tubuh dan pembuangan limbah secara aman.

Mayoritas perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang Universal

Precaution tersebut, hal ini bisa disebabkan dari tingkat pendidikan minimal

mereka adalah SPR dan mayoritas SPK, yang juga ditunjang dari pengalaman

kerja di atas 5 tahun serta usia yang sudah dewasa. Sehingga mereka memiliki

kesadaran untuk meningkatkan pengetahuan melalui membaca buku-buku

tentang Universal Precaution, berdiskusi dengan dokter ataupun dengan sesama

rekan perawat. Dengan memiliki pengetahuan yang baik maka akan mendasari

sikap dan tindakannya dalam melakukan Universal Precaution.

4.2.2 Sikap perawat dalam Universal Precaution

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perawat kamar operasi

(100%) memiliki sikap yang baik dalam Universal Precaution. Notoatmodjo

(2003) menyebutkan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek .

Untuk mencegah penularan mikroba melalui darah dan cairan tubuh

lainnya maka sikap yang harus dilakukan perawat dalam Universal Precaution

adalah perawat harus mempunyai kesadaran dalam hal : pengelolaan alat tajam

untuk mengurangi perlukaan, dekontaminasi peralatan secara aman dengan

menggunakan chlorine 0,5%, mencuci tangan untuk mencegah infeksi silang,

menggunakan pelindung untuk mencegah kontak langsung dengan darah dan

cairan tubuh penderita, serta pembuangan limbah secara aman.


Sikap dapat dibentuk melalui suatu proses adopsi yaitu kejadian-

kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang dan terus menerus, yang lama

kelamaan secara bertahap diserap ke dalam individu. Dapat juga melalui proses

diferensiasi yaitu proses berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman

sejalan dengan bertambahnya usia (Purwanto, 1998; 65).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perawat kamar operasi

memiliki sikap yang baik dalam Universal Precaution. Hal ini bisa disebabkan

oleh pengetahuan yang telah dimiliki oleh para perawat dan ditunjang dari

pengalaman kerja yang cukup lama, sehingga memungkinkan perawat belajar

dari pengalaman selama mereka bekerja. Faktor lain yang mempengaruhi adalah

Universal Precaution wajib dilakukan di kamar operasi serta adanya kesadaran

dari perawat tentang pentingnya tindakan Universal Precaution, sehingga jika

perawat tidak melakukan tindakan Universal Precaution akan merasa rugi

sendiri yaitu terkena penularan infeksi.

4.2.3 Hubungan pengetahuan dan sikap perawat dalam Universal Precaution

di kamar operasi RS.Bapis Kediri.

Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dan sikap perawat kamar operasi RS.Baptis Kediri dalam

Universal Precaution dengan nilai kemaknaan 0,013. Sesuai dengan teori yang

ada, Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil

tahu, yang setelah itu seseorang akan melakukan pengindraan terhadap domain

yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan atau sikap dari orang tersebut.

Seseorang yang tahu akan melakukan analisa yang kemudian akan


menimbulkan suatu minat untuk melakukan atau mencobanya dan apabila

bermanfaat dan berguna akan diadopsi.

Selanjutnya pengetahuan seseorang tentang suatu obyek mengandung

dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang

menentukan sikap seseorang terhadap obyek tersebut. Semakin banyak aspek

positif dari obyek diketahui maka menimbulkan sikap makin positif terhadap

obyek tersebut. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng daripada tindakan yang tidak didasari pengetahuan. Fakta

menunjukkan 86% perawat kamar operasi memiliki pengetahuan yang baik dan

100% memiliki sikap yang baik dalam Universal Precaution.

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap bukan dibawa sejak lahir,

melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam

hubungan dengan obyeknya. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa

mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek. Artinya sikap itu

terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek

tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

Demikian juga kalau perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang

tujuan, manfaat dan tehnik pelaksanaan Universal Precaution, maka akan

menumbuhkan sikap yang baik juga dalam melaksanakan Universal

Precaution,dengan demikian perawat dapat mencegah bahaya penularan infeksi,

baik terhadap pasien maupun perawat sendiri.

Dengan demikian terjadi hubungan yang positif antara pengetahuan dan

sikap perawat kamar operasi dalam Universal Precaution, artinya jika


pengetahuan perawat dalam Universal Precaution meningkat akan diikuti juga

dengan peningkatan sikap perawat dalam Universal Precaution.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1) Mayoritas perawat kamar operasi memiliki pengetahuan yang baik dalam

Universal Precaution.

2) Semua perawat kamar operasi memiliki sikap yang baik dalam Universal

Precaution.

3) Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap perawat

kamar operasi dalam Universal Precaution. Artinya seorang perawat yang

memiliki pengetahuan yang baik dalam Universal Precaution maka ada

kecenderungan memiliki sikap yang baik dalam Universal Precaution.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas dapat diberikan

saran sebagai berikut :

1) Bagi perawat.

Perawat kamar operasi perlu benar-benar melaksanakan Universal

Precaution serta meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti seminar /

kegiatan yang berhubungan dengan Universal Precaution.


2) Bagi Rumah sakit

Perlu melakukan pemasangan protap-protap Universal Precaution di

tempat-tempat strategis di lingkungan kamar operasi.

3) Bagi Peneliti lain.

Perlu adanya tindak lanjut dari penelitian ini dengan observasi ketrampilan

perawat dalam penerapan Universal Precaution di kamar operasi.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi (2002). Prosedur Penelitian suatu pendekatan


praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, Saifudin MA (1998). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Brunner dan Suddarth (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Edisi 8. Jakarta: EGC

Dorlan (1996). Medical Diagnosis. Jakarta : EGC.

Hadi, Sutrisno (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.

Long, Barbara C (1996). Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan


IAPK Pajajaran Bandung

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.

Morison, Moya J (2003). Manajemen Luka. Jakarta: EGC

Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan; Pedoman skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Oswari, E (2000). Bedah dan perawatannya. Jakarta: Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Purwanto, Heri (1998). Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan.


Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat,R (1998). Buku- ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah.


Jakarta: EGC

Subana (2001). Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.


Sugiyono (2003). Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung:
Alfabeta

Swearingen (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

www. Diabetesmalaysia. com

www. Kompas. Com

www. Medica store. Com

www. Mitra Keluarga. Com

www. Republika.co.id (2003)


INFORMED CONSENT

GAMBARAN TINDAKAN PASIEN DIABETES MELLITUS DALAM

MENCEGAH TERJADINYA LUKA GANGGREN

DI POLIKLINIK RS. BAPTIS KEDIRI

Oleh :

RATNA WIDYA HAPSARI

Nim : 04.026

Saya mahasiswa Prodi Keperawatan Diploma III STIKES RS. Baptis

Kediri. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan tugas akhir pendidikan yang saya ikuti tersebut. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tindakan pasien diabetes

mellitus terhadap pencegahan terjadinya luka ganggren di poliklinik RS. Baptis

Kediri.

Saya menjamin kerahasiaan pendapat anda dan identitas anda. Informasi

yang anda berikan hanya akan dipakai untuk mengembangkan Ilmu

Keperawatan dan tidak digunakan untuk maksud-maksud lain. Partisipasi anda

dalam penelitian ini bersifat bebas, dengan demikian anda bebas untuk ikut atau

tidak tanpa adanya sanksi apapun.


Jika anda bersedia menjadi peserta dalam penelitian ini, berikan tanda

tangan pada lembar kesediaan menjadi responden. Atas partisipasi anda, saya

ucapkan terima kasih.

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia turut

berpatisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh Ratna Widya

Hapsari : Mahasiswa Prodi Keperawatan Diploma III STIKES RS. Baptis

Kediri dengan judul Gambaran Tindakan Pasien Diabetes Mellitus Dalam

Mencegah Terjadinya Luka Ganggren di Poliklinik RS. Baptis Kediri.

Tanda tangan saya dibawah ini menunjukkan bahwa saya sudah diberi

informasi dan memutuskan untuk berpartisipasi sebagai responden pada

penelitian ini.

Tanda Tangan :

Tanggal :

No Responden :
LEMBAR KUESIONER

No. Responden :

Petunjuk Pengisian :

Berilah tanda centang (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan

jawaban anda :

Skor
(diisi oleh petugas)
Data Demografi

1. Usia

26 tahun – 35 tahun

36 tahun – 45 tahun

46 tahun – 55 tahun

56 tahun – 65 tahun

2. Jenis Kelamin

Laki - laki

Perempuan

3. Pendidikan

Tidak bersekolah

SD

SMP

SMA/ SMK

PT/ Akademi
4. Pekerjaan

PNS

Wiraswasta

Tani

Ibu rumah tangga

Pencegahan luka ganggren

I. Pemeriksaan berkala kaki

1) Apakah anda memeriksa keadaan kaki setiap hari ?

Selalu setiap hari (7x seminggu)

Hampir selalu (5-6 x seminggu)

Kadang-kadang (3-4 x seminggu)

Jarang sekali (1-2 x seminggu)

Tidak pernah

2) Bila ada luka pada kaki apakah anda memeriksa keadaan luka ?

Selalu setiap hari (7x seminggu)

Hampir selalu (5-6 x seminggu)

Kadang-kadang (3-4 x seminggu)

Jarang sekali (1-2 x seminggu)

Tidak pernah

3) Apakah anda memeriksa denyut nadi pada kaki ?

Selalu setiap hari (7x seminggu)

Hampir selalu (5-6 x seminggu)

Kadang-kadang (3-4 x seminggu)

Jarang sekali (1-2 x seminggu)

Tidak pernah

4) Apakah anda meraba suhu kaki anda ?


Selalu setiap hari (7x seminggu)

Hampir selalu (5–6 x seminggu)

Kadang-kadang (3-4 x seminggu)

Jarang sekali (1-2 x seminggu)

Tidak pernah

II. Kebersihan kaki


5) Apakah anda membersihkan kaki dengan sabun ?
Selalu setiap hari (7x seminggu)
Hampir selalu (5-6 x seminggu)
Kadang-kadang (3-4 x seminggu)
Jarang sekali (1-2 x seminggu)
Tidak pernah
6) Setelah membersihkan kaki apakah anda mengeringkan kaki
dengan handuk/ kain lembut ?
Selalu setiap hari (7x seminggu)
Hampir selalu (5-6 x seminggu)
Kadang-kadang (3-4 x seminggu)
Jarang sekali (1-2 x seminggu)
Tidak pernah
7) Bila memakai kaos kaki/ stocking, berapa hari sekali diganti ?
Setiap hari
2 hari sekali
3-4 hari sekali
5-6 hari sekali
1 minggu/ lebih
8) Bila kaki anda terluka, apakah anda menutup luka dengan
pembalut ?
Selalu setiap hari (7x seminggu)
Hampir selalu (5-6 x seminggu)

Kadang-kadang (3-4 x seminggu)

Jarang sekali (1-2 x seminggu)

Tidak pernah

III. Pencegahan/ perlindungan terjadinya trauma

9) Apakah anda memberikan pelembab pada kaki yang kering ?

Selalu setiap hari (7x seminggu)

Hampir selalu (5-6 x seminggu)

Kadang-kadang ( 3-4 x seminggu)

Jarang sekali (1-2 x seminggu)

Tidak pernah

10) Apakah anda rutin menggunting kuku minimal 1 minggu sekali ?

Ya

Tidak

11) Apakah anda menggunting kuku sesuai dengan bentuk jari kaki ?

Ya

Tidak

12) Apakah anda menghindari menyilangkan kaki pada lutut terlalu

lama ?

Ya

Tidak

13) Apakah anda menggunakan sepatu sesuai ukuran kaki/ pas ?

Ya

Tidak

14) Apakah anda memakai alas kaki waktu berjalan keluar rumah ?
Ya

Tidak

IV. Senam kaki

15) Apakah anda melakukan senam kaki ?

Selalu setiap hari ( 7x seminggu)

Hampir selalu (5-6 x seminggu)

Kadang-kadang (3-4 x seminggu)

Jarang sekali (1-2 x seminggu)

Tidak pernah

16) Saat istirahat apakah anda menggerak-gerakkan jari kaki ?

Ya

Tidak

17) Apakah anda meluruskan dan membengkokkan lutut ke bawah

minimal 10x/ hari ?

Ya

Tidak

18) Apakah anda menggerakkan pergelangan kaki minimal 10x/hari ?

Ya

Tidak

19) Apakah anda melakukan pergerakan tumit dengan mengangkat

dan memutar tumit minimal 10x/ hari ?

Ya

Tidak
20) Pada saat duduk apakah telapak kaki anda diletakkan lurus

dilantai ?

Ya

Tidak

Vous aimerez peut-être aussi