Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
1. ELIYANI
2. SITI IMROATUN
3. SUHENDRA
4. WAHYU WIDYA RETNO
5. YULIANA
B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi yang muncul pada
fraktur femur selama proses penyembuhan.
2. Untuk membantu aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh klien
selama proses penyembuhan.
3. Memberikan pengetahuan kepada klien dan keluarga tentang
perawatan fraktur femur setelah masa perawatan di Rumah Sakit selama
proses penyembuhan.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini menggunakan penulisan yang terdiri
dari beberapa bab :
Bab satu, Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, tujuan
penulisan, metode dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab dua, Konsep dasar yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi,
pathways, masalah dan diagnosa keperawatan, tujuan dan fokus intervensi.
Bab tiga, Tinjauan kasus yang menguraikan proses keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan intervensi.
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Manjoer, Arif, 2000).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga
fisik. Kekuatan dan sudit dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap / tidak lengkap (Price & Wilson, 1995).
KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Fraktur komplit / tidak komplit
a. Fraktur komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
/ melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktur tidak komplit bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang, seperti :
- Hairline fracture / patah retak rambat
- Buckle fracture / torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya, biasanya
pada distal radius anak-anak.
- Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
2. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a. Garis patah melintang : trauma angulasi / langsung
b. Garis patah oblik : trauma angulasi
c. Garis patah spiral : trauma rotasi
d. Fraktur kompresi : trauma aksial – fleksi pada tulang spongiosa
e. Fraktur avulsi : trauma tarikan / traksi otot pada insersinya
ditulang, misalnya fraktur patella.
3.
4. Jumlah garis patah
a. Fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
b. Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifocal
c. Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang
yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruis dan
fraktur tulang belakang.
5. Bergeser / tidak bergeser
a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser) : garis patah komplit tetapi
kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh
b. Fraktur displaced (bergeser) : terjadi penggeseran fragmen dan
fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagai :
- Dislokasi adalah longitudinam cum contractionum
(pergeseran searah sumbu dan overlapping)
- Dislokasi adalah axim (pergeseran yang membentuk sudut)
- Dislokasi adalah latus (pergeseran dimana kedua fragmen
saling menjauhi)
6. Terbuka / Tertutup
a. Fraktur tertutup (closed) : bila tidak terdapat hubungan antara
framen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open / compound) : bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut R. Gustillo) yaitu :
- Derajat 1
1) Letak < 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk
3) Fraktur sederhana, tranversal, oblik / kominutif ringan
4) Kontaminasi minimal
- Derajat 2
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / ovulsi
3) Fraktur kominutif sedang
4) Komtaminasi sedang
- Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
derajat 3 terbagi atas :
1) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat
meskipun terdapat laserasi luas / flap / avulsi, atau fraktur
segmental / sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
2) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar / kontaminasi massif
3) Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak
(Manjoer, Arif, 2000)
B. ETIOLOGI
1. Stress / trauma (tekanan / kekuatan)
- Pukulan langsung
- Gaya meremuk
- Gerakan puntir mendadak
- Kontraksi otot ekstrim
2. Proses patologi
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beranya sampai fragmen
tulang dimobilisasi
2. Hilangnya fungsi
3.
4. Deformitas
5. Pemendekan tulang
6. Krepitasi
7. Pembengkakan dan perubahan warna lokal
D. PATOFISIOLOGI
Riwayat kecelakaan dan kondisi patologis, derajat keparahannya, jenis
kekuatan yang berberan menentukan kemungkinan fraktur dan apakah perlu
dilakukan pemeriksaan spesifik untuk mencari adanya fraktur. Nyeri pada
fraktur tulang yang panjang sangat khas. Contoh pada tempat fraktur tungkai
akan teraba nyeri sekali dan bengkak. Perkiraan diagnosis fraktur pada tempat
kejadian dapat dilakukan sehubungan dengan adanya nyeri dan bengkak lokal,
kelainan bentuk dan ketidakstabilan. Krepitus menyatakan perasaan seakan-
akan seperti ada 2 kertas gosok yang digosok-gosokan satu dengan lainnya.
Krepitus merupakan petunjuk adanya fraktur dan sensasi ini ditimbulkan
karena gesekan-gesekan fragmen-fragmen tulang yang patah. Fragmen-
fragmen tulang yang patah mungkin tajam dan keras. Pergerakan relatif
sesudah cidera dapat menganggu supply neurovaskular ekstremitas yang
terlibat.
Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dipakai kemungkinan
adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidal segera dan pemeriksaan
lebih lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan pada cedera tulang belakang
bagian servikal, dimana kontusio dan laserasic pada wajah dan kulit kepala
menunjukkan perlunya evaluasi radiofrafik, yang dapat memperlihatkan
fraktus tulang belakang bagian serviks / dislokasi serta kemungkinan
diperlukannya pembedahan untuk mestabilitasnya.
E. PATHWAYS
Kondisi Traumatik
Osteoporosis Jatuh
Ca tulang Kecelakaan
Tumor tulang Olah raga
Fraktur
Terbuka Tertutup
Reduksi Immobilisasi
Fraksi Pembedahan
Penekanan pada kulit
Penurunan aktivitas
Penekanan pada kulitPengaruh anestasi
Trauma jaringan
Depresi saraf
Penurunan peritaltik
Gangguan integritas kulit
Relaksasi otot Nyeri
Gangguan integritas kulit Risiko infeksi
G. PENATALAKSNAAN
Pengobatan fraktur tertutup
1. Terapi konservatif terdiri dari
a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum
chirungcum humeri dengan kedudukan baik
b. Imobilisasi tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada
fraktur in komplit dan fraktus dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada
fraktur suprakondilus, fraktus colles, fraktur smit. Reposisi seperti
dalam anestasi umum / lokal
d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan pada anak-anak
dipakai fraksi kulit (fraksi Hamilton russel, fraksi Bryant), fraksi
kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. untuk transaksi
dewasa / definitive harus traksi skeletal berupa balanced tractiar.
2. Terapi operatif, terdiri dari
a. Reposisi terbuka fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologist diikuti fiksasi
eksterna
Tindakan pada fraktur terbuka
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin.
Penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang
optimal untuk bertindak 6-7 jam (golden period). Berikan tol soid
antitetanus serum (ATS) / tetanus human globulin. Berikan Ab untuk
kuman gram positif + negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan
kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik
debridemen adalah sebagai berikut :
1. Lakukan narcosis umum / anestasi lokal bila luka ringan dan kecil
2. Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa / esmarch)
3. Cuci seluruh ekstremitas selama 5-10 menit kemudian lakukan
pencukuran lakukan diirigasi dengan cairan NaCl steril / air matang
5-10 menit sampai bersih
4. Lakukan tindakan desienfeksi dan pemasangan duk
5. Eksisi luka lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia hingga
otot. Eksisi otot dan yang tidak vital. Buang tulang-tulang kecil yang
tidak melekat pada periosteum. Pertahankan fragmen tulang besar
yang perlu untuk stabilitas
6. Luka fraktus terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup
1 minggu kemudian setelah edema menghilang (secondary sufure) /
dapat juga hanya dijahit situasi bila luka tidak terlalu lebar (jahit luka
jarang)
H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Air Way
- Inspeksi keadaan umum, apakah dapat bernafas secara
bebas atau dapat bicara bebas
- Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain : suara stredor,
adanya lendir dan darah di jalan nafas.
- Inspeksi apakah ada jejas pada leher, kepala atau dada
- Kaji adanya fraktur cervical
- Kaji adanya fraktur torak atau kosta
b. Breathing
- Inspeksi : adakah penggunaan otot asesori pernafasan,
adakah nafas cuping hidung, adakah sianosis, pucat pada wajah,
adakah jejas pada daerah torak.
- Palpasi : raba pergerakan dada, apakah simetris antara
kanan dan kiri, adakah fraktur tulang iga, apakah fremitus kanan
dan kiri sama.
- Perkusi : adakah pneumothoraks dan hemothoraks
- Auskultasi : adakah suara nafas tambahan
- Hitung frekuensi pernafasan, kaji pola dan kedalaman
pernafasan, kaji dipsnea
c. Circulation
- Adakah gejala / tanda syok (hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi, pucat, produksi ureum menurun)
- Pembengkakan jaringan atau massa hematom pada sisi
cidera
2. Pengkajian Sekunder
Dilakuakn secara berurutan meliputi head to toe, sebagai berikut :
a. Kepala
Adakah jejas, luka, pendarahan :
- Mata : kaji reaksi pupil, diameter pupil.
- Telinga : adakah pengeluaran darah dari telinga.
- Hidung : adakah luka pada hidung, pendarahan hidung
- Mulut : keutuhan gigi, luka pada mulut/bibir/lidah, adakah
pendarahan mulut gigi, gusi dan saluran cerna.
b. Leher
Adakah jejas pada leher
- Waspadai adanya fraktur cervical
- Adakah deviasi treakea
- Adakah peningkatan tekanan jugularis vena
- Adakah pembesaran kelenjar limfe atau tiroid
c. Thoraks
Adakah trauma dada atau keutuhan tulang iga
- Adakah jejas, luka pada dada
- Auskultasi suara nafas dan jantung
- Pemeriksaan EKG
d. Abdomen
Adakah jejas pada abdomen, adakah luka pada abdomen
- Adakah distensi abdomen, nyeri tekan abdomen
- Waspadai adanya perdarahan intra abdomen
e. Pelvis dan genetalia
Adakah jejas pada daerah pelvis, luka dan memar
- Adakah pengeluaran darah dari organ genetalia
- Adakah darah dalam urin
f. Ekstremitas
Adakah jejas, luka memar pada ekstremitas
- Adakah pembengkakan hipormitas dan perubahan warna
kulit
- Adakah krepitasi
- Adakah gangguan fungsi ekstrimitas, kelemahan,
ketidaknyamanan gerak
- Adakah nyeri tekan dan nyeri lokal
g. Pemeriksaan X-Ray dan CT Scan
I. KOMPLIKASI
1. Syok (hipovolemik / traumatic)
2. Syndrom emboli lemak
3. Syndrom kompartemen
4. Tromboemboli
5. Infeksi
6. KID (Koagulapati Intravaskuler Desiminata)
J. FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
nyeri berkurang.
KH : Skala nyeri nol
Wajah pasien tampak rileks
Intervensi
- Kaji skala dan lokasi nyeri
- Gunakan upaya mengontrol nyeri, seperti : membidai dan
meyangga daerah cedera, meninggikan ekstremitas
- Ajarkan teknik relaksasi seperti tarik nafas dalam
- Kolaborasi pemberian analgetik
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3.
Jakarta : EGC.