Vous êtes sur la page 1sur 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada kurun
waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan
saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada
jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Cerebral palsy merupakan
kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. William Little yang
pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya
dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia
neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little
disease. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah “Infantil Cerebral
Paralysis”. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah “cerebral palsy”. Nama lainnya adalah “Static
encephalopathies of childhood”.
Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak
daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak
pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka
kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering
lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky (1994) pada penelitiannya
di RSUP Sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3% penderita cerebral
palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5% anak pertama, ibu semua dibawah 30
tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan
cukup bulan.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu:
populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya insidensi
cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory
memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan deficit motorik yang sesuai dengan
cerebral palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang
dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan
yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 %
mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ
di bawah 70, 35 % disertai kejang, sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara.
Laki-laki lebih banyak dari pada wanita ( 1,4 : 1,0).
Dengan meningkatnya pelayanan obstetric dan perinatologi dan rendahnya
angka kelahiran di Negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka
kejadian cerebral palsy akan menurun. Namun dinegara-negara berkembang,
kemajuan teknologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi risiko
tingi, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan gangguan perkembangan.

1.2 Tujuan

Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan askep klien dengan cerebral palsy.

Tujuan Khusus

a. Mengetahui definisi cerebral palsy.

b. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus cerebral palsy.

c. Mengetahui patofisiologi dari cerebral palsy.

d. Menyebutkan manifestasi klinis cerebral palsy.

e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada cerebral palsy.

f. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan cerebral palsy.

g. Mengetahui komplikasi dari cerebral palsy.

h. Mengetahui prognosis klien dengan cerebral palsy.


i. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan cerebral palsy.

1.3 Rumusan Masalah

a. Apa definisi cerebral palsy?

b. Apa etiologi/ faktor pencetus cerebral palsy?

c. Bagaimana patofisiologi dari cerebral palsy?

d. Apa saja manifestasi klinis cerebral palsy?

e. Apa saja pemeriksaan diagnostik klien dengan cerebral palsy?

f. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan cerebral palsy?

g. Apa komplikasi dari cerebral palsy?

h. Bagaimana prognosis dari klien dengan cerebral palsy?

i. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan cerebral palsy?

1.4 Manfaat

a. Mendapatkan pengetahuan tentang cerebral palsy.

b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan cerebral palsy.

c. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cerebral palsy.


BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan


sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsy
dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau
lesi otak yang sedang berkembang. (Behrman:1999,hal 67-70)
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas system motor piramidal (motor kortek, basal ganglia dan otak kecil)
yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal.
(Suriadi S.kep : 2006, hal 23-27)
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup
dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan,disertai kelainan
neurologis berupa kelumpuhan spastis ,gangguan ganglia basal dan sebelum juga
kelainan mental. (Ngastiyah : 2000, hal 54-56)
Cerebral palsy ialah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak,mengenai sel-sel motorik didalam
susunan saraf pusat,bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat
pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. (Yulianto : 2000,http://
www.medicastore .com)
Cerebral palsy adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya
pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.
(Santi wijaya :1999,http:// www.pediatrik .com

2.2 Etiologi
Cerebral palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab.
Cerebral palsy merupakan group penyakit dengan masalah mengatur gerakan,
tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab
cerebral palsy, harus digali mengenai hal : bentuk cerebral palsy, riwayat
kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit.
Di USA, sekitar 10 – 20 % disebabkan karena penyakit setelah lahir
(prosentase tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum
berkembang). Cerebral palsy dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak
pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang merupakan
sisa dari infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau enchepalitis virus, atau
merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas,
jatuh atau penganiayaan anak.

Sebab-sebab yang dapat menimbulkan Cerebral palsy pada umumnya


secara kronologis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
 Prenatal :
 Infeksi

 Gangguan pertumbuhan otak

 Penyakit metabolisme

 Penyakit plasenta

 Penyakit ibu : toksemia gravidarum, toksopiasmosis, rubella, sifilis dan


radiasi
 Natal :
 Partus lama

 Trauma kelahiran dengan perdarahan subdural

 Prematuritas

 Penumbungan atau lilitan tali pusat

 Atelektasis yang menetap

 Aspirasi isi lambung dan usus

 Sedasi berat pada ibu

 Meningitis purulenta

 Ikterus

 Anoxia/hipoxia
 Post natal :
 Penyakit infeksi : ensefalitis

 Lesi oleh trauma, seperti fraktur tengkorak

 Hiperbilirubinemia/kernikterus

 Gangguan sirkulasi darah seperti emboli/trombosis otak


Beberapa penelitian menyebutkan factor pranatal dan perinatal lebih
berperan dari pada factor pascanatal. Studi oleh nelson dkk (1986)
menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemia
pranatal, merupakan faktor penyebab Cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir, sedangkan
factor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai
dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedangkan faktor pascanatal mulai
dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun (Hagbreg dkk,1975), atau
sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley,1982), atau sampai 16 tahun
(Perlstein,Hod,1964)

2.3 Faktor Resiko

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya cerebral palsy


semakin besar antara lain adalah :
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal
yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak
berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan
kerusakan otak permaanen.
3. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas.
Resiko cerebral palsy lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir normal.
5. Kehamilan ganda.
6. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi
SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak
dalam kandungan.
7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan
jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
cerebral palsy pada bayi.
8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
9. Kejang pada bayi baru lahir.

2.4 Patofisiologi
Perubahan neuropatologik pada CP bergantung pada patogenesis, derajat
dan lokalisasi kerusakan dalam susunan saraf pusat (SSP). Semua jaringan SSP
peka terhadap kekurangan oksigen. Kerusakan yang paling berat terjadi pada
neuron, kurang pada neuroglia dan jaringan penunjang (supporting tissue) dan
paling minimal pada pembuluh darah otak. Derajat kerusakan ada hubungannya
acute neuronal necrosis tanpa kerusakan pada neuroglia. Penyembuhan terjadi
dengan fagositosis bagian yang nekrotik, proliferasi neuroglia dan pembentukan
jaringan parut yang diikuti dengan retraksi sekunder. Pada hipoksia yang lebih
berat, terjadi kerusakan baik pada neuron maupun neuroglia, mengakibatkan
terjadinya daerah dengan perlunakan, penyembuhan yang lambat, atrofi dan
pembentukan jaringan parut yang luas. Kerusakan-kerusakan yang paling berat
terjadi pada bagian SSP yang sangat peka terhadap hipoksia yaitu korteks serebri,
agak kurang pada ganglia basalis dan serebelum, sedangkan batang otak dan
medula spinalis mengalami kerusakan yang lebih ringan. Perdarahan ringan oleh
trauma persalinan biasanya diabsorpsi tanpa kerusakan yang menetap. Hematoma
subdural yang biasanya unilateral tersering ditemukan pada bagian verteksi dekat
sinus longitudinalis, menyebabkan kerusakan jaringan otak yang berada di
bawahnya oleh karena nekrosis tekanan, menghasilkan ensefalo malaria yang
akhirnya terjadi atrofi dan pembentukan jaringan parut. Perdarahan intraserebral
jarang menghasilkan porencephalic cavity.
Menurut Perlstein dan Barnett, suatu trauma kepala dan perdarahan
intrakranial pada umumnya akan melibatkan sistem piramidal, sedangkan anoksia
terutama mengenai sistem ekstrapiramidal. Manifestasi klinik kelainan ini
bergantung pada hebatnya dan lokalisasi lesi yang terjadi, apakah ia di korteks
serebri, ganglia basalis ataukah di serebelum. Kernikterus menyebabkan
kerusakan pada masa nukleus yang dalam, ditandai dengan warna kuning,
kerusakan berupa nekrosis dan lisis neuron yang diikuti dengan proliferasi
neuroglia dan pengerutan yang hebat. Pada kelainan bawaan otak, misalnya
agenesis/hipogenesis bagian-bagian otak dan hidrosefalus, akan terjadi gangguan
perkembangan.
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler , atrofi, hilangnya neuron dan
degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri dan berat otak rendah.
Cerebral palsy digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang
disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu
presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural
otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka/kerugian setelah
kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler , toksin atau infeksi).
o Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya
neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gry dan berat otak
rendah.
o Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak, atau
sekunder dari penyebab mekanisme yang lain. CP (Cerebral Palsy) dapat
dikaitkan dengan premature yaitu spastic displegia yang disebabkan oleh hypoxic
infarction atau hemorrhage dalam ventrikel.
o Type athetoid / dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan
beberapa saraf nuclei cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila gangsal banglia
mengalami injury yang ditandai dengan tidak terkontrolnya pergerakan yang tidak
disadari dan lambat.
o Type CP himepharetic, karena trauma pada kortek atau CVA pada arteri
cerebral tengah. Cerebral hypoplasia; hipoglicemia neonatal dihubungkan dengan
ataxia CP.
o Spastic CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor korteks
yang paling ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif. Refleks tendon
yang dalam akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat menyebabkan
pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua ektermitas.
o Ataxic CP adanya injury dari serebelum yang mana mengatur koordinasi,
keseimbangan dan kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak terkoordinasi
pada ekstremitas aras bila anak memegang / menggapai benda. Ada pergerakan
berulang dan cepat namun minimal.
o Rigid / tremor / atonic CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor
dan ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas
multiple yang terkait dengan kurangnya pergerakan aktif.
o Secara umum cortical dan antropy cerebral menyebabkan beratnya
kuadriparesis dengan retardasi mental dan microcephaly.

2.5 Patogenesis
Perkembangan susunan syaraf dimulai dengan terbentuknya neural tube
yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu 3-4 masa gestasi dan induksi
ventral berlangsung pada minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa
ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital kranioskisis totalis,
anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi ploriferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi
bulan ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali,
makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi
bulan ke 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial dimana sel
berdeferensiasi dari daerah periventrikuler dan subventrikuler ke lapisan dalam
korteks serebri, sedangkan migrasi tengensial sel berdeferensiasi dari zone
germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa
mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogili, agenesis korpus
kolosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa
tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi ploriferasi neuron dan pembentukan
selubung mielin. Kelainan neuropatologic yang terjadi tergantung pada berat dan
ringannya kerusakan. Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks
dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah
praventrikuler ganglia basalis, batak otak, dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler
dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa
menyebabkan nekrosis. Kerniktus secara klinis memberikan gambaran kuning
pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipocampus, sel-sel
nukleus batang otak dan bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan
pendengaran, dan mental retardasi.
Infeksi otak dapat menyebabkan dapat menyebabkan perlengketan
meningen, sehingga terjadi obstruksi ruang subarakhnoid dan timbul hidrosefalus.
Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan
ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi cerebral atau perobekan
sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala ireversibel. Lesi ireversibel yang
lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatrik pada sel-sel hipokampus yaitu pada
kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi.

2.6 Gejala dan Manifestasi Klinis


Gejala :

Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang
berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan. Gejalanya bervariasi, mulai
dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat, yang
menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi
roda.

Cerebral palsy dibagi menjadi 4 kelompok :


1. Tipe spastic atau pyramidal atau atetoid (50% dari semua kasus CP, otot-otot
menjadi kaku dan lemah, berhubungan dengan reflek tendon dalam)
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a) Hipertoni (fenomena pisau lipat)
b) Hiperrefleksi yag disertai klonus
c) Kecenderungan timbul kontraktur
d) Reflex patologis
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut :
a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b) Diplegia, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih
berat.
c) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit
lebih berat.
d) Monoplegi, bila hanya mengenai satu anggota gerak.
e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak
bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
2. Tipe disginetik/ekstapiramidal/koreatetoid (20% dari semua kasus CP), otot
lengan, tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan
tak terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang.
Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan
menghilang jika anak tidur.
3. Tipe ataksik, (10% dari demua kasus CP) terdiri dari tremor, langkah yang
goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan kooordinasi dan gerakan
abnormal.
4. Tipe campuran (20% dari semua kasus CP), merupakan gabungan dari 2 jenis
diatas, yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastik dan
koreoatetoid.

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :


1) Ringan :
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan/aktifitas sehari-hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2) Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan
khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat
bergerak dan berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan
penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat
bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
3) Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin
dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus
yang diberikan sangat sedikit hasilnya.sebaiknya penderita seperti ini
ditampung dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan
gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.

Gejala lain yang juga bisa dimukan pada CP :


 Kecerdasan dibawah normal

 Keterbelakangan mental

 Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik)

 Gangguan menghisap atau makan

 Pernafasan yang tidak teratur

 Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai sesuatu,


duduk , berguling , merangkak, berjalan)
 Gangguan berbicara (disatria)

 Gangguan penglihatan

 Gangguan pendengaran

 Kontraktur persendian

 Gerakan menjadi terbatas

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak yang
mengalami kerusakan :
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski kerusakan yaitu :
a. Monoplegia / monoparesis
Kelumpuhan atau kelemahan keempat anggota gerak, tapi salah satu anggota
gerak lebih hebat dari yang lainnya.
b. Hemiplegia / hemiparesis
Kelumpuhan atau kelemahan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
c. Diplegia / diparesis
Kelumpuhan atau kelemahan keempat anggota gerak, tapi tungkai lebih hebat
dari pada lengan.
d. Tetraplegia / tetraparesis
Kelumpuhan atau kelemahan keempat anggota gerak, tapi lengan lebih atau
sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai yang lain.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada usia bulan pertama tampak flasid dan berbaring seperti kodok terlentang,
sehingga tampakseperti keainan pada “lower motor neuron“ menjelang umur 1
tahun berubah menjadi tonus otot dari rendah hingga tinggi. Golongan ini meliputi
10-20% dari kasus cerebral palsy.
3. Ataksia
Ialah gangguan koordinasi kerusakan terletak di serebelum, terdapat kira-kira 5%
dari kasus cerebral palsy.

4. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.
Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
5. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang bersifat
flaksid, rigiditas, atau campuran.
6. Atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendiri. Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapi sesudah itu barulah
muncul kelainan tersebut. Reflek neonatal menetap dan tampak adanya perubahan
tonus otot. Dapat timbul juga gejala spatisitas dan ataksia, kerusakan terletak di
ganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
Atetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang
timbul spontan dari lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan
memutar mengelilingi sumbu ”kranio-kaudal”, gerakan bertambah bila dalam
keadaan emosi. Kerusakan terletak pada ganglia basalis dan disebabkan oleh
asfiksi berat atau jaundice.
7. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
8. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan dilidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot
sehingga sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
9. Gangguan mata
Biasanya berupa strabismus convergen dan kelainan refraksi, asfiksia berat, dapat
terjadi katarak, hampir 25% penderita cerebral palsy menderita kelainan mata.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral


palsy ditegakkan.
2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif.
3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada
golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak. Mungkin
terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalins) / volsetasenya
meningkat (abses)
4. Foto rontgen kepala dan CT scan untuk menunjukkan adanya kelainan struktur
maupun kelainan bawaaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat
ukuran / letak ventrikel.
5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan.
6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari reterdasi
mental.
Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi
dan pneumoensefalografi individu.

2.8 Penatalaksanaan

Pada umumnya penanganan penderita cerebral palsy meliputi :

a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja
sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater,
dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational
therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu
program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatika posisis
pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk
sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien
hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut.
Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan
koreotetosis yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin
banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk
prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk
merawat atau untuk menempung pasien ini.
e. Reedukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP
perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap
tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai
perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan
demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta
ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi
bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk
memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari.
Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur
perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita
yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan.
Fisioterapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita
CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa
dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di
Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy
yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan
sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama
sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua
janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat
membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
f. Psikoterapi untuk anak dan keluarganya.
Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP,
maka psikoterapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap
keluarganya.

Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa


berupa :

 Terapi fisik
 Loraces (penyangga)
 Kaca mata
 Alat bantu dengar
 Pendidikan dan sekolah khusus
 Obat anti kejang
 Obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan
diazepam
 Terapi okupasional
 Bedah ortopedik / bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang
terjadi
 Terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi
masalah makan
 Perawatan (untuk kasus yang berat)

Jika tidak terdapat gangguan fisik dan kecerdasan yang berat, banyak anak
dengan CP yang tumbuh secara normal dan masuk ke sekolah biasa. Anak lainnya
memerlukan terapi fisik yang luas. Pendidikan khusus dan selalu memerlukan
bantuan dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari.

Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur persendian yang


semakin memburuk akibat kekakuan otot, mungkin perlu dilakukan pembedahan.
Pembedahan juga perlu dilakukan untuk memasang selang makanan dan untuk
mengendalikan pefluks gastroesofageal.

2.9 Pencegahan

Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. Cerebral palsy dapat dicegah


dengan jalan menghilangkan faktor etiologi kerusakan jaringan otak pada masa
prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan,
tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal
care" yang baik dapat menurunkan insidens Cerebral palsy. Kernikterus yang
disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat dicegah dengan transfusi
tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian
"hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus
negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada
keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain.

2.10 Komplikasi

Kelainan Frekuensi Tipe Cerebral Palsy


1. Retardasi mental 75% Atonik, rigid, spastik kuadriparesis
2. Epilepsi 75% Hemiplegra, spastik kuadriparesis
3. Kelainan Virus Spastik diplegra dan kuadriparesis
 Strabismus 25-50% Spastes atheroid
 Kelalinan refraksi 25% Hemiplegra
 Hemianopsia 25% Post kern ikterus
4. Kelainan pendengaran 25% Athetoid, spastik kuadriparesis
5. Disartria 25-50% Hemiplegra
6. Kelainan kortikal sensori 25-50% Hemiplegra
7. Pertumbuhan ekstremitas tidak Spastik yang berat, spastik athetoid
25%
simetris
8. Skoliosis 25% Spastik
9. Dismofogenesis 7% Spastik
10. Kontraktur sendi 25-50% Spastik

2.11 Prognosis

Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya cerebral
palsy, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan
kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk
(1968), hanya sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan
menyenangkan, namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap
229 penderita CP yang didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7
tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula
bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang
lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan
pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju,
misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20--25% penderita CP bekerja
sebagai buruh harian penuh dari 30--50% tinggal di" Institute Cerebral palsy".
Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk
prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin
cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi
dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak
mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun
lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya
mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-
kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin
lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga
dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan
penerimaannya maka makin baik prognosis.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Data demografi
 Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
 Sering terjadi pada anak pertama  kesulitan pada waktu melahirkan.
 Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.
 Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
2. Keluhan utama
Biasanya pada cerebral palsy didapatkan keluhan utama sukar makan, otot
kaku, sulit menelan, sulit bicara, kejang, badan gemetar, permasalahan pada
BAB dan BAK.
3. Riwayat kesehatan
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada anak dengan cerebral palsy di dapatkan postur tubuh abnormal,
pergerakan kurang, otot kaku, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi,
Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik
(lengkung punggung berlebihan),
 Riwayat Kesehatan masa lalu
Prenatal : adanya gangguan pergerakan janin, adanya penyakit ibu
(toxoplasmosis, rubella), keracunan kehamilan.
Natal : adanya premature, penumbungan atau lilitan tali pusar.
Post natal : adanya truma kapitis, meningitis, luka paruh pada otak pasca
operasi, atau lesi karena trauma.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan
Cerebral palsy biasanya terjadi pada ibu hamil yang usianya lebih dari 40
tahun, terjadi kesulitan waktu melahirkan, anoxia janin.

5. Fungsi Intelektual :
Biasanya ditemukan pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental
pada kira-kira dua pertiga individu), kecerdasan di bawah normal, kesulitan
belajar dan gangguan perilaku.
6. Pemeriksaan reflek :
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa
pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan
menggenggam menetap atau hiperaktif, hiperefleksia, klonus pergelangan kaki
dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif
cepat.
7. Pemeriksaan tonus.
Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik
(lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau
berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk
pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).
8. Pertumbuhan dan Perkembangan
 Perlambatan perkembangan motorik kasar
Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik,
meningkat sejalan dengan pertumbuhan.
 Tampilan motorik abnormal
Penggunaan tangan unilateral yang terlalu dini, merangkak asimetris
abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak
terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makan, sariawan lidah menetap.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cerebral palsy :
1. Gangguan komunikasi verbal.
2. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan.
3. Gangguan citra diri.
4. Gangguan perkembangan motorik.
5. Pola nafas tidak efektif.
6. Gangguan mobilitas.
7. Kurang pengetahuan.
8. Gangguan persepsi sensori.
9. Takut.
10. Nyeri akut.
11. Perubahan kepribadian dan perilaku.

Diagnosis keperawatan:
1. Gangguan mobilitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif
2. Resiko cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan
sekunder terhadap spastisitas dan gangguan motorik.

3. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan


untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot
fasial sekunder adanya rigiditas.

5. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi.

3.3 Perencanaan

1. Gangguan mobilitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif.
Tujuan : tidak terjadi gangguan mobilisasi.
Kriteria hasil :
1. Aktivitas berjalan normal.
2. Tidak ada keluhan terhadap gerakan yang dilakukan.

Intervensi :
1. Berikan aktivitas ringan yang dapat dikerjakan anak.
R/ anak dapat meningkatkan kemampuan yang dimilikinya walaupun
terbatas.
2. Libatkan anak dalam pengaturan jadwal harian dan memilih aktivitas yang
diinginkan.
R/ membantu pemenuhan kebutuhan.
3. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ membantu pencapaian mobilisasi yang optimal.
4. Anjurkan keluarga untuk turut membantu program latihan di rumah.
R/ tetap ada perawatan untuk mencapai mobilisasi optimal saat di rumah.

2. Resiko cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan


sekunder terhadap spastisitas.
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera fisik
Kriteria hasil :
1. Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak.
2. Anak bebas dari cedera.
Intervensi :
1. Beri bantalan pada perabot.
R/ untuk perlindungan.
2. Pasang pagar tempat tidur.
R/ untuk mencegah agar tidak jatuh.
3. Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik.
R/ untuk mencegah cedera.
4. Anjurkan istirahat yang cukup.
R/ karena keletihan dapat meningkatkan resiko cedera.
5. Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan.
R/ meminimalkan resiko cedera.
6. Lakukan teknik yang benar untuk menggerakkan, memindahkan dan
memanipulasi bagian tubuh yang paralisis.
R/ mencegah agar tidak jatuh dan terjadi cedera.
7. Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera
termal.
R/ terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit.
8. Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong
untuk menggunakannya.
R/ mencegah cedera kepala.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan
untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot
fasial sekunder adanya rigiditas.
Tujuan : Klien melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan.
Kriteria hasil : Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan pada pemberi
perawatan.
Intervensi :
1. Bicara pada anak dengan perlahan
R/ memberikan waktu padaa anak untuk memahami pembicaraan
2. Gunakan artikel dan gambar.
R/ menguatkan bicara adaan mendorong pemahaman
3. Gunakan teknik makan
R/ membantu memudahkan bicara seperti menggunakan bibir, gigi dan
berbagai gerakan lidah.
4. Ajari dan gunakan metode komunikasi non-verbal (mis.bahasa isyarat)
untuk anak dengan disartria berat.
R/ memudahkan anak untuk mengerti apa yang disampaikan
5. Bantu keluarga mendapatkan alat elektronik untuk memudahkan
komunikasi non-verbal (mis., mesin tik, microkomputer dengan pengolah
suara).
R/ memudahkan anak untuk mengerti apa yang disampaikan.
6. Beri tahu ahli terapi wicara lebih dini
R/ sebelum anak mempelajari kebiasaan komunikasi yang buruk.

4. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.
Tujuan :
1. Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya
2. Anak mengkonsumsi jumlah yang cukup
3. Nutrisi menjadi adekuat
Kriteria hasil :
1. BB normal
2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
3. Tidak pucat
Intervensi :
1. Monitor status nutrisi pasien
R/ mengetahui kebutuhan nutrisi klien.
2. Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
R/ menbantu memantau keseimbangan nutrisi.
3. Berikan nutrisi dengan cara yang sesuai dengan kondisi anak.
R/ memudahkan anak untuk menerima makanan.
4. Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk
dan menegakkan leher
R/ menurunkan resiko tersedak.
5. Berikan makana tinggi kalori dan tinggi protein
R/ memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan.
6. Libatkan anak dalam pemilihan makanan dan urutan makanan yang
dihidangkan (dalam batasan diet dan nutrisi)
R/ mendorong anak agar mau makan.
7. Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen
yang lain
R/ memaksimalkan kualitas asupan makanan
8. Lakukan oral higiene setiap 4 jam setelah makan
R/ meningkatkan tingkat kenyamanan.
9. Kolaborasi dengan ahli gizi.
R/ membantu perumusan tindakan / pemberian nutrisi anak.
10. Pantau berat badan dan pertumbuhan
R/ intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila
pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun

5. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi


Tujuan : pengetahuan akan perawatan dan terapi akan meningkat.
Kriteria hasil :
1. Menyatakan pemahaman terhadap perawatan dirumah dan kebutuhan
terapi
2. Melakukan perilaku / perubahan pola hidup untuk memperbaiki status
kesehatan
3. Kebutuhan terapi dapat dipenuhi
Intervensi :
1. Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan
sederhana
R/ Menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan
untuk menerima / memproses dan mengingat / menyimpan informasi yang
diberikan.
2. Diskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama
R/ Proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa minggu / bulan
dan informasi yang tepat mengenai harapan dapat menolong pasien untuk
mengatasi ketidakmampuannya dan juga menerima perasaa tidak nyaman
yang lama.
3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein /
karbohidrat yang dapat diberikan / dimakan dalam jumlah kecil tetapi
sering.
R/ Meningkatkan proses penyembuhan, makan-makanan jumlah kecil
tetapi sering akan memerlukan kalori yang sedikit pada proses
metabolisme, menurunkan iritasi lambung dan mungkin juga
meningkatkan pemasukan secara total
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Cerebral palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak yang bersifat permanen dan tidak
progresif. Walaupun demikian, gambaran kliniknya masih dapat berubah dalam
perjalanan hidup penderita. Insidensi penyakit ini di luar negeri bervariasi antara 0,07 --
6per 1.000 kelahiran hidup. Di Indonesia masih belum diketahui. Faktor penyebab
mungkin terletak pada masa prenatal, natal dan post natal. Perubahan neuropatologik
pada CEREBRAL PALSY berlokasi pada korteks motorik, ganglia basalis dan
serebelum. Manifestasi klinik bergantung pada lokalisasi dan luasnya kerusakan jaringan
otak. Dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CEREBRAL PALSY, yaitu
spastisitas, atetosis dan ataksia. Diagnosis ditegakkan atas adanya riwayat yang berkaitan
dengan kemungkinan adanya kerusakan jaringan otak dan kelainan fisik/neurologik yang
sesuai. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang.
Penanganan meliputi : reedukasi/rehabilitasi, psiko terapi, tindakan operasi dan
pemberian obat-obatan, yang melibatkan suatu team yang terdiri dari berbagi disiplin
keahlian. Prognosis bergantung pada : berat ringannya CEREBRAL PALSY, gejala-
gejala penyerta, cepatnya dimulai dan intensipnya penanganan, sikap dan kerjasama
penderita/keluarga serta masyarakat.

B. SARAN

Perawatan dari anak-anak ini memerlukan ketrampilan dan, jika mereka dirawat dirumah,
maka harus ada pelayanan pendukung yang efektif. Tindakan perawatan spesifik
bertujuan :

 Pencegahan dekubitus

 Memperthankan saluran pernafasan yang bersih

 Menemukan cara terbaik untuk memberikan makanan pada anak dan menjamin
asupan makanan yang adekuat

 Menentukan suatu sistem komunikasi sehingga anak dapat mengutarakan,


kebutuhan, keinginan dan kerinduannya, dan

 Mendorong agar anak menggunakan kemampuannya dan membantu anak


mengembangkan kemampuannya secara penuh.

CEREBRAL PALSY tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan untuk


memperbaiki kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi
pada CEREBRAL PALSY adalah mengusahakan penderita dapat hidup mendekati
kehidupan normal dengan mengelola problem neurologis yang ada seoptimal mungkin.
Disini tidak ada terapi standar yang berlaku untuk semua penderita CEREBRAL PALSY.
Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi kebutuhan
khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian menentukan
terapi individual yang cocok untuk setiap penderita.
CEREBRAL PALSY tak selalu menganggu intelegensia penderita. Ada pasien justru
yang bisa sekolah dan berprestasi. Contohnya saja, ada pasien yang sekarang sudah kelas
6, bahkan kuliah di UI. Pasien dari Bandung misalkan, kelas 5 juara kelas. Sebenarnya,
soal intelegensia pada CEREBRAL PALSY, ada yang memang kena, ada yang tidak,
tergantung tingkat keparahan CEREBRAL PALSY-nya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Darto saharso. (2006). Cerebral palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi
Neuro-developmental Bagian Ilmu Kesehtan Anak FK Unair RSU Dr.
Soetomo. Surabaya.

L.Wong, Donna. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . (terjemahan).


Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

M.Sacharin, Rosa. (1986). Prionsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2, Penerbit buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Martin T, Susan. (1998). Standar Perawatan Pasien. Volume 4. (terjemahan). Penerbit


buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soetjiningsih,dr. (1998). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1997).
Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

http://www.indonesiaindonesia.com/f/12784-cerebral-palsy/

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_CerebralPalsy.pdf/13_CerebralPalsy.html

www.medicastore.com

http://heri-rahmat.blogspot.com/2005/06/case-study-cerebral-palsy.html

Diposkan oleh NADHIEF'S BLOG di 4:30:00 PM

Label: askep, cebral palsy, pediatrik

Vous aimerez peut-être aussi