Vous êtes sur la page 1sur 115

MODUL AJAR

KIMIA BAHAN HAYATI LAUT

Disusun oleh:
YENI MULYANI, S.Si.,M.Si
19790819 200801 2 016

ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT,
sebagai wujud kebahagiaan atas selesainya penyusunan modul ajar Kimia Bahan
Hayati Laut ini. Semoga modul ini dapat dipergunakan sebagai panduan bagi
mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan dalam rangka mempelajari dan
mengembangkan potensi bahan hayati laut terutama di bidang Kimia Organik
Bahan Alam.

Jatinangor, 30 April 2015

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………...... 2
IDENTITAS MATA KULIAH …………………………………. 4
RENCANA PEMBELAJARAN ………………………………... 5
MIND MAPPING KBHL ....………………………................... 9

MODUL 1 RUANG LINGKUP KIMIA BAHAN HAYATI


LAUT ...................................................................... 10

MODUL 2 BIOSINTESIS .......................................................... 17

MODUL 3 TERPENOID ..................................................... 24

MODUL 4 STEROID DAN GLIKOSIDA ............................. 32

MODUL 5 SENYAWA AROMATIK ................................... 50

MODUL 6 ALKALOID ....................................................... 82

3
IDENTITAS MATA KULIAH

Nama Mata Kuliah Kimia Bahan Hayati Laut


Kredit 2 SKS
Bidang Ilmu Bidang konsentrasi Bioteknologi di Program Studi
Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran

Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan mata kuliah kimia bahan


hayati laut, mahasiswa akan dapat menjelaskan ruang
lingkup kimia bahan hayati laut, perbedaan serta
peranan senyawa metabolit primer dan metabolit
sekunder dan jenis-jenis senyawa metabolit sekunder,
yang meliputi golongan Terpenoid, Steroid, Glikosida,
Senyawa Fenolik, Flavonoid, Tanin, dan Alkaloid
yang dihasilkan oleh biota laut beserta biosintesisnya,
struktur kimiawi, dan bioaktivitasnya.

Materi Pembelajaran Ruang lingkup kimia bahan alam, metabolisme


makhluk hidup, biosintesis metabolit primer dan
metabolit sekunder, golongan/jenis-jenis senyawa
metabolit sekunder yang meliputi Terpenoid, Steroid,
Glikosida, Senyawa Fenolik, Flavonoid, Tanin, dan
Alkaloid beserta bioaktivitasnya.

4
RENCANA PEMBELAJARAN
MATA KULIAH KIMIA BAHAN HAYATI LAUT
Ming Strategi Latihan yang Kriteria Penilaian
Materi/Pokok Bahasan
gu Pembelajaran dilakukan (Indikator)
1 2 3 4 5
1 1. Pendahuluan dan 1. Ceramah dan
Pengetahuan tentang diskusi
Ruang Lingkup Kimia 2. Memperlihatkan
Bahan Hayati Laut video tentang
2. Mengenalkan tentang peranan senyawa
Student Centered metabolit sekunder
Learning(SCL) pada organisme
3. Pembagian Kelompok laut

2-3 1. Proses Metabolisme 1. Ceramah dan • Mengetahui - Ketepatan


Makhluk Hidup diskusi proses penjelasan
2. Pengertian Metabolit 2. Small Group metabolisme - Kelengkapan
Primer dan Metabolit Discussion makhluk hidup, konsep
Sekunder pengertian - Kreativitas
3. Peranan Metabolit metabolit Daya tarik
Primer dan Metabolit primer dan komunikasi
Sekunder metabolit (penilaian soft
sekunder dan
skills oleh peer
apa peranannya
review)
dalam makhluk
hidup
• Mendiskusikan
dengan anggota
kelompok
• Menyajikan di
depan kelas
4-5 1. Biosintesis Makhluk 1. Membahas • Mengetahui • Makalah dan
Hidup jurnal tentang proses Power Point
2. Jalur Biosintesis biosintesis biosintesis pada • Penilaian soft
Metabolit Primer dan 2. Small Group makhluk hidup skills oleh peer
Metabolit Sekunder Discussion • Mendiskusikan review
dengan anggota (kontribusi,
kelompok keaktifan,
Menyajikan di kerjasama,
depan kelas tanggung jawab
dan
kepemimpinan)
6-7 1. Pembagian 1. Membahas suatu • Mengetahui • Power Point
Jenis/Golongan pada studi kasus proses • Penilaian soft
Senyawa Metabolit tentang biosintesis pada skills oleh peer
Sekunder pembagian jenis makhluk hidup review
2. Hubungan antara jenis senyawa • Mendiskusikan (kontribusi,
senyawa metabolit metabolit dengan anggota keaktifan,
sekunder dengan sekunder dan kelompok kerjasama,
bioaktivitasnya membahas pula • Menyajikan di tanggung jawab
tentang depan kelas dan

5
bioaktivitas dari kepemimpinan)
senyawa tersebut
2. Small Group
Discussion
8 UTS

9 Terpenoid 1. Definisi • Mengetahui • Power Point


2. Struktur Umum segala sesuatu • Penilaian soft
3. Jenis-jenis tentang skills oleh peer
senyawa senyawa review
terpenoid terpenoid (kontribusi,
4. Jalur • Mendiskusikan keaktifan,
Biosintesisnya dengan anggota kerjasama,
5. Sumber senyawa kelompok tanggung jawab
terpenoid • Menyajikan di dan
6. Metode isolasi depan kelas kepemimpinan)
dan
identifikasinya
7. Bioaktivitasnya

10 Steroid 1. Definisi • Mengetahui • Power Point


2. Struktur Umum segala sesuatu • Penilaian soft
3. Jenis-jenis tentang skills oleh peer
senyawa steroid senyawa steroid review
4. Jalur • Mendiskusikan (kontribusi,
Biosintesisnya dengan anggota keaktifan,
5. Sumber senyawa kelompok kerjasama,
steroid • Menyajikan di tanggung jawab
6. Metode isolasi depan kelas dan
dan kepemimpinan)
identifikasinya
7. Bioaktivitasnya

11 Glikosida 1. Definisi • Mengetahui • Power Point


2. Struktur Umum segala sesuatu • Penilaian soft
3. Jenis-jenis tentang skills oleh peer
senyawa senyawa review
glikosida glikosida (kontribusi,
4. Biosintesisnya • Mendiskusikan keaktifan,
5. Sumber senyawa dengan anggota kerjasama,
glikosida kelompok tanggung jawab
6. Metode isolasi • Menyajikan di dan
dan depan kelas kepemimpinan)
identifikasinya
7. Bioaktivitasnya

12 Senyawa Fenolik 1. Definisi • Mengetahui • Power Point


2. Struktur Umum segala sesuatu • Penilaian soft
3. Jenis-jenis tentang skills oleh peer
senyawa fenolik senyawa fenolik review
4. Jalur • Mendiskusikan (kontribusi,
Biosintesisnya dengan anggota keaktifan,
5. Sumber senyawa kelompok kerjasama,
fenolik tanggung jawab

6
6. Metode isolasi • Menyajikan di dan
dan depan kelas kepemimpinan)
identifikasinya
7. Bioaktivitasnya

13 Flavonoid dan Tanin 1. Definisi • Mengetahui • Power Point


2. Struktur Umum segala sesuatu • Penilaian soft
3. Jenis-jenis tentang skills oleh peer
senyawa senyawa review
flavonoid dan flavonoid dan (kontribusi,
tanin tanin keaktifan,
4. Jalur • Mendiskusikan kerjasama,
Biosintesisnya dengan anggota tanggung jawab
5. Sumber senyawa kelompok dan
flavonoid dan • Menyajikan di kepemimpinan)
tanin depan kelas
6. Metode isolasi
dan
identifikasinya
7. Bioaktivitasnya

14 Alkaloid 1. Definisi • Mengetahui • Power Point


2. Struktur Umum segala sesuatu • Penilaian soft
3. Jenis-jenis tentang skills oleh peer
senyawa alkaloid senyawa review
4. Jalur alkaloid (kontribusi,
Biosintesisnya • Mendiskusikan keaktifan,
5. Sumber senyawa dengan anggota kerjasama,
alkaloid kelompok tanggung jawab
6. Metode isolasi • Menyajikan di dan
dan depan kelas kepemimpinan)
identifikasinya
7. Bioaktivitasnya

15 Review seluruh jenis senyawa


metabolit sekunder + Quiz
16 UAS

Pada kuliah Kimia Bahan Hayati Laut ini menggunakan metode blended Student
Centered Learning (SCL) yaitu memadukan kuliah dengan metode pemberian
materi dasar oleh tim dosen yang digabungkan dengan metode SCL, di mana
mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari paling banyak
5 orang kemudian diberi suatu pemicu/tugas/materi yang harus didiskusikan.
Diskusi dengan Small Group Discussion (SGD), yaitu setiap kelompok harus
mendiskusikan materi/tugas tersebut di dalam kelompoknya, kemudian
dilanjutkan dengan kelompok tersebut harus mempresentasikan hasil diskusi di
depan kelas dan diskusi dilanjutkan dengan diskusi kelas antar kelompok.

7
POLA PENILAIAN KOMPETENSI

Pada penilaian kompetensi mahasiswa meliputi dua kriteria yaitu ketepatan


penjelasan dalam memaparkan suatu materi dan gaya presentasi pada saat
mahasiswa mempresentasikan materi tersebut di depan kelas.

KRITERIA 1: Ketepatan Penjelasan

DIMENSI Sangat Memuaskan Batas Kurang SKOR


Memuaskan Memuaskan
Kelengkapan Materi sangat Lengkap, Mampu Hanya mampu 50
Materi lengkap, sistematis, menyampaikan menyampaikan
sistematis dan tapi tidak 65% dari materi kurang dari 50%
integratif intregatif yang telah dari materi yang
ditetapkan telah ditetapkan
Kebenaran Diungkapkan Diungkapkan Hanya mampu Hanya mampu 50
Konsep dengan sangat dengan 80% mengungkapkan manyampaikan
tepat dan tepat dan dengan tepat dengan tepat
mampu kurang sebesar 65% kurang dari 50%
menyebutkan menyebutkan
contoh-contoh contoh-
senyawanya contohnya

KRITERIA 2: Presentasi

DIMENSI Sangat Memuaskan Batas Kurang SKOR


Memuaskan Memuaskan
Organisasi Sangat runut dan Mampu Mampu Informasi 30
integratif sehingga menyampaikan menyampaikan yang
pendengar dapat materi dengan materi dengan disampaikan
mengkompilasi isi kerunutan kerunutan dengan runut
dengan baik sebesar 80% sebesar 60% kurang dari
50%
Gaya Sangat menarik Membuat Lebih banyak Selalu 35
Presentasi dan menggugah pendengar membaca membaca
semangat paham catatan catatan
pendengar
Media dan Media yang Media yang Menggunakan Media dan 35
teknologi digunakan (ppt) digunakan (ppt) media standard teknologi
sangat menarik, membantu yang ada di yang
mengundang memperjelas dalam digunakan
perhatian dan konsep yang menjelaskan kurang
membantu disampaikan materi
menekankan poin
penting dari
konsep yang
disampaikan

8
MIND MAPPING

9
MODUL 1

RUANG LINGKUP KIMIA BAHAN HAYATI LAUT

Kegiatan Belajar 1

Ruang Lingkup Kimia Bahan Hayati Laut

 Deskripsi
Sebelum lebih jauh mempelajari senyawa bahan alam, mahasiswa harus
memahami terlebih dahulu mengenai ruang lingkup kimia bahan hayati laut.

 Tujuan Pembelajaran Umum


Pembelajaran pada bagian ini bertujuan untuk menanamkan pada mahasiswa
ruang lingkup kimia bahan hayati laut, yaitu terutama membahas metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh suatu organisme

 Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti kegiatan belajar ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan definisi metabolit primer
2. menjelaskan definisi metabolit sekunder
3. menjelaskan peran dari metabolit primer dan metabolit sekunder
4. menjelaskan apa perbedaan metabolit primer dan metabolit sekunder
sehingga dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi kajian utama dari mata
kuliah kimia bahan hayati laut ini adalah metabolit sekunder yang dihasilkan
oleh suatu organisme.

 Metode Kuliah
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Kerja Kelompok Kecil
 Alat Bantu
1. LCD Projector
 Waktu
2 sesi x 2 SKS

 Rujukan Utama
1. Ahmad, S. A., 1986. Kimia Organik Bahan Alam, Penerbit Karunika,
Jakarta
2. Dewick, P.M., 1999, Medicinal Natural Products, A Biosynthetic
Approach, John Wiley & Sons Ltd, England.
3. Wink, M., 1999, Functions of Plant Secondary Metabolites and Their
Exploitation in Biotechnology, Annual Plant Review, Vol
3.,http://www.amazon.com

10
Materi

Kimia Bahan Alam


Sebenarnya pengertian dari senyawa bahan alam sendiri adalah hasil metabolisme
suatu organisme hidup (tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer dan
sekunder. Sedangkan pengertian dari kimia bahan alam merupakan salah satu
cabang ilmu kimia yang membahas tentang senyawa-senyawa kimia yang terdapat
dalam bahan alam baik dari tanaman atau hewan. Sebenarnya senyawa kimia yang
biasa kita jumpai seperti karbohidrat, lipid, vitamin dan asam nukleat termasuk
dalam bahan alam, namun ahli kimia memberikan arti yang lebih sempit tentang
istilah bahan alam yakni senyawa kimia yang berkaitan dengan metabolit
sekunder saja seperti alkaloid, terpenoid, golongan fenol, feromon dan
sebagainya.

11
Senyawa-senyawa metabolit sekunder itu, meskipun tidak sangat penting bagi
eksistensi suatu individu, tetapi sering berperan bagi kelangsungan hidup suatu
spesies dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies lain. Sebagai contoh pada
tumbuhan, senyawa metabolit sekunder biasa digunakan sebagai senjata
penangkal serangan hama dan penyakit. Sedangkan pada hewan, senyawa
metabolit sekunder seperti feromon digunakan sebagai zat penarik seks. Sejauh ini
telah diketahui bahwa tumbuhan memproduksi senyawa metabolit sekunder lebih
banyak dibandingkan hewan.

Peranan Senyawa Bahan Alam


Peranan senyawa bahan alam bagi manusia tidak terlepas dari tinjauan sejarah
kajian riset kimia bahan alam itu sendiri, yang telah sejak lama dilakukan oleh
manusia. Karl Wilhelm Schele (1742-1786) merupakan ahli kimia pertama yang

12
berhasil melakukan pemisahan (isolasi) senyawa kimia dari bahan alam seperti
gliserol, asam-asam oksalat, laktat, tartarat dan sitrat. Selanjutnya diikuti
Frederich W. Serturner (1783-1841) yang memisahkan morfina dari opium dan
Pelletier serta Caventon yang berhasil memisahkan strihina, brusina, kuinin,
sinkonina, dan kafein lima belas tahun kemudian. Untuk pemisahan beribu-ribu
senyawa kimia yang lain dari bahan alam segera menyusul dan terus berjalan
sampai sekarang.

Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang telah berhasil diisolasi, oleh manusia


selanjutnya didayagunakan sebagai bahan obat seperti morfin sebagai obat nyeri,
kuinin sebagai obat malaria, reserpin sebagai obat penyakit tekanan darah tinggi
dan vinkristin serta vinblastin sebagai obat kanker. Selain sebagai bahan obat,
senyawa metabolit sekunder juga didayagunakan oleh manusia untuk menunjang
kepentingan industri seperti industri kosmetik dan industri pembuatan pestisida
dan insektisida. Untuk di Indonesia, pemanfaatan senyawa bahan alam yang
ditemukan para peneliti Indonesia sebagai bahan baku obat antara lain Itebein
sebagai anti tumor, Artoindonesianin sebagai anti malaria, Diptoindonesin,
Indonesiol serta banyak lagi. Sedangkan potensi lain yang sedang dikembangkan
peneliti Indonesia untuk menunjang kepentingan industri adalah potensi bahan
alam sebagai penghasil minyak atsiri. Kandungan senyawa kimia yang terdapat
dalam bahan alam (daun, batang, akar, biji) untuk minyak atsiri dibagi menjadi
dua kelompok yakni kelompok pertama; minyak atsiri yang komponen-
komponennya mudah dipisahkan yang kemudian menjadi bahan awal sintesis
(minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permen, dan minyak terpentin) dan
kelompok kedua; minyak atsiri yang komponen-komponennya tidak mudah
dipisah (minyak akar wangi, minyak nilam, minyak cendana, minyak kenanga),
dimana minyak atsiri ini dapat langsung digunakan.

13
Komponen senyawa kimia utama dari kedua kelompok tersebut sebagian dapat
dilihat pada tabel berikut :
No Tumbuhan/pohon Bagian tanaman Minyak atsiri Komponen Utama
Minyak
1. Pohon Cengkeh Bunga/daun Eugenol
Cengkeh
Sitronelal, sitronelol,
2. Tanaman Sereh Daun Minyak Sereh
geraniol
Minyak
3. Pohon Pinus Kulit/batang/getah Terpentin α-pinen
Terpentin
Minyak
4. Tanaman nilam Daun Patchouli alkohol
Nilam
Minyak
5. Pohon Kenanga Bunga Ester
Kenanga
6. Tanaman Adas Biji Minyak Adas Anetol, estragol, fenson
Sumber : Hardjono Sastrohamodjojo, 2005

Metabolit Primer dan Metabolit Sekunder


Semua makhluk hidup agar dapat melangsungkan hidup, tumbuh dan
reproduksinya perlu melakukan transformasi dan interkonversi sejumlah besar
senyawa organik. Proses transformasi dan interkonversi senyawa organik tersebut
dilaksanakan melalui sistem terintegrasi yang terdiri atas reaksi-reaksi kimia
beraturan yang dikatalisis dan dikontrol secara ketat oleh sistem enzimatik dengan
jalur-jalur reaksi yang terlibat (yang disebut sebagai jalur-jalur metabolik).
Sedangkan senyawa-senyawa organik yang dihasilkan dan terlibat dalam
metabolisme itu disebut sebagai metabolit. Beberapa metabolit penting dalam
metabolisme tersebut adalah senyawa-senyawa : karbohidrat, protein, lemak, dan
asam nukleat.
Makhluk hidup mempunyai kemampuan yang bervariatif dalam
melakukan sintesis dan transformasi senyawa organik tersebut. Misalnya tanaman
sangat efektif menggunakan proses fotosintesis untuk sintesis karbohidrat,
sedangkan organisme lain seperti mikroba dan hewan melakukan sintesis dari
senyawa anorganik yang dikonsumsinya. Jadi jalur-jalur metabolik secara garis
besar dapat dibagi ke dalam dua macam jalur, yaitu jalur yang bertanggung jawab
terhadap degradasi material yang dikonsumsi, dan jalur yang bertanggung jawab

14
terhadap sintesis senyawa-senyawa organik tertentu (yang dibutuhkan) dari
senyawa senyawa dasar yang didapatnya.
Meskipun karakteristik makhluk hidup sangatlah bervariasi, akan tetapi
jalur metabolik secara umum mensintesis dan memodifikasi senyawa-senyawa
karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat ternyata secara esensial sama pada
semua makhluk hidup (bersifat universal), walaupun ada sedikit penyimpangan.
Kesamaan ini menunjukkan adanya keseragaman proses yang fundamental pada
semua makhluk hidup, yang secara kolektif disebut sebagai metabolisme primer,
dan segala senyawa yang terlibat di dalam jalur metabolisme tersebut disebut
sebagai metabolit primer (Dewick, 1999). Metabolit dan metabolisme primer
dibutuhkan untuk menunjang terjadinya pertumbuhan pada setiap organisme.
Berlawanan dengan jalur metabolisme primer (yang melaksanakan
sintesis, degradasi, interkonversi senyawa dan terjadi secara universal) terdapat
jalur metabolisme lain yang melibatkan senyawa-senyawa organik spesifik dan
terjadi sangat terbatas di alam. Metabolisme itu disebut metabolisme sekunder,
dan metabolit yang dihasilkan disebut sebagai metabolit sekunder. Metabolit
sekunder tertentu hanya ditemukan pada organisme spesifik, atau bahkan strain
yang spesifik, dan hanya diproduksi pada kondisi-kondisi tertentu (Dewick,
1999). Metabolit sekunder dapat digolongkan ke dalam : a) senyawa tanpa atom
nitrogen dalam strukturnya (seperti golongan terpen, poliketida, saponin,
poliasetilen, dan lain-lain; b) senyawa yang mengandung nitrogen (golongan
alkaloid, amina, glikosida sianogenik, asam amino non protein, protein/enzim
tertentu, dan lain-lain (Wink, 1999). Meskipun metabolit sekunder telah banyak
digunakan sejak ribuan tahun yang lalu, seperti contohnya sebagai pewarna
makanan dan kosmetik (contoh: kurkuminoid, indigo), penyedap makanan
(vanillin, kapsaisin, minyak mustard), pengharum (minyak mawar, lavender,
jasmin), stimulan (kafein, nikotin, efedrin), halusinogen (skopolamin, kokain,
morfin), insektisid (nikotin, piretrin, piperin), racun (koniin, strichnin, akonitin,
obat-obatan (atropin, kuinin, kuinidin, kodein) (Wink, 1999), akan tetapi
fungsinya di dalam organisme penghasilnya tidak jelas dan masih diperdebatkan
(Dewick, 1999). Dugaan bahwa metabolit sekunder merupakan produk samping
(waste products) dari proses metabolisme primer, dan tidak ada manfaatnya bagi

15
organisme penghasil banyak ditentang. Alasannya sebagai waste product
metabolit sekunder harus bersifat inert dan tidak dapat lagi
dimanfaatkan/dimetabolisir oleh organisme penghasilnya. Akan tetapi pada
kenyataannya beberapa alkaloid, asam amino non protein, glikosida sianogen
masih dapat mengalami biodegradasi dan dimanfaatkan pada masa germinasi dari
spora organisme penghasil. Selain hal itu, sulit dimengerti bahwa metabolit
sekunder yang mempunyai struktur kimia yang besar dan kompleks, dan tentunya
juga melewati proses biosintesis yang kompleks merupakan waste products. Stahl
menyatakan bahwa metabolit sekunder memang tidak dibutuhkan untuk
pertumbuhan, akan tetapi sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya, yaitu
merupakan senyawa yang berguna untuk menangkal dari serangan dari predator
dan untuk bertahan terhadap lingkungan (Wink, 1999). Sistem pertahanan
menggunakan metabolit sekunder ini sangat dibutuhkan utamanya oleh organisme
yang tidak dapat bergerak, seperti : mikroba, lumut kerak, atau tanaman yang
tidak mempunyai kaki, sehingga tidak dapat berlari menghindar dari predatornya
(pemangsanya). Karena tidak dapat menghindar dari serangan predator, maka
organisme tersebut menghasilkan suatu senyawa yang dapat menghalau predator,
tetapi tidak berfungsi untuk pertumbuhan.
Metabolit sekunder di alam dihasilkan dalam jumlah sangat kecil dan
dalam kondisi tertentu (kondisi stressing), serta tidak diproduksi secara universal
tetapi hanya pada spesies atau bahkan strain spesifik.

Manfaat Metabolit Sekunder


Fungsi metabolit sekunder bagi organisme pnghasil secara jelas belum
diketahui. Akan tetapi dugaan bahwa senyawa tersebut dibutuhkan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya (contohnya: toksin, antibiotik,
antifungal, antiviral, antibodi, dll) serta dibutuhkan untuk pengaturan proses
reproduksi, sporulasi (seperti vitamin, hormon, pigmen, dll) telah banyak
diusulkan. Atas dasar sifat bioaktif spesifik untuk bertahan tersebut, justru nilai
ekonomis metabolit sekunder jauh lebih tinggi daripada metabolit primer.

16
MODUL 2

BIOSINTESIS

Kegiatan Belajar 1

Biosintesis

 Deskripsi
Mahasiswa harus memahami proses biosintesis dari metabolit primer dan
metabolit sekunder

 Tujuan Pembelajaran Umum


Pembelajaran pada bagian ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami
proses biosintesis metabolit primer yang menurunkan metabolit sekunder.

 Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti kegiatan belajar ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan proses biosintesis metabolit primer
2. menjelaskan proses biosintesis metabolit sekunder
3. menjelaskan hubungan biosintesis metabolit primer dan metabolit sekunder
sehingga dapat menyimpulkan bahwa metabolit sekunder dihasilkan dari
metabolit primer.

 Metode Kuliah
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Kerja Kelompok

 Alat Bantu
1. LCD Projector

 Waktu
2 sesi x 2 SKS

 Rujukan Utama
1. Dewick, P.M., 1999, Medicinal Natural Products, A Biosynthetic
Approach, John Wiley & Sons Ltd, England.
2. Wink, M., 1999, Functions of Plant Secondary Metabolites and Their
Exploitation in Biotechnology, Annual Plant Review, Vol
3.,http://www.amazon.com

17
Materi

BIOSINTESIS

Istilah biosintesis dan biogenesis keduanya berarti pembentukan senyawa


alami oleh organisme hidup. Biosintesis juga diartikan sebagai pembentukan
molekul alami dari molekul lain yang kurang rumit strukturnya, atau suatu proses
anabolisme.
Pengetahuan tentang metabolisme yang sifatnya fundamental dan vital
bagi makhluk hidup telah mengantarkan kita ke suatu tingkat pemahaman yang
mendalam tentang proses-proses yang berkaitan. Suatu jaring-jaring yang
kompleks dari reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim kini telah kita ketahui,
yang bermula dari pengikatan karbondioksida dalam proses fotosintesis, sampai
ke senyawa-senyawa yang beragam yang disebut metabolit primer, misalnya asam
amino, asetil koenzim-A, asam mevalonat, gula, dan nukleotida. Senyawa yang
sifat dan perannya sangat penting bagi keseluruhan energitika yang terlibat dalam
dalam metabolisme adalah koenzim adenosine trifosfat (ATP), yang berperan
sebagai penghantar energi dan bekerja bersama, seperti koenzim yang lain,
dengan enzim-enzim tertentu dalam reaksi-reaksi yang kemudian dikatalisis.
Jaring-jaring reaksi ini meliputi metabolisme primer dan metabolisme
sekunder. Jika diumpamakan sebagai jalan, metabolisme primer melewati jalan

18
utama, sedangkan metabolisme sekunder merupakan terminal-terminal pada
cabang-cabang jalan utama tersebut.
Polisakarida, protein, lemak, dan asam nukleat merupakan penyusun
utama dari makhluk hidup, karena itu disebut metabolit primer. Keseluruhan
proses sintesis dan perombakan zat-zat ini, yang dilakukan oleh organisme untuk
kelangsungan hidupnya, disebut proses-proses metabolisme primer. Metabolisme
primer dari semua organisme sama, meskipun sangat berbeda genetiknya.
Proses-proses kimia jenis lain terjadi hanya pada spesies tertentu sehingga
memberikan produk yang berlainan, sesuai dengan spesiesnya. Reaksi yang
demikian nampaknya tidak merupakan proses yang terpenting bagi ekstistensi dari
suatu organisme, karena itu disebut proses metabolisme sekunder. Produk-produk
metabolisme sekunder, serupa dengan yang semula disebut sebagai produk alami
oleh para ahli kimia organik, misalnya senyawa-senyawa terpen, alkaloid,
pigmen. Metabolit sekunder meskipun tidak sangat penting bagi eksistensi suatu
individu, sering berperan pada kelangsungan hidup suatu spesies dalam
perjuangan menghadapi spesies lain.

19
20
Metabolisme akan menghasilkan suatu metabolit. Metabolit sekunder
dapat dibedakan dari metabolisme primer, atas dasar kriteria berikut:
penyebarannya lebih terbatas, terdapat terutama pada tumbuhan dan
mikroorganisme serta memiliki karakteristik untuk tiap genera, spesies atau strain
tertentu. Metabolit itu dibentuk melalui alur (pathway) yang khusus dari
metabolit primer. Sebaliknya, metabolit primer sebarannya luas, pada semua
makhluk hidup dan sangat erat terlibat dalam proses-proses kehidupan yang
essensial. Metabolit sekunder tidaklah bersifat esensial untuk kehidupan, meski

21
penting bagi organisme yang menghasilkannya. Namun demikian, sebagian besar
peran dan kepentingannya, juga masih belum diketahui dengan jelas. Hal yang
menarik untuk diperhatikan ialah bahwa metabolit sekunder dibiosintesis terutama
dari banyak metabolit primer.
Beberapa reaksi yang secara umum penting dalam metabolisme sekunder:

1. Penkopelan (coupling) oksidatif fenol


2. Metilasi
3. Hidroksilasi substrat aromatik
4. Hidroksilasi pada atom-atom karbon jenuh.

Alur biosintetik bisa dilacak salah satunya dengan eksperimen


menggunakan pemerian prekursor berlabel. Sebagai contoh adalah memberikan
14
prekursor sangat awal (biasanya CO 2 pada tanaman) dan diperhatikan urutan
biosintesisnya. Pemberian prekursor berlabel bisa dilakukan dalam
mikroorganisme yang ditumbuhkan dalam kultur cair maupun dalam tanaman
yang hidup.
Tahap-tahap dalam mempelajari biosintesis maupun biogenetika dari
senyawa alam X biasanya dilakukan secara:

1. Menentukan asal dari atom karbon yang membentuk kerangka dari


senyawa X. Ini berarti menentukan senyawa-senyawa yang terlibat dalam
biosintesis, dan berperan sebagai intermediet (zat antara) dari metabolisme
primer dan sekunder. Sebagai contoh adalah asam asetat dan asam
mevalonat. Problema ini biasanya dipecahkan dengan uji kaji inkorporasi
maupun perunut isotop guna mengetahui kemungkinan-kemungkinan
struktur prazat dari X.
2. Menentukan jalur metabolisme, yaitu urut-urutan dari intermediet dan
reaksi-reaksi yang menuju ke arah pembentukan senyawa X. Pemilihan
prazat yang sesuai, tidak dilakukan dengan pemilihan secara random,
tetapi dengan memakai hipotesis-hipotesis. Hipotesis ini disusun sebelum
melakukan uji kaji, dan berdasarkan biosintesis umum (deduktif) atau

22
dengan membandingkan dengan situasi yang sama yang telah sebelumnya
diketahui (analogi)
3. Menentukan sumber oksigen, dan bila ada, juga sumber nitrogen, dan
sebagainya. Sumber oksigen biasanya adalah dari air atau udara. Dalam
hal ini, perlu dilakukan penelitian terpisah dengan menggunakan H 2 18O
atau 18O 2 .
4. Sifat dari proses enzimatis yang terlibat dalam tiap langkah pembentukan
dari zat X. Aspek biosintesis ini, merupakan aspek kimia, paling baik
kalau dipelajari dengan memakai metode in vitro, dengan menggunakan
enzim yang terpisah, dalam keadaan murni.

Pemisahan enzim dari makhluk hidup biasanya sangat sukar dan tidak
praktis. Membuktikan kerja suatu enzim secara in vitro, sampai sekarang
dianggap suatu langkah yang paling dapat dipercaya. Meskipun demikian untuk
dapat melaksanakannya banyak persoalan yang harus diatasi.

23
MODUL 3

TERPENOID

Kegiatan Belajar 1

Biosintesis

 Deskripsi
Mahasiswa harus memahami segala sesuatu tentang terpenoid, mulai dari
definisi, struktur umum, biosintesisnya, fungsi dan sumber senyawa terpenoid.

 Tujuan Pembelajaran Umum


Pembelajaran pada bagian ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami
senyawa terpenoid mulai dari definisi, struktur umum, biosintesisnya, fungsi dan
sumber senyawa terpenoid.

 Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti kegiatan belajar ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan definisi dan struktur umum dan karakteristik terpenoid
2. menjelaskan proses biosintesis terpenoid
3. menjelaskan sumber dan fungsi senyawa terpenoid

 Metode Kuliah
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Kerja Kelompok

 Alat Bantu
1. LCD Projector

 Waktu
2 sesi x 2 SKS

 Rujukan Utama
1. Agoes, Goeswin. 2007. Teknologi bahan alam. Institut Teknologi Bandung,
Jakarta.
2. Dewick, P.M., 1999, Medicinal Natural Products, A Biosynthetic Approach, John
Wiley & Sons Ltd, England.
3. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi Kedua. Padmawinata K, Soediro I,
penerjemah. Terjemahan dari phytochemical methods 2nd edition. Institut
Teknologi Bandung, Bandung
4. Innonchyk, L.I. 2015. Efektivitas Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit
Batang Mngrove Bruguiera gymnorrhiza untuk Peningkatan Sistem Imun
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran

24
MATERI

Terpenoid
Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen, atau
karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatis. Terpenoid merupakan
senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara
biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 siklik yaitu skualena. Senyawa ini
berstruktur siklik yang relatif rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau
atom karboksilat.

Gambar 2. Struktur Senyawa-senyawa Terpena


(Sumber : http://id.wikipedia.org)

Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen


minyak atsiri, yaitu monoterpena dan sesquiterepena yang mudah menguap (C10
dan C15), diterpena menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen
karotenoid (C40).
Secara umum terpenoid terdiri dari unsur-unsur C dan H dengan rumus
molekul umum (C 5 H 8 ) n . Klasifikasi biasanya tergantung pada nilai n.
Nama Rumus Sumber
Monoterpen C 10 H 16 Minyak Atsiri
Seskuiterpen C 15 H 24 Minyak Atsiri
Diterpen C 20 H 32 Resin Pinus
Triterpen C 30 H 48 Saponin, Damar
Tetraterpen C 40 H 64 Pigmen, Karoten
Politerpen (C 5 H 8 ) n n 8 Karet Alam

25
Dari rumus di atas sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon
yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Penyelidikan selanjutnya menunjukan
pula bahwa sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun
oleh dua atau lebih unit C 5 yang disebut unit isopren.

"kepala"
"ekor"

Isoprena Unit isoprena

Ciri Khas :
1. Jumlah atom-C terpenoid kelipatan C5 yang disebut unit isoprena (unit C5).
2. Dalam molekul terpenoid, unit-unit isoprena lazimnya bergabung melalui
kaidah isoprena ; kepala-ke-ekor (haid to tail)

KAIDAH ISOPREN DALAM TERPENOID


HEMITERPEN

OH
γ,γ − Dimetil alil alkohol

MONOTERPEN

CH2OH
OH

Mirsen Sitronelol Mentol α-pinen

SESKUITERPEN

OH
HO

Farnesol Bisabolen Eudesmol

26
DITERPEN

OH

CO2H
Manool Pimaradien Asam abietat

TRITERPENES

POLITERPEN

n
Karet alam

BIOSINTESIS TERPENOID
Biosintesis dari terpenoid pada tumbuhan mengikuti jalur asam asetat mevalonat.
Asam asetat yang diaktifkan dengan koenzimA membentuk asetilCoA dan
melakukan reaksi kondensasi dengan asetilCoA yang lain sehingga terbentuk
asetoasetilCoA. AsetosetilCoA yang terbentuk juga berkondensasi dengan unit
asetilCoA yang lain, sehingga terbentuk tiga unit gabungan dari asetilCoA yang
selanjutnya diprotonasi membentuk asam mevalonat. Dengan adanya pirofosfat

27
pada asam mevalonat dapat terjadi pelepasan komponen CO2 (dekarboksilasi) dan
pelepasan OPP membentuk isopentenil pirofosfat (IPP) dengan isomernya
dimetilalil pirofosfat (DMAPP) (Sjamsul, 1986: 7; Dewick, 2009: 40 & 188).
Proses biosintesis terpenoid disajikan pada berikut.

Langkah selanjutnya yaitu antara IPP dan DMAPP terjadi reaksi adisi
membentuk geranil pirofosfat (C10). Geranil pirofosfat juga mengalami reaksi
adisi dengan satu unit IPP membentuk farnesil pirofosfat (C15). Farnesil
pirofosfat juga mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk geranil
geranil pirofosfat (C30) (Sjamsul, 1986; Dewick, 2009).

28
Isolasi Dan Identifikasi Terpenoid

Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui sokletasi
dan maserasi.
1. Sokletasi
Dilakukan dengan melakukan sokletasi pada serbuk kering yang akan diuji
dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL
KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas
bakteri.
2. Teknik maserasi menggunakan pelarut metanol.
Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil
hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan
lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji

29
fitokimia dan uji aktivitas bakteri.

Uji aktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan


jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang
berisi 2 mL Muller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24
jam pada suhu 35°C. suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap
dioleskan pada permukaan media Muller-Hinton agar secara merata dengan
menggunakan lidikapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel,
standartetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat
terhadap baketri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-
Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam asetat
anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah
untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil
di dalam kloroform. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan
senyawa ini paling larut baik di dalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah
tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka
asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan
dan turunan asetil tidak akan terbentuk.

Kegunaan Terpenoid
Kegunaan terpenoid bagi tumbuhan antara lain :
a. Fitoaleksin
Fitoaleksin adalah suatu senyawa anti-mikrobial yang dibiosintesis (dibuat) dan
diakumulasikan oleh tanaman setelah terjadi infeksi dari mikroorganisme patogen
atau terpapar senyawa kimia tertentu dan radiasi dengan sinar UV.
b. Insect antifectan, repellant
c. Pertahanan tubuh dari herbivora
d. Feromon Hormon
Feromon adalah sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki
daya pikat seks pada hewan jantan maupun betina.

30
Selain kegunaan diatas juga mempunyai manfaat sebagai berikut:
1) sebagai pengatur pertumbuhan (seskuiterpenoid absisin dan diterpenoid
giberellin)
2) sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, anestetik dan sedative, sebagai
bahan pemberi aroma makan dan parfum (monoterpenoid)
3) sebagai tumbuhan obat untuk penyakit diabetes,gangguan menstruasi, patukan
ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria (triterpenoid).
4) sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan
tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling
dan anti karsinogen (diterpenoid)
5) Sebagai anti feedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta regulator
pertumbuhan tanaman dan pemanis (seskuiterpenoid)
6) penghasil karet (politerpenoid)
7) Karotenoid memberikan sumbangan terhadap warna tumbuhan dan juga
diketahui sebagai pigmen dalam fotosintesis
8) Monoterpen dan seskuiterpen juga memberikan bau tertentu pada tumbuhan
9) Terpenoid memegang peranan dalam interaksi tumbuhan dan hewan, misalnya
sebagai alat komunikasi dan pertahanan pada serangga.
10) Beberapa terpenoid tertentu yang tidak menguap juga diduga berperan sebagai
hormon seks pada fungus.

Bioaktivitas terpenoid pada akar dan daun Jatropha gaumeri (jarak).


Karena pada tanaman ini terkandung golongan senyawa terpenoid dan juga pada
ekstrak daun ini memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan. Aktivitas tersebut
dihasilkan dengan isolasi dan identifikasi pada akar yang menghasilkan 2-epi-
jatrogossidin (1). Salah satunya suatu rhamnofolane diterpene dengan aktifitas
antimicrobial, dan kedua 15-epi-4E jatrogrossidentadione (2), suatu lathyrane
diterpene tanpa aktivitas biologi. Dengan cara yang sama, pemurnian dengan
penelitian yang telah diuji dari ekstrak daun dapat mengdentifikasi sitosterol dan
triterpen amaryn, traraxasterol. Metabolit ini ternyata bisa digunakan sebagai
antioksidan.

31
BIOTA LAUT YANG MEMILIKI SENYAWA TERPENOID

MANGROVE

Contoh biota laut yang memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder


terpenoid adalah mangrove. Ekosistem Mangrove adalah sebuah lingkungan
dengan ciri khusus dimana lantai hutannya digenangi oleh air dimana salinitas
juga fluktuasi permukaan air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Ekosistem mangrove ini sebenarnya masuk ke dalam lingkup ekosistem
pantai sebab ia terletak di kawasan perbatasan laut dan juga darat. Ia terletak di
wilayah pantai dan juga muara sungai. Hutan mangrove, sebagai sebuah hutan
yang tumbuh di wilayah pasang dan surut akan tergenang air di masa pasang dan
akan bebas dari genangan air pada saat air surut. Komunitas yang ada di dalam
hutan mangrove ini sangat adaptif terhadap kadar garam air laut. Sebagai sebuah
ekosistem, hutan mangrove terdiri dari beragam organisme yang juga saling
berinteraksi satu sama lainnya.

Ekosistem mangrove
Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi ekosistem
hutan, air dan alam sekitarnya. Fungsi atau manfaat hutan bakau dapat ditinjau
dari sisi fisik, biologi, maupun ekonomi.
Manfaat dan fungsi hutan mangrove secara fisik antara lain
• Penahan abrasi pantai.

32
• Penahan intrusi (peresapan) air laut ke daratan.
• Penahan badai dan angin yang bermuatan garam.
• Menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di udara (pencemaran
udara).
• Penambat bahan-bahan pencemar (racun) di perairan pantai.
Manfaat dan fungsi hutan bakau secara biologi antara lain:
• Tempat hidup biota laut, baik untuk berlindung, mencari makan,
pemijahan maupun pengasuhan.
• Sumber makanan bagi spesies-spesies yang ada di sekitarnya.
• Tempat hidup berbagai satwa lain semisal kera, buaya, dan burung.
Manfaat dan fungsi hutan bakau secara ekonomi antara lain:
• Tempat rekreasi dan pariwisata.
• Sumber bahan kayu untuk bangunan dan kayu bakar.
• Penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kepiting, dan lainnya.
• Bahan penghasil obat-obatan seperti daun Bruguiera sexangula yang dapat
digunakan sebagai obat penghambat tumor.
Indonesia memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove atau
paling tidak terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut
yang hidup di daerah pasang surut sekitar 12 famili. Dari sekian banyak jenis
mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah
jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan
bogem atau pedada (Sonneratia sp.) merupakan tumbuhan mangrove utama yang
banyak dijumpai.
Mangrove jenis Bruguiera gymnorhiza dalam kulit batangnya memiliki
kandungan senyawa metabolit sekunder flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid
dan mampu berfungsi sebagai immunomodulator (meningkatkan sistem imun)
udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada konsentrasi ekstrak 200 ppm.
(Innonchyka,L.I. 2015)
Salah satu yang menjadi sumber antibiotik alami adalah tumbuhan mangrove.
Tumbuhan mangrove mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid,
flavonoid, fenol, terpenoid, steroid, dan saponin.

33
Senyawa terpen contohnya triterpenoid merupakan golongan yang berpotensi
sebagai antimikroba dan pada beberapa golongan senyawa fenolik seperti
flvonoid.

34
MODUL 4

STEROID DAN GLIKOSIDA

Kegiatan Belajar 1

Biosintesis

 Deskripsi
Mahasiswa harus memahami seluk beluk tentang steroid dan glikosida, mulai
dari definisi, struktur umum, karakteristiknya, biosintesisnya, dan sumber serta
fungsi senyawa steroid dan glikosida.

 Tujuan Pembelajaran Umum


Pembelajaran pada bagian ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami seluk
beluk tentang steroid dan glikosida, mulai dari definisi, struktur umum,
karakteristiknya, biosintesisnya, dan sumber serta fungsi senyawa steroid.

 Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti kegiatan belajar ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan definisi, struktur umum, dan karakeristik steroid dan glikosida
2. menjelaskan proses biosintesis steroid dan glikosida
3. menjelaskan sumber dan fungsi senyawa steroid dan glikosida

 Metode Kuliah
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Kerja Kelompok

 Alat Bantu
1. LCD Projector
2. Spidol
3. Whiteboard

 Waktu
2 sesi x 2 SKS

 Rujukan Utama
1. Aprianti, Amallya Fitra. 2014. Efektivitas Ekstrak dengan Pelarut
Bertingkat Rumput Laut Gracilaria sp. sebagai Antibakteri pada
Udang Windu yang Terinfeksi Vibrio harveyi. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran.
2. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi Kedua. Padmawinata K,
Soediro I, penerjemah. Terjemahan dari phytochemical methods
2nd edition. Institut Teknologi Bandung, Bandung

35
3. Septiarusli, Irman Eka. 2012. Potensi Senyawa Metabolit Sekunder dari
Ekstrak Biji Keben (Barringtonia asiatica) dalam Proses Anestesi
Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus). Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran.
4. Tania, P.M. 2011. Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa
Metabolit Sekunder Teripang Lotong (Actinopyga miliaris) asal
Perairan Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Padjadjaran.
5. Wink, M., 1999, Functions of Plant Secondary Metabolites and Their
Exploitation in Biotechnology, Annual Plant Review, Vol
3.,http://www.amazon.com

MATERI

Steroid
Steroid adalah senyawa yang mempunyai kerangka dasar karbon, yang
merupakan turunan dari hidrokarbon 1,2-siklopentenoperhidrofenantren. Steroid
dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat fisiologisnya, terdiri atas kelompok sterol,
asam-asam empedu, hormon seks, hormon adrenokortikoid, aglikon kardiak, dan
sapogenin.

Gambar 3. Kerangka Dasar Steroid

Pada umumnya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai


struktur dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin
sikloheksana dan satu cincin siklopentana, yang disebut 1,2-
siklopentenoperhidrofenantren. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid
yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh keempat cincin ini dan
tahap oksidasi tiap-tiap cincin. Steroid merupakan golongan dari senyawa

36
triterpenoid. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena
yaitu lanosterol dan sikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan obat.
Ditinjau dari segi struktur molekul, perbedaan antara berbagai kelompok
steroid ini ditentukan oleh jenis substiuen R1, R2, dan R3, jumlah serta posisi
gugus fungsi oksigen dan ikatan rangkap, dan konfigurasi dari pusat-pusat
asimetris pada kerangka dasar karbon itu.

Ciri struktur kelompok steroid


1. Sterol

* *

* *
HO
HO HO
Kolesterol Ergosterol Stigmasterol

Gugus OH pada C-3 mempunyai konfigurasi β (keatas)

2. Asam-asam Empedu
CO2H CO2H
OH

* *

* * * *
HO OH HO
H H
Asam kolat Asam litokolat

3. Hormon Seks
O
OH
O

O O
HO
Progesteron Testosteron
Oestron

37
4. Hormon Adrenokortikoid
HOH2C
HOH2C
O
C O CHO
HO
O OH

O
O
Kortison Aldosteron
5. Aglikon Kardiak
O O O O

CHO

OH OH

HO HO
H OH
Digitoksigenin Strofantidin
(Kardenolida)

6. Sapogenin
CH3
H
O
O
H
CH3
O
O

HO
HO H Sarsapogenin
Diosgenin

Kerangka Dasar dan Penomoran 21 22 24 27


20
R 18
CH3 CH3 23 25
12
17
19 26
11 13
CH3 H CH3 H 16
1 9 14
2 10 15
8
H H H H
3 5 7

4 6
H H Penomoran Kerangka Steroid
Hidrokarbon Induk

38
Hidrokarbon Induk Steroid
Nama Jumlah Atom C Jenis Rantai Samping (R)
Estran 18 H (C19 diganti H)

Androstan 19 H

21 -CH2CH3
Pregnan
O
O
Kardanolida 23
CH3 CH3
Kolan 24

CH3
Kolestan 27

O
CH3 CH3
Spirostan 27
O

Nama Jumlah Atom C Jenis Rantai Samping (R)

CH3
Ergostan 28

CH3
Stigmastan 29

Nama Sistematik Beberapa Steroid


Konfigurasi dari atom C-5 dapat berubah-ubah dari suatu steroid ke steroid yang
lain. Oleh karena itu, dalam tiap-tiap nama sistematik steroid, konfigurasi atom

39
C-5 harus ditunjukkan oleh awalan 5α atau 5β, kecuali apabila pada atom C-5
terdapat ikatan rangkap. Dalam pemberian nama steroid, jenis substituen
ditunjukkan sebagaimana lazimnya berlaku, yakni memberi awalan atau akhiran
pada nama hidrokarbon induk. Sedangkan posisi dari substituen harus ditunjukkan
oleh nomor dari atom karbon di mana ia terikat. Di samping nama sistematik,
nama-nama trivial seperti kolesterol, oestron, testosteron, kortison, aldosteron,
dan sebagainya lazim pula digunakan.
Tata cara penamaan steroid dapat ditunjukkan oleh beberapa contoh berikut:

CH3 CH2CH3
CH3 O
CH3
17 17
CH3 CH3
14
CH3
H
5 5
8
H OH
HO
H HO H
5α, 14β, 17α-Pregnan H 5α, Kolest-8(14)-en-3β-ol 5α, 3β,15-dihidroksi-androstan-17-on

OH
CH3 CH3 CO2H

CH3 CH3

HO HO OH
Kolest-5(6)-en-3β-ol H
(Kolesterol) Asam-3α, 7α, 12α-trihidroksi-
5β-kolan-24-at (asam kolat)

HOH2C

CH3 CH3 O
OH
O OH
17 17
CH3 CH3

5 5
O O
17β-hidroksi-androst-4-en-3-on 17α−21-dihidroksi-pregn-4-en-3,11,20-trion
(testosteron) (kortison)

40
Struktur dan Keaktifan Steroid

Keaktifan fisiologis senyawa


ditentukan oleh struktur molekul

Dapat diketahui dengan mengubah


struktur molekul sedikit demi sedikit

Perubahan struktur kecil sekalipun


dapat menurunkan atau menaikkan
kadar keaktifan dan sifat-sifat lain

Structure activity relationships (SAR)

CH3 R
Vitamin D
CH3 R

CH3
Deret vitamin D
hv Keaktifan fisiologis
kalor terhadap manusia
CH2 dan hewan berantung
HO
pada gugus R

HO

Penggantian gugus -OH dengan C=O, -SH, -Cl, keaktifan fisiologis hilang

Vitamin D2 yang mempunyai keaktifan antirakhitik dapat diperoleh dari


penyinaran ergosterol (pro-vitamin D) pada suhu tertentu. Vitamin D lainnya
dapat pula dihasilkan dengan cara yang sama, menggunakan pro-vitamin yang
strukturnya mengandung sistem 5,7-dien seperti ergosterol. Berbagai vitamin D
itu mempunyai kadar keaktifan antirakhitik yang berbeda, yang ditentukan oleh
jenis rantai samping.
Pada prinsipnya, keaktifan biologis ditentukan oleh ukuran molekul serta
sebaran gugus fungsi di dalam molekul. Keaktifan biologis ditentukan pula oleh
jenis gugus fungsi di dalam molekul, dan modifikasi terhadap gugus fungsi ini
dapat mengubah kadar keaktifan tersebut. Pengetahuan mengenai hubungan antara

41
struktur dan keaktifan membuka jalan bagi perancangan dan pembuatan senyawa
lain (sintetik) dengan cara memodifikasi struktur.
Perubahan struktur yang mengakibatkan perubahan dalam keaktifan dari
suatu senyawa telah mendorong kepada pembuatan senyawa sintetik dengan
keaktifan yang analog, bahkan mungkin dengan kadar keaktifan yang lebih tinggi
dari senyawa alam. Sebagai contoh ialah sintesa 17α-etinilestra-1,3,5(10)-trien-
3,17α-diol atau 17α-etinilestradiol, yakni suatu estrogen sintetik yang mempunyai
keaktifan estrogenik (mengatur siklus seksual betina mamalia).

Perubahan struktur walau kecil


sekalipun, dapat mengubah keaktifan

Senyawa sintetik dengan


keaktifan yang analog
OH O
HO C CH

HO HO
Estradiol Estron HO
Etinilestradiol
Estrogen
alam Estrogen
sintetik
OH
Estrogen sintetik :
- Struktur analog dengan estradiol Keaktifan estrogenik sama
seperti estradiol dan estron
peroral lebih aktif daripada
HO - sebaran kedua -OH estradiol
Dietilstilbestrol
- tebal molekul
- bentuk molekul

Bila konfigurasi trans diubah jadi cis


keaktifan estragonenik berkurang
Penyelidikan menunjukkan bahwa keaktifan etinilestradiol adalah sama
tingginya seperti estradiol dan delapan kali lebih aktif daripada estron. Akan
tetapi, jika digunakan secara oral, maka keaktifan estradiol lebih kecil daripada
etinilestradiol.
Pembuatan dietilstilbestrol, yakni suatu estrogen sintetik yang sangat aktif,
telah merintis mengenai hubungan antara struktur dan keaktifan biologis. Ditinjau

42
dari segi struktur molekul ,maka antara dietilstilbestrol dan estradiol merupakan
suatu analogi. Kecuali sebaran dari kedua gugus fenol, yang sebanding dengan
gugus fungsi oksigen pada estradiol, kemudian analisis sinar X menunjukkan
bahwa tebal molekul dietilstilbestrol sebanding dengan estradiol. Persamaan atau
analogi dalam bentuk molekul antara dietilstilbestrol dan estradiol ini berperan
dalam memberikan keaktifan yang spesifik, yaitu estrogenik.
Keaktifan estrogenik tidak hanya ditemukan pada senyawa-senyawa steroid.
Sehubungan dengan itu, genistein, suatu senyawa flavonoid juga memperlihatkan
keaktifan estrogenik.

OH O OH
Estrogen

O
HO HO
Dietilstilbestrol Genestein
(Stilben) (Isoflavonoid alam)
Kemiripan struktur
(sebaran gugus fungsi, konfigurasi, ukuran molekul, etc
Progestogen-Menstimulir uterus
H3C
HO HO
O C CH C CH

O O O
Progesteron Progesteron Sintetik
(digunakan dalam pengobatan)
Untuk keaktifan:
gugus C=O pada C-3 perlu, tetapi pada C-20 tidak
Androgen-Menstimulir organ sex jantan
OH HO
HO
CH2CH3

O
Testosteron Androgen Sintetik

Gugus -OH perlu; -OH pada C3 tidak

Dari contoh-contoh di atas jelaslah bahwa keaktifan biologis suatu senyawa


ditentukan antara lain oleh ukuran dan konfigurasi molekul, serta sebaran dari
gugus-gugus fungsi yang terkandung dalam senyawa tersebut.

43
Berikut adalah biosintesis dari suatu steroid yaitu kolesterol.

CONTOH BIOTA LAUT YANG MEMILIKI SENYAWA STEROID DAN


GLIKOSIDA

1. RUMPUT LAUT

Rumput laut adalah alga makroskopik yang hidup di perairan. Layaknya alga
lainnya, rumput laut tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Seluruh bagian
rumput laut disebut talus (thallus). Talus pada rumput laut ada yang tanpa
percabangan dan bercabang-cabang dengan sifat mulai dari lunak, keras (diliputi
zat kapur), seperti tulang rawan, hingga berserabut.

44
Karena tidak memiliki akar, rumput laut hidup dengan menempel pada substrat
baik pasir, lumpur, kayu, karang mati, maupun kulit kerang. Rumput laut hidup di
perairan laut dangkal hingga kedalaman 200 meter. Daerah persebarannya mulai
dari perairan beriklim tropis, subtropis, hingga perairan dingin.

Rumput laut

Jenis-jenis Rumput Laut di Indonesia

Indonesia menjadi salah satu wilayah yang kaya akan keanekaragaman rumput
laut dengan spesies mencapai ratusan. Ada sebanyak 555 jenis rumput laut yang
tumbuh di perairan laut Indonesia. Sedangkan di seluruh dunia, sekurangnya
terdapat 10.000 jenis rumput laut.
Berdasar pigmen (zat warna) yang dikandungnya, rumput laut dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu : Chlorophyceae (ganggang hijau),
Rhodopyceae (ganggang merah), Phaeopyceae (ganggang coklat), dan
Cyanophyceae (ganggang hijau kebiruan). Beberapa jenis rumput laut yang
dikenal dan umum tumbuh di perairan Indonesia antara lain :
• Eucheuma spinosum
• Eucheuma muricatum
• Eucheuma cottonii
• Gracilaria spp.
• Gelidium spp.

45
• Sargassum spp.
Dari berbagai jenis rumput laut, yang umumnya telah dibudidayakan adalah
rumput laut dari genus Eucheuma dan Gracilaria.
Manfaat Rumput Laut
Manfaat yang paling dikenal dari rumput laut adalah untuk pembuatan agar-agar.
Namun di samping itu rumput laut ternyata mempunyai manfaat-manfaat lainnya.
Berikut adalah manfaat rumput laut.
1. Penghasil agar-agar; manfaat yang paling dikenal ini berasal dari rumput laut
jenis Gracilaria spp, Gelidium spp., dan Gelidiopsis spp.
2. Penghasil Peragian; proses kimia peragian dapat memanfaatkan rumput laut
dari jenis Eucheuma spp.
3. Penghasil algin atau alginat; alginat dapat dihasilkan dari rumput laut berjenis
seperti Sargassum spp.
4. Manfaat lainnya, antara lain sebagai obat tradisional, bahan makanan dan
sayuran, bahan kosmetik dan kecantikan, penyerap karbondioksida.

Ekstrak etil asetat rumput laut jenis Gracilaria sp. memiliki kandungan senyawa
metabolit sekunder steroid dan saponin dan memiliki aktivitas antibakteri melalui
uji in vitro sebesar 16,07 mm pada konsentrasi 100 ppm dan uji in vivo pada
udang windu yang terinfeksi bakteri Vibrio harveyi sebesar 255 ppm (Aprianti,
A.F, 2014).

2. Teripang
Teripang atau Holothuroidea berasal dari bahasa yunani,”Holothurion” yang
berarti hewan air dan “eidos” yang berarti wujud. Holothuroidea biasannya hidup
di dasar laut dengan cara bersembunyi di batu karang atau di pasir. Tubuhnya
lunak, berbentuk seperti kantung memanjang, kulitnnya tersusun dari zat kapur.
Di bawah kulit terdapat dermis yang mengandung osikula, selapis otot melingkar,
dan lima otot ganda yang memanjang. Dengan adanya lengan berotot ini, teripang
atau mentimun laut dapat bergerak memanjang memendek seperti cacing.

46
Klasifikasi
Teripang atau Holothuroidea merupakan salah satu dari kelas Echinodermata.
Klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Filum : Echinodermata
Sub – filum : Echinozoa
Ordo : Aspidochirota
Family : Aspidochiroidae
Genus : Holothuria
Spesies :Holothuria scraba , Holothuria argus, Holothuria
pervicax Holothuria marmorata, Holothuria vagabunda,
Holothuria nobilis, Holothuria impatiens

Teripang

Menurut Tania, P.M tahun 2011, teripang Actinopyga miliaris memiliki


kandungan senyawa steroid dan saponin. Fraksi n-heksan dari teripang tersebu
memiliki aktivitas antibakteri melalui uji in vitro terhadap bakteri Bacillus
subtillis pada konsentrasi 10.000 ppm dengan menghasilkan zona hambat sebesar
9 mm. Pada fraksi n-butanol menghasilkan zona hambat sebesar 10 mm pada
konsentrasi 10.000 ppm.

47
Glikosida

Glikosida adalah senyawa alam yang pada hidrolisanya menghasilkan 1 macam


gula atau lebih yang dinamakan glikon dan 1 senyawa bukan gula atau aglikon.

Struktur kimia

Glikosida mempunyai 2 komponen pokok yaitu:

a. komponen glikon

b. komponen agilkon/ genin

kedua komponen pokok tersebut diikat secara glikosidis oleh jembatan O, N, C


dan S sehingga glikosidanya dinamakan dengan O-glikosida, S- glikosida, C-
glikosida dan N-glikosida.

Bentuk ikatan

Bentuk ikatan pada glikosida dibagi menjadi 4 yaitu:

O- Heterosida/ O-glikosida

- O(H + H – O ) – gula - O – gula ( glikosida)

Salicin

S - Heterosida/ S-glikosida

- S(H + H – O ) – gula - S – gula ( glikosida)

Sinigrin

N- Heterosida/ N-glikosida

- N(H + H – O ) – gula = N – gula ( glikosida)

krotonosida

C- Heterosida/ C-glikosida

= C(H + H – O ) – gula = C – gula ( glikosida)

Aloin

48
Glikosida adalah senyawa yang menghasilkansau aau lebih gula di antara produk
hidrolisisnya dan sisanya berupa senyawa bukan gula. Bila gula yang erbenuk
adalah glukosa maka golongan senyawa itu disebut glukosida, sedangkan bila
terbentuk gula lainnya disebut cilikosida. Di alam ada O-glikosida, C-glikosida,
N-glikosida, dan S-glikosida. Secara kimia, senyawa ini merupakan asetal, yaitu
hasil kondensasi gugus hidroksil gula dengan gugus hidroksil dan komponen
aglikon, serta gugus hidroksil sekunder di dalam molekul gula itu sendiri juga
mengalami kondensasi membentuk cincin oksida.
Dari segi pandang biologi, glikosida berperan dalam tumbuhan terlibat dalam
fungsi pengaturan, perlindungan, dan kesehatan, sedangkan untuk manusia ada
yang digunakan dalam pengobatan. Dalam segi pengobatan, glikosida
menyumbang hampir setiap kelas pengobatan. misalnya sebagai obat jantung
(kardiotonika) contohmya: glikosida digitalis, strophantus, squill, corivallaria,
apocynum, dll. ; sebagai obat pencahar (laxantia), misalnya antrakinon dalam
sena, aloe, kelembak, kaskara sagrada, frangula, dll.; sebagai penyedap atau lokal
iritan, misalnya alilisotiosianat; seba-gai analgesika, misalnya gaulterin dan
gondopuro meng-hasilkan metilsalisilat.
Klasifikasi (penggolongan) glikosida sangat sukar. Bila ditinjau dan gulanya akan
dijumpai gula yang strukturnya belum jelas; sedangkan bila ditinjau dan
aglikonnya akan dijumpai hampir semua golongan konstituen tumbuhan, misalnya
tanin, stenol, terpenoid, antosian, flavonoid dan sebgainya. Bila ditinjau dan segi
pengobatan akan tenjadi beberapa glikosida yang diabaikan, padahal penting
dalam farmakognosi.
Dalam tumbuhan sering dijumpai gula Iebih dari satu, misalnya di dan trisakarida.
Gula yang umum adalah D-glukosa, sering dijumpai pula ramnosa. Gula yang
tidak umum misalnya digitoksosa, digitalosa, simarosa dsb.

49
Biosintesis Glikosida

Contoh : Glikosida Fenol

Nama senyawa : Arbutin

Struktur :

O C6H11O5
O C6H11O5

OH
OCH3
Arbutin ( Arbutosida)
metil arbutin

Manfaat: diuretik dan astringen

Biosintesis

COOH COOH
COOH
NH2
HO OH
OH Fenilalanin as sinamat
as. Shikimat

OH

OH
hidrokinon

50
CH 2 OH
O O O OH
OH +
OH O P O P O R
HO
- -
OH O O

OH
CH 2 OH
O O
O
- + O
R O P O P O OH
-
OH
-
O O
OH
arbutin

Fungsi Glikosida

TANAMAN

• Sumber utama energi

• Regulator atau pengatur pertumbuhan,

• memacu / menghambat kerja enzim

• Perlindungan terhadap luka dan infeksi

MANUSIA

• Kardiotonik (obat jantung)

• Laksatif (pencahar)

• Lokal iritan

51
• Analgetik

• Antitumor

• Antiviral

• Antihepatotoksik

• Hemolisis darah

Fungsi glikosida pada manusia

A. mempengaruhi kerja otot jantung

Simplisia yang mengandung glikosida jantung:

Digitalis Folium, Strofanti Semen, Nerii Folium, Scilae Bulbus, Convallaria


Tuber.

Tanaman sebagai kardiotonika: glikosida Digitalis, Strophantus, Squill,


Convallaria, Apocynum.

B. untuk laksantif

Glikosida emodin dan antrakinon, yang terkandung dalam Sennae Folium,


Aleo vera, Rhei Radix, Rhamni Frangulae Cortex.

C. sebagai lokal iritan

Glikosida sinigrin, terdapat dalam Sinapis Semen (Black Mustard), jika


terhidrolisis meghasilkan alilisotiosianat yang bersifat lokal iritan yang
kuat.

D.sebagai analgetikum

Semua ISOTHIOSIANAT

Glikosida gaulterin dari Gaulteria sp dan gondopuro yang pada hidrolisis


enzimatik akan menghasilkan metil salisilat  berkhasiat analgetik.

 antitumor, misalnya flavonoid termetilasi,

 antiviral, misalnya flavonoid,

 antihepatotoksik, misalnya iridoid, dsb.

52
E. bersifat menghemolisis darah

Glycyrrhizin (dalam Liquiritiae Radix), Sarsapogenin (dalam Smilax Radix =


Sarsaparilla), Diosgenin (dalam Dioscorea Bulbus).

SUMBER-SUMBER GLIKOSIDA

53
54
CONTOH BIOTA LAUT YANG MEMILIKI SENYAWA GLIKOSIDA
JENIS SAPONIN

KEBEN (Barringtonia asiatica)

Tanaman yang bernama Barringtonia asiatica Kurz atau lebih dikenal dengan
keben dan merupakan tanaman asosiasi mangrove. Keben merupakan pohon
berkayu lunak, dan berdiameter sekitar 50 cm dengan ketinggian 4 hingga 16
meter. Sistem perakarannya banyak dan sebagian tergenang di air laut ketika
pasang dan memiliki banyak percabangan yang terletak di bagian bawah batang
mendekati tanah. Bentuk daunnya besar, mengkilap dan berdaging. Daun
mudanya berwarna merah muda dan akan berubah menjadi kekuningan setelah
tua.

55
Keben

Bagian luar buah keben terdiri dari kulit berserabut. Sedangkan di dalamnya
terdapat tempurung, di dalam tempurung terdapat sebutir biji yang keras, berlendir
dan berwarna putih. Besar buah keben seukuran genggaman tangan orang dewasa,
berwarna hijau ketika muda dan akan menjadi kecokelatan setelah tua dan kering.
Sedangkan ukuran bunganya sekitar 16 cm, berwarna putih dengan benang sari
berwarna merah muda.
Berdasarkan penelitian Septiarusli tahun 2012, biji keben mengandung senyawa
saponin dan dijadikan sebagai anestesi pada ikan kerapu macan. Ekstrak biji
keben mampu memingsankan ikan kerapu macan pada konsentrasi 14 ppm.

56
MODUL 5

SENYAWA AROMATIK

Kegiatan Belajar 1

Senyawa Aromatik

 Deskripsi
Mahasiswa harus memahami seluk beluk mengenai metabolit sekunder
turunan/derivat dari senyawa aromatik (fenol)

 Tujuan Pembelajaran Umum


Pembelajaran pada bagian ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami seluk
beluk mengenai senyawa metabolit sekunder derivat senyawa aromatik (fenol),
mulai dari pembagian jenis, definisi, struktur umum, karakteristiknya,
biosintesisnya, dan sumber serta fungsi/bioaktivitasnya.

 Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti kegiatan belajar ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan seluk beluk mengenai metabolit sekunder derivat dari senyawa
aromatik, mulai dari pembagian jenisnya yang meliputi senyawa fenil
propanoid, poliketida, flavonoid serta tanin
2. menjelaskan definisi, struktur umum, dan karakteristik fenil propanoid,
poliketida, dan flavonoid serta tanin
3. menjelaskan perbedaan proses biosintesis fenil propanoid, poliketida, dan
flavonoid serta tanin
4. menjelaskan sumber dan fungsi/bioaktivitas fenil propanoid, poliketida, dan
flavonoid serta tanin

 Metode Kuliah
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Kerja Kelompok Kecil
 Alat Bantu
1. LCD Projector

 Waktu
2 sesi x 2 SKS

 Rujukan Utama
1. Dewick, P.M., 1999, Medicinal Natural Products, A Biosynthetic
Approach, John Wiley & Sons Ltd, England.
2. Wink, M., 1999, Functions of Plant Secondary Metabolites and Their
Exploitation in Biotechnology, Annual Plant Review, Vol
3.,http://www.amazon.com

57
MATERI

Senyawa Aromatik
Sebagian besar senyawa organik bahan alam adalah senyawa-senyawa
aromatik. Sebagian besar dari senyawa aromatik ini mengandung cincin
karboaromatik, yakni cincin aromatik yang hanya terdiri dari atom karbon, seperti
benzen, naftalen, dan antrasen. Cincin karboaromatik ini biasanya tersubstitusi
oleh satu atau lebih gugus hidroksil atau gugus lain yang ekivalen ditinjau dari
segi biogenetik. Oleh karena itu, senyawa bahan alam aromatik ini seringkali
disebut senyawa-senyawa fenol, walaupun sebagian diantaranya bersifat netral
karena tidak mengandung gugus fenol dalam keadaan bebas.
Pada prinsipnya, sifat-sifat kimia dari semua senyawa fenol adalah sama,
akan tetapi dari segi biogenetik senyawa-senyawa ini dibedakan atas tiga jenis
utama, yaitu senyawa fenol yang berasal dari jalur shikimat, yaitu golongan fenil
propanoid. Jenis yang kedua adalah senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-
malonat, yaitu golongan poliketida. Jenis yang ketiga yaitu senyawa fenol yang
berasal dari kombinasi jalur shikimat dan asetat-malonat, yaitu golongan
flavonoid.

1. Fenil Propanoid
Senyawa fenil propanoid mempunyai kerangka dasar yang terdiri dari cincin
benzena (C6) yang terikat pada ujung dari propana (C3).

CO2H
6
1 C C
5 C

4 2
HO OH
3
OH Kerangka dasar
Asam shikimat fenilpropanoid

Dari segi struktur kimia, fenilpropanoid mempunyai oksidasi maksimal


trihidroksida yang sama seperti pola asam shikimat. Kemungkinan lain dari pola

58
oksidasi ini ialah 3,4-dihidroksi, atau 4-hidroksi, atau tidak teroksidasi sama
sekali.
Beberapa jenis senyawa yang termasuk fenil propanoid ialah turunan asam
sinamat, turunan alilfenol, turunan propenil fenol, dan turunan kumarin. Berikut
adalah contoh senyawa fenil propanoid.

59
Transformasi L-fenilalanina dan L-tirosin dalam tumbuhan dapat
berlangsung sebagai berikut. Kedua asam amino ini seimbang dengan
asam fenilpiruvat / asam p-hidroksi fenilpiruvat. Fenilalanina terlibat
transformasi menjadi trans asam sinamat, tirosin terlibat proses lain.
Rantai samping gugus karboksilat terlepas, b – feniletilamina dan b –
fenilasetaldehida, biasa disertai dengan gugus hidroksil pada aromatis.
Metabolit fenilalanina (dan tirosin) dengan asam amino tetap utuh dikenal
Fenilpropanoid

60
TURUNAN ASAM FENILPIRUVAT
• Asam L-tropat, atropat dan L-a-fenilgliserat dialam dalam bentuk ester
pada basa alkaloid, misal : tropin.
14
• Terbukti dengan inkorporasi C fenilalanina, 3 atom rantai samping
membuktikan berhubung-an atom C gugus karboksilat (a)
• Transposisi gugus karboksilat, proses tidak lazim dalam kimia organik,
pengaturan ulang in vitro (mungkin juga in vivo) adalah perubahan ester
tiol asam glisidat menjadi tiol ester a-formil(b) pengaruh BF 3

• Pada fungi dan lichenes, asam fenilpiruvat dan turunannya teroksigenasi


pada cincinnya, ter-transformasi lebih lanjut dengan pengaturan rantai
samping
• Menggunakan atom 14C fenilalanina pada Ever-nin vulpina, asam vulpinat
dengan atom karbon terlabel tersebar pada keempat rantai, tidak ter-ikat
langsung pada cincin aromatik
• Penjelasan, ada intermedit trifenil simetris (asam poliporat), pemutusan
oksidatif cincin di-hidroksi p-benzokuinon, hasil asam karboksilat
• m-Tirosin, prazat volukrisporin (Volucrispora aurantiaca),gugus karbonil
sikloheksana tereduksi

61
• Katabolisme L-tirosina dalam tumbuhan dan hewan, ubah asam p-
hidroksifenil piruvat jadi asam homogentisat. Mekanisme, dekarboksi-lasi
oksidatif, oksidasi cincin aromatik dan per-pindahan rantai samping,
dikatalis enzim/mul-tienzim (oksidase p-hidroksi fenilpiruvat), dibu-
tuhkan Cu, Vitamin C (CoEnz)
• Dalam hewan asam homogentisat, terurai,asam 4-maleilasetatoasetat
(enzim oksidase homo-gentisat), terisomerisasi asam 4-fumarilaseto-
asetat, pecah asam fumarat (masuk siklus asam trikarboksilat) dan asam
asetat (sumber asetat)

62
• Tidak ada enzim oksidase asam homogentisat pada anak baru lahir, karena
kesalahan heriditer, tanda ekskresi asam homogentisat berlebih air seni
(alkaptonuria).
• Tambah alkali, air seni berubah coklat, karena trans-formasi oksidatif
asam homogentisat jadi kuinon, ber-polimerisasi jadi senyawa melanin.
Waktu muda kelainan belum muncul, dewasa / tua
• Metabolisme bawaan lain berkaitan katabolisme fenilalanina (terjadi
elmiminasi asam fenilpiruvat dan fenillaktat dalam air seni) dan tirosina
• L-Fenilalanina tidak dapat diubah jadi L-Tirosina (tidak ada hidroksilase
L-fenilalanina)

63
Biosintesis Fenilpropanoid
Biosintesis fenilpropanoid mengikuti jalur asam shikimat. Pembentukan
asam shikimat diawali dengan kondensasi aldol antara eritrosa dengan asam
fosfoenolpiruvat. Pada kondensasi in, gugus metilen (C=CH 2 ) dari asam
fosfoenolpiruvat berlaku sebagai nukleofil dan mengadisi gugus karbonil C=O
dari eritrosa, menghasilkan gula dengan 7 unit atom karbon. Selanjutnya reaksi
yang analog menghasilkan asam 5-dehidrokuinat yang mempunyai lingkar
sikloheksana, yang kemudian diubah menjadi asam shikimat. Asam prefenat
terbentuk oleh adisi asam fosfoenolpiruvat terhadap asam shikimat. Selanjutnya,
aromatisasi dari asam prefenat menghasilkan asam fenil piruvat yang merupakan
prekursor dari fenilalanin melalui reaksi reduktif aminasi, produk deaminasi
fenilalanin menghasilkan asam sinamat.

64
SENYAWA ASAM SINAMAT
• Transformasi L-fenilalanina jadi trans sinamat (tumbuhan berberkas
pengangkutan) dikatalis PAL, membentuk golongan lignin & flavonoid
• Tirosina, deaminasi dikatalis enzim TAL (Mono-kotil) , asam p-kumarat
• Asam 3,4,5 trihidroksisinamat (asam galat) dan 3,4 dihidroksisinamat
(asam sinapat) metabolit intermedit
• o-Hidroksisinamat (berubah o-kumarat dan 2,4-dihidroksisinamat)
intermedit kumarin

65
• Dalam jaringan tumbuhan asam sinamat berga-bung molekul yang
polihidroksilasi, sehingga kelarutan besar dalam air
• Konyugasi asam sinapat yang terhidroksilasi meli-batkan gugus
karboksilat / hidroksi fenolik (misal asam kuinat dengan D-
glukopiranosa), penggabungan dengan asam tartrat (asam
monokafeiltartrat dan asam sikorat)
• Konyugasi punya arti fisiologis karena be-berapa transformasi asam
sinamat (misal hid-roksilasi) berlangsung pada asam diencerkan pada
asam kuinat (punya kelarutan lebih besar

TRANSFORMASI SINAMAT
• Biosintesis senyawa fenilpropanoid melalui reaksi sekunder (transformasi)
rantai samping asam sinamat, hasil alil fenol dan propenil fenol
• Alil fenol dan propenil fenol, sering bersama dalam m.a, misal : miristin
(m.pala), eugenol (m.cengkeh)
• Asam sinamat dapat mengalami trans-formasi, melalui o-hidroksi, asam o-
ku-marat, isomerisasi trans-sis dan lak-tonisasi, kumarin

66
Senyawa Alil dan Propenil Fenol
• Beberapa senyawa fenilpropanoid berasal dari asam sinamat mengalami
reduksi gugus karboksilat (sinamaldehid dan sinapil alkohol) atau ikatan
rangkap (asam dihidrosinamat) atau keduanya (dihidrosinamil alkohol)
• Sinamil alkohol merupakan intermedit obligatory pada pembentukan
lignin

67
• Reduksi mungkin mulai terjadi pada ester CoASH, seperti reduksi karbonil
dikatalis enzim dehidrogenase pada NAD(P)

• Alil dan propenil fenol ada kaitannya, mempunyai gugus hidroksi fenol,
atau gugus eter pada C 4 dengan gugus metok-si atau metilen dioksi
• Sering terjadi perubahan gugus karboksi-lat menjadi alkohol primer, metil
dioksi-dasi gugus alkohol primer, reduksi kar-bon tersubtitusi dengan
hidroksil menjadi karbon jenuh (metil, metilen, metina) jarang karena
sukar subtitusi hidroksil
• Hipotesis biogenetik pembentukan alil atau propenil fenol dikemukakan
Birch

68
2. Poliketida
Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-malonat disebut sebagai
poliketida. Poliketida sebagian besar dihasilkan oleh mikroorganisme seperti
bakteri, kapang, dan lumut.
Senyawa-senyawa poliketida dapat diklasifikasikan berdasarkan pola-pola
struktur tertentu yang berkaitan dengan jalur biogenetik dari masing-masing jenis.
Berdasarkan struktur molekul, poliketida dapat dibedakan atas beberapa jenis,
antara lain turunan asilflorogusinol, turunan kromon, turunan benzokuinon,
turunan naftakuinon, dan antrakuinon. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai
kerangka dasar aromatik yang disusun oleh beberapa unit yang terdiri dari dua
atom karbon(C 2 ). Unit-unit C 2 ini membentuk suatu rantai karbon yang linear,
yakni dari asam poli-β-ketokarboksilat, yang disebut rantai poliasetil. Semua
senyawa ini mempunyai pula ciri khas, yaitu cincin aromatik dari senyawa ini
mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling. Pola ini berbeda dengan
senyawa-senyawa yang berasal dari jalur asam shikimat.

69
Beberapa contoh senyawa poliketida
Turunan Asilfloroglusinol
O O
O OH O OH
C C (C5)
H3C CH2 CH2
4 x C2 O
C CH2
HO CH2 HO OH HO O
Floroasetofenon Evodionol
Turunan Kromon
O OH O HO O
O

5 x C2 O

(C5)
O O OH O OH O
5-hidroksi-2-metil Pucenin
kromon

Turunan benzokuinon
O O O

HO CH3 HO CH3

O
OH
O H3CO H3CO OH

O O O
Fumigatin Spinulosin
Turunan naftakuinon
O O
O
m
6 (7) x C2 O O O
OH O

O O O
OH O OH O
Plumbagin Javanisin
(m=0) (m=1)
Turunan antrakuinon
O O O O OH O OH
OH O OH
CO2H
CO2H
OH
3 x C2 O O O

O HO
HO
O
O
Endokrosin Emodin

70
Biosintesis Poliketida
Asam asetat adalah unit struktur yang paling umum digunakan oleh
organisme untuk menghasilkan senyawa-senyawa bahan alam dengan struktur
yang agak rumit. Asam asetat adalah sumber utama bagi atom karbon untuk
pembentukan poliketida.
Rantai poliasetil yang menurunkan senyawa-senyawa poliketida berasal dari
penggabungan unit-unit asam asetat melalui kondensasi aldol. Untuk dapat
melakukan kondensasi ini, asam asetat pertama-tama diubah menjadi bentuk yang
lebih reaktif, yang ditempuh dengan dua cara. Pertama, gugus karboksil dari asam
asetat diaktifkan dengan jalan mengubahnya menjadi ester tiol dari asetil
koenzim-A, dalam bentuk ester tiol ini gugus karbonil mudah diserang oleh
nukleofil. Kedua, gugus metil dari koenzim-A melalui reaksi karboksilasi
sehingga mengubahnya menjadi ester tiol dari asetil malonat. Kedua unit yang
reaktif ini, yaitu ester tiol dari asetat dan ester tiol dari malonat berkondensasi
aldol menghasilkan rantai pokiasetil dari asam poli-β-ketokarboksilat.
Asam poli-β-ketokarboksilat ini yang mengandung gugus-gugus metilen dan
karbonil yang terletak berselang-seling, dapat bersiklisasi secara intramolekuler.
Siklisasi ini terjadi oleh reaksi-reaksi aldol dan Claisen menghasilkan cincin
karboaromatik. Berbagai asam poli-β-ketokarboksilat yang dapat menjalani
beberapa cara siklisasi ini menghasilkan berbagai kerangka dasar karbon dari
poliketida.

71
3. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan
biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, di
mana dua cincin benzen (C 6 ) terikat pada suatu rantai propana (C 3 ) sehingga
membentuk susunan C 6 -C 3 -C 6 .
Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida.
Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung
sari dan akar. Flavonoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar
flavonoid terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di
luar vakuola. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol,
oleh karena itu larutan ekstrak yang mengandung komponen flavonoid akan
berubah warna jika diberi larutan basa atau ammonia. Senyawa ini biasanya
sebagai pigmen tumbuhan untuk menarik pollinators, atau sebagai bahan
pertahanan bagi tumbuhan untuk melawan serangga dan mikroorgaisme.
Susunan C6-C3-C6 ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu 1,3-
diarilpropan (flavonoid), 1,2-diarilpropan (isoflavonoid) dan 1,1-diarilpropan
(neoflavonoid) seperti terlihat pada gambar berikut:

Flavonoid
Kerangka dasar karbon
C6 : Cincin benzen
C6-C3-C6 C3 : Rantai propan C3

C2
C1
C3
C3
C2
C2 C1
C1
Flavonoid Isoflavonoid Neoflavonoid
(1,3-diarilpropan) (1,2-diarilpropan) (1,2-diarilpropan)

Istilah flavonoid yang diberikan untuk senyawa-senyawa fenol ini berasal dari
kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya
dan lazim ditemukan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-
fenilkroman di mana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada

72
cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen, sehingga
membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C).

1 B
O
C2
A C
C3
C
4

2-fenilkroman

Senyawa-senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis, bergantung pada tingkat


oksidasi dari rantai propan dari sistem 1,3-diarilpropan. Dalam hal ini, flavan
mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa ini dianggap
sebagai senyawa induk dalam tata nama senyawa-senyawa turunan flavon.

Berdasarkan tingkat oksidasi dari rantai propan

1 B
O 2

A C
Tingkat oksidasi terendah :
3 Senyawa induk dalam tatanama flavon
4

Flavan

Kelompok utama flavonoid

O O
Flavan
Dihidrocalkon Calkon

OH

OH OH
Katekin Leukoantosianidin

73
O
O O

OH
O
O O
Flavanonol Flavon
Flavanon

+ +
O O O

OH OH

O
Garam flavilium Antosianidin
Flavonol

Dari berbagai jenis flavonoid tersebut, flavon, flavonol, dan antosianidin


adalah jenis yang banyak ditemukan di alam, sehingga seringkali dinyatakan
sebagai flavonoid utama. Sedangkan, jenis-jenis flavonoid yang tersebar di alam
dalam jumlah yang terbatas ialah calkon, auron, katecin, flavanon, dan
leukoantosianidin. Banyaknya senyawa flavonoid ini, bukanlah karena banyaknya
variasi struktur , akan tetapi lebih disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi,
alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.

Beberapa Senyawa Isoflavonoid dan Neoflavonoid


Isoflavon Pterokarpan Kumestan
HO O H3CO O R2 O O

R3

O O R1 O
Deidzein : R = H OH OH
Genistein : R = OH Pterokarpin Kumestrol : R1=R3=H; R2=OH
O
Modelolakton : R1=R3=OH; R2=OCH3

Rotenoid 4-arilkumarin Dalbergion


R
H3CO O O H3CO O
O O
O
HO O

O
OCH3
R1
Rotenon : R=H OCH3
Amorfigenin : R=OH R2 4-metoksidalbergion
Dalbergin : R1=R2=H
Melanein : R1=OH; R2=OCH3

74
Ciri Struktur Flavonoid
Sebagaimana telah diuraikan di atas, masing-masing jenis flavonoid
mempunyai struktur dasar tertentu. Di samping itu, flavonoid mempunyai
beberapa ciri struktur yang lain. Pada umumnya, cincin A dari struktur flavonoid
mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling, yakni pada posisi 2’, 4’, dan 6’
dari struktur terbuka calkon.

R2
5 5'
OH OH
6 6'
4 4'
1
5' 8
HO OH HO 7 8a O 2
4' 6' 3 1' 3'
1 R1
2 2'

6 3
3' 4a
1' 4
2' 5

OH O OH O
Floretin Floretin

R1 R2
Kaemferol H H
Kuersetin H OH
Mirisetin OH OH

Cincin A ;
- Oksigenasi berselang seling
- Sering teralkilasi pada C6 atau C8

Cincin B ;
- Oksigenasi para atau para + meta atau para + 2 meta
- Oksigenasi orto; atau tidak teroksidasi, jarang ditemukan

75
Cincin B dari struktur flavonoid mempunyai sebuah gugus fungsi oksigen pada
posisi para, atau dua (masing-masing pada posisi para dan meta), atau tiga (satu
para dan dua meta). Pola oksigenasi dari cincin B di mana terdapat tiga gugus
fungsi oksigen jarang ditemukan.

5' R2
OH OH
6'
4' OH
8 1
HO OH HO O 2
3' R
7
2' HO O
R1
6 3
5 4

OH O OH O
Apigenin : R=H OH O
Floretin Luteolin : R=OH
Kaemferol : R1=R2=H
Kuersetin : R1=H; R2=OH
Mirisetin : R1=R2=OH
Beberapa Senyawa
R Flavonoid R2

OH
OH

HO O HO
HO O O
OH
R1
+ CH OH

OH
OH

OH O OH
OH
Epikatekin : R=H Pelargonidin : R1=R2=H Sulfuretin
Epigalokatekin : R=OH Sianidin : R1=H; R2=OH
Delfinidin : R1=R2=OH

Biosintesis Flavonoid
Biosintesis flavonoid dimulai dengan memperpanjang rantai fenil
propanoid (C6-C3) yang berasal dari turunan sinamat. Cincin A pada struktur
flavonoid berasal dari jalur poliketida, merupakan kondensasi dari tiga unit asetat
atau malonat. Cincin A pada struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida,
merupakan kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan
tiga atom karbon berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shikimat). Dengan
demikian flavonoid merupakan kombinasi dari dua jalur biosintesis cincin
aromatik.
Menurut Birch, unit C 6 -C 3 berkombinasi dengan tiga unit C 2
menghasilkan unit C 6 -C 3 -(C 2 +C 2 +C 2 ). Kerangka C 15 yang dihasilkan dari

76
kombinasi ini telah mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi
yang diperlukan.
Cincin A, berasal dari jalur poliketida, yakni kondensasi dari tiga unit asetat atau
malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari
jalur fenilpropanoid (jalur shikimat).
Selanjutnya, sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim,
ketiga atom karbon dari rantai propan dapat menghasilkan gugus fungsi, seperti
ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil, dan sebagainya.

R R R

3 AcCoA

HO CoA-S HO

O O O O O O

R
R

HO OH
HO O

OH O
OH O
Calkon
Flavanon

Pembentukan flavonoid dimulai dengan memperpanjang unit fenilpropanoid (C 6 -


C 3 ) yang berasal dari turunan sinamat, asam p-kumarat, asam kafeat, asam ferulat
dan asam sinapat. Calkon dan dan isomer flavanon berperan sebagai senyawa
antara dalam biosintesa berbagai jenis flavonoid lainnya.

77
OH OH OH

H3CO OH RO O HO O

O O OH O
Bavacalkon Bavachin : R=H
Bavachinin : R=OCH3 Cyclomulberin

OH OH OH
gluc

HO O O O HO O

OH OH culg OH

OH O OH O OH O
Muresin Deguclin 6,8-Bis (C-glucosil)-apigenin
OH

HO O

O
OH O
HO O

Cryptomerin

OH O

Variasi Struktur Flavonoid


Interkonversi antara sesama flavonoid, dari jenis yang satu menjadi jenis
yang lain, dapat dilakukan menggunakan reaksi-reaksi tertentu. Calkon dapat
diubah menjadi flavanon, atau sebaliknya, dengan bantuan asam atau basa sebagai
katalis. Pengubahan calkon menjadi flavanon akan berhasil dengan baik, bila
calkon mengandung gugus hidroksil pada posisi 6’. Flavanon dapat diubah
menjadi flavon.
Flavanon dapat diubah menjadi flavon atau flavonol melalui substitusi pada
posisi 3 dari flavanon. Flavanon juga dapat diubah secara langsung menjadi
flavon oleh dehidrogenasi dengan selenium dioksida.
Calkon dapat pula diubah langsung menjadi flavon oleh dehidrogenasi
menggunakan selenium dioksida. Sedangkan suatu cara untuk mengubah calkon
menjadi flavonol ialah oksidasi calkon dengan hidrogen peroksida dalam suasana
basa.

78
Flavon dan flavonol melalui reduksi menjadi 4-hidroksi atau 3,4-dihidroksi
flavon, dapat diubah menjadi garam flavilium. Dalam hal ini, flavonol akan
menghasilkan antosianidin.
Reaksi-reaksi interkonversi antara sesama flavonoid dapat digunakan untuk
keperluan sintesa senyawa-senyawa flavonoid tertentu dari suatu flavonoid ke
flavonoid lainnya.

Tanin
Astringent
- Polifenol dari tanaman dengan rasa pahit (sepat)
- Mengendapkan protein, alkaloid dan polisakarida tertentu
- Mengandung gugus hidroksi dan gugus lain seperti karboksilat sehingga
membentuk komplek yang kuat dengan protein dan makromolekul lain
- Senyawa polifenol larut air dengan berat molekul dari 500 - sekitar 20.000.
- Istilah tanin berasal dari bahasa Celtic untuk tanaman penghasil tanin pembuat
kulit (penyamak kulit)

Fungsi dan Distribusi Tanin


 FUNGSI:
 Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian
tertentu tumbuhan, misalnya buah yang belum matang  taninnya hilang
saat matang.
 Sebagai antihama bagi tumbuhan  mencegah fungi dan insekta.
 Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tumbuhan
 Efek terapinya sebagai astrigensia pada jaringan hidup, misalnya di
gastrointestinal dan kulit.
 Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein, dan alkaloid.
 Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam
tannat yang tidak larut.

 DISTRIBUSI:

79
 Tanin bisa diperoleh hampir di semua bagian tumbuhan tertentu, yang
berfungsi untuk bertahan hidup, sebagai pengendali proses siklus nitrogen
dlm tanah, sedangkan keberadaannya dalam air menyebabkan perubahan
warna dan rasa  air tidak aman untuk diminum.
 Tanin terutama ditemukan dlm vakuola sel atau kutikula (sel ini tidak
mempengaruhi proses dlm tumbuhan: hanya setelah sel mati & pecah 
aktif dlm proses metabolisme).

Klasifikasi Tanin
• Pada tumbuhan tingkat tinggi umumnya tanin dibedakan menjadi dua
kelompok berdasarkan perbedaan struktur dan jalur biogenesis-nya, yaitu:
(1) Tanin terhidrolisis, merupakan suatu ester dari galloyl atau turunannya,
yang terikat pada inti katekin dan triterpenoid.
 Ellagitannins
 Gallotannins
 Complex tannins
(2) Tanin terkondensasi: suatu oligomer dan polimer proantosianidin yang
mempunyai substitusi flavanil yang berlainan.

I. Tanin Terhidrolisis
• Tanin dapat terhidrolisis oleh suatu asam lemah atau basa lemah,
menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat.
• Contohnya gallotanin yang merupakan ester asam galat (3,4,5-trihidroksi
asam benzoat) dari glukosa dalam asam tannat (komersial: Rhus semialata,
R. coriaria, R. typina, Quercus infectoria).
• Gallotanin : cengkeh, kelopak bunga mawar merah
• Ellagitanin : delima (buah & kulit batang), daun eucalyptus.

80
I.a) Gallotanin
• Gallotanin adalah tanin terhidrolisis yg paling sederhana, mengandung
polifenol & residu poliol
• Poliol: alkohol yg memiliki banyak gugus hidroksil
• Sebagian besar gallotanin (tanin galat) yg diisolasi dari tumbuhan
mengandung residu poliol turunan dari D-glukosa.
• Beberapa struktur gallotanin 
• Hidrolisis dg asam kuat : tanin galat  asam galat dan inti poliol.

81
I.b) Ellagitanin
• Dengan > 500 bahan alam yg telah dikarakterisasi lebih jauh, maka
ellagitanin merupakan kelompok tanin yg terbesar.
• Ellagitanin (tanin elagat) terbentuk dari gallotanin yg mengalami kopling
oksidatif dari minimal 2 unit galloyl.

Respberry Ellagitannins

82
I.c) Kompleks Tannins
• Struktur dari kompleks tanin tersusun dari satu unit gallotanin/ellagitanin
dan satu unit katekin.
Gambar berikut merupakan Acutissimin A yg termasuk kompleks tanin

Tanin Terkondensasi/proantosianidin
• Merupakan polimer dari 2-50 (/ >) unit flavonoid yang terhubung dengan
ikatan karbon-karbon yang tidak mudah terputus dengan cara hidrolisis.
• Semua tanin terhidrolisis dan sebagian besar tanin terkondensasi larut
dalam air, namun beberapa tanin terkondensasi sangat sukar larut air.
• Tanin tsb. tidak dapat dihidrolisis menjadi molekul sederhana dan tidak
mengandung gugus gula (≠ tanin terhidrolisis).
• Proantosianidin: senyawa yg menghasilkan pigmen antosianidin dg
pemutusan oksidatif (bukan hidrolisis) menggunakan alkohol panas
melalui reaksi butanol asam.

83
Bagian Tanaman Sumber Tanin terkondensasi

Kulit batang kayu manis, kina, wild cherry, willow,


akasia (wattle, mimosa)

Bunga jeruk limau

Biji coklat, kola

Buah anggur, cranberries

Daun teh (utamanya teh hijau)

Ekstrak atau getah kering gambir, akasia

• Ciri phlobafen yg berwarna merah pada kulit kina merah mengandung


phlobatanin dan produk dekomposisi-nya.
• Oleh karena itu tanin tersebut sering dinamakan tanin katekol (sebab
menghasilkan katekol), larutan tanin terkondensasi ini jika ditetesi FeCl 3
akan berubah warna menjadi hijau.

SIFAT TANIN
• Dalam air membentuk larutan koloid yang bereaksi asam dan sepat.
• Larutan alkali dapat mengoksidasi oksigen.
• Mengendapkan larutan gelatin dan alkaloid.
• Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein
tsb.  tidak terpengaruh oleh enzim proteolitik.
• Tidak dapat mengkristal.
• Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang
sulit dipisahkan  sulit mengkristal.
• Tanin dapat diidentifikasikan dengan metode kromotografi.
• Senyawa fenol dari tanin mempunyai efek astrigensia & antiseptik, serta
sbg pemberi warna.
• Hidrolisis Tanin: menghasilkan fenol polihidroksi yang sederhana.
1) asam Galat  pirogalol
2) asam Protokatekuat  katekol

84
3) asam Ellagat dan Fenol-fenol lain (asam ellagat dapat disamak  kulit dan
bunga)

SIFAT FISIKA-KIMIA TANIN


• Kelarutan:
 Larut air, juga larut dlm basa encer, alkohol, gliserol, dan aseton.
 Kelarutan rendah dalam pelarut organik
 Larutan dapat mengendapkan logam berat, alkaloid, glikosida, dan gelatin.
 Jika ditambahkan larutan FeCl 3 encer ke dalam ekstrak air daun yang
mengandung tanin, maka akan menghasilkan warna biru kemudian
berubah menjadi oranye-hijau akibat penambahan tsb.
 Asam galat bebas akan memberikan warna oranye dengan penambahan
potasium iodat.

Ekstraksi Tanin
• Tanin dapat diekstraksi menggunakan air dan aseton.
• Hasil optimal dapat diperoleh dari jaringan segar atau jaringan yg sudah
dibuat freeze-dried.
• Hasil optimal tidak diperoleh dari jaringan kering (tanin secara irreversibel
dapat bergabung dg polimer lain).
• Setelah aseton dieliminasi (secara destilasi), pigmen dan lipid akan
terlepas dari larutan-berair dg cara ekstraksi pelarut.
• Ekstraksi dg etil asetat dari larutan-berair dapat memisahkan
proantosianidin dimer dan sebagian gallotanin.
• Polimer proantosianidin dan gallotanin dg BM besar akan terdapat dalam
fase air.
KEGUNAAN TANIN (dlm pengobatan)
• Aktivitas/efek farmakologi tanin disebabkan oleh sifatnya sbg astrigent.
• Tumbuhan (obat) yg mengandung tanin akan mengendapkan protein.
• Efek eksternal:
 lapisan luar dari kulit dan mukosa tahan terhadap air (waterproof)  dapat
melindungi lapisan di bawahnya.

85
 membatasi kehilangan air – melalui peningkatan regenerasi jaringan pada
luka superfisial & luka bakar.
 efek vasokonstriktor pada pembuluh darah kecil superfisial.
Efek internal: anti-diare
• Efek antiseptik (antibakteri/antifungi)  digunakan untuk mengobati diare
karena infeksi dan dermatitis.
• Antioksidan
• Antidotum (pada keracunan logam berat)
• Antiinflamasi
• Astringen untuk menghentikan perdarahan dan hemorrhoid.
• Kemampuan tanin untuk bergabung dg makromolekul:
 mengendapkan selulosa, pektin, dan protein
 sifat astrigensia dan rasa pahit (‘sepet’) disebabkan oleh pengendapan
glikoprotein yg terkandung dalam saliva  saliva akan kehilangan
kemampuan sbg lubrikan akibat adanya tanin.

Aktivitas Antioksidan dari Tanin


• Tanin terhidrolisis merupakan penangkal radikal bebas (free-radical
scavengers) yg lebih kuat daripada tanin terkondensasi.
• Menghambat pembentukan ion superoksida.
• Efek antioksidan dari flavonol dan proantosianidin dalam grape juice &
wine telah dianggap sebagai kandungan utama yg bertanggungjawab untuk
memberikan efek preventif terhadap penyakit kardiovaskuler .

86
Biosintesis Tanin
Biosintesis tanin katekat merujuk kepada biosintesis katekin (flavonoid)

87
88
BIOSNTESIS TANIN

89
MODUL 6

ALKALOID

Kegiatan Belajar 1

Alkaloid

 Deskripsi
Mahasiswa harus memahami seluk beluk tentang alkaloid, mulai dari definisi,
struktur umum, karakteristiknya, biosintesisnya, dan sumber serta
fungsi/bioaktivitasnya.

 Tujuan Pembelajaran Umum


Pembelajaran pada bagian ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami seluk
beluk tentang alkaloid, mulai dari definisi, struktur umum, karakteristiknya,
biosintesisnya, dan sumber serta fungsi/bioaktivitasnya.

 Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti kegiatan belajar ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan definisi, struktur umum, dan karakeristik alkaloid
2. menjelaskan proses biosintesis alkaloid
3. menjelaskan sumber dan fungsi/bioaktivitas alkaloid

 Metode Kuliah
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Kerja Kelompok Kecil

 Alat Bantu
2. LCD Projector

 Waktu
2 sesi x 2 SKS

 Rujukan Utama

1. Dewick, P.M., 1999, Medicinal Natural Products, A Biosynthetic Approach,


John Wiley & Sons Ltd, England.

2. Ahmad, S. A., 1986. Kimia Organik Bahan Alam, Penerbit Karunika, Jakarta

3. Wink, M., 1999, Functions of Plant Secondary Metabolites and Their


Exploitation in Biotechnology, Annual Plant Review, Vol
3.,http://www.amazon.com

90
MATERI

Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan
senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam
nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid.
Senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk
dalam golongan ini.

Gambar 1. Struktur Alkaloid


(Sumber : http://id.wikipedia.org)

Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi


(jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan
mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit
atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid. Alkaloid
ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan, seperti biji, daun, ranting dan
kulit kayu. Kadar alkaloid dalam jaringan tumbuhan sangat kecil (1-15%),
kuinin dalam kulit kina 10%.

Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa)


pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang
apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh
dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal,
misalnya, morfina, striknina, sertasolanina). Hingga sekarang dikenal sekitar
10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam,
sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya.

91
Sifat-sifat alkaloid diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino.
b. Umumnya berupa kristal atau serbuk amorf.
c. Alkaloid yang berbentuk cair yaitu konini, nikotin dan spartein.
d. Dalam tumbuhan berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau
dalam bentuk garamnya.
e. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.
f. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
kloroform, eter dan pelarut organik lainnya yang bersifat relatif non polar.
g. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air.
h. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada
atom N-nya.
i. Alkaloid dapat membentuk endapan dengan bentuk iodide dari Hg, Au dan
logam berat lainnya (dasar untuk identifikasi alkaloid).

Cara Klasifikasi : Jenis struktur molekul sangat bervarisasi


1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik N
2. Berdasarkan jenis tumbuhan, dimana alkaloid ditemukan
3. Berdasarkan Asal-usul biogenetik
Sampai saat ini belum ada penggunaan klasifikasi yang seragam.

Alkaloid tidak mempunyai nama sistematik, umumnya dikenal dengan nama


trivialnya dan diberi akhiran –in, kuinin, morfin, dan striknin.

Klasifikasi berdasarkan cincin heterosiklik

N N
N
N N
H H
H
Pirolidin Piperidin Isokuinolin Kuinolin
Indol

92
Klasifikasi berdasarkan alkaloid yang ditemukan
Cara ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloid yang pertama-tama
ditemukan dalam suatu jenis tumbuhan, contohnya; alkaloid tembakau, alkaloid
amaryllidaceae, alkaloid erythrina, dan sebagainya.
Kelemahan cara ini adalah alkaloid tertentu tidak hanya ditemukan pada suatu
tumbuhan tertentu saja. Misalnya, nikotin tidak hanya ditemukan dalam tumbuhan
suku Solanaceae, tetapi ditemukan juga dalam tumbuhan lain.

Klasifikasi Alkaloid Berdasarkan Biogenetik


1. Alkaloid Alisiklik
O O HO CH2OH
CO2H
HC NCH3 OCCHC6H5
NH2 N
NH2 CH2OH
N
Ornitin CH3 Hiosiamin
Retronesin
Higrin
CH2OH

CO2H O
HC NH O
NH2 NH2
N N
H
Lisin Pseudopeletierin
Isopelitierin Lupinin

2. Alkaloid Aromatik Fenilalanin

R1 CO2H H3CO
CH CH3
CO2H CH3
N
N
HO CH3
R2 H3CO CH3
Hordenin
Fenilalanin : R1=R2=H OCH3
Tirosin : R1=H, R2=OH
Mezkalin
3,4-dihidroksi Fenilalanin : R1=R2=OH

93
H3CO H3CO HO
O

N N+ N
H3CO CH3 O
H3CO CH3
O
OCH3 OCH3 H3CO NCH
3

OCH3 OCH3 HO
Laudanosin Berberin H3CO
Koridin Morfin

3. Alkaloid aromatik Indol OPO3H2 HO2C CH3


N
HO CO2H HO
CH
NH2
NH2 NH2
N N N

H H H

Triptofan Serotonin Psilosibin N


H

Asam lisergat

N
HO
N
N
HO

O O
N
Striknin
Kuinin *)
*) Kuinin mempunyai cincin Kuinolin (bukan indol),
tetapi secara biogenetik bertalian dengan indol

Ciri Struktur Alkaloid


• Kerangka polisiklik dan jenis substituen tidak bervariasi.
• Atom nitrogen ditemukan sebagai gugus amina (-NR 2 ) atau amida (-CO-
NR 2 ). Tidak ada gugus nitro (-NO 2 ) atau Diazo (-N=N-).
• Substituen oksigen ditemukan sebagai gugus fenol (-OH), metoksi (-
OCH 3 ), atau metilendioksi (-OCH 2 O-), pada posisi para dan meta dari
cincin aromatik.
• Substituen N-CH 3 sering ditemukan

94
Biosintesa Alkaloid
Pictet dan Robinson mula-mula menemukan bahwa banyak alkaloid aromatik
mempunyai unit struktur, yaitu b-ariletilamina.
Alkaloid-alkaloid tertentu dari jenis 1-benzilisokuinolin sperti laudanosin
mengandung dua unit b-ariletilamina yang saling berkondensasi.

R1
H3CO
β
R1
α NH
N
R2
H3CO CH3
N R1
R2 OCH3

Unit β-ariletilamina
R2
OCH3
Laudanosin

Prinsip : Kondensasi Mannich


O
-CO2 O- H OH
-NH2 R H
Aldehid I +
Asam amino R C N R R C N R
- CO2 H H R1
H R1
N
R H
Amina R +
Primer : R1=H C N R
Sekunder : R1 =alkil H
R1
I : Pembentukan C-N Imina : R1=H
II : Pembentukan C-C C C
Imonium :
O
R1=alkil
H Enol/fenol

II

R
R

Alkaloid C C N
R1
O H

reaksi-reaksi sekunder

95
Hubungan biogenetik Alkaloid turunan 1-Benzilisokuinolin

[o]; -CO2

CO2H HO HO
-CO2 CHO

NH2 NH2
HO HO HO
Tirosin 3,4-Dihidroksitiramin

HO H3CO

NH N
HO H3CO CH3

OH OCH3
H3CO Laudanosin
Norlaudanosin
A B
N OH OCH3
HO CH3

OH
Retikulin
C

OCH3

H3CO H3CO H3CO

A B A B -
+ OH
N +N N
HO CH3 [o] HO CH2 HO

OH OH OH

Retikulin Berberin
OCH3 OCH3 OCH3

H3CO HO
H3CO

HO
HO
O
B N N
N
CH3 CH3
CH3
A
H3CO HO
H3CO
O
OH Morfin
Salutaridin

96
Biosintesa Beberapa Alkaloid Indol
CO2H HO

NH2 NH2
N N
H H
Triptofan Serotonin
OPO3H2

HO

N(CH3)2
N
H
Psilosibin

HOH2C
NHCH3

OOP H2N

CO2H

NH2 N
H N
N H
H
Triptofan
HO2C Chanoklavin
N CH3 N CH3

N N
H H

Agroklavin Asam lisergat

HO
CHO

O-glukosa O-glukosa
OPP

O O
H3CO2C H3CO2C
Loganin Secologanin

CO2H

NH2
N
H
Triptofan

N+ NH
N N
H H
O-gluk.

O O
H3CO2C H3CO2C

Serpentin Striktosidin

97
POTENSI KIMIA BAHAN HAYATI LAUT
Kimia Bahan Alam Kimia Bahan Hayati Laut
Kenapa Sumberdaya Laut?

Beberapa contoh biota laut yang memiliki bioaktivitas


1. Seaweed (Marine Algae)

98
2. Seagrass

3. Marine Microalgae

99
4. Marine Echinoderm

5. Marine Mollusca

100
ISOLASI DAN UJI BIOAKTIVITAS SENYAWA BAHAN ALAM

Pada dasarnya isolasi senyawa kimia dari bahan alam itu adalah sebuah
usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga kita
dapat menghasilkan senayawa tunggal yang murni. Suatu organisme mengandung
ribuan senyawa, baik yang dikategorikan sebagai metabolit primer ataupun
metabolit sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami ini
mentargetkan untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder, karena senyawa
metabolit sekunder memiliki berbagai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan
dalam berbagai bidang oleh manusia.
Secara garis besar tahapan dalam isolasi senyawa dari bahan alam adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik.
2. Melakukan pemisahan dengan berbagai metoda kromatografi antara lain
menggunakan metoda partisi, kromatografi kolom, Kromatografi planar,
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau High Performance Liquid
Chromatography (HPLC)
3. Elusidasi struktur senyawa yang telah diisolasi dengan menggunakan
berbagai metoda spektroskopi seperti inframerah, spektum massa, NMR
4. Uji aktivitas farmakologis senyawa yang telah berhasil diisolasi

A. EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan
pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang
datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan
cara difusi.
Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah
menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak
larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan

101
terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di
luar bahan.
Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain:
1. Jumlah simplisia yang akan diesktrak
2. Derajat kehalusan simplisia
Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga proses
ekstraksi akan lebih optimal.
Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi berkaitan dengan
polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi
adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/
terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Berkaitan
dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan pelarut yaitu:
- Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang polar dari sampel bahan alam. Pelarut polar cenderung universal
digunakan karena biasanya walaupun polar, tetap dapat menyari senyawa-
senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh pelarut polar
adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
- Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan
dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa
semipolar dari sampel bahan alam. Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat,
kloroform
- Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk
mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar.
Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: heksana,
eter.
Beberapa syarat-syarat pelarut yang ideal untuk ekstraksi:
- Tidak toksik dan ramah lingkungan
- Mampu mengekstrak semua senyawa dalam simplisia

102
- Mudah untuk dihilangkan dari ekstrak
- Tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa dalam simplisia yang diekstrak
- Murah/ ekonomis

Lama waktu ekstraksi


Lama ekstraksi akan menentukan banyaknya senyawa-senyawa yang terambil.
Ada waktu saat pelarut/ ekstraktan jenuh. Sehingga tidak pasti, semakin lama
ekstraksi semakin bertambah banyak ekstrak yang didapatkan.

Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus
dinding sel dan masuk ke rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan
larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel
dengan yang di luar sel, maka larutan yang lebih pekat didesak ke luar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di
luar sel dan di dalam sel.
Keuntungan cara ekstraksi menggunakan maserasi adalah cara pengerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh. Ekstrak yang telah
diperoleh kemudian dijernihkan dengan penyaringan kemudian dipekatkan dalam
vakum. Hal ini sekarang bisa dilakukan dalam rotary evaporator yang akan
memekatkan larutan menjadi volume kecil (Harborne, 1987).
Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan
memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa
bahan alam dalam pelarut tersebut. Teknik maserasi terutama digunakan apabila
senyawa organik yang terdapat pada bahan alam menunjukkan presentasi yang
cukup banyak. Serta ditemukan pelarut untuk melarutkan senyawa organik tanpa
pemanasan. Biasanya cara ini membutuhkan waktu agak lama dan agak sulit
mencari pelarut organik yang baik untuk melarutkan senyawa yang terkandung
dalam sampel. Akan tetapi jika struktur senyawa yang akan diisolasi sudah
diketahui, maka metode perendaman ini merupakan metode yang paling praktis.

103
Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak
digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam. Hal ini disebabkan
metanol dapat melarutkan hampir seluruh golongan metabolit sekunder. Setelah
proses maserasi selesai, dilakukan penyaringan untuk memisahkan residu dan
filtratnya. Filtrat yang mengandung campuran senyawa-senyawa aktif dipekatkan
dengan pelarutnya diuapkan menggunakan alat rotary evaporator.

Gambar 9. Alat rotary evaporator

B. FRAKSINASI
Fraksinasi merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk memisahkan
golongan utama kandungan yang satu dari kandungan golongan utama yang
lainnya berdasarkan perbedaaan kepolaran. Fraksinasi merupakan prosedur
pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan kepolaran tergantung
dari jenis senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Dalam metode fraksinasi
pengetahuan mengenai sifat senyawa yang terdapat dalam ekstrak akan sangat
mempengaruhi proses fraksinasi. Oleh karena itu, jika digunakan pelarut polar
sebagai pengekstraksi maka senyawa yang terekstraksi akan bersifat polar. Jika
digunakan pelarut non polar misalnya heksan, maka senyawa yang terekstraksi
bersifat non polar dalam ekstrak (Harborne, 1987). Dalam fraksinasi biasanya
dilakukan fraksinasi bertingkat menggunakan pelarut organik yang menaik sifat
kepolarannya, dimulai dengan heksan, kemudian etil asetat, dan terakhir dengan
pelarut n-butanol.

104
Gambar 10. Fraksinasi dengan Corong Pisah

C. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)


Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk mengetahui apakah
senyawa hasil isolasi sudah murni. Apabila noda yang dihasilkan hanya satu,
maka kemungkinan hasil isolasi tertentu adalah murni. Akan tetapi untuk
memastikannya perlu dilakukan variasi pelarut yang digunakan sebagai pengelusi.
Jika elusi dengan variasi pelarut tetap memberikan noda tunggal, maka dapat
diperkirakan senyawa hasil isolasi sudah murni.
KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering
digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan
KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas.

Gambar 11. Bejana Kromatografi Lapis Tipis

Peralatan KLT

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan


adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam

105
KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas
senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa pelarut yang berbeda
polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan
cara trial and error, berdasarkan pada pengetahuan sifat kepolaran senyawa target
dan sifat kepolaran pelarut organik.
Lapisan yang memisahkan terdiri dari atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang
cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
kemudian plat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan) dan selanjutnya senyawa tidak berwarna harus
ditampakkan. Pereaksi noda pada plat KLT bervariasi tergantung dari senyawa
yang akan diamati. Untuk noda yang mengalami fluoresensi warna pengamatan
noda dapat dilakukan dengan lampu UV pada serapan panjang gelombang 254 nm
dan 365 nm.
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata
pertikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Lempeng KLT disiapkan dengan melapiskan penjerap ke permukaan
lapisan kaca, gelas, atau aluminium dengan ketebalan 250 µm. Lempeng KLT
telah tersedia di pasaran dengan berbagai ukuran dan telah ditambah dengan
reagen fluoresen untuk memfasilitasi deteksi bercak solut. Di samping itu,
lempeng KLT yang tersedia di pasaran sudah ditambah dengan reagen fluoresen
untuk memfasilitasi deteksi bercak solut.

1. Aplikasi (Penotolan) Sampel


Pemisahan pada KLT yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan
sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam
prosedur kromatografi yang lain, jika sampel terlalu banyak maka akan
menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan secara
otomatis lebih dipilih daripada penotolan manual terutama jika sampel yang akan

106
ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan
bercak yang menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas,
volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang
akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara
bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
2. Pengembang
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang
sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng
lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih
0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah
berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume
fase gerak sedikit mungkin. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya
bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas
kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses
elusi, bejana kromatografi harus ditutup rapat, misalkan dengan lembar
aluminium dan sebagainya.
3. Deteksi Bercak
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun
biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah mereaksikan bercak dengan
suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara
fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah pencacahan
radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama
untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika
senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator
yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar
belakangnya akan kelihatan berfluoresensi.
Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak:
a. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan
bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus

107
fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang
lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi
pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
b. Mengamati lempeng di bawah lampu ultra violet dengan panjang
gelombang emisi 254 atau 366 nm untuk menampakkan solut sebagai
bercak yang gelap atau bercak yang berfluoresensi terang pada dasar yang
berfluoresensi seragam. Lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli dalam
bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fluoresen yang tidak
larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar
fluoresensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen
fluoresensi setelah dilakukan pengembangan.
c. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu
dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak
sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.

Gambar 12. Hasil Kromatografi Lapis Tipis

D. KROMATOGRAFI KOLOM
Kromatografi kolom digunakan untuk pemisahan campuran beberapa
senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fase padat
dan fase cair (pelarut organik), maka fraksi-fraksi senyawa akan menghasilkan
kemurnian yang cukup tinggi.
Penentuan pelarut terbaik dilakukan dengan telah pendahuluan pada plat
KLT dan kemudian pemisahan dialihkan ke kromatografi kolom dengan
memperhatikan bahwa penjerap diaktifkan dulu dengan tepat. Jika kita melakukan
pemisahan memakai silika gel, kita harus memakai silika gel untuk kromatografi
kolom (Hostettman, 1995).

108
Umumnya kolom terbuat dari gelas dengan diameter 1-4 cm dengan
panjang 5-60 cm. Fase gerak bergerak melintasi fase diam (fase stasioner) dengan
tenaga gravitasi, serapan lembut atau diberi tekanan atau pompa vakum.
Komponen-komponen yang telah terpisah dari campurannya bergerak terbawa
fase gerak ke bawah kolom. Jumlah komponen penyusun campuran dapat terlihat
sebagai cincin-cincin berwarna sepanjang kolom gelas. Akhirnya, komponen-
komponen dari campuran meninggalkan kolom gelas satu persatu dan dapat
ditampung pada tempat yang berbeda.
Tabung pemisah yang diisi dengan bahan fasa diam disebut kolom
pemisah. Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya
paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-
OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu
membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat
polar.
Semakin polar suatu zat maka semakin tertahan kuat ke dalam adsorben
silika gel ini. Zat-zat non polar (seperti hidrokarbon-hidrokarbon jenuh) tidak
mempunyai afinitas atau mempunyai sedikit afinitas terhadap adsorben polar,
sementara zat yang terpolarisasi (seperti hidrokarbon-hidrokarbon tak jenuh)
mempunyai afinitas yang kecil terhadap adsorben polar disebabkan adanya
interaksi dipol atau interaksi-interaksi yang diinduksi oleh dipol. Senyawa polar,
terutama yang mampu membentuk ikatan hidrogen, akan terikat kuat pada
adsorben karenanya butuh fase gerak yang cukup polar untuk mengelusinya.
Pengisian tabung pemisah dengan adsorben, yang juga disebut kemasan
kolom, harus dilakukan secara hati-hati, harus rata. Aluminium oksida atau silika
gel dapat diisikan kering ke dalam tabung pemisah. Agar pengisian rata, tabung
setelah diisi divibrasi, diketok-ketok, atau dijatuhkan lemah pada plat kayu.
Adsorben lainnya harus diisikan sebagai suspensi, terutama jika zat ini dapat
menggelembung dengan pelarut pengembang. Hal yang umum dilakukan adalah
adsorben dibuat seperti bubur dengan pelarut elusi, kemudian dimasukkan ke
dalam kolom.
Zat yang bergerak cepat yang sama sifatnya dengan eluen akan segera
meninggalkan kolom selama proses kromatografi dan akan muncul sebagai eluat
yaitu cairan yang keluar. Eluat ditampung dengan bantuan sejumlah tabung/botol
vial. Zat yang bergerak lambat, selama proses kromatografi tidak akan terelusi.
Zat ini akan tinggal tetap dalam kolom dan setelah berakhirnya pengembangan
dan pemisahan dielusi dari adsorben dengan pelarut sesuai. Setelah proses

109
kromatografi selesai, pada eluat yang dihasilkan dilakukan kromatografi lapis
tipis. Eluat yang memberikan noda dengan Rf yang sama pada pelat KLT
digabungkan menjadi satu fraksi yang sama.

Uji Bioaktivitas

Senyawa bahan alam memiliki berbagai aktivitas biologis, diantaranya aktivitas


sebagai antibakteri, antikanker, antioksidan, antidiabetes, antikolesterol, dan lain-
lain. Hal itulah yang harus diselidiki lebih lanjut dalam mata kuliah Teknologi
Bahan Alam ini. Senyawa bahan alam yang diperoleh dari proses isolasi
diharapkan tidak sekedar murni, tapi memiliki aktivitas biologi.

1. Uji Antioksidan
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas
antioksidan suatu senyawa adalah dengan metode DPPH. Untuk mengetahui
berapa besar daya peredamannya maka dilakukan pengukuran absorbansi dengan
spektrofotometer. Peredaman (inhibisi) terhadap radikal bebas dinyatakan dalam
persen, dan aktivitas antioksidan dinyatakan dengan IC 50 yang menunjukkan
konsentrasi sampel antioksidan dapat meredam aktivitas DPPH sebesar 50%.
Nilai IC 50 yang semakin kecil menunjukkan aktivitas antioksidan semakin tinggi.
Pembanding yang digunakan adalah α- tokoferol.
IC 50 adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu
menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC 50 berarti
semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan
sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC 50 kurang dari 50, kuat bila IC 50
antara 50-100, sedang bila IC 50 bernilai 101-150, dan lemah bila IC 50 bernilai
151-200. Antioksidan dinyatakan sangat kuat jika nilai IC 50 kurang dari 50.
Metode DPPH dipilih karena karena karena sederhana, cepat, dan
memerlukan sedikit sampel. Vitamin E (α-tokoferol) digunakan sebagai
pembanding positif karena α-tokoferol berfungsi sebagai antioksidan alami dan
digolongkan menjadi golongan antioksidan sekunder. Antioksidan sekunder dapat
menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai.

110
2. Uji Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri didefinisikan sebagai suatu metode untuk
menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Aktivitas zat
antibakteri terhadap suatu bakteri menggunakan metode Difusi Lempeng Agar
(Agar Disk-Diffusion Assay) ditentukan oleh diameter zona hambat yang
terbentuk. Semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk maka bakteri
semakin terhambat pertumbuhannya, semakin besar pula potensi senyawa tersebut
sebagai senyawa antibakteri.
Diameter zona hambat didapatkan dari hasil uji aktivitas antibakteri yang
merupakan gambaran penghambatan pertumbuhan bakteri oleh aktivitas
antibakteri yang terkandung dalam ekstrak sampel. Zona hambat yang terbentuk
berupa zona bening. Semakin besar zona hambat yang terbentuk, semakin besar
kemampuan ekstrak menghambat pertumbuhan bakteri. Diameter zona hambat
dinyatakan dalam satuan millimeter. Sebagai standar pengukuran zona digunakan
standar pengamatan yaitu:
1. Daerah zona hambat dengan diameter lebih dari 20 mm menunjukkan
bahwa sampel sangat berpotensi sebagai antibakteri.
2. Daerah zona hambat dengan diameter antara 10-20 mm menunjukkan
bahwa sampel berpotensi sebagai antibakteri.
3. Daerah zona hambat dengan diameter kurang dari 10 mm menunjukkan
sampel kurang berpotensi sebagai antibakteri.

PRAKTIKUM
Praktikum I : Uji Antioksidan
Tujuan : melakukan uji antioksidan pada senyawa bahan alam yang telah
diperoleh dari hasil isolasi
Prinsip : Perubahan warna menunjukkan perubahan konsentrasi larutan DPPH dan
diukur menggunakan alat spektrofotometer
Parameter yang diamati : %inhibisi
% Inhibisi =

111
Prosedur

Sebanyak 2 mg ekstrak bahan alam dilarutkan dalam metanol dan dibuat dalam
berbagai konsentrasi (500, 250, 125, 62,50 dan 31,25 ppm). Masing-masing
sebanyak 2 ml larutan ekstrak tersebut ditambahkan dengan 3 ml larutan DPPH 20
ppm dan dibiarkan selama 20 menit dan terhindar dari cahaya. Pengukuran
absorban dilakukan pada panjang gelombang 517 nm dengan menggunakan
sektrofotometer.
Setelah kelima konsentrasi tersebut dihitung, hasil dari perhitungan tersebut
dihitung menggunakan Microsoft Excel untuk mencari persamaan regresi
linearnya. Setelah nilai persamaan linear ditemukan maka nilai IC 50 dapat di
tentukan dari rumus y = ax + b, dimana nilai y merupakan nilai dari konsentrasi
radikal bebas yaitu 50 dan nilai x yang dicari merupakan nilai IC 50 . Bagan alur uji
Ditambah
antioksidan larutanpada
dapat dilihat DPPH 20 ppm
gambar sebanyak
di bawah ini.3 mL

Sampel dilarutkan dalam metanol, dibuat konsentrasi tertentu


(larutan stok)

Dibuat lima konsentrasi pengujian dari larutan stok yaitu 500


ppm; 250 ppm; 125 ppm; 61,50 ppm ; 31,25 ppm

Campuran didiamkan pada suhu ruangan selama 20 menit

Diukur absorbansi dengan spektrofotometer pada λ = 517 nm,


kemudian hitung persentase inhibisi

Dihitung nilai IC50 dari persamaan linear

Gambar 16. Bagan alur uji antioksidan

112
Tabel 3. Hasil IC 50 pada Uji Antioksidan
Sampel Konsentrasi Absorban Inhibisi Regresi IC 50 = x
(ppm) (%) Linear (ppm)

DPPH 20 - -
(517nm)
500
y = a + bx
250
Ekstrak (dicari
125
pekat persamaan
62,5
reg linier)
31,25
500
y = a + bx
250
α– (dicari
125
tocoperol persamaan
62,5
reg linier)
31,25

Praktikum II. Uji Aktivitas Antibakteri


Prosedur uji aktivitas antibakteri adalah sebagai berikut :
1. Isolat bakteri uji dengan kepadatan 106 sel bakteri yang telah dikultur pada
media NB (Nutrient Broth) dioleskan di permukaan media NA (Nutrient
Agar) pada cawan petri dengan menggunakan cotton bud steril.
2. Sebanyak 20 μl ekstrak diteteskan pada paper disc dengan menggunakan
pipet mikro, selanjutnya paper disc yang telah mengandung ekstrak
diletakkan pada permukaan media inokulasi dengan menggunakan pinset.
3. Bakteri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30ºC.
4. Diameter zona hambatan yang terbentuk diukur dengan menggunakan
jangka sorong.

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri yang memiliki sifat patogenisitas,
contohnya Vibrio eltor, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, dan Escherichia

113
coli. Sedangkan konsentrasi yang digunakan mulai dari 10 ppm, 100 ppm, 1000
ppm, 10.000 ppm, sampai 100.000 ppm.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Antibakteri

Zona Hambat (mm)


No Konsentrasi (ppm) V. eltor B. subtillis S. aureus E.coli
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
1 Ekstrak pekat 10
100
1000
10000
100000
2 Fraksi n-heksan 10
100
1000
10000
100000
3 Fraksi Etil asetat 10
100
1000
10000
100000
4 Fraksi n-butanol 10
100
1000
10000
100000
5 Kontrol positif 10
100
1000
10000
100000

114
LAMPIRAN
1. Dokumentasi ketika melakukan SCL dengan metode Group Discussion

115

Vous aimerez peut-être aussi