Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Ismayani Putri
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
No RM : 288373
Tanggal masuk : 09 Agustus 2017, pukul 11:58 WITA
Tanggal keluar : 24 Agustus 2017
1
III. PEMERIKSAAN FISIK
Diperiksa tanggal 07 Februari 2017 pukul 07:30 WITA
Status Generalis :
GCS : E4 V5 M6
Suhu : 37.6 oC
Pemeriksaan Umum :
Gizi : Baik
Pemeriksaan Regional :
2
Toraks : pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri
Paru-paru : Vokal fremitus kanan=kiri, sonor kanan=kiri, BND vesikuler ronki -/-
wheezing-/-
Pemeriksaan Neurologi :
Rangsang Meningeal :
Nervus kranialis :
N. I : Normosmia / normosmia
N. II :
Visus secara kasar : baik
Lihat warna : baik
Lapangan pandang : sama dengan pemeriksa
Funduskopi : tidak dilakukan
N. III, IV, VI :
Sikap bola mata : simetris
Pergerakan bola mata : ke segala arah
Ptosis : ( -/- )
Enoftalmus : ( -/- )
Eksoftalmus : ( -/- )
Strabismus : ( -/- )
Deviatio konjugee : ( -/- )
Diplopia : ( -/- )
Pupil : di tengah, bulat 3 mm/3mm, isokor, RCL+/+, RCTL +/+
Refleks akomodasi +/+,
N. V :
Buka-tutup mulut : baik
Gerakan rahang : baik
3
Rasa raba : kanan = kiri
Rasa nyeri : kanan = kiri
Rasa suhu : kanan = kiri
Refleks kornea +/+
Refleks maseter ( - )
N. VII :
Sikap wajah saat istirahat : simetris
Mimik : wajar
angkat alis : baik
Kerut dahi : baik
Menyeringai : simetris kanan kiri
Kembung pipi : baik
Lagoftalmus : -/-
Rasa kecap 2/3 anterior lidah : baik
N. VIII :
nistagmus –
vertigo –
Tes gesek jari +/+
Tes bisik +/+
Tes rinne +/+
Tes weber : tidak ada lateralisasi
Tes swabach : sama dengan pemeriksa
N. IX, X :
Uvula : di tengah
Arkus faring : simetris
Palatum molle : intak
Disfoni : –
Disfagi : –
Disartria : -
Refleks faring: +
Refleks muntah : +
Refleks okulokardiak : +
Refleks sinus karotikus : +
N. XI :
Angkat bahu : baik kanan=kiri
Menoleh : kanan-kiri baik
N. XII :
Posisi lidah dalam mulut : ditengah
Julur lidah : ditengah
Atrofi –
Fasikulasi –
Tremor –
Tenaga otot lidah : baik, kanan=kiri
4
Motorik :
Koordinasi :
Statis :
o Duduk : baik
o Berdiri : tidak dapat dilakukan
o Berjalan : tidak dapat dilakukan
Dinamis : Tes telunjuk-telunjuk : baik
Refleks:
Refleks Tendo :
Biseps ++/++
Triseps ++/++
KPR ++/++
APR ++/++
Refleks Patologis :
Babinski -/+
Chaddock -/-
Gordon -/-
Oppenheim -/-
Schaeffer -/-
Hoffman Trommer -/-
Klonus lutut -/-
Klonus Kaki -/-
Sensibilitas :
5
Eksteroseptif :
Propioseptif :
Fungsi otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Fungsi luhur
Bahasa : baik
Memori : baik
Kognitif : baik
Afek dan emosi : serasi
PEMBAHASAN
ABSES SEREBRI
A. Defenisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai serebritis
yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan Pus yang dikelilingi oleh kapsul. 2
C. Epidemiologi.
1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000
orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada pada wanita yaitu dengan
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi
pada anak berusia 4 sampai 8 tahun tetapi dengan perkembangan pelayanan vaksinasi,
pengobatan pada infeksi pediatri, serta pandemi AIDS, terjadi pergeseran prevalensi
7
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti
trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat
pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak
Pada tahap awal Abses serebri terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-
kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi
nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia,
fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak
berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan
dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter. 4,5
Setelah kuman masuk ke otak maka selanjutnya akan terjadi proses evolusi
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan
plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari 1-3. Sel-sel radang
terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis
infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekitar
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar
oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan
8
enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-
makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi
reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam
ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang
tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis
sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel
9
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses serebri yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses serebri
lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.4,5
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah,
sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries). Abses otak dapat timbul
akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru,
bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit
jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari
jaringan otak).6,7 Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai
dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis,
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang
dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit,
luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.
Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak. 2,7
klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal,
terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga
10
menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis
dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat
menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses
pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis.
Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti
kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat
spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp, dan Clostridium spp), basil aerob
(Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang
terjadi. Bakteri yang sering ditemukan 75% ialah streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,
proteus, dan E.Coli. Kebanyakan abses mengandung salah satu bakteri, kira-kira 15% dari
abses mengandung dua atau lebih kuman patogenik dan 20% dari abses ternyata steril2,3,5,7
Faktor Resiko predisposisi lain seperti penggunaan jalur intravena, kelainan jantung,
diabetes, penggunaan steroid dalam jangka waktu lama, alkoholi dan neoplasma. Bila
sumber infeksi tidak jelas, maka dapat diisolasi flora dan kuman anaerob saluran nafas atas.
2
F. Gejala Klinis
Manifestasi klinis pada abses serebri bervariasi tergantung pada tingkat penyakit,
virulensi penyebab infeksi, status imun pasien, lokasi abses, jumlah lesi dan ada tidaknya
meningitis atau ventrikulitis. Manifestasi klinis abses serebri dapat terbagi menjadi :
11
1. Sistemik : demam subfebril kurang dari 50% kasus
nyeri kepala progresif, (>50%), mual, muntah, penurunan kesadaran, papil edema.
3. Serebral fokal : Kejang (40%), perubahan status mental (50%), defisit fokal neurologis
G. Diagnosis.
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk
Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin
ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan
diagnosisnya.2,5
derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda
terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap
normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis,
glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. kecuali bila terjadi perforasi dalam
ruangan ventrikel.2,5,8
12
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula
menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat
diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi
abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat
terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses
pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan
radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan
yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan
hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis
dengan abses.2,8 Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain
Dengan CT scan selain dapat mengetahui lokasi abses dapat pula mengetahui stadium
dari abses. Pada CT Scan akan terlihat daerah dengan densitas yang hipodens, bila berbentuk
kapsul akan dilingkari dengan densitas yang hiperdens. Secara singkat, menurut stadium
Early Cerebritis
Gambaran CT Scan bisa normal, atau lesi hipodens dengan batas yang tidak tegas pada
daerah subkortikal. Post kontras didapatkan penyangatan yang heterogen dengan area
enhancement yang tidak begitu jelas disertai perifokal edema disekitarnya dan efek
13
Gambar 1. Gambaran Early cerebritis pada CT-Scan
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona
central inflamasi. Tampak lesi hipodens homogen di daerah sentral disertai gambaran
perifokal edema di sekitarnya. Post pemberian kontras akan ditemukan adanya
penyangatan yang irregular pada bagian tepi lesi.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi
pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran
ring enhancement.
14
Gambar 3. Gambaran CT Scan Early Capsule Stage
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses)
untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding
15
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya
3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus,
kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan
sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess
menunjukkan gangguan pada satu atau lebih dari fungsi kognitif dan juga biasanya
berat dan beragam, mencakup aspek kognisi, emosi, persepsi dan perilaku.10
memiliki kondisi patologis yang dapat diidentifkasi seperti tumor otak, penyakit
16
Pembedaan antara gangguan organik dan fungsional yang pada masa lalu
dianggap penting, saat ini telah ditinggalkan dan dihapus dari nomenklatur. Setiap
gangguan mental memiliki komponen organik (misalnya : aspek biologi dan kimia).
Karena penilaian kembali ini, konsep dari gangguan fungsional dianggap kurang
tepat lagi sehingga istilah gangguan fungsional dan organik tidak digunakan lagi
saling berdebat
Melakukan
Merasakan
Thought withdrawal
Thought diffusion
Delusional perception
Optikus
frontal bilateral
Sind.Capras
17
Paramnesia reduplikasi
Sind. Fregoli
Sind. Intermetamorfosis
Kriteria diagnosa Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan Dan disfungsi Otak dan
a. Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik yang
b. Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan) antara perkembangan
yang mendasarinya;
d. Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental ini
(seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai
pencetus).
I. PENATALAKSANAAN
antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase dan eksisi) atasi edema serebri, dan
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan
abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin
18
generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan
kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan
sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan
ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma
penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi kombinasi dengan napsiline atau
meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob,
stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif. Sementara itu pada abses
yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan
vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi
terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada
abses lokal, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum
100 mg/KgBBt/Hari
50-100 mg/KgBBt/Hari IV
35-50 mg/KgBB/Hari IV
19
Nafcillin (Unipen, Nafcil) setiap 4 jam,
2 grams IV
15 mg/KgBB/Hari IV
Lama pemberian antibiotik tergantung pada klinis pasien namun biasanya diberikan
selama 6-8 minggu dilanjutkan dengan peroral selama 4-8 minggu untuk mencegah relap,
dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditappering dalam 3-7 hari. 2,7
intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift
pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat
bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari
15 tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak
mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel. 2,5,7
farmakologis dan nonfarmakologis. Pada setiap pemberian obat psikotropik selalu harus
jelas, pada saat itu apa gejala sasaran (target syndrome)-nya, harus mulai dengan dosis
20
berapa, berapa lama pemberian untuk menilai efektivitas klinis-nya. Juga diperhatikan cara
pemberian-nya, apakah diberikan oral melalui obat tablet/kapsul tergantung kondisi klinis
pasien. Bila sudah mencapai dosis efektif dan optimal, berapa lama harus dipertahankan
untuk stabilisasi, sambil mendapat terapi-terapi lain, dan kapan mulai diturunkan sampai
dosis pemeliharaan (maintenance dosis) serta berapa lama harus menggunakan obat dalam
dosis ini. Patokan klinis apa untuk mulai “tapering off” dan sampai berapa lama pemberian
obat sehingga bisa berhenti total penggunaan obat psikotropik. Terapi Non Farmakologi,
nafkah dan rekreasi serta mampu mempergunakan waktu luang. Psikoterapi individual
maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama pemberian anti depresan.9,1
J. Komplikasi
3. Edema otak
K. Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang,
dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang tepat, serta
dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya
fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk
21
hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah
pembelajaran lainnya.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini Abses serebri pada stadium dini dapat lebih
cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses serebri yang soliter lebih
baik dari mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi kejang dapat menetap pada 50%
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku saku diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ -III
dan DSM V. Cetakan ke 2. Bagian Ilmu kedokteran Jiwa FK UNIKA Atma Jaya,
Jakarta. 2013.
2. Raka Sudewi dkk. Infeksi pada Sistem saraf Pusat. Surabaya : Pusat Penerbitan dan
percetakan Airlangga. 2011. Hal : 21-29.
3. .Xiang Y.Han et al :”Fusobacterial brain abscess” A review of five cases and
analysis of possible pathogenesis; Journal of Neurosurg, Oct.2003; vol.99
4. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics
17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
5. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and
Prognosis of Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics.
Availablathttp://aapgrandrounds.aappublications.org accessed at 3 May 2011.
6. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.
USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.
7. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral Abscess
in Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749.
8. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
9. Departemen Kesehatan RI, Gangguan Mental Organik. Dalam: Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III/PPDGJ III. Jakarta,
Departemen Kesehatan RI, 1993
10. Gangguan Mental Organik. Dalam Modul II.1 Psikiatri, 2008
11. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
23