Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Susu sapi seringkali merupakan alergen pertama sebagai penyebab sensitisasi pada bayi. Paparan
sudah mulai sejak dalam kandungan karena makanan dan minuman ibu juga permeabel terhadap
sawar darah plasenta. Ketika Asi belum siap segera setelah lahir, susu sapi juga yang pertama kali
diberikan. Maka bisa dimaklumi bahwa susu sapi adalah alergen pertama yang didapat oleh bayi.
Setelah terjadi sensitisasi alergi susu sapi, proses kaskade inflamasi alergi tidak berhenti, tetapi
berlanjut dengan sensitisasi makanan yang lain, dan alergen hirupan.
Diagnosis alergi ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis dan eliminasi-profokasi. Seringkali
infeksi virus menyerupai gejala penyakit alergi misalnya bronkiolitis. Memastikan alergi susu sapi
tidak mudah karena dalam keadaan tertentu tes alergi seperti tes kulit atau tes darah tidak bisa
memastikannya. Secara laboratoris seringkali sulit untuk memastikan bayi menderita alergi susu sapi.
Karena dalam keadaan tertentu tes alergi khususnya tes kulit dan tes darah masih belum bisa
memastikan adanya alergi susu sapi atau tidak . Sebab partikel makanan yang menuju organ sasaran
bukan seperti ekstrak tes alergi, tetapi hasil pencernaan enzimatis usus. Uji kulit positif belum tentu
alergi, sebaliknya uji kulit negative belum tentu tidak alergi. Tidak mudah untuk menentukan
pemilihan susu yang terbaik untuk bayi alergi. Seringkali sulit memastikan apakah seseorang alergi
susu sapi atau intoleransi atau bereaksi terhadap kandungan tertentu dari kandungan yang ada di
dalam formula. Formula yang paling tepat adalah yang tidak menimbulkan gangguan. Bila timbul
gejala pada salah satu formula tersebut kita harus pilih formula satu tingkat lebih aman di atasnya.
GEJALA REAKSI ALERGI SUSU SAPI ATAU REAKSI SIMPANG SUSU FORMULA
Gangguan akibat ketidakcocokan susu formula bisa timbul karena reaksi cepat atau timbulnya gejala
kurang dari 8 jam. Pada reaksi lambat atau gejala baru timbul setelah lebih dari 8 jam. Tanda dan
gejala ketidakcocokan susu formula atau alergi susu hampir sama dengan alergi makanan.
Gangguan tersebut dapat mengganggu semua organ tubuh terutama pencernaan, kulit, saluran
napas dan organ lainnya.
Manifestasi klinis yang sering diperberat dan dikaitkan karena reaksi alergi atau reaksi simpang susu
formula
Saluran cerna : Pada bayi : sering muntah/gumoh, kembung,”cegukan”, sering buang angin, sering
rewel, gelisah atau kolik terutama malam hari). Sering buang air besar (> 3 kali perhari), tidak BAB
tiap hari. Kotoran berbau asam, warna hijau atau berak darah. Lidah/mulut sering timbul putih. Pada
anak lebih besar : mulut berbau, sulit buang air besar, BAB tidak tiap hari, kotoran bulat-bulat seperti
kotoran kambing, berbau asam, warna hijau tua atau hitam, nyeri perut.
Kulit sensitif, sering timbul bintik atau bisul kemerahan terutama di pipi, telinga dan daerah yang
tertutup popok. Kerak di daerah rambut.Timbul bekas hitam seperti tergigit nyamuk. Kotoran telinga
berlebihan. Kulit Kepala Berkerak. Sering berkeringat (berlebihan), kepala, telapak tangan atau
telapak kaki sering teraba sumer/hangat.
Saluran napas : Pada bayi : Napas grok-grok, kadang disertai batuk ringan, terutama malam dan pagi
hari. Sering bersin, pilek, beringus encer jernih, bila tidur kepala sering miring ke salah satu sisi
karena hidung buntu sebelah. Minum ASI sering tersedak atau minum dominan hanya satu sisi
bagian payudara. Mata berair atau sering timbul kotoran mata (belekan) salah satu sisi/kedua sisi.
Pada anak besar : sering batuk, batuk lama (>2 minggu), pilek, (terutama malam dan pagi hari siang
hari hilang) sinusitis, bersin, sesak, asma dan suara serak.
Beberapa pilihan untuk pengganti susu sapi beragam menurut kondisi setiap bayi. Susu pengganti
tersebut meliputi ASI, susu soya, susu kambing, susu hidrolisa total, susu hidrolisat parsial, dan
sintesi asam amino.
Susu ini direkomendasikan untuk penderita yang beresiko tinggi alergi sebelum menunjukkan adanya
gejala alergi. Penelitian menunjukkan pemberian Formula hidrolisa Parsial dapat menimbulkan
toleransi imun, mencegah onset gejala alergi yang dapat ditimbulkan.
Susu Soya
Susu formula soya adalah susu formula bebas laktosa untuk bayi dan anak yang mengalami alergi
terhadap protein susu sapi, bukan sebagai pencegahan primer. Nutrilon Soya adalah susu formula
bebas laktosa yang aman dipakai oleh bayi/anak yang sedang menderita diare atau memerlukan diet
bebas laktosa. Soya menggunakan isolat protein kedelai sebagai bahan dasar. Isolat protein kedelai
tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang setara dengan susu sapi.
Seperti halnya pada ASI, kalsium dan fosfor pada susu formula soya memiliki perbandingan 2:1 untuk
menunjang pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Susu formula ini juga ada yang mengandung
asam lemak esensial, yaitu Omega 6 dan Omega 3 dengan rasio yang tepat sebagai bahan dasar
pembentukan AA & DHA untuk tumbuh kembang otak yang optimal.
Karbohidrat pada formula soya adalah maltodextrin, yaitu sejenis karbohidrat yang dapat ditoleransi
oleh sistem pencernaan bayi yang mengalami kerusakan saat mengalami diare ataupun oleh sistem
pencernaan bayi yang memang alergi terhadap susu sapi. Susu formula soya (kedelai) kurang sama
manfaat nutrisinya dibandingkan formula hidrolisat ekstensif. Hal ini terbukti dari meta-analisis
perbandingan gisi antara formula soy dibanding formula pHF (HA) dan eHF ternyata tidak berbeda
dalam tumbuh kembang bayi.
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 170 bayi alergi susu sapi didapatkan susu soya bisa
diterima oleh sebagian besar bayi dengan alergi susu sapi baik IgE dan Non IgE . Pembentukan IgE
berkaitan dengan susu soya termasuk jarang. Susu soya direkomendasikan untuk alternatif pilihan
pertama pada penderita alergi susu sapi pada usia di atas 6 bulan.
Penderita alergi dengan gangguan saluran cerna terutama sulit buang air besar, konstipasi,
perdarahan, CMPSE, sering kali tidak membaik dengan pemberian soya. Tetapi bayi dengan keluhan
muntah (GER), rinitis, napas bunyi grok-grok atau hipersensitifitas bronkus) responnya sangat
bagus.
Susu Kambing
Di beberapa daerah ada kebiasaan minum susu kambing, dan digunakan untuk pengganti susu sapi
manakala terdapat reaksi simpang susu sapi. Susu kambing bukan merupakan susu dengan nutrisi
yang lengkap untuk bayi. Kandungan vitamin seperti asam folat, vitamin B6, B12, C, and D, sangat
kurang untuk kebutuhan pertumbuhan tetapi kaya mineral.
Susu kambing dan susu sapi memiliki kesamaan struktur kimia sebagai bahan alergen. Sehingga
susu kambing biasanya tidak bisa ditoleransi juga oleh penderita alergi susu sapi.
Rasa susu formula ini relatif lebih enak dan lebih bisa rasanya lebih bisa diterima oleh bayi pada
umumnya.
Neocate digunakan untuk mengatasi gejala alergi makanan persisten dan berat. Seperti Multiple
Food Protein Intolerance, alergy terhadap extensively hydrolysed formulae, alergi makanan dengan
gangguan kenaikkan berat badan, alergi colitis, Gastrointestinal allergy, GER yang tidak berespon
dengan terapi standar.
Bayi-2 yang mengalami diare berkepanjangan diberi susu formula rendah laktosa (low Lactose) atau tanpa
laktosa (Lactose Free, Non Lactose).
Kesimpulan:
1. Pertimbangan yang tepat memilih susu formula untuk bayi alergi adalah susu yang sesuai dengan
status alergi bayi dan tidak mengganggu pertumbuhan. Bayi bisa dalam status resiko alergi atau
sensitisai alergi atau sudah menderita alergi, atau alergi berat.
2. Bayi dalam status resiko alergi dan sensitisasi alergi baik diberi susu formula hidrolisat parsial.
3. Bayi dalam status menderita alergi baik diberi susu formula hidrolisat total, atau susu formula
kedelai kalau berusia diatas 6 bulan, atau tidak menderita alergi gastrointestinal, misalnya kolik,
gastrointestinal haemorrhage, protein loosing enteropathy atau CMPSE.
4. Untuk bayi dengan status alergi berat atau dengan gastrointestinal alergi, sebaiknya diberi susu
formula asam amino
Anthropometric Definitions of
Malnutrition
Stunted: Stunted growth refers to
low height-for-age, when a child is
short for his/her age but not
necessarily thin. Also known as
chronic malnutrition, this carries
long-term developmental risks.
Under-weight: Under-weight
refers to low weight-for-age, when
a child can be either thin or short for
his/her age. This reflects a
combination of chronic and acute
malnutrition.
Stunted and Under-weight
children are most likely to suffer
from impaired development and are
more vulnerable to disease and
illness.
Mothers should monitor their
babies' growth from birth by taking
them monthly to the local clinic
where they will be weighed and
have their growth plotted on a chart.
This should ensure that correct
information and advice are
provided to mothers support the
appropriate growth of their babies.
Wasted: Wasted refers to low
weight-for-height where a child is
thin for his/her height but not
necessarily short. Also known as
acute malnutrition, this carries an
immediate increased risk of
morbidity and mortality. Wasted
children have a 5-20 times higher
risk of dying from common
diseases like diarrhoea or
pneumonia than normally
nourished children.
Based on anthropometric criteria,
acute malnutrition can be divided
into severe or moderate. Children
with acute malnutrition need
immediate medical attention. A
child suffering from severe
malnutrition is at risk of dying if not
treated immediately.
Marasmus: When children do not
get enough energy-giving food their
bodies become thin and they feel
weak. Children with marasmus look
old and wrinkled. Their skin is dry
and their faces are thin, with
sunken cheeks and large eyes.
Their abdomen looks swollen. They
present sagging skin on legs and
buttocks. Children with marasmus
cry a lot, are very irritable and have
increased greedy appetite. They
are liable to all kind of disease.
Kwashiorkor: When children do
not get enough variety of the right
kind of food, for example when they
eat only cereal-based porridge,
their bodies (especially their
stomachs and legs) swell so they
may look fat. Micronutrient
deficiency, particularly anti-oxidant
nutrients, might be a probable
cause. Sores develop on their skin
and at the corner of their mouths.
Their skin becomes pale and starts
to peel off. Kwashiorkor children
are most likely to lose their appetite
and an interest in their
surroundings.
Kwashiorkor children present with
what is called pitting oedema in
both feet and lower limbs. Oedema
can also expand to the whole body.
Marasmus and kwashiorkor
symptoms can be combined. A
child suffering from these
conditions is at risk of dying. See
Malnutrition Management
Children with height-for-age Z-score below minus two standard deviations (−2 SD) from the median
of the WHO reference population are considered to be stunted or chronically malnourished while
children who are below minus three standard deviations (−3 SD) from the reference median are
considered severely stunted.