Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
A. Latar Belakang
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN) merupakan suatu jaminan
kesehatan yang dirancang oleh Pemerintah Indonesia dan diselenggarakan melalui
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sejak Januari 2014. Tujuan dari adanya
SJKN ini adalah memberikan universal health coverage bagi seluruh Warga Negara
Indonesia. Dalam pelaksanaannya, SJKN ini telah menimbulkan dampak yang cukup
signifikan bagi lembaga pelayanan kesehatan di Indonesia, tak terkecuali di Rumah Sakit
Umum Daerah (Lubis, 2014).
Meski bukan sesuatu yang mudah, namun keberadaan BPJS mutlak ada sebagai
implementasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), yang bahkan semestinya telah dapat dioperasionalkan sejak 9 Oktober
2009 dua tahun lampau. Perjalanan tak selesai sampai disahkannya BPJS menjadi UU
formal, jalan terjal nan berliku menanti di depan. Segudang pekerjaan rumah menunggu
untuk diselesaikan demi terpenuhinya hak rakyat atas jaminan sosial. Sebuah kajian
menyebutkan bahwa saat ini, berdasarkan data yang dihimpun oleh DPR RI dari keempat
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus badan hukumnya adalah Persero
tersebut, hanya terdapat sekitar 50 juta orang di Indonesia ini dilayani oleh Jaminan
Sosial yang diselenggarakan oleh 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (UU No
24 Tahun 2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Dalam pelaksanaannya BPJS
memerlukan system pembiayaan kesehatan dan system pembayaran kepada fasilitas
pelayanan kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan,
BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s.
Berbagai kebijakan di tingkatan rumah sakit telah dirancang oleh jajaran
manajemen untuk merespon pelaksanaan SJKN tersebut. Pelaksanaan SJKN
diperkirakan akan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan lembaga pelayanan
kesehatan secara besar-besaran, sesuai dengan sistem rujukan yang ditetapkan.
Pelaksanaan SJKN juga telah merubah cara pandang pemerintah terhadap pemberi jasa
pelayanan kesehatan. Secara konsisten, pemerintah menuntut rumah sakit untuk dapat
menerapkan jasa pelayanan yang seragam untuk pemeriksaan atau tindakan medis
operatif dan non-operatif yang sama. Perbedaan tarif hanya diperbolehkan jika
1
didapatkan adanya perbedaan akomodasi. Hal ini memperoleh respon yang sangat
beragam di perspektif petugas kesehatan, di mana sebagian dari mereka menyetujui
sementara sebagian lain mempertanyakan (Muliana et al., 2014).
Peningkatan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit
mengharuskan para penyedia jasa layanan kesehatan untuk memberikan pelayanan
kesehatan dengan lebih optimal. Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan Beban
Kerja tenaga kesehatan. Untuk itu rumah sakit perlu mengantisipasi dengan
menyediakan sumber daya kesehatan yang lebih banyak dalam mendukung peningkatan
pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan tetap mengedepankan efisiensi (Muliana et
al., 2014).
Dokter, sebagai salah satu sumberdaya kunci di rumah sakit, suka tidak suka akan
terpengaruh oleh pelaksanaan SJKN di rumah sakit. Pengaruh yang ditimbulkan akan
beragam. Di satu sisi pelaksanaan SJKN ini dapat meningkatkan motivasi kerja Dokter,
namun di sisi lain dapat juga mengganggu semangat kerja para Dokter (Janis, 2014).
Salah satu terobosan penting dalam program JKN adalah cara pembayaran kepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dengan sistem kapitasi. Dana kapitasi yang
diterima FKTP dapat digunakan sekurang-kurangnya 60% untuk jasa pelayanan (jaspel)
dan sisanya digunakan untuk biaya operasional pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan SJKN oleh BPJS disamping menyebabkan peningkatan Beban
Kerja seiring dengan peningkatan jumlah pasien juga menimbulkan persoalan baru
dalam pembagian remunerasi jasa pelayanan. Sebelum era SJKN, remunerasi
didasarkan pada konsep fee for service. Pada era BPJS, sistem pembayaran oleh BPJS
diberikan dalam bentuk paket. Hal ini memerlukan adanya penyesuaian dalam hal
pembagian jasa pelayanan, dikarenakan pembagian dengan konsep yang sama seperti
sebelumnya akan menimbulkan persoalan dan dapat berdampak pada stabilitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit (Lubis, 2014).
Dalam Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang PPK-BLUD Pasal 50 Ayat (2)
: Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan imbalan kerja yang
dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon,
dan/atau pensiun. Pun demikian menurut KMK Nomor 625 Tahun 2010, pengertian
Remunerasi adalah pengeluaran biaya oleh BLU Rumah Sakit, sebagai imbal jasa
kepada pegawai, yang manfaatnya diterima pegawai dalam bentuk dan jenis komponen-
komponen perhargaan dan perlindungan. Dalam kesehatan dalam UU Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit dan jelas tertulis di Pasal 30 Ayat (1) tentang Hak Rumah
Sakit pada huruf b yang berbunyi : “menerima imbalan jasa pelayanan serta
menentukan renumerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Pasal inilah yang kemudian menjadi payung hukum legalitas
pemberian jasa pelayanan.
Dalam makalah kali ini kami ingin menyampaikan tentang “ Analisis renumerasi di
FKTP terkait dengan pelayanan BPJS”
2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana cara pembiayaan dari BPJS Kesehatan
2. Bagaimana cara pembayaran BPJS Kesehatan di Puskesmas
3. Bagaimana cara pembagian jasa renumeasi di Puskesmas
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan tentang pengertian BPJS Kesehatan.
2. Mengetahui cara pembiayaan BPJS Kesehatan
3. Meningkatkan pengetahuan tentang Puskemas
4. Mengetahui tentang pelayanan BPJS Kesehatan di FKTP
5. Mengetahui metode pembayaran BPJS Kesehatan di FKTP
6. Meningkatkan pengetahuan tentang pengertian renumerasi
7. Mengetahui cara pembagian jasa renumeasi di FKTP
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
B. Pengertian Puskemas
Puskesmas (Health Centre) adalah suatu kesatuan organisasi yang langsung
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam satu
wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok. Puskesmas
mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang sangat besar dalam memelihara
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan status kesehatan
masyarakat seoptimal mungkin. Puskesmas memiliki 3 fungsi pokok, yakni:
1. Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
Puskesmas berada di tengah-tengah masyarakat yang dengan cepat dapat
mengetahui keberhasilan dan kendala yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan
dan menentukan target kegiatan yang sesuai kondisi daerah kerjanya.
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya. Maksudnya adalah pelayanan kesehatan diberikan
kepada semua orang tanpa memandang golongan, suku, jenis kelamin, baik sejak
dalam kandungan hingga tutup usia.
C. Remunerasi
1. Pengertian Remunerasi
Remunerasi merupakan suatu aspek yang penting bagi karyawan maupun rumah
sakit. Adapun pengertian remunerasi menurut para ahli dan beberapa literatur adalah
sebagai berikut :
a. Remunerasi adalah pengeluaran biaya oleh Badan Layanan Umum Rumah Sakit,
sebagai imbal jasa kepada pegawai yang manfaatnya diterima pegawai dalam
bentuk dan jenis komponen-komponen penghargaan dan perlindungan
(Kepmenkes No 625 Tahun 2010).
b. Menurut Surya (2004) dalam Angliawati (2016) menyebutkan bahwa remunerasi
adalah berupa sesuatu yang diterima pegawai sebagai imbalan dari kontrbusi yang
telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja.
c. Remunerasi dalam kamus besar bahasa Indonesia kata remunerasi diartikan
sebagai pemberian hadiah, penghargaan atas jasa dan sebagainya.
d. Remunerasi jasa medis adalah besaran nilai jumlah uang yang harus diterima oleh
tenaga medis sebagai kompensasi atas kinerja yang dilakukan berkaitan dengan
resiko dan tanggung jawab profesi dari pekerjaannya (Sanjani, 2014).
e. Remunerasi adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan kepada
tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya dalam rangka
mencapai tujuan organisasi (Sofa, 2008 dalam Isyandi, 2014).
f. Menurut Milkovich and Newman (2002) dalam Sancoko (2010) “Compensation
refers to all forms of financial return and tangible service and benefits employee
receive as part an employement relationship”.
5
2. Fungsi Remunerasi
Berdasarkan pengertian remunerasi diatas, dapat disimpulkan bahwa remunerasi
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses pengelolaan sumber daya
manusia disebuah rumah sakit. Hal ini menunjukkan bahwa remunerasi merupakan
alat pengikat perusahaan kepada karyawannya dan menjadi faktor penarik bagi calon
karyawan, serta sebagai faktor pendorong seseorang untuk menjadi karyawan. Selain
itu remunerasi mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam memperlancar jalannya
organisasi kedepan. Artoyo (2011) dalam Ruky (2016) menyatakan fungsi remunerasi
adalah :
a. Penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien
Penerapan sistem remunerasi di sebuah rumah sakit diharapkan mampu
mendorong pengelolaaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien sesuai
dengan standar yang ditentukan oleh rumah sakit.
b. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan kinerja
Sistem pemberian remunerasi yang baik secara otomatis akan mendorong kinerja
karyawan sehingga secara otomatis kinerja rumah sakit akan meningkat secara
signifikan.
c. Terciptanya kerja sama yang serasi dan memberikan kepuasan kepada semua
pihak.
3. Tujuan Remunerasi
Dalam penerapan sistem remunerasi harus memperhatikan tujuan yang
mendasar bagi rumah sakit dan karyawan. Oleh karena itu sistem pengelolaannya
harus dibuat sebaik mungkin. Hasibuan (2012) menyatakan bahwa tujuan remunerasi
adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi,
stabilitas karyawan, disiplin, pengaruh serikat buruh dan pengaruh peraturan
pemerintah. Pada dasarnya remunerasi seharusnya memberikan kepuasan kepada
semua pihak yaitu karyawan, penguasaha, perusahaan, masyarakat dan
pemerintah.cMenurut Notoadmodjo (2009) tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam
pemberian remunerasi adalah:
a. Menghargai prestasi kerja
Dalam penerapan sistem remunerasi di rumah sakit diharapkan mampu
mendorong kinerja karyawan. Semakin baik kinerja karyawan tersebut maka
jumlah remunerasi yang didapatkan akan semakin besar.
b. Menjamin keadilan
Sistem remunerasi yang baik adalah yang mampu menjamin rasa keadilan dari
kedua unsur yaitu rumah sakit dan karyawan. Masing-masing karyawan akan
mendapatkan besaran remunerasi sesuai dengan tugas, jabatan, wewenang,
fungsi dan prestasi kerjanya. Dapat diartikan bahwa remunerasi yang diberikan
sesuai dengan hasil kerja atau prestasi kerja karyawan yang diberikan kepada
rumah sakit.
c. Mempertahankan karyawan
6
Penerapan sistem remunerasi yang baik akan mendorong komitmen karyawan
untuk lebih loyal kepada rumah sakit. Dengan demikian karyawan menjadi betah
dan bertahan bekerja di rumah sakit.
d. Memperoleh karyawan yang berkualitas
Pemberian remunerasi yang baik maka akan menarik calon karyawan lebih
banyak. Dengan demikian maka seleksi karyawan menjadi lebih kompetitif dan
bisa meningkatkan daya saing sebuah rumah sakit.
e. Pengendalian biaya & peningkatan pendapatan
Penerapan system remunerasi yang baik akan berpengaruh pada kinerja
karyawan sehingga produktivitas meningkat, pendapatan meningkat dan lebih
efektif dan efisien dalam pengendalian keuangan.
f. Memenuhi peraturan-peraturan
Perusahaan juga diwajibkan mentaati regulasi pemerintah yang berkaitan dengan
karyawan dan kompensasi. Diantaranya adalah Upah Minimum Kabupaten
(UMK), Ketentuan Lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi
Tenaga Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya.
4. Dasar Hukum Remunerasi
Berikut beberapa landasan hukum penerapan sistem remunerasi di rumah sakit :
a. Undang-undang nomer 44 tahun 2009 Pasal 30 tentang Hak Rumah Sakit yaitu
menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan
penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Peraturan Pemerintah nomer 23 tahun 2005 Pasal 36 tentang pejabat pengelola,
Dewan Pengawas dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi berdasarkan
tingkat tanggug jawab dan tuntutan profesionalisme.
c. Kementrian Kesehatan RI melalui Keputusannya nomer 625/Menkes/SK/V/ 2010
tentang Pedoman penyususnan system remunerasi pegawai BLU Rumah Sakit di
lingkungan Kemenkes.
d. Peraturan Menteri Keuangan No 73/PMK/05/2007 tentang Pedoman Penetapan
Remunerasi Bagi Pejabat Pegelola, Dewan Pengawas dan Pegawai BLU.
5. Penerapan Sistem Remunerasi
Beberapa negara di dunia ini telah menerapkan sistem remunerasi yang telah
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan masing-masing negara. Berikut kami
lampirkan hasil penelitian dari beberapa negara yang telah menerapkan sistem
remunerasi :
a. Menurut Van Djik (2013) dalam artikelnya yang berjudul “Impact of remuneration
on guideline adherence: Empirical evidence in general practice” menyebutkan
bahwa perubahan penerapan sistem remunerasi di Belanda yang awalnya
menggunakan pola kapitasi untuk asuransi public sedangkan fee for service untuk
asuransi pribadi menjadi kapitasi. Hal ini berpengaruh negatif pada pelaksanaan
kepatuhan pedoman dan pengisian data Electronic Medical Record (EMR).
b. Bertone MP (2016) dalam artikelnya yang berjudul “Investigating the remuneration
of health workers in the DR Congo: Implications for the health workforce and the
7
health system in a fragile setting” menjelaskan bahwa penerapan sistem
remunerasi pada layanan public di negara Kongo menggunakan sistem pemberian
tunjangan resmi yang besarannya bergantung pada tingkat pendapatan. Hal ini
lebih mengguntungkan pada instansi yang berada di perkotaan, mempunyai
fasilitas yang lengkap dan sistem administrasi yang memadai.
c. Ahmad R (2012) menyampaikan bahwa penerapan sistem remunerasi di Malaysia
didasarkan pada besaran Competency Level Assesmen (CLA).
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran
bulan berikutnya. Iuran premi kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan pekerja informal. Peserta BPJS PBI tidak melakukan pembayaran iuran tiap
bulannya iuran akan dibayarkan oleh pemerintah. Iuran peserta BPJS Kesehatan
berdasarkan Perpres RI No. 19 tahun 2016. Besaran iuran peserta BPJS kelas 3 sebesar
RP. 25.500,- ; peserta BPJS kelas 2 sebesar Rp. 51.000,- ; dan peserta BPJS kelas 1
sebesar Rp. 80.000,-.
10
Kemudian sistem remunerasi berbasis kompetensi melengkapi sistem sebelumnya
dengan menambahkan komponen kompetensi individu (input individu) sebagai faktor yang
juga dipertimbangkan. Berikut ini ada beberapa pilihan yang dapat diambil oleh organisasi
dalam hal remunerasi, yaitu:
1. Tidak ada kompensasi yang dikaitkan dengan kompetensi. Dengan pilihan pendekatan
ini, maka pengukuran dan pengembangan kompetensi tidak mempunyai kaitan langsung
dengan penentuan remunerasi. Umumnya organisasi akan mengatakan bahwa
remunerasi dikaitkan dengan kinerja, secara tidak langsung berhubungan dengan
pengukuran dan pengembangan kompetensi, karena hal tersebut akan membantu
karyawan meningkatkan kinerja mereka.
a. Keuntungan
Pengukuran kompetensi tidak dirancukan oleh hal-hal yang berkaitan dengan
remunerasi; karyawan tidak terdorong untuk memanipulasi nilai tingkat kompetensi
mereka untuk meningkatkan remunerasi yang mereka terima; diskusi antara pimpinan
dengan bawahan tentang kompetensi akan dapat lebih fokus pada pengembangan,
tanpa konsekuensi langsung pada remunerasi yang mereka terima.
b. Kelemahan
Remunerasi tidak dapat digunakan untuk menghargai penguasaan kompetensi atau
pengembangan kompetensi; dan karyawan mencurahkan perhatian yang kurang
terhadap pengembangan kompetensi karena mereka merasa sedikit kaitannya
terhadap manfaat langsung yang akan diterima.
2. Kompensasi untuk pengembangan kompetensi. Dalam pilihan ini, dirancang sistem
dimana sebagian remunerasi didasarkan pada sejauh mana kompetensi dikembangkan
dalam suatu periode tertentu. Peningkatan kompetensi akan dihargai dengan remunerasi
variabel.
a. Keuntungan
Karyawan dihargai secara langsung untuk peningkatan penguasaan kompetensi
yang memiliki dampak paling tinggi pada kinerja; dan karyawan akan
menginvestasikan waktu dan perhatian mereka untuk upaya pengembangan
kompetensi karena mereka akan dihargai berdasarkan hal tersebut.
b. Kelemahan
Proses pengukuran kompetensi akan dipengaruhi obyektifitasnya karena adanya
faktor remunerasi; karyawan akan cenderung memanipulasi nilai tingkat kompetensi
mereka karena hal itu diketahui akan mereka terima; dan perdebatan tentang
penilaian akan meningkat karena hal tersebut akan mempengaruhi remunerasi yang
akan diterima.
3. Kompensasi untuk penguasaan kompetensi. Dalam sistem ini karyawan akan menerima
remunerasi yang berkaitan dengan hasil penilaian tingkat kompetensi yang mereka
terima. Dengan kata lain, semakin tinggi penguasaan kompetensi, maka akan semakin
tinggi pula remunerasi yang diterima.
11
a. Keunggulan
Karyawan dihargai secara langsung untuk peningkatan penguasaan mereka
terhadap kompetensi tertentu yang berdampak pada kinerja; nilai dari penguasaan
kompetensi didukung dan dikuatkan oleh sistem remunerasi; karyawan akan
cenderung memusatkan perhatian pada penunjukkan perilaku yang berkaitan dengan
pengukuran atau penilaian kompetensi, yang kemudian akan berkolerasi terhadap
kinerja yang superior.
b. Kelemahan
Proses pengukuran kompetensi dipengaruhi secara negatif oleh remunerasi;
karyawan akan cenderung memanipulasi nilai tingkat kompetensi mereka karena
akan berdampak pada remunerasi yang akan mereka terima; dan perdebatan
mengenai nilai tingkat kompetensi akan meningkat karena ada efeknya terhadap
remunerasi.
Sistem remunerasi yang effektif dalam sebuah organisasi adalah ketepatan organisasi
tersebut menentukan pilihan remunerasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
12
BAB IV
KESIMPULAN
1. Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh
Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16,
Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan
hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT
ASABRI, dan PT ASKES.
3. Remunerasi adalah berupa sesuatu yang diterima pegawai sebagai imbalan dari kontrbusi
yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja
4. Fungsi remunerasi adalah penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien,
mendorong stabilitas dan pertumbuhan kinerja, dan terciptanya kerja sama yang serasi dan
memberikan kepuasan kepada semua pihak.
5. Tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam pemberian remunerasi adalah menghargai prestasi
kerja, menjamin keadilan, mempertahankan karyawan, memperoleh karyawan yang
berkualitas, pengendalian biaya & peningkatan pendapatan, dan memenuhi peraturan-
peraturan
6. Faktor dalam penetapan imbalan yang diberikan sebagai total pendapatan yang diterima oleh
setiap orang, yaitu jabatan atau Posisi, kompetensi Individual, dan kinerja
7. Beberapa pilihan yang dapat diambil oleh organisasi dalam hal remunerasi, yaitu tidak ada
kompensasi yang dikaitkan dengan kompetensi, kompensasi untuk pengembangan
kompetensi, dan kompensasi untuk penguasaan kompetensi
13