Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Antibodi

Antibodi merupakan protein globulin gamma yang ditemukan dalam darah


atau cairan tubuh lainnya yang digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk
mengidentifikasi dan menetralisir benda asing, seperti bakteri dan virus.
Sedangkan antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein
yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi ini
berupa sebuah protein yang dibentuk sebagai respon terhadap suatu antigen yang
secara spesifik dapat menimbulkan reaksi dengan antigen tersebut. Antibodi tidak
bisa secara langsung menghancurkan antigen. Karena fungsi utama antibodi
adalah menonaktifkan dan menandai antigen untuk pengancuran lebih lanjut.

Antibodi adalah bagian pertahanan tubuh yang digunakan untuk


menghilangkan atau mengurangi zat asing yang masuk ke dalam tubuh.
Mekanisme kerja antibodi dalam tubuh dimulai dengan diikatnya epitope (bagian
antigen) oleh antibodi. Ikatan ini akan membentuk kompleks antigen-antibodi
yang berukuran besar dan akhirnya mengendap. Kompleks antigen-antibodi ini
juga dapat dikenali oleh sel makrofag, yang akan mendegradasi kompleks ini.

Pada perkembangannya antibodi banyak digunakan sebagai alat deteksi di


bidang klinis dan biomedisinal. Deteksi ini dapat berupa deteksi protein atau
deteksi mikroorganisme. Sebagai contoh penentuan golongan darah, penentuan
jumlah mikroorganisme menggunakan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent
Assay) atau penentuan ukuran protein menggunakan teknik western bloth.

2.2 Pengertian Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat


satu epitop saja, yang merupakan zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe
tunggal yang memiliki kekhususan tambahan (Hamdani,2013). Ini adalah
komponen penting dari sistem kekebalan tubuh. Antibodi monoklonal dapat
mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik. Antibodi monoklonal adalah
antibodi sejenis yang diproduksi oleh sel plasma klon sel-sel positif sejenis. Antibodi inidibuat
oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi 2 sel berbeda; penghasil sel positif limpa dan sel mieloma)
yang dikultur. Bertindak sebagai antigen yang akan menghasilkan anti bodiadalah limpa.
Fungsi antara lain diagnosis penyakit dan kehamilan. Antibodi monoklonal adalah zat yang
diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Inia dalah
komponen penting dari sistem kekebalan tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikatke
antigen yang spesifik (Sarmoko, 2010).

adalah antibodi sejenis yang diproduksi oleh sel plasma klon sel-sel positif
sejenis. Antibodi ini dibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi 2 sel berbeda;
penghasil sel positif Limpa danselmieloma)yangdikultur.Bertindak sebagai
antigen yang akan menghasilkan anti bodi adalah limpa. Fungsi antara lain
diagnosis penyakit dan kehamilan.Antibodi monoklonal adalah zat yang
diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan.
Ini adalah komponen penting dari sistem kekebalan tubuh. Mereka dapat
mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik. Pada teknologi antibodi
monklonal, sel tumor yang dapat mereplikasi tanpa henti digabungkan dengan sel
mamalia yang memproduksi antibodi. Hasil penggabungan sel ini adalah
hybridoma, yang akan terus memproduksi antibodi. Antibodi monoklonal
mengenali setiap determinan yang antigen (bagian dari makromolekul yang
dikenali oleh sistem kekepalan tubuh / epitope). Mereka menyerang molekul
targetnya dan mereka bisa memilah antara epitope yang sama. Selain sangat
spesifik, mereka memberikan landasan untuk perlindungan melawan patogen.
Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik
seperti : mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan
antibodi auto, mengukur protein dan level drug pada serum, mengenali darah dan
jaringan, mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan
mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.
2.3 Cara Pembuatan Antibodi Monoklonal

Cara Pembuatan antibodi monoklonal untuk mendapatkan antibodi yang


homogen:

 Imunisasi mencit
Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari bakteri
atau virus, disuntikkan secara subkutan pada beberapa tempat atau secara
intra peritoneal. Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen sekali atau
beberapa kali suntikan. Mencit dengan kekebalan terbaik dipilih, 12 hari
setelah suntikan terakhir, antibodi yang terbentuk pada mencit diperiksa
dan diukur titer antibodinya, mencit dimatikan dan limpanya diambil
secara aseptis, kemudian dibuat suspensi sel atau limpa untuk memisahkan
sel B yang mengandung antibodi. Cara ini dianggap cukup baik dan
banyak dipakai, walaupun kadangkala dipengaruhi oleh sifat antigen atau
respon imun binatang yang berbeda-beda.
Cara imunisasi lain yang juga sering dilakukan adalah imunisasi
sekali suntik intralimpa (single-shot intrasplenic immunization). Pada cara
imunisasi konvensional antigen dipengaruhi bermacam-macam factor. Bila
disuntikkan ke dalam darah sebagian besar akan dieliminasi secara alami,
sedangkana melalui kulit akan tersaring oleh kelenjar limfe, makrofag, dan
sel retikuler. Hanya sebagian kecil antigen yang terlibat dalam proses
imun. Oleh sebab itu, untuk mencegah eliminasi antigen oleh tubuh
dilakukan suntikan imunisasi langsung pada limpa dan ternyata hasilnya
lebih baik dari cara konvensional. Menyuntik hewan laboratorium
(mencit) dengan antigen dan kemudian, setelah antibodi telah terbentuk,
mengumpulkan antibodi dari serum darah hewan tersebut (antibodi yang
mengandung serum darah disebut antiserum).
 Fusi sel limpa kebal dan sel mieloma
Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limpa yang membuat
antibodi akan cepat mati, sedangkan sel mieloma yang dapat dibiakan
terus menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel hibrid yang terdiri-dari
gabungan sel limpa yang dapat membuat antibodi dan sel mieloma yang
dapat dibiakan terus-menerus, sehingga sel hibrid dapat memproduksi
antibodi secara terus-menerus dalam jumlah yang tidak terbatas secara in
vitro.
Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga
menghasilkan sel besar dengan dua atau lebih inti sel, yang berasal dari
kedua induk sel yang berbeda jenis yang dibut heterokarion. Pada waktu
tumbuh dan membelah diri terbentuk satu inti yang nengandung
kromosom kedua induk yang disebut sel hibrid. Frekuensi fusi dipengaruhi
beberapa factor antara lainjenis medium; perbandingan jumlah sel limpa
dengan sel mieloma; jenis sel mieloma yang digunakan; dan bahan yang
mendorong timbulnya fusi (fusogen). Penambahan polietilen glikol (PEG)
dan dimetilsulfoksida (DMSO) dapat menaikkan efisiensi fusi sel.
Mentransfer campuran fusi sel (sel limfosit B dan sel mieloma ke medium
kultur yang disebut medium HAT (karena mengandung Hipoxantin
Aminopterin Timidin).
Sel mieloma (sel-sel tumor sum-sum tulang yang akan tumbuh
tanpa batas di laboratorium dan menghasilkan imunoglobulin) yang tidak
mengalami fusi tidak dapat tumbuh karena kekurangan HGPRT. Sel
limfosit B (limpa mencit yang telah terkena antigen sehingga
memproduksi antibodi X) yang tidak mengalami fusi tidak dapat tumbuh
terus karena punya batas waktu hidup. Sel hibridoma (dihasilkan oleh fusi
yang berhasil) dapat tumbuh tanpa batas karena sel limpa dapat
memproduksi HGPRT dan sel mieloma dapat membantu sel limpa. Fusi
ini mengabungkan kemampuan untuk tumbuh terus menerus dari sel
mieloma dan kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar antibodi
dari sel limfosit B murni.
 Eliminasi Sel Induk yang Tidak Berfusi
Frekuensi terjadinya hibrid sel limpa-sel mieloma biasanya rendah,
karena itu penting untuk mematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnya
lebih banyak agar sel hibrid mempunyai kesempatan untuk tumbuh dengan
cara membiakkan sel hibrid dalam media selektif yang mengandung
hypoxanthine, aminopterin, dan thymidine (HAT). Aminopterin
menghambat jalur biosintesis purin dan pirimidin sehingga memaksa sel
menggunakan salvage pathway. Seperti kita ketahui bahwa sel mieloma
mempunyai kelainan untuk mensintesis nukleotida yaitu sel mieloma yang
tidak mempunyai enzim timidin kinase atau hypoxanthine phosphoribosyl
transferase, sehingga sel mieloma yang tidak berfusi, karena tidak
mempunyai enzim timidin kinase atau hypoxanthine
phosphonibosyltransferase akan mati, sedangkan sel hibrid karena
mendapatkan enzim tersebut dan sel mamalia yang difusikan dapat
menggunakan salvage pathway, sehingga tetap hidup dan berkembang.
 Isolasi dan Pemilihan Klon Hibridoma
Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa, sehingga tiap sel
hibrid akan membentuk koloni homogen yang disebut hibridoma. Tiap
koloni kemudian dipelihara terpisah satu sama lain. Hibridoma yang
tumbuh diharapkan mensekresi antibodi ke dalam medium, sehingga
antibodi yang terbentuk bisa diisolasi.
Umumnya penentuan antibodi yang diinginkan dilakukan dengan
cara enzyme linked immunosorbent assay (EL1SA) atau
radioimmunoassay (RIA). Pemilihan klon hibridoma dilakukan dua kali,
pertama adalah dilakukan untuk memperoleh hibridoma yang dapat
menghasilkan antibodi; dan yang kedua adalah memilih sel hibridoma
penghasil antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan antibodi
monoklonal yang tinggi dan stabil (Sarmoko, 2010).
2.4 Mekanisme kerja Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk
meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun
adalah antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement dependent
cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan
sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan
(radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi
prodrug di tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi
monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi
untuk melawan tumor.
Tidak seperti kemoterapi dan radioterapi, yang bekerja secara kurang
spesifik, tujuan pengobatan antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan
sel-sel limfoma non Hodgkin secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel
lainnya.
2.5 Efek Samping Antibodi Monoklonal
Seperti semua obat, antibodi monoklonal dapat menyebabkan efek
samping. Contohnya untuk rituximab, efek samping umumnya ringan dan bersifat
sementara, hanya berlangsung selama pengobatan atau beberapa jam setelahnya.
Efek samping terjadi paling sering selama masa pengobatan mingguan pertama,
dan biasanya berkurang dengan dosis selanjutnya. Hal ini disebabkan lebih
banyak sel limfoma selama pengobatan pertama yang harus diserang oleh antibodi
monoklonal dan dihancurkan oleh si induk kekebalan tubuh.
Efek samping yang paling umum adalah demam, menggigil dan gejala
mirip flu lainnya, seperti nyeri otot, nyeri kepala dan rasa letih. Umumnya cepat
berakhir setelah masa pengobatan berakhir. Kadang-kadang, pasien merasakan
flushing mendadak dan merasa panas di wajah. Hal ini biasanya berlangsung amat
singkat. Beberapa pasien mengalami mual (mual) atau muntah. Obat anti muntah
(anti-muntah) umumnya sangat efektif dalam mencegah maupun meringankan
gejala-gejala ini sehingga lebih dapat ditoleransi. Kadang-kadang, pasien
merasakan nyeri pada bagian tubuh yang merupakan lokasi limfoma. Nyeri
biasanya ringan dan dapat diatasi dengan obat anti-nyeri biasa.
2.6 Pengertian Hormon Insulin
Insulin adalah hormon utama yang mengendalikan glukosa dari darah ke
dalam sebagian besar sel (terutama sel otot dan lemak, tetapi tidak pada sel sistem
saraf pusat). Oleh karena itu, kekurangan insulin atau kekurangpekaan reseptor-
reseptor memainkan peran sentral dalam segala bentuk diabetes mellitus.
Sebagian besar karbohidrat dalam makanan akan diubah dalam waktu
beberapa jam ke dalam bentuk gula monosakarida yang merupakan karbohidrat
utama yang ditemukan dalam darah dan digunakan oleh tubuh sebagai bahan
bakar. Insulin dilepaskan ke dalam darah oleh sel beta (β-sel) yang berada di
pankreas, sebagai respons atas kenaikan tingkat gula darah, biasanya setelah
makan. Insulin digunakan oleh sekitar dua pertiga dari sel-sel tubuh yang
menyerap glukosa dari darah untuk digunakan sel-sel sebagai bahan bakar, untuk
konversi ke molekul lain yang diperlukan, atau untuk penyimpanan.
Insulin juga merupakan sinyal kontrol utama untuk konversi dari glukosa
ke glycogen untuk penyimpanan internal dalam hati dan sel otot. Tingkatan
insulin yang lebih tinggi menaikkan anabolic (rangkaian jalur metabolisme untuk
membangun molekul dari unit yang lebih kecil), seperti proses pertumbuhan sel
dan duplikasi, sintesa protein, lemak dan penyimpanan. Insulin adalah sinyal
utama dalam mengkonversi banyak bidirectional proses metabolisme dari
catabolic (rangkaian jalur metabolisme untuk membongkar molekul-molekul ke
dalam bentuk unit yang lebih kecil dan melepaskan energi) ke anabolic, dan
sebaliknya. Secara khusus, tingkatan insulin yang lebih rendah berguna sebagai
pemicu masuk keluarnya ketosis (fase metabolik pembakaran lemak).
Jika jumlah insulin yang tersedia tidak cukup, jika sel buruk untuk
merespon efek dari insulin (kekurangpekaan atau perlawanan terhadap insulin),
atau jika insulin cacat/defective, maka gula tidak akan diserap dengan baik oleh
orang-orang sel-sel tubuh yang memerlukannya dan tidak akan disimpan dengan
baik di hati dan otot. Efek selanjutnya adalah tingkat gula darah yang tetap tinggi ,
miskin sintesis protein, dan lainnya kekacauan metabolisme lainnya, seperti
acidosis yaitu meningkatnya keasaman (konsentrasi ion hidrogen) dalam darah.
2.7 Fungsi Insulin
Insulin berperan dalam penggunaan glukosa oleh sel tubuh untuk
pembentukan energi. Apabila tidak ada insulin maka sel tidak dapat menggunakan
glukosa sehingga proses metabolisme menjadi terganggu.
Proses yang terjadi yaitu karbohidrat dimetabolisme oleh tubuh untuk
menghasilkan glukosa, glukosa tersebut selanjutnya diabsorbsi di saluran
pencernaan menuju ke aliran darah untuk dioksidasi di otot skelet sehingga
menghasilkan energi.
Glukosa juga disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen kemudian
diubah dalam jaringan adiposa menjadi lemak dan trigliserida. Insulin
memfasilitasi proses tersebut. Insulin akan meningkatkan pengikatan glukosa oleh
jaringan, meningkatkan level glikogen dalam hati, mengurangi pemecahan
glikogen (glikogenolisis) di hati, meningkatkan sintesis asam lemak, menurunkan
pemecahan asam lemak menjadi badan keton, dan membantu penggabungan asam
amino menjadi protein.
Insulin termasuk hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari
pankreas babi maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi
rekombinan DNA menggunakan E.coli. Susunan asam amino insulin manusia
berbeda dengan susunan insulin hewani. Insulin rekombinan dibuat sesuai dengan
susunan insulin manusia sehingga disebut sebagai human insulin.
Insulin diproduksi oleh sel beta di dalam pankreas dan digunakan untuk
mengontrol kadar glukosa dalam darah. Sekresi insulin terdiri dari 2 komponen.
Komponen pertama yaitu: sekresi insulin basal kira-kira 1 unit/jam dan terjadi
diantara waktu makan, waktu malam hari dan keadaan puasa. Komponen kedua
yaitu: sekresi insulin prandial yang menghasilkan kadar insulin 5-10 kali lebih
besar dari kadar insulin basal dan diproduksi secara pulsatif dalam waktu 0,5-1
jam sesudah makan dan mencapai puncak dalam 30-45 menit, kemudian menurun
dengan cepat mengikuti penurunan kadar glukosa basal. Kemampuan sekresi
insulin prandial berkaitan erat dengan kemampuan ambilan glukosa oleh jaringan
perifer.
Fungsi insulin:
 Membantu pembakaran dan penyerapan glukosa oleh sel badan
 Mengimbangkan paras glukosa didalam darah dan mencegah kencing
manis.
 Membantu sel menyimpan tenaga dalam bentuk glukosa didalam hati
 Membantu proses penyimpanan glukosa berlebihan dalam bentuk lemak
didalam hati.
2.8 Pembuatan Insulin Oleh Bakteri
Pembuatan insulin secara komersial sangat bermanfaat dalam pengobatan
penyakit diabetes melitus yang disebabkan oleh gangguan produksi insulin. Proses
pembuatan insulin ini memanfaatkan teknik DNA rekombinan. Berikut tahapan
dalam proses pembuatan tersebut:
1. Pengisolasian Vektor (plasmid E.coli) dan DNA Pengkode Insulin.
Kode genetik insulin terdapat dalam DNA di bagian atas lengan
pendek dari kromosom ke-11 yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam
rantai A dan 90 dalam rantai B). DNA pengkode insulin dapat diisolasi
dari gen manusia yang ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium. Selain
itu, dapat pula disintesis rantai DNA yang membawa sekuens nukleotida
spesifik yang sesuai karakteristik rantai polipeptida A dan B dari insulin.
Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan karena komposisi asam
amino dari kedua rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga nukleotida yang
diperlukan untuk mensintesis rantai A dan sembilan puluh untuk rantai B,
ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan pengakhiran
sintesis protein.
Vektor yang digunakan adalah plasmid E.coli yang mengandung
amp-R sehingga sel inang akan resistan terhadap amphisilin serta
mengandung lac-Z yang menghasilkan β-galactosidase sehingga dapat
menghidrolisis laktosa.
2. Penyelipan DNA Insulin ke dalam Vektor (plasmid E.Coli)
Masing-masing DNA insulin dan plasmid E.Coli dipotong dengan
enzim restriksi yang sama. Kemudian DNA insulin A dan B secara
terpisah diselipkan ke dalam plasmid berbeda dengan menggunakan enzim
ligase.

3. Pemasukan Plasmid Rekombinan ke dalam Sel E.Coli


Plasmid yang telah diselipkan DNA insulin (plasmid rekombinan)
dicampurkan dalam kultur bakteri E.Coli. Bakteri-bakteri tersebut akan
mengambil plasmid rekombinan melalui proses transformasi. Akan tetapi,
tidak semua bakteri mengambil plasmid tersebut.
4. Pengklonan Sel yang Mengandung Plasmid Rekombinan
Sel yang mengandung plasmid rekombinan dapat diseleksi dari sel
yang tidak mengandung plasmid rekombinan. Medium nutrien bakteri
yang digunakan mengandung amphisilin dan X-gal. Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, plasmid yang digunakan sebagai vektor ini
mengandung amp-R dan lac-Z sehingga sel bakteri yang mengandung
plasmid rekombinan akan tumbuh dalam medium tersebut karena resisten
terhadap amphisilin serta akan berwarna putih karena plasmid yang
mengandung gen asing (gen insulin manusia) dalam gen lac-Z tidak dapat
memproduksi β-galactosidase sehingga tidak dapat menghidrolisis laktosa.

5. Identifikasi Klon Sel yang Membawa Gen Insulin


Proses ini dilakukan melalui hibridisasi asam nukleat. Pada proses
ini, disintesis probe asam nukleat yang mengandung komplementer dari
gen insulin, probe dilengkapi dengan isotop radioaktif atau fluorosen.
6. Pomproduksian dalam Sekala Besar
Klon sel yang telah diidentifikasi diproduksi dalam skala besar
dengan cara ditumbuhkan dalam tangki yang mengandung medium cair.
Gen insulin diekspresikan bersama dengan sel bakteri yang mengalami
mitosis. Rantai insulin A dan rantai B yang dihasilkan kemudian
dicampurkan dan dihubungkan dalam reaksi yang membentuk jembatan
silang disulfida.

Vous aimerez peut-être aussi