Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. PENGERTIAN
Labioschisis adalah adanya gangguan fusi maxillary swelling dengan medial
nasal swelling pada satu sisi akan menimbulkan kelaianan berupa labioschisis
unilateral. Bila kegagalan fusi ini menimbulkan celah di daerah prealveolaris, maka
celah tersebut dikatakan inkomplet, sedang selebihnya dikatakan labioschisis
komplet.
Celah bibir adalah kelainan kongenital pada bibir yang disebabkan oleh
kegagalan struktur fasial embrionik yang tidak komplet, kelainan ini dapat
diasosiasikan dengan anomali lain juga. Insidensi kalainan ini adalah 1 di antara 750
kelahiran hidup. Celah bibir, lebih sering terjadi pada anak laki-laki, dapat muncul
berupa indentasi ringan hingga celah terbuka. (Kathleen Morgan Speer. 2007)
2. EPIDEMIOLOGI
Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui diketahui secara pasti,
hanya disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran. Hidayat dan kawan-
kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987
melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada
bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.
Bibir Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya
dan ras serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. Fogh
Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit
1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan
Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan
insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.
3. ETIOLOGI
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut
antara lain, yaitu :
a. Faktor Genetik atau keturunan
Dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat
terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang
normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex
(kromosom 1 s/d 22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang
menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau
Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,
sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti
ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada
perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi
dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
b. Kurang Nutrisi, contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil,
kekurangan asam folat.
c. Radiasi.
d. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
e. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi rubella
dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
f. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat
toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.
g. Multifaktoral dan mutasi genetik.
h. Diplasia ektodermal.
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk, tingkat kelainan bibir sumbing
bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing
yang diketahui adalah :
a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
tidak memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung
5. PATOFISIOLOGI
Secara umum, labioschisis bisa terjadi karena :
a. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester I.
b. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan
maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
c. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
d. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
6. PATHWAYS
8. KOMPLIKASI
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi
karenannya, yaitu :
a. Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis.
Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada
payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin
dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan
adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik
bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu.
Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses
menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat
membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada
palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini
dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-
palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan
tertentu.
b. Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi
pada arean dari celah bibir yang terbentuk.
c. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol
pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
d. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas
pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole
tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara
dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun
telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk
menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian
karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga
selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan
untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara
(speech therapy) biasanya sangat membantu.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan prabedah rutin (misalnya hitung darah lengkap
b. Pemeriksaan Diagnosis
1) Foto Rontgen
2) Pemeriksaan fisik
3) MRI untuk evaluasi abnormal
10. THERAPY
Terapi untuk pasien dengan labioschisis meliputi perbaikan melalui pembedahan,
untuk memperbaiki penampilan anak, biasanya antara usia 1-3 bulan
11. PENATALAKSANAAN
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini
dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan
bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku
dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh
(rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya
minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
Perawatan
a. Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan
bibir sumbing tidak menghambat penghisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit
menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa
payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan
menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 mgg.
Pengobatan
a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi
waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule
often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui.
c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini
mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara
otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan
operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli
ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-
tulang muka mendeteksi selesai.
e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe”
yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian
belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting
untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah
diperbaiki, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen.
1. PENGKAJIAN
a. Mata, telinga, hidung dan tenggorokan
▬ Pemisahan abnormal bibir atas
▬ Pemisahan gusi bagian atas
▬ Kerusakan gigi-geligi
▬ Kerusakan wicara
▬ Mudah tersedak
▬ Peningkatan otitis
b. Respirasi
▬ Kegawatan pernapasan disertai aspirasi
▬ Kemungkinan dispnea
c. Muskuloskeletal
▬ Gagal bertumbuh
d. Gastrointestinal
▬ Kesulitan pemberian makan
e. Psikososial
▬ Gangguan ikatan antara orang tua-bayi
▬ Gangguan citra tubuh
2. DIAGNOSA KEPERWATAN
a. Prabedah
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
gangguan dalam pemberian makan
2) Risiko infeksi yang berhubungan dengan kelainan
3) Risiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan stres akibat
hospitalisasi
4) Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan pembedahan
b. Post-bedah
1) Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan efek anestesia, edema
pascaoperasi, serta produksi lendir yang berlebihan
2) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan teknik
pemberian makan yang baru dan perubahan diet pascaoperasi
3) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi bedah
4) Nyeri yang berhubungan dengan pembedahan
5) Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah
1. INTERVENSI
Pra-Bedah
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx hasil
1 Setelah diberikan Tempatkan dot botol di Meletakkan dot botol dengan
asuhan keperawatan dalam mulut bayi, pada sisi cara ini dapat menstimulasi
selama ...x24 jam berlawanan dari celah, ke tindakan ” stripping” bayi
diharapkan berat arah belakang lidah. (menekan dot botol melawan
badan seimbang lidah dan atap mulut untuk
dengan kriteria hasil : mengeluarkan susu).
Bayi Posisikan bayi tegak atau Posisi ini mencegah tersedak
mempertahankan semi-Fowler, namun tetap dan regurgitasi per nasal.
status nutrisi yang rileks selama pemberian
ditandai oleh makan.
kenaikan berat Serdawakan bayi setelah Bayi perlu disendawakan
badan bulanan (1/2 setiap pemberian 15 dengan frekuansi yang sering
hingga 1 kg) hingga 30 ml susu, tetapi karena kelainan tersebut dapat
jangan pindahkan dot botol menyebabkan menelan udara
terlalu sering selama lebih banyak sehingga
pemberian makan. menimbulkan rasa tidak
nyaman. Melepas dot botol
terlalu sering dapat
melelahkan, atau membuat
bayi frustasi sehingga
menyebabkan pemberian
makan tidak komplet.
Coba untuk memberi Pemberian makan yang lebih
makan selama kira-kira 45 lama dapat melelahkan bayi
menit atau kurang untuk sehingga dapat menyebabkan
setiap kali makan. pencapaian berat badan yang
sangat kurang.
Posisi tegak mengurangi risiko
Apabila bayi tidak makan aspirasi; menggunakan sebuah
tanpa tersedak atau spuit dan slang karet lunak
teraspirasi, letakkan dalam yang mampu menampung
posisi tegak, dan beri cairan di bagian belakang
makan dengan mulut bayi dapat mengurangi
menggunakan spuit serta aspirasi melalui celah.
slang karet lunak.
4 Setelah diberikan Kaji bayi atau anak untuk Bayi atau anak mungkin
asuhan keperawatan mengetahui iritabilitas, terlalu muda usianya
selama ...x24 jam kehilangan selera makan, untuk mengespresikan
diharapkan nyeri dan kegelisahan setiap 2 rasa tidak nyaman
berkurang dengan jam setelah pembedahan. melalui kata-kata;
kriteria hasil : petunjuk perilaku adalah
Bayi atau anak dapat satu-satunya indikasi
mempertahankan Beri obat analgesik, nyeri
tingkat kenyamanan sesuai program. Obat analgesik dapat
yang ditandai oleh Lakukan aktivitas mengurangi nyeri.
tangisan dan pengalihan, misalnya, Aktivitas pengalihan
iritabilitas yang permainan, kartu, memfokuskan kembali
berkurang videotapes, dan membaca perhatian anak,
buku untuk anak yang mengurangi persepsinya
lebih besar. terhadap nyeri.
5
Setelah diberikan Ajarkan orang tua tentang Menggunakan sendok
asuhan keperawatan teknik pemberian makan makanan padat, dan
selama ...x24 jam berikut ini : spuit berujung karet
diharapkan : - Gunakan sendok, bukan untuk cairan dapat
Orang tua garpu, untuk memberi mengurangi risiko
mengekspresikan makan lunak, serta spuit trauma pada alur
pemahaman tentang berujung karet atau jahitan. Menggunakan
instruksi perawatan mengkuk (jika sedotan dapat
pra bedah dan pasca memungkinkan) untuk membahayakan alur
bedah di rumah dan memberi bayi atau anak jahitan.
mendemonstrasikan cairan.
prosedur perawatan - Jangan biarkan anak
di rumah menggunakan sedotan.
Perawatan alur jahitan
Ajarkan orang tua cara dapat memastikan
merawat alur jahitan : kebrsihan sehingga
- Gunakan larutan salin mengurangi risiko
dan aplikator berujung infeksi, dan mengurangi
kapas untuk pembentukan kerak
membersihkan alur jahitan. yang dapat
- Oleskan salep antibiotik menyebabkan jaringan
sesuai program untuk parut membesar; infeksi
menutup insisi. membutuhkan intervensi
- Periksa area insisi bedah medis.
untuk melihat tanda
infeksi, misalnya,
kemerahan,
pembengkakan, dan
drainase purulen, dan
laporkan temuan tersebut
kepada dokter.
- Beri air sedikit-sedikit
setelah pemberian makan,
untuk membuang sisa
susu yang menempel,
mengingat ini merupakan
media yang baik bagi
pertumbuhan bakteri dan
infeksi. Restrain lengan
Sampaikan kepada orang mencegah bayi atau
tua bahwa mereka harus anak menggaruk alur
mempertahankan lengan jahitan, atau
bayi atau anak terfiksasi. memasukkan benda di
Jelaskan bahwa mereka dalam mulutnya.
harus melepas restrain Melepaskan restrain
secara berkala, memungkinkan ROM
mempertahankan agar dan mencegah
bayi atau anak tetap gangguan neuro
diawasi. vaskular.
Setelah pembedahan Mengatur posisi bayi
celah bibir, instruksikan atau anak melalui cara
orang tua untuk mengatur ini, mencegahnya
posisi bayi atau anak pada menggosokkan bibir ke
ayunan bayi, atau dalam linen tempat tidur.
posisi miring atau
telentang-jangan menekan
daerah abdomen-dengan
kepala tempat tidur
ditinggikan. Menangis yang lama
Beri tahu oranng tua untuk menyebabkan tegangan
mengantisipasi perlunya pada alur jahitan.
bayi atau anak mengurangi Inspeksi telinga dan
tangisan. evaluasi pendengaran
Jelaskan kepada orang sangat penting, karena
tua pentingnya perawatan perkembangan saluran
tidak lanjut, termasuk eustaki yang abnormal
perlunya inspeksi telinga dapat mempredisposisi
dan evaluasi pendengaran bayi atau anak pada
setiap 2-4 bulan dan serangan otitis media
pemeriksaan rutin serta yang lebih sering, yang
imunisasi. dapat mengarah pada
kehilangan
pendengaran.
Pemeriksaan rutin dan
imunisasi membantu
mempertahankan
kesehatan optimal.
2. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
3. EVALUASI
NO.DX EVALUASI
1. Perawatan dapat dikatakan berhasil apabila bayi
dapat mempertahankan status nutrisi adekuat yang ditandai oleh
kenaikan berat badan bulanan (1/2 hingga 1 kg)
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hall and Guyton, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
Noer Sjaifullah H. M, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :
Jakarta.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.