Vous êtes sur la page 1sur 10

BAB I

RINGKASAN ARTIKEL

Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) diklasifikasikan sebagai


ketidakmampuan belajar yang sebagian besar terjadi selama masa kanak-kanak. Anak-
anak dengan ADHD biasanya sulit untuk memperhatikan, mengikuti arah dan
mengatur tindakan mereka. Angka anak dengan ADHD di Amerika pada anak usia
sekolah adalah sekitar 6,4 juta, sedangkan untuk prevalensi ADHD di Arab Saudi
sendiri sekitar 13% yang mewakili populasi di Arab. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi efek penerapan terapi bermain pada anak-anak dengan ADHD yaitu
dengan menilai kurangnya perhatian anak-anak terhadap sesuatu, serta merancang dan
mengimplementasikan terapi bermain terhadap anak-anak dengan ADHD.
Metode penelitian ini dengan menggunakan quasi eksperimental, dan pengambilan
sampel dengan teknik purposive sampling, subjek penelitian terdiri dari 40 anak-anak
prasekolah dan usia sekolah dengan ADHD dengan didampingi guru dan orangtua.
Hasil penelitian ini yaitu mayoritas anak-anak (87,5%) tidak memiliki saudara kandung
dengan ADHD. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa anka dengan ADHD lebih
dari separuh anak-anak laki-laki dan hampir dua pertiga (65%) dan usia berusia 6-12
tahun (usia sekolah). Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak tidak
memiliki penyakit kronis (85%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anak-
anak dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang moderat (85%).
Mengenai efek penerapan terapi bermain pada anak-anak belajar emosional dan
masalah perilaku seperti yang dilaporkan oleh orang tua mereka, ada statistik
perbedaan signifikan sebelum dan sesudah terapi bermain tentang mempelajari
gangguan-gangguan emosional anak-anak, ketakutan, dan kecemasan, kegelisahan,
tangisan dan gangguan tidur, (p- nilai ≤0,1 yang berarti ada perbedaan signifikan, p-
nilai pada seluruh gangguan emosional dan masalah perilaku yaitu p- 0,00) Sementara
itu, tidak ada perbedaan statistik mengenai depresi, agresi, dan menggigit kuku (p- nilai
≥ 0,06 tidak ada perbedaan signifikan, p-nilai pada depresi yaitu p-0,42, p-nilai pada
agresi yaitu p-0,20, dan p- nilai pada menggigit kuku yaitu p-0,31), ini bisa disebabkan
oleh penyakit lain yang disertai dengan ADHD. Hasil ini didukung oleh Nigussie
(2013), Welch (2015) dan Al Khateeb (2011) menyebutkan bahwa hanya dengan
beberapa sesi bermain terapi terutama dalam pengaturan, terapi bermain anak-anak
terpusat (CCPT) dan terapi cerita memiliki efek positif pada gejala yang berkaitan
dengan ADHD dan kondisi emosional pada anak ADHD. Hasil studi saat ini
menjelaskan bahwa, ada statistik yang tinggi perbedaan signifikan terapi pra dan pasca
bermain. Hasil ini konsisten dengan Barzegary dan Zamini (2011) yang menunjukkan
efek terapi bermain berkisar dari efek positif sedang hingga tinggi terutama ketika ada
keterlibatan orang tua yang aktif, hasil studi ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
statistik yang signifikan sebelum dan sesudah menerapkan terapi bermain. Terapi
bermain dapat mengurangi gejala ADHD dan itu bisa digunakan sebagai metode
pengobatan untuk anak-anak ADHD.
BAB II

PENDAHULUAN

Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kondisi perkembangan


yang berkaitan dengan system saraf (terkait dengan fungsi otak) yang biasanya
didiagnosis pada anak-anak. Anak dengan ADHD biasanya kerap kali mengalami
kesulitan dalam konsentrasi, akivitas motorik berlebihan, kecemasan dan kesulitan
mengendalikan perilaku implusif (Goodman & Livingston). Menurut WHO prevalensi
ADHD adalah sekitar 2,2 hingga 17,8% yang terjadi tiap tahun didunia. (Azzam,et al
2017). Prevalensi anak usia sekolah didiagnosis dengan ADHD di Amerika sekitar 6,4
juta kejadian atau sekitar 11% (Saied & al, 2017). Menurut American Psychiatric
Association pada tahun 2013 menyatakan bahwa sekitar 5% anak tiap kelahiran
mengalami ADHD (Association, 2013). Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
meningkatkan mengetahuan pembaca dan mengurangi cara pengobatan dari
farmakologi menuju ke non farmakologi, hal ini dikarenakan efek samping yang
ditimbulkan dari penggunaan farmakologi, sebagaimana penyelidikan pada tahun 2003
mengenai persepsi dokter terhadap obat-obatan ADHD menemukan bahwa efek
samping dari obat ADHD adalah penurunan nafsu makan atau penurunan berat badan,
gangguan tidur dan kecemasan (Collingwood, 2011). Melalui paparan permasalahan
diatas dapat diketahui bahwa pengobatan farmakologi dapat memberikan efek samping
kepada penderitanya, sehingga penulis tertarik untuk membahas mengenai pengobatan
ADHD yaitu dengan menggunakan terapi bermain (nonfarmakologi) untuk anak
dengan ADHD. Pemilihan terapi bermain ini dikarenakan tidak memberikan efek
samping dan juga didukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh Hariri dan
Zakershoshtari yang menyatakan bahwa terapi bermain dapat memberikan hasil efektif
terhadap perkembangan keterampilan kognitif anak, sehingga menurut penulis terapi
bermain merupakan cara yang tepat untuk diaplikasikan kepada anak dengan ADHD
(Hariri & Faisal, 2013) (Zakershoshtari & Bozorgi, 2016).
BAB III

ANALISIS PUSTAKA
3.1 Definisi
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah salah satu
gangguan perkembangan saraf yang paling umum pada anak-anak dan remaja.
Gejala ADHD terkait dengan gangguan dalam kognitif, perilaku, emosional,fungsi
sosial dan perkembangan otak (Azazy & al, 2018).
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan pola
gangguan pemusatanperhatian dan/atau hiperaktif-impulsif yang terus menerus
dan menetap. ADHD adalah kondisi psikiatrik yang paling umum dan
mengganggu pada masa kanak-kanak; diperkirakan mempengaruhi 5-10% anak-
anak usia sekolah. (Erry Nur Rahmawati, 2014)

3.2 Manifestasi Klinis


Berdasarkan Sumber Yang Didapat (Yanofiandi, 2013), Sebagai Berikut :
1. Terdapat 6 atau lebih gejala gangguan perhatian pada anak dengan ADHD,
berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Yaitu sebagai berikut :
a. Seringkali kali susah memusatkan perhatian terhadap hal – hal detail
atau seringkali berbuat ceroboh di sekolah, pekerjaan, atau aktifitas
yang lainnya.
b. Sering kali susah mempertahankan perhatian saat melakukan pekerjaan
atau aktifitas bermain lainnya.
c. Seringkali tidak dapat mengikuti perintah yang diberikan dan gagal
untuk menyelesaikan tugas sekolah, atau tugas ditempat kerja, bukan
diakibatkan karena sikap penolakan atau tidak mengerti atas perintah
yang diberikan.
d. Seringkali gagal mengatur tugas dan aktifitas.
e. Seringkali menghindari tugas yang memerlukan usaha mental.
f. Seringkali menghilangkan barang yang penting untuk pekerjaan dan
aktifitas.
g. Seringkali perhatiannya gampang dialihkan.
h. Seringkali lupa akan aktifitas hariannya.
2. Terdapat 6 atau lebih gejala hiperaktif-impisif pada anak dengan ADHD,
berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Yaitu sebagai berikut :
a. Seringkali tampak memainkan tangan dan kaki saat duduk.
b. Seringkali meninggalkan sebelum waktu bubaran.
c. Seringkali berlarian atau memanjat berlebihan pada situasi yang tidak
sesuai.
d. Seringkali berbuat suara gaduh saat bermain.
e. Sering tampak seolah – olah mengendarai motor.
f. Seringkali berbicara banyak.
g. Seringkali menjawab sebelum pertanyaan tersebut selesai diajukan.
h. Seringkali tampak gelisah saat menunggu giliran.
i. Sering kali menyela atau menganggu teman yang lain.
3. Gejala hiperaktif-impulsif atau gejala gangguan perhatian tersebut telah
terjadi sebelum berusia 7 tahun.
4. Gangguan akibat gejala tersebut terjadi di dua tempat (sekolah atau
dirumah).
5. Terdapat bukti nyata secara klinis gangguan sosial, akademis, dan
pekerjaan.
BAB IV

PEMBAHASAN
Penyebab ADHD tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang berperan
seperti, anak dengan lahir prematur, memiliki berat lahir rendah, merokok, Alkohol
atau penyalahgunaan obat selama kehamilan (Saied & al, 2017). Teori ini juga
didukung oleh Researchers at the National Institute of Mental Health (NIMH),
National Institutes of Health (NIH) dan beberapa penelitian lainnya menjelaskan
bahwa ADHD dapat disebabkan interaksi antara gen, lingkungan atau faktor non
genetik. Penyebab lain dari ADHD adalah merokok, menkonsumsi alkohol atau
penggunaan obat-obatan selama kehamilan serta berat badan lahir rendah dan
kerusakan pada otak (Health, 2016). Penyebab lain ADHD adalah keracunan,
komplikasi pada saat melahirkan, alergi terhadap gula dan beberapa jenis makanan,
dan kerusakan pada otak (Erry Nur Rahmawati, 2014) dan kelainan ADHD ini
berhubungan dengan beberapa faktor seperti genetik, lingkungan dan gangguan neuro
anatomi. (Yanofiandi, 2013).
Selain itu, anak dengan ADHD disebabkan karena hiperaktif dan
kurangnya perhatian oleh orang tua. Dampak yang timbul dari kurangnya perhatian dan
hiperaktif pada anak adalah dapat merusak proses evolusional anak, depresi,
kecemasan, potensi mental akan terganggu serta keterampilan sosial-afektif diri
(Barzegary & Zamini, 2011). Teori ini didukung oleh jurnal penelitian Hariri dimana
anak dengan ADHD biasanya disebabkan oleh pola asuh orang tua yang kurang,
dimana kurangnya perhatian yang diberikan oleh orang tua, hal ini juga akan
berpengaruh terhadap inteletual pada seorang anak (Hariri & Faisal, 2013).
Dalam penelitian (El-Nagger, 2017) mengungkapkan pengaruh terapi bermanin
terhadap emosional dan perilaku anak dengan ADHD yaitu gangguan-gangguan
emosional anak-anak, ketakutan, dan kecemasan, kegelisahan, tangisan dan gangguan
tidur, (p- nilai ≤0,1 berarti ada perbedaan signifikan, p- nilai pada seluruh gangguan
emosional dan masalah perilaku yaitu p- 0,00), serta menunjukkan adanya efek positif
terapi bermain terhadap perilaku kurang perhatian, hiperaktif, dan impulsif. Penelitian
ini didukung oleh penelitian (Zakershorsh, 2015) membuktikan bahwa dengan sesi
terapi bermain yang dilakukan berdasarkan pola Landreth sebanyak 8 sesi yang
masing-masing dilakukan dengan durasi 90 menit dapat mengurangi gejala ADHD
pada anak. Selain itu penelitian yang mendukung efek terapi bermain terhadap gejala
ADHD yaitu oleh (Hariri, 2013) membuktikan bahwa terapi bermain dengan
menggambar dan membentuk tanah liat dapat melatih motorik, dramatik dan imajinasi
yang ada pada anak dan meningkatkan kemampuan berpikir. Lama waktu yang
digunakan sekitar 20-30 menit dan dilakukan perhari selama empat belas hari. Adapun
penelitian sebelumnya oleh (Barzegary, 2010) mendukung teori terbaru mengenai efek
terapi berman, bahwa menonton terapi bermain cincin yang dilakukan pada kelompok
eksperimen secara individu 10 sesi (3 kali seminggu) dapat menurunkan perilaku
impulsif dan hiperaktif pada siang hari dikarenakan sudah adanya pengeluaran energi
saat menonton.
Bermain adalah cara alami untuk anak-anak untuk mengekspresikan diri
mereka, dan itu akan memberikan mereka cara yang paling sesuai dengan tahapan
perkembangan untuk komunikasi dan pertumbuhan dengan kesempatan untuk secara
bertahap melepaskan emosi ditekan dan ketegangan, kekecewaan, perasaan tidak
aman, agresi, dan ketakutan kebingungan. Akibatnya, terapi bermain dapat digunakan
untuk anak-anak dengan ADHD untuk menghubungkan, belajar, memberikan jaminan,
kecemasan tenang, dan meningkatkan harga diri. Terapi bermain dianggap sebagai
metode ideal untuk emosi dan sosial masalah anak-anak dengan ADHD. Selain itu,
terapi bermain memiliki efek positif pada internalisasi dan eksternalisasi masalah
perilaku, self-efficacy, konsep diri, kecemasan, depresi dan kepatuhan pengobatan
biasa terjadi pada anak usia 4 hingga 12 tahun. Sedangkan, terapi bermain
meningkatkan tingkat fungsi dan kemampuan anak-anak ketika mereka menghadapi
dengan perilaku yang dapat diterima secara sosial. Oleh karena itu, terapi bermain
adalah intervensi responsif perkembangan yang digunakan oleh terapis anak dan
perawat pediatrik secara luas tetapi sering dikritik karena basis penelitian yang tidak
memadai untuk mendukung praktiknya yang terus berkembang.
Penerapan terapi bermain untuk anak dengan ADHD di Indonesia sendiri dapat
dikatakan sudah sering dilakukan khususnya untuk pasien anak ini dikarenkan
beberapa peneliti yang telah menunjukkan bahwa terapi bermain merupakan cara yang
efektif dan terbilang mudah dalam penerapannya. Misalnya seperti penelitian yang
dilakukan oleh (Ahmad Yusuf, 2011) yang melakukan penelitian mengenai efektivitas
bermain teka teki silang untuk meningkatkan perhatian anak ADHD, selain itu peneliti
lain (Hartiningsih,2013) juga telah melakukan penelitian mengenai play therapy untuk
meningkatkan konsentrasi pada anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD),
penelitian yang dilakukan oleh (Iswinarti,2017) yang membahas tentang
meningkatkan konsentrasi anak attention deficit hyperactivity disorder melalui
permainan tradisional engklek dan penelitian lain yang telah dilakukan oleh
(Rizki,2018) yang membahas tentang intervensi terhadap Anak usia dini yang
mengalami gangguan ADHD melalui pendekatan kognitif perilaku dan alderian play
therapy dan untuk hasil dari ke empat penelitian tersebut mendapatkan hasil yang
positif yaitu terapi bermain dapat membantu meningkatkan kognitif atau konsentrasi si
anak dan hasil lain yang didapatkan adalah menambah kemampuan dunia luar
menemukan unsur-unsur dan stimulus dari lingkungannya, belajar peran dan
memahami peran orang lain. (Hartiningsih, 2013) (Yusuf & dkk, 2011) (Iswinarti &
Cahyasari, 2017) (Amalia, 2018).
Dalam terapi bermain ini juga tidak terlalu sulit dalam penerapannya karena
terapi bermain ini bisa dilakukan dimana saja, dan akan disesuaikan dengan keinginana
peneliti. Selain itu pemilihan terapi bermain ini juga merupakan pemilihan yang tepat,
hal ini dikarenakan usia-usia anak-anak khsusnya anak prasekolah lebih senang untuk
bermain Menurut anak-anak, mainan adalah kata-kata mereka, dan bermain adalah
percakapan mereka. Disamping itu, bermain juga suatu bahasa yang paling universal.
Meskipun tidak pernah dimasukkan sebagai salah satu dari ribuan bahasa yang ada
didunia. Melalui bermain, anak-anak dapat mengekspresikan apapun yang diinginkan.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan bermain dapat dijadikan
sebagai salah satu metode terapi.

BAB V

PENUTUP
1. Kesimpulan
penelitian mengarah terhadap pengaruh dan keefektivitasan pendekatan terapi
bermain dalam mengurangi masa jangka panjang penggunaan obat farmakologi
yang akan berdampak buruk terhadap anak penderita ADHD. Sangat
dibutuhkannya kontrol dukungan keluarga terutama peran orang tua terhadap
anak agar dapat mengurangi impulsif dan hiperaktif pada anak. Pendekatan
yang baik akan mencakup kombinasi dari komponen yang diperlukan untuk
lebih efektif mengobati ADHD dan berbagai keterampilan kognitif menambah
kemampuan, dunia luar menemukan unsur-unsur dan stimulus dari
lingkungannya, belajar peran dan memahami peran orang lain,
mengidentifikasi budaya, bahasa, nilai-nilai anak ADHD.
2. Saran
1) Bagi Mahasiswa
Penulis berharap dengan makalah ini, semoga mahasiswa dapat mengerti
bagaimana menganalisa sebuah penelitian terkait dan dapat menemukan
fenomena dan yg rancu didalam hasil penelitian serta paham akan asuhan
keperawatan dan konsep dari penelitian terkait.Sehingga dapat berpikir
kritis dalam melakukan tindakan keperawatan.
2) Bagi Pasien
Untuk menurunkan resiko ADHD pada anak, peran keluarga terutama
orang tua hendaknya melakukan kontrol dan terapi medis maupun non-
medis secara terjadwal.
3) Bagi Perawat
Pada pendekatan yang baik pada pasien terutama pada anak, hendaknya
dilakukan sehari-hari agar terciptanya hubungan yang dekat agar pasien
merasa nyaman dan diperhatikan. Perlu adanya peningkatan kerjasama
yang baik antara perawat, pasien dan keluarga pasien. Menciptakan
motivasi dan bimbingan agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
efektif dan sesuai dengan yang diharapkan.

Vous aimerez peut-être aussi