Vous êtes sur la page 1sur 23

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Ismayani Putri
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
No RM : 288373
Tanggal masuk : 09 Agustus 2017, pukul 11:58 WITA
Tanggal keluar : 24 Agustus 2017

II. RIWAWAT KESEHATAN


Autoanamnesis
1. Keluhan utama : Kejang
2. Keluhan tambahan : Sakit Kepala , Demam , Lemas separuh badan kanan
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang rujukan dari puskesmas bunyu, dengan keluhan kejang
sebanyak 1 kali 1 hari SMRS. Kejang selama 2 menit. Kejang seluruh tubuh seperti
kelojotan. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. 3 hari SMRS pasien di rawat di
puskesmas bunyu karena demam 2 hari dan anggota gerak sebelah kiri lemas. Setelah
2 hari dirawat pasien mengalami kejang dan di rujuk. Pasien juga mengeluh sakit
kepala dan demam. Mual muntah disangkal. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
4. Riwayat penyakit keluarga : Di keluarga tidak ada yang pernah mengalami keluhan
yang sama dengan pasien.
5. Riwayat penyakit dahulu : Sakit kepala berulang (+) sejak 3 minggu sebelumnya
Riwayat sakit gigi (+)
6. Riwayat Kebiasaan : Pasien suka mengkonsumsi makanan manis

1
III. PEMERIKSAAN FISIK
Diperiksa tanggal 07 Februari 2017 pukul 07:30 WITA

Status Generalis :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 V5 M6

Tekanan Darah : 129/99 mmHg

Frekuensi Nadi : 78 x/menit

Frekuensi Pernapasan : 22 x/ menit

Suhu : 37.6 oC

Pemeriksaan Umum :

Gizi : Baik

Stigmata : Tidak ada

Warna Kulit : sawo matang

Kelenjar Getah Bening : tidak teraba membesar

Pembuluh Darah : bruit arteri Carotis -, kanan=kiri

Pemeriksaan Regional :

Kepala : tidak ada kelainan

Kalvarium : tidak ada kelainan

Mata : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Mulut : tidak ada kelainan

Telinga : lapang/lapang, sekret -/-, serumen-/-

Oksiput : tidak ada kelainan

Leher : tidak ada kelainan

2
Toraks : pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri

Jantung : bunyi jantung I dan II normal murmur – gallop -

Paru-paru : Vokal fremitus kanan=kiri, sonor kanan=kiri, BND vesikuler ronki -/-
wheezing-/-

Abdomen : perut rata, supel, timpani, asites -, BU + 4 x /menit

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ekstremitas : lemas separuh badan kanan

Pemeriksaan Neurologi :

Rangsang Meningeal :

 Kaku kuduk (-)


 Brudzinski I (-)
 Brudzinski II ( -/- )
 Kernig ( -/-)
 Laseque > 70o / > 70o

Nervus kranialis :

 N. I : Normosmia / normosmia
 N. II :
 Visus secara kasar : baik
 Lihat warna : baik
 Lapangan pandang : sama dengan pemeriksa
 Funduskopi : tidak dilakukan
 N. III, IV, VI :
 Sikap bola mata : simetris
 Pergerakan bola mata : ke segala arah
 Ptosis : ( -/- )
 Enoftalmus : ( -/- )
 Eksoftalmus : ( -/- )
 Strabismus : ( -/- )
 Deviatio konjugee : ( -/- )
 Diplopia : ( -/- )
 Pupil : di tengah, bulat 3 mm/3mm, isokor, RCL+/+, RCTL +/+
 Refleks akomodasi +/+,
 N. V :
 Buka-tutup mulut : baik
 Gerakan rahang : baik

3
 Rasa raba : kanan = kiri
 Rasa nyeri : kanan = kiri
 Rasa suhu : kanan = kiri
 Refleks kornea +/+
 Refleks maseter ( - )
 N. VII :
 Sikap wajah saat istirahat : simetris
 Mimik : wajar
 angkat alis : baik
 Kerut dahi : baik
 Menyeringai : simetris kanan kiri
 Kembung pipi : baik
 Lagoftalmus : -/-
 Rasa kecap 2/3 anterior lidah : baik
 N. VIII :
 nistagmus –
 vertigo –
 Tes gesek jari +/+
 Tes bisik +/+
 Tes rinne +/+
 Tes weber : tidak ada lateralisasi
 Tes swabach : sama dengan pemeriksa
 N. IX, X :
 Uvula : di tengah
 Arkus faring : simetris
 Palatum molle : intak
 Disfoni : –
 Disfagi : –
 Disartria : -
 Refleks faring: +
 Refleks muntah : +
 Refleks okulokardiak : +
 Refleks sinus karotikus : +
 N. XI :
 Angkat bahu : baik kanan=kiri
 Menoleh : kanan-kiri baik
 N. XII :
 Posisi lidah dalam mulut : ditengah
 Julur lidah : ditengah
 Atrofi –
 Fasikulasi –
 Tremor –
 Tenaga otot lidah : baik, kanan=kiri

4
Motorik :

 Derajat Kekuatan Otot :


 5555 4444
 5555 4444
 Tonus Otot : Normotonus
 Trofi Otot : Eutrofi
 Gerakan Spontan Abnormal : Tidak ada

Koordinasi :

 Statis :
o Duduk : baik
o Berdiri : tidak dapat dilakukan
o Berjalan : tidak dapat dilakukan
 Dinamis : Tes telunjuk-telunjuk : baik

Tes telunjuk hidung : baik

Tes tumit lutut : baik

Tes Romberg : tidak dapat dilakukan

Refleks:

Refleks Tendo :

 Biseps ++/++
 Triseps ++/++
 KPR ++/++
 APR ++/++

Refleks Patologis :

 Babinski -/+
 Chaddock -/-
 Gordon -/-
 Oppenheim -/-
 Schaeffer -/-
 Hoffman Trommer -/-
 Klonus lutut -/-
 Klonus Kaki -/-

Sensibilitas :

5
Eksteroseptif :

 Rasa Raba kanan=kiri


 Rasa Nyeri kanan=kiri
 Rasa suhu kanan=kiri

Propioseptif :

 Rasa Gerak : baik


 Rasa Sikap : baik
 Rasa getar : baik

Fungsi otonom

 Miksi : baik
 Defekasi : baik

Fungsi luhur

 Bahasa : baik
 Memori : baik
 Kognitif : baik
 Afek dan emosi : serasi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Lengkap (Tanggal 09/08/2017)
WBC : 24.6 x 103 /µL MXD% : 4.6 %
RBC : 4.70 x 106/µL NEUT% : 83.4 %
HGB : 12.4 g/dL RDW : 12.5 %
HCT : 37.7 % PDW : 10.6 fL
MCV : 80.2 fL MPV : 8.5 fL
MCH : 26.4 pg P-LCR : 14.8 %
MCHC : 32,9 g/dL GDS : 85
PLT : 669 x 103 /µL
LYM% : 12.0%
Kalium : 3.45 Natrium 138.7
Klorida 101.3
V. DIAGNOSIS
- General Tonik Klonik Seizure
VI. TATALAKSANA IGD
6
1. IVFD : NaCl 0.9 % 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
3. Inj. Mecobalamin 1 amp / 12 jam
4. Fenitoin 100 mg 2x1 tab PO
5. Paracetamol 3x500 mg PO

VII. RIWAYAT PERKEMBANGAN PASIEN


(Terlampir)

PEMBAHASAN
ABSES SEREBRI

A. Defenisi

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai serebritis

yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan Pus yang dikelilingi oleh kapsul. 2

C. Epidemiologi.

Di Indonesia belum ada data pasti, namun di AmerikaSerikat dilaporkan sekitar

1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000

orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada pada wanita yaitu dengan

perbandingan 2-3 :1. 2

Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi

pada anak berusia 4 sampai 8 tahun tetapi dengan perkembangan pelayanan vaksinasi,

pengobatan pada infeksi pediatri, serta pandemi AIDS, terjadi pergeseran prevalensi

penderita abses serebri ke usia dekade 3-5 kehidupan. 2

D. Patofisiologi Abses Serebri

7
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di

sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti

trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat

pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;

sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak

pada lobus tertentu.4,5

Pada tahap awal Abses serebri terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak

dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-

kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi

nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia,

fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak

berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan

dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa

sentimeter. 4,5

Setelah kuman masuk ke otak maka selanjutnya akan terjadi proses evolusi

pembentukan abses yaitu :

1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan

plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari 1-3. Sel-sel radang

terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis

infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekitar

otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.

2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar

oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan

8
enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-

makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi

reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar

maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar, terjadi hari ke 4-9.

3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast

meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman

reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat

lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan

substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan

abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam

ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang

tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.

Terjadi pada hari ke 10-13.

4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)

Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis

sebagai berikut:

 Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

 Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

 Kapsul kolagen yang tebal.

 Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.

 Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel

sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.2,4,5

9
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses serebri yang

berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses serebri

lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara

hematogen.4,5

E.Etiologi dan Faktor Predisposisi.

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah,

sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries). Abses otak dapat timbul

akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru,

bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit

jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari

jaringan otak).6,7 Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai

dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis,

atau cerebellum dan batang otak.7

Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,

penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem

kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang

dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit,

luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.

Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak. 2,7

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui

klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal,

terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga

10
menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis

dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat

menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses

pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis.

Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti

kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat

menyebar ke dalam serebelum. 2,6,7

Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci (viridians,

pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram positif, Bacteroides

spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp, dan Clostridium spp), basil aerob

gram-negatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter diversus,

dan Haemophilus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus

(Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang

terjadi. Bakteri yang sering ditemukan 75% ialah streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,

proteus, dan E.Coli. Kebanyakan abses mengandung salah satu bakteri, kira-kira 15% dari

abses mengandung dua atau lebih kuman patogenik dan 20% dari abses ternyata steril2,3,5,7

Faktor Resiko predisposisi lain seperti penggunaan jalur intravena, kelainan jantung,

diabetes, penggunaan steroid dalam jangka waktu lama, alkoholi dan neoplasma. Bila

sumber infeksi tidak jelas, maka dapat diisolasi flora dan kuman anaerob saluran nafas atas.
2

F. Gejala Klinis

Manifestasi klinis pada abses serebri bervariasi tergantung pada tingkat penyakit,

virulensi penyebab infeksi, status imun pasien, lokasi abses, jumlah lesi dan ada tidaknya

meningitis atau ventrikulitis. Manifestasi klinis abses serebri dapat terbagi menjadi :

11
1. Sistemik : demam subfebril kurang dari 50% kasus

2. Serebral umum : sering di kaitkan dengan peningkatan tekanan intrakranial seperti :

nyeri kepala progresif, (>50%), mual, muntah, penurunan kesadaran, papil edema.

3. Serebral fokal : Kejang (40%), perubahan status mental (50%), defisit fokal neurologis

motorik, sensorik dan saraf kranial.

G. Diagnosis.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan

laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk

melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya.

Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin

ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan

diagnosisnya.2,5

Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental,

derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda

rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen. Pemeriksaan motorik

sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan

terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya

bilateral atau tunggal.2

Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu

pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap

darah.. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang

normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis,

glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. kecuali bila terjadi perforasi dalam

ruangan ventrikel.2,5,8

12
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula

menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat

diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi

abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat

delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.2,5,8 Pnemoensefalografi penting

terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses

di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan

pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan

radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan

yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan

hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis

dengan abses.2,8 Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain

memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

Dengan CT scan selain dapat mengetahui lokasi abses dapat pula mengetahui stadium

dari abses. Pada CT Scan akan terlihat daerah dengan densitas yang hipodens, bila berbentuk

kapsul akan dilingkari dengan densitas yang hiperdens. Secara singkat, menurut stadium

radiologiknya terdiri atas : 5,7,8,9

 Early Cerebritis

Gambaran CT Scan bisa normal, atau lesi hipodens dengan batas yang tidak tegas pada

daerah subkortikal. Post kontras didapatkan penyangatan yang heterogen dengan area

enhancement yang tidak begitu jelas disertai perifokal edema disekitarnya dan efek

massa masih minimal.

13
Gambar 1. Gambaran Early cerebritis pada CT-Scan

 Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona
central inflamasi. Tampak lesi hipodens homogen di daerah sentral disertai gambaran
perifokal edema di sekitarnya. Post pemberian kontras akan ditemukan adanya
penyangatan yang irregular pada bagian tepi lesi.

Gambar 2. Gambaran CT Scan stadium Late cerebritis

 Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi

pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran

ring enhancement.

14
Gambar 3. Gambaran CT Scan Early Capsule Stage

 Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses)

yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)

Gambar 4. Gambaran CT Scan Stadium Late Capsule

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur

diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis

abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal

untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding

dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan

granuloma, tuberkuloma, dan toksoplasmosis. 2,3,7

15
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,

metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk

membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya

3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus,

kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan

sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess

biasanya berkembang di medial.

H. GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan

penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri. Termasuk

gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat

sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak (ekstraserebral). 9

Manifestasi klinik gangguan ini ditandai dengan adanya gangguan fungsi

kognitif mencakup gangguan memori, berbahasa, orientasi, kemampuan menilai,

hubungan interpersonal, perilaku dalam pemecahan masalah. Gangguan kognitif

menunjukkan gangguan pada satu atau lebih dari fungsi kognitif dan juga biasanya

dikacaukan oleh simptom perilaku Sindroma klinik yg ditandai oleh psikopatologi

berat dan beragam, mencakup aspek kognisi, emosi, persepsi dan perilaku.10

Diwaktu lampau, keadaan-keadaan ini dikelompokkan dalam gangguan

mental organik atau gangguan otak organik. Biasanya, gangguan-gangguan itu

memiliki kondisi patologis yang dapat diidentifkasi seperti tumor otak, penyakit

serebrovaskuler atau keracunan obat. Sedangkan gangguan tanpa dasar organik

dikenal dengan gangguan fungsional.10

16
Pembedaan antara gangguan organik dan fungsional yang pada masa lalu

dianggap penting, saat ini telah ditinggalkan dan dihapus dari nomenklatur. Setiap

gangguan mental memiliki komponen organik (misalnya : aspek biologi dan kimia).

Karena penilaian kembali ini, konsep dari gangguan fungsional dianggap kurang

tepat lagi sehingga istilah gangguan fungsional dan organik tidak digunakan lagi

dalam DSM IV TR.10

Gejala-gejala Psikotik yang berhubungan dengan abnormalitas Regio otak spesifik12

Gejala-gejala Lokasi Lateralisasi

Gejala-gejala urutan pertama Lobus temporalis Hemisfer dominan

Pikiran-pikiran yang menggema

Suara-suara yang berkomentar

Suara-suara orang ketiga yang

saling berdebat

Melakukan

Merasakan

Thought withdrawal

Thought diffusion

Delusional perception

Delusi yang kompleks Subkortikal atau limbik Bilateral

Sindrom Anton Lobus oksipital, traktus

Optikus

Anosognosia Lobus parietal hemisfer nondominan

Sindrom yang misidenti- Lobus parietal, temporal hemisfer nondominan fikasi

frontal bilateral

Sind.Capras

17
Paramnesia reduplikasi

Sind. Fregoli

Sind. Intermetamorfosis

Kriteria diagnosa Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan Dan disfungsi Otak dan

penyakit Fisik (F06) berdasarkan PPDGJ III berupa : 9

a. Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik yang

diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental yang tercantum;

b. Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan) antara perkembangan

penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental;

c. Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya penyebab

yang mendasarinya;

d. Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental ini

(seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai

pencetus).

I. PENATALAKSANAAN

Penanganan abses serebri harus dilakukan segera, meliputi penggunaan

antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase dan eksisi) atasi edema serebri, dan

pengobatan infeksi primer lokal. 2

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan

antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya

abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin

18
generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan

kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan

sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan

ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma

penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi kombinasi dengan napsiline atau

vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan

meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob,

stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif. Sementara itu pada abses

yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan

metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan

vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi

penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten

terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada

abses lokal, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum

dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. pasien dengan immunocompromised

digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkanterapi amphoterids. 2,3,5

Tabel 1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak

Drug Dose Frekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50- 2-3 kali per hari,IV

100 mg/KgBBt/Hari

Ceftriaxone (Rocephin) 2-3 kali per hari,

50-100 mg/KgBBt/Hari IV

Metronidazole (Flagyl) 3 kali per hari,

35-50 mg/KgBB/Hari IV

19
Nafcillin (Unipen, Nafcil) setiap 4 jam,

2 grams IV

Vancomycin setiap 12 jam,

15 mg/KgBB/Hari IV

Lama pemberian antibiotik tergantung pada klinis pasien namun biasanya diberikan

selama 6-8 minggu dilanjutkan dengan peroral selama 4-8 minggu untuk mencegah relap,

CT scan kepala dapat dilakukan untuk melihat respon terapi. 2

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat

mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul

abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat

risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg

dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditappering dalam 3-7 hari. 2,7

Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan

intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift

pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat

bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari

15 tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak

dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk

mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel. 2,5,7

Penatalaksanaan gangguan mental organik akibat abses serebri meliputi terapi

farmakologis dan nonfarmakologis. Pada setiap pemberian obat psikotropik selalu harus

jelas, pada saat itu apa gejala sasaran (target syndrome)-nya, harus mulai dengan dosis

20
berapa, berapa lama pemberian untuk menilai efektivitas klinis-nya. Juga diperhatikan cara

pemberian-nya, apakah diberikan oral melalui obat tablet/kapsul tergantung kondisi klinis

pasien. Bila sudah mencapai dosis efektif dan optimal, berapa lama harus dipertahankan

untuk stabilisasi, sambil mendapat terapi-terapi lain, dan kapan mulai diturunkan sampai

dosis pemeliharaan (maintenance dosis) serta berapa lama harus menggunakan obat dalam

dosis ini. Patokan klinis apa untuk mulai “tapering off” dan sampai berapa lama pemberian

obat sehingga bisa berhenti total penggunaan obat psikotropik. Terapi Non Farmakologi,

rehabilitasi mencakup, memulihkan, memberikan kompensasi dan mencegah terjadinya

komplikasi. Secara umum, rehabilitasi bertujuan membatasi ketergantungan penderita

seminimal mungkin, dapat melakukan aktivitas sehari-hari, melakukan aktivitas mencari

nafkah dan rekreasi serta mampu mempergunakan waktu luang. Psikoterapi individual

maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama pemberian anti depresan.9,1

J. Komplikasi

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah:

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh massa Abses otak 2,6

K. Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang,

dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang tepat, serta

manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan angka kematian,

dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya

fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk

21
hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah

pembelajaran lainnya.

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Usia muda lebih baik prognosisnya

2)Cepatnya diagnosis ditegakkan

3) Derajat perubahan patologis

4) Soliter atau multipel

5) Penanganan yang adekuat.

6) Penyakit komorbid membuat prognosis pasien lebih buruk

Dengan alat-alat canggih dewasa ini Abses serebri pada stadium dini dapat lebih

cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses serebri yang soliter lebih

baik dari mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi kejang dapat menetap pada 50%

penderita abses serebri.6,11

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku saku diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ -III
dan DSM V. Cetakan ke 2. Bagian Ilmu kedokteran Jiwa FK UNIKA Atma Jaya,
Jakarta. 2013.
2. Raka Sudewi dkk. Infeksi pada Sistem saraf Pusat. Surabaya : Pusat Penerbitan dan
percetakan Airlangga. 2011. Hal : 21-29.
3. .Xiang Y.Han et al :”Fusobacterial brain abscess” A review of five cases and
analysis of possible pathogenesis; Journal of Neurosurg, Oct.2003; vol.99
4. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics
17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
5. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and
Prognosis of Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics.
Availablathttp://aapgrandrounds.aappublications.org accessed at 3 May 2011.
6. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.
USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.
7. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral Abscess
in Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749.
8. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
9. Departemen Kesehatan RI, Gangguan Mental Organik. Dalam: Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III/PPDGJ III. Jakarta,
Departemen Kesehatan RI, 1993
10. Gangguan Mental Organik. Dalam Modul II.1 Psikiatri, 2008
11. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC

23

Vous aimerez peut-être aussi

  • Artian
    Artian
    Document9 pages
    Artian
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Jurnal Reading Hendrikus
    Jurnal Reading Hendrikus
    Document52 pages
    Jurnal Reading Hendrikus
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Maju Case Word
    Maju Case Word
    Document25 pages
    Maju Case Word
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Lapsus Abses Cerebri Hendrikus
    Lapsus Abses Cerebri Hendrikus
    Document23 pages
    Lapsus Abses Cerebri Hendrikus
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Jadwal Jaga Malam
    Jadwal Jaga Malam
    Document1 page
    Jadwal Jaga Malam
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Referat Abses Serebri
    Referat Abses Serebri
    Document13 pages
    Referat Abses Serebri
    Annisa Fadhilah
    Pas encore d'évaluation
  • KELUARGA - Revisi 2011
    KELUARGA - Revisi 2011
    Document30 pages
    KELUARGA - Revisi 2011
    Louisa Salossa
    Pas encore d'évaluation
  • Absen Anestesi
    Absen Anestesi
    Document1 page
    Absen Anestesi
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • 1 - Cover
    1 - Cover
    Document1 page
    1 - Cover
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • 1 - Cover
    1 - Cover
    Document1 page
    1 - Cover
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • DHF
    DHF
    Document12 pages
    DHF
    Merlyn Angelica
    Pas encore d'évaluation
  • Diagnosa Distosia Bahu
    Diagnosa Distosia Bahu
    Document1 page
    Diagnosa Distosia Bahu
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Cover
    Cover
    Document1 page
    Cover
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Artian
    Artian
    Document9 pages
    Artian
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Medina Bank Soal Set-5 PDF
    Medina Bank Soal Set-5 PDF
    Document37 pages
    Medina Bank Soal Set-5 PDF
    Hervi Laksari
    Pas encore d'évaluation
  • COVER Jurnal
    COVER Jurnal
    Document1 page
    COVER Jurnal
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Cover Laporan Kasus
    Cover Laporan Kasus
    Document1 page
    Cover Laporan Kasus
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Pemeriksaan Radiologis Pada Sinus Paranasalis
    Pemeriksaan Radiologis Pada Sinus Paranasalis
    Document12 pages
    Pemeriksaan Radiologis Pada Sinus Paranasalis
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • 07 Cederakepala
    07 Cederakepala
    Document15 pages
    07 Cederakepala
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Isi Status Ujian
    Isi Status Ujian
    Document9 pages
    Isi Status Ujian
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Dr. Banggas
    Dr. Banggas
    Document38 pages
    Dr. Banggas
    ezradamanik
    Pas encore d'évaluation
  • Vertigo PPT ADIT BR
    Vertigo PPT ADIT BR
    Document30 pages
    Vertigo PPT ADIT BR
    ezradamanik
    Pas encore d'évaluation
  • Morbili
    Morbili
    Document19 pages
    Morbili
    Chriscahya Wibisana Candra
    Pas encore d'évaluation
  • COVER Jurnal
    COVER Jurnal
    Document1 page
    COVER Jurnal
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Penjelasan Penatalaksanaan Ncus Daniel
    Penjelasan Penatalaksanaan Ncus Daniel
    Document2 pages
    Penjelasan Penatalaksanaan Ncus Daniel
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • REMAJA Dan Permasalahannya
    REMAJA Dan Permasalahannya
    Document25 pages
    REMAJA Dan Permasalahannya
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • Spondilartrosis
    Spondilartrosis
    Document2 pages
    Spondilartrosis
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • PRE TEST IKA Ke 1
    PRE TEST IKA Ke 1
    Document88 pages
    PRE TEST IKA Ke 1
    Hendrikus Sitanggang
    Pas encore d'évaluation
  • ANTIBIOTIK
    ANTIBIOTIK
    Document8 pages
    ANTIBIOTIK
    Ido Widya Yudhatama
    67% (3)