Vous êtes sur la page 1sur 66

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan
yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). untuk
meperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang dapat direposisi
tapi sulit dipertahankan dan untuk diberikan hasil yang lebih baik maka
perlu dilkakukan tindakan operasi ORIF ( Open Reduction With Internal
Fixasi). Muttaqin (2008)
System muskuluskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengurus pergerakan. Komponen utama dari system muskuluskeletal adalah
tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25% berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50%. System ini terdiri dari tulang sendi otot
rangka tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
(edisi ke-4)
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya
yang terdiri atashapir 50% air dan bagian padat selebihnya terdiri dari bahan
mineral terutama calcium kurang lebih 67 % dan bahan seluler. Rasjad
(2007)
Menurut data Global Status Report on Road Safety yang dikeluarkan
WHO (World Health Organitation) angka kejadian kecelakaan lalu lintas
mencapai 120 kasus per harinya, sementara angka kemnatian global
mencapai angka 1,24 juta per tahunnya. Pembunuh global paling
mengancam yaitu pada kendaraan bermotor. Diperkirakan angka tersebut
akan meningkat hingga tiga kali lipat menjadi 3,6 juta per tahun pada 2030.
Kecelakaan lalulintas sering sekali terjadi di negara kita, kecelakaan
lalu lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia setelah penyakit
jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun
2008, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan
2

kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan
8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi
40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia.
Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat
di mana pada tahun 2005 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun
selanjutnya 2.277 orang, 2006 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2008, jumlah
ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2009 dari Januari sampai
September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal
903 orang. Kementrian Kesejahteraan Rakyat (2015)
Polda Bali merilis data tingkat kecelakaan lalu lintas di provinsi Bali
sepanjang semester 1 tahun 2018. Tercatat kecelakaan lalu lintas mencapai
1089 kasus merdeka.com (2018)
Di Buleleng angka kecelakaan lalu lintas pada tahun 2017 terjadi 365
jumla kecelakaan atau bila di rata-rata sehari terjadi satu kecelakaan
(PolresBuleleng AKP Sulistyo Utomo)
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu
menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun
fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang.
Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur
ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada
tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan
kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut
3

fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya
fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Dari pemaparan diatas kelompok kami tertarik mengambil kasus
tentang frakturdengan diagnosa medis Asuhan Keperawatan Dengan
Diagnosa Medis CloseFraktur Ankle Dekstra Dan Close Fraktur Os
Humerus 1/3 Distal Dekstra Di Ruang Ibst Rumah Sakit Umum Daerah
Buleleng Tanggal 16 November 2018

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi/Pengertian fraktur ?
2. Bagaiaman Epidemiologi fraktur ?
3. Bagaimana Etiologi terjadinya fraktur ?
4. Apa saja klasifikasi fraktur ?
5. Apa saja tanda dan gejala fraktur ?
6. Bagaimana patofisiologi terjadinya fraktur ?
7. Bagaimana gambaran perjalana fraktur ?
8. Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan ?
9. Apa saja Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang pada fraktur ?
10. Bagaimana Penatalaksanaan Medis pada fraktur ?

C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan informasi kepada pembaca terkait tentang fraktur
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui definisi/pengertian fraktur
b. Untuk mengetahui Epidemiologi fraktur
c. Untuk mngetahui etiologi terjadinya fraktur
d. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur
e. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala fraktur
f. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya fraktur
g. Untuk mengetahui gambaran perjalana fraktur
4

h. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik yang dilakukan pada fraktur


i. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik/penunjang pada
fraktur
j. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis pada fraktur

D. Sistematika Penulisan
1. Bab I : Pendahuluan (Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan
penulisan, Sistematika penulisan
2. Bab II: Konsep teori asuhan keperawatan
3. Bab III: Kasus kelolaan serta Pembahasan perbandingan kasus serta teori
yang ada
4. Bab IV : penutup : kesimpulan dan saran
5

BAB II

KONSEP TEORI FRAKTUR

A. Konsep Dasar Teori

1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson,
2010).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser
(Wijaya dan putri, 2013).

2. Epidemiologi
Kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan kerusakan fisik hingga
kematian. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI)
tahun 2013 menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi,
terdapat 5,8% korban cedera atau sekitar delapan juta orang mengalami
fraktur dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada
bagian ekstremitas atas sebesar 36,9% dan ekstremitas bawah sebesar
65,2%. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menyebutkan bahwa
kejadian kecelakaan lalu lintas di daerah Jawa Tengah sebanyak 6,2%
mengalami fraktur. Menurut Desiartama & Aryana (2017) di Indonesia
kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39%
diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana
penyebab terbesar fraktur femur adalah 2 kecelakaan lalu lintas yang
biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi
(62,6%) dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).4,5% Puncak
6

distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun)
dan orang tua (diatas 70 tahun).

3. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah:
1) Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
3) Kekerasan Akibat Tarikan Otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuteran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

Menurut Brunner & Suddarth (2011) fraktur dapat disebabkan


oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera
akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.

4. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur adalah:
1) Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst).
2) Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
7

3) Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :


a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
4) Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
˗ Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
˗ Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
˗ Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
˗ Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
8

b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara


hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
˗ Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
˗ Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
˗ Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
6) Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
d. Fraktur Kelelahan :Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
e. Fraktur Patologis :Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.

5. Tanda dan Gejala


Tanda gejala fraktur pada umumnya adalah krepitasi, pembengkakan
local, nyeri, deformitas, dan pemendekan ekstremitas.
1) Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
2) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
3) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
9

4) Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan


dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
5) Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama
lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm.

6. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
imobilitas yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah
dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2012 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
10

contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif
juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk
histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan
sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan
permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini,
mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous
return) dengan cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik.
Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel
dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat
esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan
produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke
metabolisme anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan
berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat)
tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya dan gradient elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum
endoplasmic merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler
setelah itu tidak lama lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan
melepaskan enzim yang mencerna struktur intra-seluler. Bila proses ini
berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel juga terjadi penumpukan
kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler
yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
11

juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul


hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jarring, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth, 2010).

7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi
a. Keadaan umum pasien
1) Tingkat Kesadaran pasien
2) Penampilan pasien secara umum
3) Ekspresi wajah pasien
4) Personal hygiene
5) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi, RR)
b. Pemeriksaan fisik head to toe

1) Kepala
Kaji bentuk kepala, simetris, massa, nyeri kepala, kulit kepala,
rambut.
12

2) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan), kesimetrisan mata kanan dan kiri, isokor/anisokor pada
pupil, warna sklera.
3) Hidung
Kaji adanya deformitas, pernafasan cuping hidung, sekret yang keluar
dari hidung.
4) Mulut dan Faring
Kaji adanya pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut, nyeri tekan, stomatitis.
5) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan, kaji adanya serumen.
6) Leher
Kesimetrisan leher, kaji adanya massa dan reflek menelan.
7) Thoraks/Paru
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi :Pergerakan sama atau simetris, ada tidaknya nyeri tekan.
Perkusi :Suara ketuk sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi :Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
8) Jantung
Inspeksi : tampak/tidaknya iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus teraba/tidak.
Perkusi : Terdengar suara pekak
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, kaji adanya mur-mur.
9) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Kaji tugor kulit, hepar teraba/tidak.
13

Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan/tidak.


Auskultasi : Kaji Bising usus per menit
10) Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan, adanya luka, pendarahan.
11) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
12) Muskuloskeletal
Kaji lokasi fraktur, penurunan tonus otot, mobilisasi pasien,
penurunan rentang gerak, benjolan/massa abnormal pada sistem
muskuloskeletal.
c. Pengkajian Sistem
1) Sistem Respiratori
a) Inspeksi kaji kesimetrisan dinding dada kanan dan kiri, ada
tidaknya benjola atau massa, pergerakan dinding dada.
b) Palpasi kaji ada tidaknya nyeri tekan.
c) Perkusi dinding dada dengan cara mengetuk untuk mendengar
sura paru normal atau tidak. Suara paru normal adalah resonansi
atau sonor. Suara paru abdnormal seperti redup,
hipersonan/tympani.
d) Auskultasi paru untuk mendengarkan suara nafas normal
(vesikuler) atau suara nafas abnormal (rales/krakles, ronchi,
wheezing).
2) Sistem Kardiovaskuler
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS 5 di linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung dan teratur tidaknya
denyut jantung. Serta ada tidaknya nyeri tekan.
14

c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung


terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau tidak.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung
serta adakah murmur yang menunjukkan arus turbulensi darah

3) Sistem Gastrointestinal
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan apakah abdomen datar atau
membuncit, ada tidaknya benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara bising usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali per menit.
c) Palpasi kaji ada tidaknya nyeri tekan pada abdomen.
d) Perkusi abdomen normal adalah tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak.
4) Sistem Urinari
Kaji BAK pasien, ada tidaknya penggunaan dower catheter.
5) Sistem Reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi
Pada wanita kaji kebersihan payudara dan vulva. Pada laki-laki kaji
keadaan penis.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan keadaan ekstremitas atas dan bawah.
Palpasi pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemeriksaan capillary refill time. Dengan inspeksi
dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
bandingkan antara kiri dan kanan.
15

7) Sistem Neurologi
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan pemeriksaan GCS. Pemeriksaan
reflek patologis dan reflek fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, dan pengecapan.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008) ada 2 yaitu
1) Penatalaksanaan konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan Gips atau dengan macam-macam bidai dari plastik atau
metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan
ini mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap
dan imobilisasi.
2) Penatalaksanaan pembedahan
Penatalasanaan ini sangat penting diketahui oleh perawat, jika ada
keputusan bahwa klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan,
perawat mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan
K-Wire.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang yaitu:
- Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi
terbuka dengan Fiksasi Internal. ORIF akan mengimobilisasi
16

fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukan paku,


sekrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-
bagian tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering
digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering
terjadi pada orang tua.
- Open Reduction and External Fixation (OREF) atau Reduksi
Terbuka dengan Fiksasi Eksternal. Tindakan ini merupakan pilihan
bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan
konselosascrew atau dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau
fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.

9. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai kemungkinan komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah
yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion
ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak
nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporo
mandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi
rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-
otot pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri
(myofascial pain) Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan
mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang
banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan
atau penanganan secara adekuat.
Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan
fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion
ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian
aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda
asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion
yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat
juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan
17

melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk


lengkung mandibula.

10. Konsep Perioperatif (Pre Operasi, Intra Operasi dan Post Operasi)
a. Definisi
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah gabungan dari
tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan
post operatif.

b. Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
1) Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
2) Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat
apendiks yang inflamasi
3) Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
4) Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
5) Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki
masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk
mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan.
c. Tahap dalam Keperawatan Perioperatif
1) Fase Pre operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang
terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi
untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu
tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan
18

klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien


untuk anestesi yang diberikan pada saat pembedahan.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang
meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan
persiapan fisiologi (khusus pasien).
a) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani
operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena
takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan
sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan
memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien.
Meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan
sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan,
pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan, kemungkinan
pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan
batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
b) Persiapan Fisiologi, meliputi :
1. Diet (puasa) : pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam
menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada
operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan
ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi pada
saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu
jalannya operasi.
2. Persiapan Perut : Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi
dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah
periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah
konstipasi dan mencegah infeksi.
3. Persiapan Kulit :Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari
rambut.
19

4. Hasil Pemeriksaan : hasil laboratorium, foto roentgen, ECG,


USG dan lain-lain.
c) Persetujuan Operasi / Informed Consent : Izin tertulis dari pasien /
keluarga harus tersedia.
2) Fase Intra operatif
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan
ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan
IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan
kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan
menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan
psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub,
atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan
menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi
yaitu pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan
mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi
pasien adalah :
a) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b) Umur dan ukuran tubuh pasien.
c) Tipe anaesthesia yang digunakan.
d) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
e) Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi
pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga
privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup
dengan duk.
20

f) Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam


dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril
dan tidak steril :
g) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten
ahli bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen
h) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana
anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang
mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
3) Fase Post operatif
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan
pre operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di
ruang pemulihan (recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir
sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus
pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital
serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah. Fase post
operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
a) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca
anastesi (recovery room)
b) Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya
adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan.
Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang
menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan
transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien
diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan
diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus
dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi
21

ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat


anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung
jawab.
c) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan
pasca anastesi
d) Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat
sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) atau unit
perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) sampai
kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal
perawatan).
e) PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi.
Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :
- Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat
anastesi)
- Ahli anastesi dan ahli bedah
- Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
d. Pengkajian Perioperatif
1) Pengkajian fase Pre Operatif
a) Pengkajian Psikologis, meliputi perasaan takut / cemas dan
keadaan emosi pasien
b) Pengkajian Fisik, pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah,
nadi, pernafasan dan suhu.
c) Sistem integument, apakah pasien pucat, sianosis dan adakah
penyakit kulit di area badan.
d) Sistem Kardiovaskuler, apakah ada gangguan pada sisitem cardio,
validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan
minum obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum
alcohol, Oedema, Irama dan frekuensi jantung.
e) Sistem pernafasan, Apakah pasien bernafas teratur dan batuk
secara tiba-tiba di kamar operasi.
22

f) Sistem gastrointestinal, apakah pasien diare ?


g) Sistem reproduksi, apakah pasien wanita mengalami menstruasi?
h) Sistem saraf , bagaimana kesadaran ?
i) Validasi persiapan fisik pasien, apakah pasien puasa, lavement,
kapter, perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien /
perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alaergi terhadap
obat ?
2) Pengkajian fase Intra Operatif
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien
yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan
pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian
psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
a) Pengkajian mental : Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan
prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi
dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur
tersebut.
b) Pengkajian fisik : Tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan
maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut
kepada ahli bedah).
c) Transfusi dan infuse : Monitor flabot sudah habis apa belum.
d) Pengeluaran urin : Normalnya pasien akan mengeluarkan urin
sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
3) Pengkajian fase Post Operatif
a) Status respirasi, Meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
b) Status sirkulatori, Meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna
kulit.
c) Status neurologis, Meliputi tingkat kesadaran.
d) Balutan, Meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus
disambung dengan sistem drainage.
23

e) Kenyamanan, Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah


f) Keselamatan, Meliputi : diperlukan penghalang samping tempat
tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau
dipasang dan dapat berfungsi.
g) Perawatan, Meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan,
kelancaran cairan. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa,
hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
h) Nyeri, Meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat / memperingan.
24

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi
kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian meliputi:
a. Data Umum
1) Identitas Pasien
Meliputi: nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS,
diagnosa medis, ruangan, golongan darah, dan sumber informasi.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat, dan hubungan dengan pasien.
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
25

P (Provoking Incident) : apakah ada peristiwa yang


menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
Q (Quality of Pain) : seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
R (Region : radiation, relief) : apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau
P
menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
(
S (Severity/Scale of Pain) : seberapa jauh rasa nyeri yang
a
dirasakan klien, bisa
t
berdasarkan skala nyeri atau
a
klien menerangkan seberapa jauh
u
rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
s
T (Time) : berapa lama nyeri berlangsung,
i
kapan, apakah bertambah buruk
a
pada malam hari atau siang hari.
n
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
3) Riwayat Penyakit

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1) Penyakit yang pernah dialami
2) Riwayat perawatan
3) Riwayat operasi
4) Riwayat pengobatan
5) Kecelakaan yang pernah dialami
6) Riwayat Alergi
26

d. Pengkajian Keperawatan (Primary Survey dan Secondary Survey)


Primary survey atau primary assessment atau pengkajian primer
terdiri dari:
1) A: Airway
a) Langkah pertama adalah pastikan jalan nafas patent karena
apapun masalah klinis pasien, jika jalan nafas terganggu maka
pasien berada dalam keadaan yang mengancam jiwa. Pasien
dengan penurunan kesadaran (GCS < 8 atau tidak berespon
terhadap rangsangan nyeri) tidak akan dapat mempertahankan
jalan nafas yang paten. Karena itu penting untuk mengkaji tingkat
kesadaran pasiej secara cepat dengan APVU (apakah pasien Alert,
responsive to verbal, responsive to pain atau unresponsive)
b) Kaji apakah ada tanda-tanda obstruksi jalan nafas dengan look,
listen dan feel
c) Apakah pasien dapat berbicara dengan jelas?
d) Buka mulut pasien dan kaji apakah ada sumbatan dijalan nafas
seperti darah, benda asing
e) Kaji apakah ada edema di bibir, lidah dan leher
Tanda-tanda sumbatan jalan nafas partial:
a) Suara nafas stridor
b) Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan
c) Pergerakan dada dan perut paradoxical
Pada sumbatan jalan nafas total tidak ada suara nafas
Jika jalan nafas tidak patent, maka lalukan tindakan membuka
jalan nafas yaitu:
1. Finger swab
2. Head tilt – chin lift
3. Jaw thrust
4. Suction
27

5. Pemasangan Oropharingeal airway (OPA/gudel) atau


Nasopharingeal airway
6. Berikan oksigen dengan non-rebreathing mask (NRM)
7. Persiapkan pasien untuk tindakan intubasi jika tindakan-
tindakan diatas tidak dapat membebaskan jalan nafas pasien
2) B: Breathing
Look
a) kaji apakah pasien bernafas spontan
b) kaji frekuensi nafas dan irama
c) kaji apakah pergerakan dada simetris
d) apakah ada retraksi otot pernafasan tambahan yaitu otot
sternokloidomastoid, nasal faring retraction
Listen
a) Dengarkan suara paru
b) Apakah ada suara nafas yang tidak normal
Feel
a) Palpasi apakah ada krepitus, deformitas

Apabila ada distress pernafasan:


1. Berikan oksigen dengan bag-mask
2. Intervensi untuk tension pneumothorax: needle
thorakotomi di intercostae ke 2 midclavikula
3) Circulation
Kaji
a) Warna kulit: pucat?, sianosis?
b) Apakah akral hangat?, dingin?
c) Cek capillary refill time (normal < 2 detik)
d) Apakah ada perdarahan/trauma ?
e) Kaji nadi perifer untuk frekuensi dan irama >> jika tidak
ada nadi lakukan resusitasi
f) Pasang cardiac monitor
g) Pasang IV canula
28

4) Disability
a) 2 komponen utama yaitu Tingkat kesadaran dan pupil
b) Cek tingkat kesadaran dengan AVPU atau GCS
A: Alert: pasien sadar, awas, responsive, orientasi waktu,
tempat dan orang baik
V: verbal: Pt berespon terhadap rangsangan verbal tapi
orientasi terhadap orang, tempat dan waktu tidak baik
P: Pain: pasien tidak berespon terhadap rangsangan verbal,
tapi berespon terhadap rangsangan nyeri
U:unresponsive: pasien tidak berespon terhadap rangsangan
nyeri
c) Pengkajian tingkat kesadaran juga dapat dilakukan dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale GCS
d) Pada saat melakukan pengkajian tingkat kesadaran pasien,
hal yang penting untuk dikaji adalah reaksi pupil. Kedua
pupil normalnya isokor dan reaksi cahaya positif. Unisokor
dapat mengindikasikan adanya perdarahan di otak atau
tekanan intracranial yang meningkat.
e) Cek gula darah sewaktu atau gula darah acak. Pasien dengan
hipoglikemia dapat menunjukkan gejala yang menyerupai
penurunan kesadaran.
jika GDA < 30 mg/dl berikan D40% 3 flacon
jika GDA 30 – 60 mg/dl berikan D40% 2 flacon
jika GDA > 60 – 100 mg/dl berikan D40% 1 flacon atau
ikuti SOP
cek kembail GDA setelah 15-30 menit.
f) Tingkat kesadaran pasien juga dapat diukur dengan
menggunakan Gasglow Coma Scale atau GCS.
g) Nilai tertinggi adalah 15 yang menunjukkan pasien sadar
penuh, nilai terendah adalah 3.
29

5) Exposure
a) Jaga privasi dan cegah hipotermi
b) Kaji seluruh bagian tubuh pasien, kaji apakah ada memar,
laserasi, deformitas, warna kulit

2. Diagnosa Keperawatan
Pre operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan informasi.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas,
kerusakan rangka neuromuscular, terapi restriktif (imobilisasi).
Intra Operaitf
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
trakeobronkial
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit, fraktur
terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
c. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat trauma (fraktur).
Post Operatif
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit, fraktur
terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, insisi bedah, (operas),
prosedur invasive (pemasangan traksi).
c. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan moucus dalam jumlah
berlebihan
30

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Pra Operatif
NO DIAGNOSA NOC NIC Rasional
1 Nyeri akut Pain control: Pain
berhubungan Setelah diakukan management:
dengan agen tindakan O : Lakukan Untuk
cedera fisik, keperawatan pengkajian mengetahui
spasme otot, selama 1x24 jam nyeri skala nyeri
gerakan diharapkan nyeri (P,Q,R,S,T) pada klien

fragmen tulang, dapat


berkurang/hilang N : Bantu klien Membantu
edema, cedera
dengan criteria dalam posisi klien kurangi
jaringan lunak,
hasil : nyaman nyeri
pemasangan
-Klien mampu
traksi.
mengontrol nyeri E: Ajarkan Membantu
-klien melaporkan teknik napas mengalihkan
nyeri dalam (reaksasi) nyeri
berkurang/hilang
C : Kolaborasi
dengan dokter Membantu
dalam pemulihan
pemberian pasien dan
terapi sesuai meminimalkan
medikasi nyeri

2 Ansietas NOC: Anxiety Self Anxiety


berhubungan Control Reduction :
dengan kurang Setelah diakukan O :Gunakan Untuk
pengetahuan dan tindakan pendekatan mengetahui
informasi keperawatan yang tingkat
selama 1x24 jam menenangkan kecemasan
diharapkan klien
31

kecemasan kien
berkurang dengan N:Dorong Untuk
criteria hasil: pasien untuk mengetahui
-Klien mampu mengungkapkan penyebab
mengidentifikasi, perasaan cemas cemas
mengungkapkan
gejala cemas E :Instruksikan
-klien klien untuk Agar klien
menunjukkan menggunakan tidak mrasa
berkurangnya teknik relaksasi cemas
kecemasan
-Postur C : Kolaborasi
tubuh,ekspresi dengan dokter Untuk
wajah bahasa tubuh dalam meningkatkan
dan tingkat pemeberian KIE kepercayaan
aktivitas kepada tenaga
menunjukkan medis
berkurangnya
kecemasan
-Vital sign dalam
batas normal :

3 Hambatan -Joint movement Exercise


mobilitas fisik active therapy :
berhubungan -Mobility level Ambulation
dengan -Self care : ADLs O :Monitoring Untuk
deformitas, -Transfer vital sign mengetahui
kerusakan rangka performance sebelum dan kemampuan
neuromascular, Setelah dilakukan sesudah latihan mobilisasi
terapi resriktif tindakan dan lihat respon pasien
(imobilisasi). keperawatan pasien saat
selama 1x24jam latihan
32

diharapkan pasien
mampu memenuhi N :Bantu pasien Untuk
kebutuhan ADL menggunakan mengetahui
secara mandiri alat bantu kemampuan
dengan criteria berjalan (bila mobilisasi
hasil : perlu) pasien
-klien
meningkatkan E :Ajarkan Memberitahu
dalam aktivitas pasien tentang cara bergerak
fisik teknik yang efektif
-mengerti tujuan ambulansi
dari peningkatan
mobilitas C :Kolaborasi Meningkatkan
-memperagakan dengan keluarga kepercayaan
penggunaan alat dalam diri pasien
-bantu untuk memenuhi dalam proses
mobilisasi (walker) kebutuhan ADL penyembuhan
pasien
33

Intra Operatif
1 Ketidakefektifan Respiratory Airway
bersihan jalan status:Airway suction:
napas patency O :Monitor Membantu
berhubungan Setelah dilakukan status oksigen mengetahui
dengan sekresi tindakan pasien status oksigen
trakeobronkial keperawatan pasien
selama 1x24 jam N : posisikan Membantu
diharapkan pasien untuk mengeluarkan
bersihan jalan memaksimalka secret dari jalan
napas kembali n ventilasi nafas
efektif dengan E : jelaskan Memberi
criteria hasil : pada pasien pengetahuan
Mendemonstrasika dan keluarga klien dan
n batuk efektif dan tentang keluarga tentang
suara nafas bersih penggunaan tindakan yang
(vesikuler) peralatan : diberikan
-menunjukkan jalan oksigen suction
nafas yang paten inhalasi Untuk
(klien tidak merasa C : kolaborasi membantu
tercekik, irama dengan dokter memenuhi
nafas, rekuensi dalam kebutuhan O2
pernafasan dalam pemberian
rentang normal, terapi O2
tidak ada
suaranafas
abnormal)
-saturasi oksigen
dalam batas normal

2 Kerusakan Tissue integrity: Insision site


integritas kulit Setelah dilakukan care :
berhubungan tindakan O : Monitor Untuk
34

dengan laserasi keperawatan tanda dan mengetahui


kulit, fraktur selama 1x24 jam gejala infeksi tanda dan gejala
terbuka, diharapkan pada area insisi infeksi
pemasangan integritas kulit
traksi (pen, terjaga dengan N : Bersihkan Untuk mencegah
kawat, sekrup). Kriteria Hasil : area sekitar terjadinya
NOC jahitan atau infeksi
- Integritas kulit staples,
yang baik bisa menggunakan
dipertahankan lidi kapas steril
(sensai, E : Anjurkan
elastisitas, pasien
temperature, menggunakan Untuk
hidrasi, pakaian yang memberikan rasa
pigmentasi) longgar nyaman
- Mampu
melindungi C: Delegatif
kulit dan dalam
mempertahank pemberian Untuk
an kelembaban terapi mempercepat
kulit dan penyembuhan
perawatan
alami.

3 Resiko syok Syok Prevention : Syok


hipovolemik Setelah dilakukan preventionUntuk
: Mengetahui status
berhubungan tindakan O : Monitor oksigen pasien
dengan keperawatan tanda inadekuat
kehiangan darah selama 1x24 jam oksigenasi
akibat trauma diharapkan tidak jaringan.
(fraktur) terjadi syok N:Menempatka Meminimalkan
hipovolemik n pasien dalam terjadinya resiko
35

dengan KH : posisis perdarahan


NOC : Syok prevention supinasi, kaki
- Nadi dalam elevasi untuk
batas yang peningkatan
diharapkan preload dengan
- Frekuensi tepat
nafas dalam E : Ajarkan Membantu
batas yang keluarga dan memberikan
diharapkan pasien tentang dukungan
- Irama tanda dan psokologis untuk
pernafasan gejala pasien
dalam batas datangnya syok Membantu
normal C : Delegatif proses
dalam penyembuhan
pemberian klien
terapi.
36

Post Operatif
1 Kerusakan Tissue integrity:: Exercise therapy :
integritas kulit Setelah dilakukan ambulation
berhubungan tindakan O : Monitor vital Mengetahui
dengan laserasi keperawatan sign sebelun/ keadaan
kulit, fraktur selama 1x.24 jam sesudah latihan umum pasien
terbuka, diharapkan dan lihat respon
pemasangan integritas kulit pasien saat latihan
traksi (pen, terjaga dengan KH:
kawat, sekrup).
NOC : Tissue integrity : N : Bantu pasien Meminimalka
Skin and Mucous untuk n terjadinya
- Integritas kulit menggunakan resiko
yang baik bisa tongkat saat perdarahan
dipertahankan berjalan dan cegah
(sensai, terhadap cedera.
elastisitas,
temperature, E : Ajarkan pasien Mengurangi
hidrasi, atau tenaga pergerakan
pigmentasi) kesehatan lain pasien
- Mampu tentang ambulasi
melindungi C: Konsultasikan Memberikan
kulit dan dengan terapi fisik terapi untuk
mempertahank kesembuhan
an kelembaban pasien.
kulit dan
perawatan
alami.

penye
2 Resiko infeksi Risk Control: Infection Control :
berhubungan Setelah diberikan O: Observasi Mengetahui
dengan trauma, asuhan tanda dan gejala tanda awal
insisi bedah keperawatan 1x24 infeksi infeksi
37

(operasi), jam diharapkan Agar pasien


prosedur resiko infeksi tidak N: Memberikan mengetahui
invasive terjadi dengan pengetahuan apa saja resiko
(pemasangan Kriteria hasil : tentang resiko dari infeksi
traksi). 1. Tidak terdapat infeksi

tanda infeksi Agar keluarga


2. Klien bebas E : Menganjurkan
dan pasien
dari tanda dan pasien dan
mengetahui
gejala infeksi keluarga tanda dan
tanda dan
gejala infeksi
gejala dari
infeksi

C : Kolaborasi obat analgetik

dengan dokter bias mencegah

untuk pemberian terjadinya

obat antibiotik infeksi

3 Bersihan Jalan Airway O : Monitor Untuk


nafas Management respirasi dan status megetahui
berhubungan Setelah dilakukan O2 Respirasi dan
dengan moucus asuhan status O2
dalam jumlah keperawatan Pasien
berlebihan selama 1x24 jam N : Jaga posisi Untuk
diharapkan pasien pasien agar tetap memberikan
menunjukan jalan aman posisi yang
nafas yang paten nyaman
dengan kriteria Memberikan
hasil : E : Edukasi
pengetahuan
keluarga pasien
- Tidak ada kepada
tentang kondisi
bunyi nafas keluarga
pasien pasca
gurgling pasien tentang
operasi
- Diharapkan kondisi pasien
bunyi nafas
38

vesikelur
C : Kolaborasi Untuk
dalam pemberian memeberikan
Terapi O2 sesuai terapi sesuai
medikasi medikasi

4. Implementasi Keperawatan
Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan intervensi/perencanaan yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan
39

BAB III
KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS CLOSE


FRAKTUR ANKLE DEKSTRA DAN CLOSE FRAKTUR OS HUMERUS
1/3 DISTAL DEKSTRA DI RUANG IBST RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH BULELENG TANGGAL 16 NOVEMBER 2018

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN RUANG PERIOPERATIF (OK)


Tgl/ Jam : 14 November 2018 No. RM : 063410
Ruangan : OK Diagnosis Medis : CF Ankle+CF Humerus

Nama/Inisial : Tn.K Jenis Kelamin : Laki-laki


Umur : 64 Th Status Perkawinan : Menikah
Agama : Hindu Sumber Informasi : Tn.S
Pendidikan : SMA Hubungan : Adik
IDENTI
Pekerjaan : Swasta
TAS
Suku/ Bangsa : Indonesia
Alamat : Ds.Tembok

Keluhan utama saat MRS : Pasien mengeluh nyeri pada lengan


kanan dan pergelangan kaki kanan
RIWAY setelah kecelakaan, luka lecet pada
AT ibu jari kanan.
SAKIT Keluhan utama saat pengkajian : Pasien mengeluh nyeri pada lengan
DAN kanan dan pergelangan kanan dan
KESEH mengeluh cemas sebelum dilakukan
ATAN operasi.
Triase pada saat MRS : Level 4
Riwayat penyakit saat ini :Pasien mengatakan jatuh terserempet
40

truk, dengan tumpuan ekstremitas


kanan sehingga terjadi fraktur.
Riwayat Allergi : Pasien mengatakan tidak memiliki
riwayat alergi.
Riwayat Pengobatan : Sebelum masuk ruang operasi pasien
diberikan obat di ruang kamboja
yaitu: Ketorolax 3x1 ampul,
Novorapid 3x10 IU, Lantus 3x2 IU,
IVDF RL 20 tpm.
Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga: Pasien
mengatakan pertama kali di rawat dirumah sakit dengan keluhan patah
tulang.
Pengkajian (PRE OPERASI)
Keadaan Umum :
- Keluhan : Pasien mengatakan takut dilakukan tindakan operasi karena
ini adalah pertama kali dilakukan tindakan operasi, pasien
mengatakan sudah puasa selama 8 jam dimulai dari jam
00.00 wita,.
- Kesadaran : secara umum kesadaran pasien dengan keadaan compos
PENG
mentis
KAJIA
- Ekspresi wajah : Tegang,
N PRE
- Tanda- tanda Vital : TD : 110/80 mmHg, N: 80 /menit, RR:
OPER
18x/menit, S: 36OC
ASI
Pemeriksaan Fisik Head To Toe :
a. Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris,warna rambut hitam,penyebaran
rambut merata,kulit kepala bersih.
Palpasi: Tidak terdapat massa atau benjolan.
b. Mata
Inspeksi: Bentuk mata simetris, ikterus tidak ada.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan.
41

c. Hidung
Inspeksi: Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret.
Palpasi: Tidak terdapat benjolan, tidak terdapat nyeri tekan.
d. Mulut dan Faring
Inspeksi: Bentuk simetris, warna bibir tidak pucat, mukosa bibir
kering.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan.
e. Telinga
Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada serumen, pendengaran baik.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.
f. Leher
Inspeksi: Bentuk leher simetris.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, nadi karotis teraba.
g. Thoraks/Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris pada saat
imspirasi dan ekspirasi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Terdengar bunyi sonor.
Auskultasi : Vesikuler, ronchi (-), whezing (-)
h. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS VI midclavicula sinistra.
Palpasi : Ictus cordis teraba, Nadi 85 x/menit.
Perrkusi : Terdengar suara pekak.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak terdengar mur-mur.
i. Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut buncis, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Turgor kulit elastis.
Perrkusi : Terdengar suara thympani.
Auskultasi : Bising usus 16 x/menit.
j. Integumen
Inspeksi: Warna kulit sawo matang, terdapat luka lecet pada kaki
42

kanan dan tangan kanan, terdapat tato pada lengan atas


bagian kanan. Terpasang IVFD RL 20 tetes per menit pada
punggung tangan kiri.
Palpasi: Turgor kulit elastis.
k. Inguinal-Genetalia-Anus
Inspeksi: Tidak terdapat ulkus, warna sedikit hitam, terpasang
kateter.
l. Muskuloskeletal
Inspeksi: Terdapat fraktur tertutup pada pergelangan kaki (ankle)
kanan dan fraktur tertutup pada bagian humerus kanan.
Palpasi: Terdapat nyeri tekan pada bagian fraktur (ankle kanan dan
humerus kanan), tonus otot:

0 0 4 4

0 0 4 4

Persiapan OK (informed consent, pemeriksaan penunjang, obat, therapi


cairan, Transfusi, Skrent, baju dan topi Ok, puasa pasien ) : Sudah
dilakukan sesuai dengan SOP rumah sakit.
2. Riwayat Bio

- Pola Nutrisi : Pasien mengatakan dirumah sakit makanannya


habis 1 porsi 3kali dalam sehari,
- Pola Eliminasi : pasien mengatakan belum dapat BAB selama di
rumah sakit dan BAK melalui kateter.
- Pola Aktivitas : Pasien mengatakan mampu makan dan minum
sendiri, mandi dibantu orang lain, berpakaian dibantu orang lain,
mobilisasi dibantu orang lain, berpindah dibantu.
3. Riwayat Psikologi
- Tempat Tinggal : Pasien mengatakan tempat tinggal milik
sendiri.
- Lingkungan Rumah : Psien mengatakan lingkungan rumah aman
43

dan nyaman.
- Hubungan antar anggota keluarga : pasien mengatakan
hubungan antar keluarga baik.
- Pengasuh anak : pasien mengatakan dirumah mengasuh anak.
4. Riwayat Spiritual
- Support system : pasien mengatakan mendapat dukungan dari
keluarga untuk kesembuhan.
- Kegiataan keagamaan : Pasien mengatakan tidak ada masalah
dalam kegiatan agama.
Pengkajian FASE INTRA OPERASI
Posisi saat OK: Supine dan sim kiri.
Penggunaan anastesi: General anastesi.
Skala Resiko ASA (I-V) : ASA II ( Seorang pasien dengan penyakit
sistemik ringan sampai sedang).
Tindakan pembedahan : ORIF P/S Close Fraktur Os Humerus 1/3 Distal
Dekstra dan Close Fraktur Ankle Dekstra
Cairan yang masuk dan keluar : cairan masuk RL 7 Fles, cairan keluar
±200 cc (Darah: 100 cc, Urine: 100 cc)
yang di pantau dari jam : 08.30 – 13.30
WITA.
Kondisi pasien setelah tindakan : Pasien dalam pengaruh obat anastesi
(Pasien tidak sadarkan diri, pasien
tampak terpasang ETT, IVFD RL di
tangan kiri,
TD: 116/76 mmHg
N: 87 x/menit
RR: 16 x/menit
S: 36o C
SpO2: 96%.
44

Pengkajian POST OPERASI (Recovery Room)


Kondisi pasien pasca pembedahan : Pasien dalam pengaruh anastesi terdapat
luka post op pada os ankle (D) dan os Humerus (D) ( Pasien tampak lemah,
pasien tampak sesekali mengerang ketika di panggil pasien menoleh dan
tertidur kembali).
GCS: E (3) V (4) M (1) dengan jumlah skor : 8
TTV : TD : 100/64 mmHg, N : 87 x/menit, S :36oc, RR: 20 x/mnt,
SpO2 : 98%
Skor pemulihan pasca anastesi :
- Nilai warna : Pucat (1)
- Pernafasan : Dangkal namun pertukaran gas adekuat (1)
- Sirkulasi : Tekanan darah menyimpang <20% dari normal (2)
- Kesedaran : Bangun namum cepat kembali tertidur (1)
- Aktivitas : Tidak bergerak (0)
Jam 13.35 WITA

JENIS TINDAKAN OPERASI : ORIF P/S Close Fraktur Os Humerus


1/3 Distal Dekstra dan Close Fraktur Ankle
Dekstra
JENIS ANASTESI : General Anastesi
JENIS PRA MEDIKASI : Amoxicilin 2gr , Gentamicin 1 ampul.
LAPO
CM – CK BALANCE CAIRAN : Cairan masuk : ± 2500 cc
RAN
Cairan Keluar : ± 300 cc.
OK
KONDISI PASIEN SELAMA OK : Pasien dalam pengaruh anastesi dan
dalam pengawasan petugas.
TTV : TD: 116/76 mmHg, N: 100 x/menit, RR: 19 x/menit , S: 36o C
SpO2: 96%.

TERAPI MEDIS :
Pre OP : Amoxicilin 2gr, Gentamicin 1 ampul, IVDF RL 20 tpm.
Intra Op : IVDF RL 60 tpm
45

Post Op : IVDF RL 20 tpm, Ketorolac 2 ampul.


46

PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG
Tanggal : 13 November 2018
Jenis Pemeriksaan : Rontgen
No Hasil
Klinis : trauma cruruis D
Hasil pemeriksaan Radiografi Thorax AP :
- Cor : bentuk ukuran dan posisi normal
- Pulmo : tidak tampak infiltrate/cavitas/nodul. Corakan
bronchovaskuler normal, hillus D/S normal.
- Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam.
- Diafragma kanan kiri : normal.
- Tulang-tulang : intak tak tampak kelainan.
Kesan :
Secara radiologis cord an pulmo tidak tampak kelainan.
Radiografi BOF :
- Tidak tampak batu radioopak proyeksi traktus urinarius
- Distibusi udara usus meningkat bercampur fecal material, tidak
tampak dilatasi.
- Kontur hepar/ lien normal.
- Kontur ren kanan kiri tertutup udara usus.
- Psoas line simetris.
- Tulang- tulang intak
Kesimpulan :
- Tidak tampak batu radioopak proyeksi traktus urinarius
- Meteorismus
Radiografi huerus dextra AP/lateral :
- Tampak fraktur os humerus kanan 1/3 distal.
- Trabekulasi tulang normal.
- Tidak tampak lesi titik / blastik.
- Celah sendi normal.
47

- Tampak soft tissue swelling.


Kesan :
Fraktur os humerus kanan 1/3 distal.
Radiografi ceruris dextra AP/lateral :
- Tampak fraktur malleolus medial kanan.
- Tampak fraktur malleolus lateral kanan.
- Tidak tampak lesi litik/blastik.
- Soft tissue swelling.
Kesan :
Fraktur malleolus medial kanan.
Fraktur malleous lateral kanan.
Sublusasi ankle joint kanan.

Radiografi ankle dextra AP/lateral :


- Tampak fraktur malleolus medial kanan.
- Tampak fraktur malleolus lateral kanan.
- Tidak tampak lesi litik/blastik.
- Soft tissue swelling.
Kesan :
Fraktur malleolus medial kanan.
fraktur malleolus lateral kanan.
Sublusasi ankle joint kanan.
48

Tanggal : 11 November 2018


Jenis Pemeriksaan : Laboratorium
No Hasil Normal Satuan
WBC : 8.15 3,70 - 10,1 10e/UL
NEU : 5,32 1,63 - 6,96 85,6 %
LYM :1.65 1,09 - 2,99 7,65 %
MONO : .774 .240 - .790 5,35 %
EOS : .662 .030 - .440 .807 %
BASO : .057 0.00 - 0,80 .563 %
RBC : 4,47 3.60 - 4,69 10e6/UL
HGB : 12.0 10,8 - 14,2 9/dL
HCT : 33.6 37,7 - 53 %
MCV : 86.1 81,1 - 96,0 fL
MCH : 30.7 27,0 - 31.2 Pg
MCHC : 35,7 31.8 - 35.4 g/dL
RDW : 11.3 11,5 - 14,5 %
PLT : 163. 155 - 366 10e3/UL
MPV : 6.67 6,90 - 10.6 FL

Tanggal : 18 November 2018


Jenis Pemeriksaan : Kimia Klinik
No Pemeriksaan dan Hasil Normal Satuan
Glukosa :
Glukosa Acak : 413 <200 mg/dl
Fungsi Ginjal
Urea : 23.2 6 – 20 mg/dl
Creatinin : 0.61 ♂: 0,9-1,3 mg/dl
♀: 0,6-1,1
Fungsi Hati
49

SGOT : 25.4 ♂: 15-40 u/l


♀: 13-35 u/l
SGPT : 26.3 ♂: 10-40
♀: 7-35

Elektrolit
Natrium : 134 136-145 mmol/L
Kalium : 3,6 3.5-5.1 mmol/L
Clorida : 103 98-111 mmol/L
50

5. ANALISA DATA

Nama : Tn. K No. RM : 603410


Umur : 64 tahun Diagnosa medis : CF. Humerus + CF
Ankle
Ruang rawat : OK Alamat : Desa Tembok

Tgl / Data Fokus Problem dan Kesimpulan


jam Data Subyektif dan etiologi Masalah
Obyektif (analisis) keperawatan
16/11- Pre Operasi Ansietas
2018 DS : Pasien mengatakan takut Pre Op

08.30 dilakukan tindakan


WITA operasi karena ini adalah
Rencana
pertama kali dilakukan
tindakan
tindakan operasi
operasi

DO: Pasien tampak gelisah,


ekspresi wajah tegang, Kurang

TD: 110/80 MmHg pengetahuan

N : 80 x/menit
Ansietas
RR : 20 x/menit
S : 36 0C
51

Intra Operasi Ketidakefektifan


Intra OP
DS : - bersihan jalan
Proses
DO : nafas
Anastesi
- Pasien tampak terpasang
ETT Terpasang
- TD : 116/76 mmHg ETT
- N : 87 x/menit
- RR : 16 x/menit Adanya jalan

- S : 36o C nafas buatan

- SpO2: 96%.
Obstruksi
jalan nafas
buatan
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas

Post Operasi
Post Op
DS : - Bersihan Jalan
Nafas
Proses anastesi
DO :
- Pasien tampak masih
dalam pengaruh anastesi Peningkatan
(Pasien tampak lemah, produksi Mukus
tampak mengerang
sesekali, ketika pasien di Penumpukan

panggil menoleh petugas moucus pada

dan tertidur kembali) jalan nafas

- TD : 100/64 MmHg Bersihan Jalan

- N : 87 x/menit Nafas

- RR: 18 x/menit
- S :36oC
52

- SpO2 : 98 %
- E (3) V (4) M (1) dengan
jumlah skor : 8

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH


BERDASARKAN YANG MENGANCAM
1) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan informasi
ditandai dengan pasien tampak gelisah, ekspresi wajah pasien tegang.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya jalan
nafas buatan ditandai dengan perubahan frekuensi nafas.
3) Bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi moucus berlebihan.
53

7. INTERVENSI
No Hari/Tgl Diagnosa Tujuan Dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
Jumat,
1 16/11- Ansietas Anxiety Control : NIC :
2018 berhubungan Setelah dilakukan Reduction :
qcdkij 08.30 dengan tindakan keperawatan O :Gunakan

WITA kurangnya selama 1x1 jam pendekatan yang


menenangkan
pengetahuan dan diharapkan pasien tidak
(observasi dengan
informasi ditandai mengalami cemas
penuh empati)
dengan pasien dengan Kriteria hasil :
tampak gelisah, - Pasien mampu
N: Stimulasi kondisi
ekspresi wajah mengungkapkan pasien dengan
pasien tegang. gejala cemas menanyakan perasaan
- Mengidentifikasi dan pasien sebelum
menunjukkan teknik menjalani operasi.
mengontrol cemas
- Vital sign dalam E :Instruksikan klien

batas normal untuk menggunakan


teknik relaksasi
- Postur tubuh,
ekspresi wajah,
C : Kolaborasi dengan
bahasa tubuh dan
dokter dalam
tingkat aktifitas
pemberian KIE
menunjukkan (beritahu pasien
berkurangnya cemas prosedur tindakan
operasi)
Jumat,
2 16/11- Ketidakefektifan Respiratori status : NIC :
2018 bersihan jalan ventilation O : Monitor status
08.35 nafas Setelah dilakukan oksigen pasien dan
WITA berhubungan tindakan keperawatan status O2
dengan adanya selama 1x3 jam N : Jaga posisi
54

jalan nafas buatan diharapkan bersihan jalan pasien dalam posisi


ditandai dengan nafas efektif dengan aman.
perubahan Kriteria hasil : E : Edukasi pasien
frekuensi nafas. 1. Menunjukan jalan sebelum tindakan
nafas yang paten (klien operasi tentang
tidak merasa tercekik, pengaruh anastesi
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang C Kolaborasi dengan
normal, tidak ada suara dokter untuk
nafas abnormal) pemberian terapi
2. Pernafasan dalam sesuai medikasi (O2
batas normal 18-24 x/mnt melalui ETT).

Jumat,
3 16/11- Bersihan jalan Airway Management NIC :
2018 nafas Setelah dilakukan asuhan O : Monitor respirasi
08.35 berhubungan keperawatan selama 1x24 dan status O2

WITA dengan moucus jam diharapkan pasien


dalam jumlah menunjukan jalan nafas
yang paten dengan kriteria N : Jaga posisi pasien
berlebihan.
hasil : agar tetap aman
(pasang penyangga)
- Tidak ada bunyi nafas
gurgling
- bunyi nafas vesikelur
E : Edukasi keluarga
- Respirasi dalam batas
pasien tentang kondisi
normal 18-24 x/mnt
pasien pasca operasi

O : Kolaborasi dalam
pemberian Terapi O2
sesuai medikasi
55

8. IMPLEMENTASI
No Tgl/jam Implementasi Respon/Evaluasi proses Paraf
1
16 Nov
Pre OK
2018 S: Pasien mengatakan tenang
- Menggunakan
08:30 saat dilakukan pendekatan
pendekatan yang
WITA O: Pasien tampak lebih tenang
menenangkan (dengan
saat dilakukan pendekatan
penuh empati)
dengan menggunakan metode
komunikasi terapeutik
S: Pasien mengatakan takut
- Menstimulasi kondisi pasien
dilakukan operasi karena ini
dengan menanyakan
perasaan pasien sebelum adalah kali pertama pasien
menjalani operasi. menjalani operasi
O: Pasien tampak gelisah
ekspresi wajah tegang

S: Pasien mengatakan mengerti


dengan yang dijelaskan
- Mennginstrusikan pasien
perawat
untuk mengungkapkan
O: Pasien tampak tampak
teknik relaksasi
melakukan teknik relaksasi
S: Pasien mengatakan merasa
nyaman ketika perawat mau
- Berkolaborasi dengan
mendengarkan dengan penuh
dokter dalam pemberian
perhatian
KIE
O: Pasien tampak tampak
kooperatif.
56

16 Nov Intra OK
2018
08:35 - Memonitor status S: -
WITA oksigen pasien selama O: Pasien tampak terpasang ETT
tindakan pembedahan dengan frekuensi pernafasan
(selang waktu 5 menit) 16 x/menit, SPO2 96%

- Menjaga posisi pasien S: -


dalam yang posisi yang O: Pasien diberi posisi lateral
2 aman untuk operasi pada ankle
dekstrakemudian pasien diberi
posisi supine untuk operasi
humerus dekstra 1/3 dekstra
- Mengedukasi pasien S : pasien mengatakan
sebelum tindakan kooperatif dengan tindakan yang
operasi tentang
dilakukan petugas
pengaruh anastesi
O:

- Berkolaborasi dengan
S: -
dokter untuk pemberian
O: - pasien sudah diberikan
terapi sesuai medikasi
16 Nov terapi O2 melalui ETT
2018
08:40
WITA
Post OK

S:-
- Memonitor respirasi dan
O: pasien tampak lemah, tidak
status O2
tampak tanda dan gejala
57

cyanosis, pasien belum sadar,


masih terpasang ETT
3 O:-

-menjaga posisi pasien agar S:-


tetap aman (pasang O: penyangga di tempat tidur
penyangga) pasien sudah di pasang

- mengedukasi keluarga S : keluarga mengatakan


pasien tentang kondisi pasien mengikuti prosedur yang
pasca oprasi diberikan di rumah sakit dan
memberikan sepenuhnya
tanggung jawab kepada dokter
dan perawat
58
59

9. EVALUASI KEPERAWATAN
No Tgl/jam Diagnosa Medis Catatan perkembangan Paraf
1 Pre OK

16 Nov Ansietas berhubungan S: Pasien mengatakan cemas


2018 dengan kurangnya berkurang
09.00 pengetahuan dan O: Pasien tampak lebih tenang ketika
WITA informasi ditandai diberikan intervensi
dengan pasien tampak A: Masalah teratasi
gelisah, ekspresi wajah P: Pertahankan intervensi
pasien tegang. - Gunakan pendekatan yang
menenangkan ( observasi dengan
penuh empati)
- Jelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur

2 16 Nov Intra OK
2018 Ketidakefektifan S: -
13.30 bersihan jalan nafas O: Pasien tampak terpasang ETT
WITA berhubungan dengan RR: 18 x/menit
adanya jalan nafas A: Masalah teratasi
buatan ditandai dengan P: Pertahankan intervensi
perubahan frekuensi - Monitor status oksigen
nafas pasien,selama operasi
berlangsung
60

3 Post OK S:-
16 Nov Bersihan jalan nafas O: suara nafas gurgling, masih
2018 berhubungan dengan terdapat moucus pada jalan nafas
13:30 produksi moucus A : Masalah belum teratasi
WITA berlebihan P : Lanjutkan intervensi
- Monitor respirasi dan status O2
61

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2011. Keperawatan medical bedah. EGC
T.Heather dkk, 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi.Jakarta.EGC
Huda, Nurarif Amin dan Hardhi, Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-NOC jilid
1.Jogjakarta.Penerbit Mediacton Jogja
Bulechek, Gloria M. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) fifth
edition. USA: Mosby Inc an Affiliate of Elservier
Herdman. T. Heather. 2011. Nanda Internasional Diagnosis Keperewatan
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Kedokteran EGC
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. USA:
Mosby Inc an Affiliate of Elservier
Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction
Price.S.A dan Wilson. L.M. 2011. Patofisiologi. EGC
Sjamsuhidayat R, Jong WD. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC
Solomon L. 2010. Buku Ajar Ortophedi dan Fraktur sistem apley . Edisi ke 9.
Jakarta : Widia Medika
Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa). Bengkulu : Nuha Medika
Kementrian Kesejahteraan Rakyat (2015).Angka Kejadian Kecelakaan di
Indonesia. Online: https://www.bappenas.go.id diakses tanggal 19
November 2018
Polda Bali (2018) . tingkat kejadian lalu lintas online
https://m.merdeka.com/amp/peristiwa/semseter-i2018-kecelakaan-di-bali-
1089-kasus diakses tanggal 19 november 2018
62

Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2017) angka kejadian kecelakaa.online:


https://diskesbaliprov.go.id/Profil-Kesehatan-Provinsi-Bali diakses tanggal
19 November 2018
63

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). untuk
meperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk diberikan hasil yang lebih
baik maka perlu dilkakukan tindakan operasi ORIF ( Open Reduction
With Internal Reduction )
Penyebab dari fraktur yaitu Cedera dan benturan seperti pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, kontraksi otot
ekstrim, Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti
berjalan kaki terlalu jauh, Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau
osteoporosis pada fraktur patologis.
Dari kasus tersebut sehingga muncul diagnosa keperawatan yang
kami kelola yaitu Anxietas berhubungan dengan ancaman pada status
kesehatan, Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
trakeobronkial, Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
moucus dalam jumlah berlebihan.
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah operasi ORIF ( Open
Reduction With Internal Reduction ) serta tindakan anastesi yang
dilakukan yaitu dengan melakukan General Anastesi.
Kondisi pasien pasca operasi yaitu pasien dalam kondisi belum
sadar penuh karena pengaruh dari obat anastesi dengan GCS : E: 3 V: 4
M: 1.
64

B. SARAN
1. Untuk institusi :
Semoga dapat memfasilitasi kebutuhan mahasiswa dalam
mengembangkan keterampilan dan potensi dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan
2. Untuk mahasiswa :
Semoga menjadi lebih kompeten dalam memberikan asuhan
keperawatan untuk pasien
3. Untuk pasien, keluarga dan perawat :
- Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas
pasca operasi.
- Sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi protein untuk
mempercepat penyembuhan luka
65

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2011. Keperawatan medical bedah. EGC


T.Heather dkk, 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi.Jakarta.EGC
Huda, Nurarif Amin dan Hardhi, Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-NOC jilid
1.Jogjakarta.Penerbit Mediacton Jogja
Bulechek, Gloria M. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) fifth
edition. USA: Mosby Inc an Affiliate of Elservier
Herdman. T. Heather. 2011. Nanda Internasional Diagnosis Keperewatan
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Kedokteran EGC
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. USA:
Mosby Inc an Affiliate of Elservier
Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction
Price.S.A dan Wilson. L.M. 2011. Patofisiologi. EGC
Sjamsuhidayat R, Jong WD. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC
Solomon L. 2010. Buku Ajar Ortophedi dan Fraktur sistem apley . Edisi ke 9.
Jakarta : Widia Medika
Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa). Bengkulu : Nuha Medika
Kementrian Kesejahteraan Rakyat (2015).Angka Kejadian Kecelakaan di
Indonesia. Online: https://www.bappenas.go.id diakses tanggal 19
November 2018
Polda Bali (2018) . tingkat kejadian lalu lintas online
https://m.merdeka.com/amp/peristiwa/semseter-i2018-kecelakaan-di-bali-
1089-kasus diakses tanggal 19 november 2018
66

Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2017) angka kejadian kecelakaa.online:


https://diskesbaliprov.go.id/Profil-Kesehatan-Provinsi-Bali diakses tanggal
19 November 2018

Vous aimerez peut-être aussi