Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan
yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). untuk
meperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang dapat direposisi
tapi sulit dipertahankan dan untuk diberikan hasil yang lebih baik maka
perlu dilkakukan tindakan operasi ORIF ( Open Reduction With Internal
Fixasi). Muttaqin (2008)
System muskuluskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengurus pergerakan. Komponen utama dari system muskuluskeletal adalah
tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25% berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50%. System ini terdiri dari tulang sendi otot
rangka tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
(edisi ke-4)
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya
yang terdiri atashapir 50% air dan bagian padat selebihnya terdiri dari bahan
mineral terutama calcium kurang lebih 67 % dan bahan seluler. Rasjad
(2007)
Menurut data Global Status Report on Road Safety yang dikeluarkan
WHO (World Health Organitation) angka kejadian kecelakaan lalu lintas
mencapai 120 kasus per harinya, sementara angka kemnatian global
mencapai angka 1,24 juta per tahunnya. Pembunuh global paling
mengancam yaitu pada kendaraan bermotor. Diperkirakan angka tersebut
akan meningkat hingga tiga kali lipat menjadi 3,6 juta per tahun pada 2030.
Kecelakaan lalulintas sering sekali terjadi di negara kita, kecelakaan
lalu lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia setelah penyakit
jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun
2008, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan
2
kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan
8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi
40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia.
Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat
di mana pada tahun 2005 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun
selanjutnya 2.277 orang, 2006 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2008, jumlah
ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2009 dari Januari sampai
September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal
903 orang. Kementrian Kesejahteraan Rakyat (2015)
Polda Bali merilis data tingkat kecelakaan lalu lintas di provinsi Bali
sepanjang semester 1 tahun 2018. Tercatat kecelakaan lalu lintas mencapai
1089 kasus merdeka.com (2018)
Di Buleleng angka kecelakaan lalu lintas pada tahun 2017 terjadi 365
jumla kecelakaan atau bila di rata-rata sehari terjadi satu kecelakaan
(PolresBuleleng AKP Sulistyo Utomo)
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu
menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun
fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang.
Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur
ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada
tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan
kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut
3
fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya
fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Dari pemaparan diatas kelompok kami tertarik mengambil kasus
tentang frakturdengan diagnosa medis Asuhan Keperawatan Dengan
Diagnosa Medis CloseFraktur Ankle Dekstra Dan Close Fraktur Os
Humerus 1/3 Distal Dekstra Di Ruang Ibst Rumah Sakit Umum Daerah
Buleleng Tanggal 16 November 2018
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi/Pengertian fraktur ?
2. Bagaiaman Epidemiologi fraktur ?
3. Bagaimana Etiologi terjadinya fraktur ?
4. Apa saja klasifikasi fraktur ?
5. Apa saja tanda dan gejala fraktur ?
6. Bagaimana patofisiologi terjadinya fraktur ?
7. Bagaimana gambaran perjalana fraktur ?
8. Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan ?
9. Apa saja Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang pada fraktur ?
10. Bagaimana Penatalaksanaan Medis pada fraktur ?
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan informasi kepada pembaca terkait tentang fraktur
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui definisi/pengertian fraktur
b. Untuk mengetahui Epidemiologi fraktur
c. Untuk mngetahui etiologi terjadinya fraktur
d. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur
e. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala fraktur
f. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya fraktur
g. Untuk mengetahui gambaran perjalana fraktur
4
D. Sistematika Penulisan
1. Bab I : Pendahuluan (Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan
penulisan, Sistematika penulisan
2. Bab II: Konsep teori asuhan keperawatan
3. Bab III: Kasus kelolaan serta Pembahasan perbandingan kasus serta teori
yang ada
4. Bab IV : penutup : kesimpulan dan saran
5
BAB II
1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson,
2010).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser
(Wijaya dan putri, 2013).
2. Epidemiologi
Kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan kerusakan fisik hingga
kematian. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI)
tahun 2013 menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi,
terdapat 5,8% korban cedera atau sekitar delapan juta orang mengalami
fraktur dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada
bagian ekstremitas atas sebesar 36,9% dan ekstremitas bawah sebesar
65,2%. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menyebutkan bahwa
kejadian kecelakaan lalu lintas di daerah Jawa Tengah sebanyak 6,2%
mengalami fraktur. Menurut Desiartama & Aryana (2017) di Indonesia
kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39%
diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana
penyebab terbesar fraktur femur adalah 2 kecelakaan lalu lintas yang
biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi
(62,6%) dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).4,5% Puncak
6
distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun)
dan orang tua (diatas 70 tahun).
3. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah:
1) Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
3) Kekerasan Akibat Tarikan Otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuteran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
4. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur adalah:
1) Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst).
2) Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
7
6. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
imobilitas yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah
dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2012 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
10
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif
juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk
histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan
sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan
permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini,
mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous
return) dengan cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik.
Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel
dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat
esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan
produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke
metabolisme anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan
berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat)
tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya dan gradient elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum
endoplasmic merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler
setelah itu tidak lama lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan
melepaskan enzim yang mencerna struktur intra-seluler. Bila proses ini
berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel juga terjadi penumpukan
kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler
yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
11
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi
a. Keadaan umum pasien
1) Tingkat Kesadaran pasien
2) Penampilan pasien secara umum
3) Ekspresi wajah pasien
4) Personal hygiene
5) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi, RR)
b. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Kaji bentuk kepala, simetris, massa, nyeri kepala, kulit kepala,
rambut.
12
2) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan), kesimetrisan mata kanan dan kiri, isokor/anisokor pada
pupil, warna sklera.
3) Hidung
Kaji adanya deformitas, pernafasan cuping hidung, sekret yang keluar
dari hidung.
4) Mulut dan Faring
Kaji adanya pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut, nyeri tekan, stomatitis.
5) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan, kaji adanya serumen.
6) Leher
Kesimetrisan leher, kaji adanya massa dan reflek menelan.
7) Thoraks/Paru
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi :Pergerakan sama atau simetris, ada tidaknya nyeri tekan.
Perkusi :Suara ketuk sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi :Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
8) Jantung
Inspeksi : tampak/tidaknya iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus teraba/tidak.
Perkusi : Terdengar suara pekak
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, kaji adanya mur-mur.
9) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Kaji tugor kulit, hepar teraba/tidak.
13
3) Sistem Gastrointestinal
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan apakah abdomen datar atau
membuncit, ada tidaknya benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara bising usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali per menit.
c) Palpasi kaji ada tidaknya nyeri tekan pada abdomen.
d) Perkusi abdomen normal adalah tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak.
4) Sistem Urinari
Kaji BAK pasien, ada tidaknya penggunaan dower catheter.
5) Sistem Reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi
Pada wanita kaji kebersihan payudara dan vulva. Pada laki-laki kaji
keadaan penis.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan keadaan ekstremitas atas dan bawah.
Palpasi pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemeriksaan capillary refill time. Dengan inspeksi
dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
bandingkan antara kiri dan kanan.
15
7) Sistem Neurologi
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan pemeriksaan GCS. Pemeriksaan
reflek patologis dan reflek fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, dan pengecapan.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008) ada 2 yaitu
1) Penatalaksanaan konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan Gips atau dengan macam-macam bidai dari plastik atau
metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan
ini mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap
dan imobilisasi.
2) Penatalaksanaan pembedahan
Penatalasanaan ini sangat penting diketahui oleh perawat, jika ada
keputusan bahwa klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan,
perawat mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan
K-Wire.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang yaitu:
- Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi
terbuka dengan Fiksasi Internal. ORIF akan mengimobilisasi
16
9. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai kemungkinan komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah
yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion
ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak
nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporo
mandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi
rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-
otot pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri
(myofascial pain) Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan
mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang
banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan
atau penanganan secara adekuat.
Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan
fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion
ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian
aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda
asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion
yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat
juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan
17
10. Konsep Perioperatif (Pre Operasi, Intra Operasi dan Post Operasi)
a. Definisi
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah gabungan dari
tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan
post operatif.
b. Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
1) Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
2) Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat
apendiks yang inflamasi
3) Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
4) Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
5) Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki
masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk
mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan.
c. Tahap dalam Keperawatan Perioperatif
1) Fase Pre operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang
terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi
untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu
tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan
18
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi
kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian meliputi:
a. Data Umum
1) Identitas Pasien
Meliputi: nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS,
diagnosa medis, ruangan, golongan darah, dan sumber informasi.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat, dan hubungan dengan pasien.
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
25
4) Disability
a) 2 komponen utama yaitu Tingkat kesadaran dan pupil
b) Cek tingkat kesadaran dengan AVPU atau GCS
A: Alert: pasien sadar, awas, responsive, orientasi waktu,
tempat dan orang baik
V: verbal: Pt berespon terhadap rangsangan verbal tapi
orientasi terhadap orang, tempat dan waktu tidak baik
P: Pain: pasien tidak berespon terhadap rangsangan verbal,
tapi berespon terhadap rangsangan nyeri
U:unresponsive: pasien tidak berespon terhadap rangsangan
nyeri
c) Pengkajian tingkat kesadaran juga dapat dilakukan dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale GCS
d) Pada saat melakukan pengkajian tingkat kesadaran pasien,
hal yang penting untuk dikaji adalah reaksi pupil. Kedua
pupil normalnya isokor dan reaksi cahaya positif. Unisokor
dapat mengindikasikan adanya perdarahan di otak atau
tekanan intracranial yang meningkat.
e) Cek gula darah sewaktu atau gula darah acak. Pasien dengan
hipoglikemia dapat menunjukkan gejala yang menyerupai
penurunan kesadaran.
jika GDA < 30 mg/dl berikan D40% 3 flacon
jika GDA 30 – 60 mg/dl berikan D40% 2 flacon
jika GDA > 60 – 100 mg/dl berikan D40% 1 flacon atau
ikuti SOP
cek kembail GDA setelah 15-30 menit.
f) Tingkat kesadaran pasien juga dapat diukur dengan
menggunakan Gasglow Coma Scale atau GCS.
g) Nilai tertinggi adalah 15 yang menunjukkan pasien sadar
penuh, nilai terendah adalah 3.
29
5) Exposure
a) Jaga privasi dan cegah hipotermi
b) Kaji seluruh bagian tubuh pasien, kaji apakah ada memar,
laserasi, deformitas, warna kulit
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan informasi.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas,
kerusakan rangka neuromuscular, terapi restriktif (imobilisasi).
Intra Operaitf
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
trakeobronkial
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit, fraktur
terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
c. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat trauma (fraktur).
Post Operatif
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit, fraktur
terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, insisi bedah, (operas),
prosedur invasive (pemasangan traksi).
c. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan moucus dalam jumlah
berlebihan
30
kecemasan kien
berkurang dengan N:Dorong Untuk
criteria hasil: pasien untuk mengetahui
-Klien mampu mengungkapkan penyebab
mengidentifikasi, perasaan cemas cemas
mengungkapkan
gejala cemas E :Instruksikan
-klien klien untuk Agar klien
menunjukkan menggunakan tidak mrasa
berkurangnya teknik relaksasi cemas
kecemasan
-Postur C : Kolaborasi
tubuh,ekspresi dengan dokter Untuk
wajah bahasa tubuh dalam meningkatkan
dan tingkat pemeberian KIE kepercayaan
aktivitas kepada tenaga
menunjukkan medis
berkurangnya
kecemasan
-Vital sign dalam
batas normal :
diharapkan pasien
mampu memenuhi N :Bantu pasien Untuk
kebutuhan ADL menggunakan mengetahui
secara mandiri alat bantu kemampuan
dengan criteria berjalan (bila mobilisasi
hasil : perlu) pasien
-klien
meningkatkan E :Ajarkan Memberitahu
dalam aktivitas pasien tentang cara bergerak
fisik teknik yang efektif
-mengerti tujuan ambulansi
dari peningkatan
mobilitas C :Kolaborasi Meningkatkan
-memperagakan dengan keluarga kepercayaan
penggunaan alat dalam diri pasien
-bantu untuk memenuhi dalam proses
mobilisasi (walker) kebutuhan ADL penyembuhan
pasien
33
Intra Operatif
1 Ketidakefektifan Respiratory Airway
bersihan jalan status:Airway suction:
napas patency O :Monitor Membantu
berhubungan Setelah dilakukan status oksigen mengetahui
dengan sekresi tindakan pasien status oksigen
trakeobronkial keperawatan pasien
selama 1x24 jam N : posisikan Membantu
diharapkan pasien untuk mengeluarkan
bersihan jalan memaksimalka secret dari jalan
napas kembali n ventilasi nafas
efektif dengan E : jelaskan Memberi
criteria hasil : pada pasien pengetahuan
Mendemonstrasika dan keluarga klien dan
n batuk efektif dan tentang keluarga tentang
suara nafas bersih penggunaan tindakan yang
(vesikuler) peralatan : diberikan
-menunjukkan jalan oksigen suction
nafas yang paten inhalasi Untuk
(klien tidak merasa C : kolaborasi membantu
tercekik, irama dengan dokter memenuhi
nafas, rekuensi dalam kebutuhan O2
pernafasan dalam pemberian
rentang normal, terapi O2
tidak ada
suaranafas
abnormal)
-saturasi oksigen
dalam batas normal
Post Operatif
1 Kerusakan Tissue integrity:: Exercise therapy :
integritas kulit Setelah dilakukan ambulation
berhubungan tindakan O : Monitor vital Mengetahui
dengan laserasi keperawatan sign sebelun/ keadaan
kulit, fraktur selama 1x.24 jam sesudah latihan umum pasien
terbuka, diharapkan dan lihat respon
pemasangan integritas kulit pasien saat latihan
traksi (pen, terjaga dengan KH:
kawat, sekrup).
NOC : Tissue integrity : N : Bantu pasien Meminimalka
Skin and Mucous untuk n terjadinya
- Integritas kulit menggunakan resiko
yang baik bisa tongkat saat perdarahan
dipertahankan berjalan dan cegah
(sensai, terhadap cedera.
elastisitas,
temperature, E : Ajarkan pasien Mengurangi
hidrasi, atau tenaga pergerakan
pigmentasi) kesehatan lain pasien
- Mampu tentang ambulasi
melindungi C: Konsultasikan Memberikan
kulit dan dengan terapi fisik terapi untuk
mempertahank kesembuhan
an kelembaban pasien.
kulit dan
perawatan
alami.
penye
2 Resiko infeksi Risk Control: Infection Control :
berhubungan Setelah diberikan O: Observasi Mengetahui
dengan trauma, asuhan tanda dan gejala tanda awal
insisi bedah keperawatan 1x24 infeksi infeksi
37
vesikelur
C : Kolaborasi Untuk
dalam pemberian memeberikan
Terapi O2 sesuai terapi sesuai
medikasi medikasi
4. Implementasi Keperawatan
Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan intervensi/perencanaan yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan
39
BAB III
KASUS KELOLAAN
c. Hidung
Inspeksi: Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret.
Palpasi: Tidak terdapat benjolan, tidak terdapat nyeri tekan.
d. Mulut dan Faring
Inspeksi: Bentuk simetris, warna bibir tidak pucat, mukosa bibir
kering.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan.
e. Telinga
Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada serumen, pendengaran baik.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.
f. Leher
Inspeksi: Bentuk leher simetris.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, nadi karotis teraba.
g. Thoraks/Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris pada saat
imspirasi dan ekspirasi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Terdengar bunyi sonor.
Auskultasi : Vesikuler, ronchi (-), whezing (-)
h. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS VI midclavicula sinistra.
Palpasi : Ictus cordis teraba, Nadi 85 x/menit.
Perrkusi : Terdengar suara pekak.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak terdengar mur-mur.
i. Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut buncis, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Turgor kulit elastis.
Perrkusi : Terdengar suara thympani.
Auskultasi : Bising usus 16 x/menit.
j. Integumen
Inspeksi: Warna kulit sawo matang, terdapat luka lecet pada kaki
42
0 0 4 4
0 0 4 4
dan nyaman.
- Hubungan antar anggota keluarga : pasien mengatakan
hubungan antar keluarga baik.
- Pengasuh anak : pasien mengatakan dirumah mengasuh anak.
4. Riwayat Spiritual
- Support system : pasien mengatakan mendapat dukungan dari
keluarga untuk kesembuhan.
- Kegiataan keagamaan : Pasien mengatakan tidak ada masalah
dalam kegiatan agama.
Pengkajian FASE INTRA OPERASI
Posisi saat OK: Supine dan sim kiri.
Penggunaan anastesi: General anastesi.
Skala Resiko ASA (I-V) : ASA II ( Seorang pasien dengan penyakit
sistemik ringan sampai sedang).
Tindakan pembedahan : ORIF P/S Close Fraktur Os Humerus 1/3 Distal
Dekstra dan Close Fraktur Ankle Dekstra
Cairan yang masuk dan keluar : cairan masuk RL 7 Fles, cairan keluar
±200 cc (Darah: 100 cc, Urine: 100 cc)
yang di pantau dari jam : 08.30 – 13.30
WITA.
Kondisi pasien setelah tindakan : Pasien dalam pengaruh obat anastesi
(Pasien tidak sadarkan diri, pasien
tampak terpasang ETT, IVFD RL di
tangan kiri,
TD: 116/76 mmHg
N: 87 x/menit
RR: 16 x/menit
S: 36o C
SpO2: 96%.
44
TERAPI MEDIS :
Pre OP : Amoxicilin 2gr, Gentamicin 1 ampul, IVDF RL 20 tpm.
Intra Op : IVDF RL 60 tpm
45
PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG
Tanggal : 13 November 2018
Jenis Pemeriksaan : Rontgen
No Hasil
Klinis : trauma cruruis D
Hasil pemeriksaan Radiografi Thorax AP :
- Cor : bentuk ukuran dan posisi normal
- Pulmo : tidak tampak infiltrate/cavitas/nodul. Corakan
bronchovaskuler normal, hillus D/S normal.
- Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam.
- Diafragma kanan kiri : normal.
- Tulang-tulang : intak tak tampak kelainan.
Kesan :
Secara radiologis cord an pulmo tidak tampak kelainan.
Radiografi BOF :
- Tidak tampak batu radioopak proyeksi traktus urinarius
- Distibusi udara usus meningkat bercampur fecal material, tidak
tampak dilatasi.
- Kontur hepar/ lien normal.
- Kontur ren kanan kiri tertutup udara usus.
- Psoas line simetris.
- Tulang- tulang intak
Kesimpulan :
- Tidak tampak batu radioopak proyeksi traktus urinarius
- Meteorismus
Radiografi huerus dextra AP/lateral :
- Tampak fraktur os humerus kanan 1/3 distal.
- Trabekulasi tulang normal.
- Tidak tampak lesi titik / blastik.
- Celah sendi normal.
47
Elektrolit
Natrium : 134 136-145 mmol/L
Kalium : 3,6 3.5-5.1 mmol/L
Clorida : 103 98-111 mmol/L
50
5. ANALISA DATA
N : 80 x/menit
Ansietas
RR : 20 x/menit
S : 36 0C
51
- SpO2: 96%.
Obstruksi
jalan nafas
buatan
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Post Operasi
Post Op
DS : - Bersihan Jalan
Nafas
Proses anastesi
DO :
- Pasien tampak masih
dalam pengaruh anastesi Peningkatan
(Pasien tampak lemah, produksi Mukus
tampak mengerang
sesekali, ketika pasien di Penumpukan
- N : 87 x/menit Nafas
- RR: 18 x/menit
- S :36oC
52
- SpO2 : 98 %
- E (3) V (4) M (1) dengan
jumlah skor : 8
7. INTERVENSI
No Hari/Tgl Diagnosa Tujuan Dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
Jumat,
1 16/11- Ansietas Anxiety Control : NIC :
2018 berhubungan Setelah dilakukan Reduction :
qcdkij 08.30 dengan tindakan keperawatan O :Gunakan
Jumat,
3 16/11- Bersihan jalan Airway Management NIC :
2018 nafas Setelah dilakukan asuhan O : Monitor respirasi
08.35 berhubungan keperawatan selama 1x24 dan status O2
O : Kolaborasi dalam
pemberian Terapi O2
sesuai medikasi
55
8. IMPLEMENTASI
No Tgl/jam Implementasi Respon/Evaluasi proses Paraf
1
16 Nov
Pre OK
2018 S: Pasien mengatakan tenang
- Menggunakan
08:30 saat dilakukan pendekatan
pendekatan yang
WITA O: Pasien tampak lebih tenang
menenangkan (dengan
saat dilakukan pendekatan
penuh empati)
dengan menggunakan metode
komunikasi terapeutik
S: Pasien mengatakan takut
- Menstimulasi kondisi pasien
dilakukan operasi karena ini
dengan menanyakan
perasaan pasien sebelum adalah kali pertama pasien
menjalani operasi. menjalani operasi
O: Pasien tampak gelisah
ekspresi wajah tegang
16 Nov Intra OK
2018
08:35 - Memonitor status S: -
WITA oksigen pasien selama O: Pasien tampak terpasang ETT
tindakan pembedahan dengan frekuensi pernafasan
(selang waktu 5 menit) 16 x/menit, SPO2 96%
- Berkolaborasi dengan
S: -
dokter untuk pemberian
O: - pasien sudah diberikan
terapi sesuai medikasi
16 Nov terapi O2 melalui ETT
2018
08:40
WITA
Post OK
S:-
- Memonitor respirasi dan
O: pasien tampak lemah, tidak
status O2
tampak tanda dan gejala
57
9. EVALUASI KEPERAWATAN
No Tgl/jam Diagnosa Medis Catatan perkembangan Paraf
1 Pre OK
2 16 Nov Intra OK
2018 Ketidakefektifan S: -
13.30 bersihan jalan nafas O: Pasien tampak terpasang ETT
WITA berhubungan dengan RR: 18 x/menit
adanya jalan nafas A: Masalah teratasi
buatan ditandai dengan P: Pertahankan intervensi
perubahan frekuensi - Monitor status oksigen
nafas pasien,selama operasi
berlangsung
60
3 Post OK S:-
16 Nov Bersihan jalan nafas O: suara nafas gurgling, masih
2018 berhubungan dengan terdapat moucus pada jalan nafas
13:30 produksi moucus A : Masalah belum teratasi
WITA berlebihan P : Lanjutkan intervensi
- Monitor respirasi dan status O2
61
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2011. Keperawatan medical bedah. EGC
T.Heather dkk, 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi.Jakarta.EGC
Huda, Nurarif Amin dan Hardhi, Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-NOC jilid
1.Jogjakarta.Penerbit Mediacton Jogja
Bulechek, Gloria M. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) fifth
edition. USA: Mosby Inc an Affiliate of Elservier
Herdman. T. Heather. 2011. Nanda Internasional Diagnosis Keperewatan
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Kedokteran EGC
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. USA:
Mosby Inc an Affiliate of Elservier
Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction
Price.S.A dan Wilson. L.M. 2011. Patofisiologi. EGC
Sjamsuhidayat R, Jong WD. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC
Solomon L. 2010. Buku Ajar Ortophedi dan Fraktur sistem apley . Edisi ke 9.
Jakarta : Widia Medika
Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa). Bengkulu : Nuha Medika
Kementrian Kesejahteraan Rakyat (2015).Angka Kejadian Kecelakaan di
Indonesia. Online: https://www.bappenas.go.id diakses tanggal 19
November 2018
Polda Bali (2018) . tingkat kejadian lalu lintas online
https://m.merdeka.com/amp/peristiwa/semseter-i2018-kecelakaan-di-bali-
1089-kasus diakses tanggal 19 november 2018
62
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). untuk
meperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk diberikan hasil yang lebih
baik maka perlu dilkakukan tindakan operasi ORIF ( Open Reduction
With Internal Reduction )
Penyebab dari fraktur yaitu Cedera dan benturan seperti pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, kontraksi otot
ekstrim, Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti
berjalan kaki terlalu jauh, Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau
osteoporosis pada fraktur patologis.
Dari kasus tersebut sehingga muncul diagnosa keperawatan yang
kami kelola yaitu Anxietas berhubungan dengan ancaman pada status
kesehatan, Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
trakeobronkial, Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
moucus dalam jumlah berlebihan.
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah operasi ORIF ( Open
Reduction With Internal Reduction ) serta tindakan anastesi yang
dilakukan yaitu dengan melakukan General Anastesi.
Kondisi pasien pasca operasi yaitu pasien dalam kondisi belum
sadar penuh karena pengaruh dari obat anastesi dengan GCS : E: 3 V: 4
M: 1.
64
B. SARAN
1. Untuk institusi :
Semoga dapat memfasilitasi kebutuhan mahasiswa dalam
mengembangkan keterampilan dan potensi dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan
2. Untuk mahasiswa :
Semoga menjadi lebih kompeten dalam memberikan asuhan
keperawatan untuk pasien
3. Untuk pasien, keluarga dan perawat :
- Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas
pasca operasi.
- Sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi protein untuk
mempercepat penyembuhan luka
65
DAFTAR PUSTAKA