Vous êtes sur la page 1sur 42

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKANPEMBANGUNAN BALAI LATIHAN KERJA


DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gerakan Pembangunan Rakyat Sejahtera (GERBANG RAJA) menjadi acuan bagi
seluruh arah pembangunan Kabupaten Kutai Kartanegara, sebagaimana tertuang
dalam.rencana strategis (Renstra) 2010 – 2015.Salah satu yang menjadi fokus program
yang harusdiimplementasikandalam Renstra tersebut adalah bidang ekonomi dan
lingkungan. Bidang ini memiliki dua sasaran penting yang ingin dicapai, diantaranya
menciptakan lapangan kerja dan mencoba mengatasi kerusakan lingkungan.Dengan
demikian, pembangunan pada bidang ini akan diupayakan berdampak pada
meningkatnya jumlah lapangan kerja dan sekaligus ramah lingkungan.
Potensi yang bisa dikembangkan sejauh ini berkisar pada sektor pertambangan
dan pertanian, yang merupakan kontributor utama pada PDRBKabupaten Kutai
Kartanegara.Sekalipun demikian, memfokuskan pada sektor pertambangan memiliki
hambatanyang tidak ringan, karena memerlukan investasi yang sangat besar, dan tentu
saja tidak sesuai dengan gagasan pelestarian lingkungan.Pembangunan pertanian
dianggap sebagai pilihan yang paling relevan merepresentasi gagasan bidang ekonomi
dan lingkungandalam GERBANG RAJA.Disamping investasinya tidak terlalu besar,
pertanian dapat menyerap tenaga kerja karena bisa dilakukan di hampir semua wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara.
Selama ini, sebagian besar sektor pertanian di Kabupaten Kutai Kartanegara
dikembangkan dengan pendekatan an-organik yang mengandalkan pupuk kimia.Dalam
penggunaan jangka panjang, pilihan ini meniscayakan kerusakan lahan, sehingga
membutuhkan langkah-langkah antisipatifmelalui pengembangan pertanian
organik.Penggunaan pupuk kimia harus dikurangi dan dikombinasi dengan pupuk
organik yang menggunakan bahan-bahan alami, sehingga lahan-lahan pertanian tidak
rusak dan air di sekitar areal pertanian terhindar dari pencemaran.

1
Selain ramah lingkungan, pertanian organik memiliki banyak keunggulan
ekonomis yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.Ketersediaan
pupuk organik bisa diproduksi mandiri oleh petani, atau di simpul-simpul kelompok
tani dengan memanfaatkan bahan-bahan di sekitar seperti kotoran ternak dan
jerami.Cara ini selain murah, juga efektif mencegah petani mengalami kerugian karena
menjadi korban spekulan pupuk sebagaimana sering terjadi sebelumnya.Berkurangnya
penggunaan pupuk kimia dapat mengurangi subsidi pemerintah, sekaligus mengurangi
biaya yang harus dikeluarkan petani yang artinya dapat meningkatkan penghasilan dan
mendukung kesejahteraan.Subsidi yang berkurang bisa di re-alokasi untuk
pengembangan pertanian yang lain. Berbagai penelitian juga menunjukkan penggunaan
pupuk organik dapat mengurangi persentase gabah hampa dan meningkatkan bobot
gabah, sehingga dapat meningkatkan produktivitas sektor pertanian.
Dengan pendekatan organik, sektor pertanian dapat dirubah stigmanya menjadi
mata pencaharian yang prospektif, sehingga dapat juga menarik minat generasi
mudadan menyerap tenaga kerja.Langkah ini dapat sejalan mendukung keberhasilan
visi GERBANG RAJA dalam sektor ketenagakerjaan.Sejauh ini, melalui visi
GERBANG RAJA, tantangan bidang ketenagakerjaan di Kabupaten Kutai Kartanegara
banyak terjawab.Kesimpulan tersebut dapat dilihat dengan melihat data tingkat
partisipasi angkatan kerja yang meningkat dari 67,65% di tahun 2010 menjadi 68,04%
pada tahun 2011.Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2011 sebesar 7,68%, jauh
lebih rendah dibandingkan angka tahun 2009 dan 2010 yang mencapai 11%.
Sayangnya, sejauh ini belum banyak masyarakat memahami bagaimana sebuah
pertanian organik dikelola.Informasi dan pengertahuan yang terbatas membuat
pertanian organik lebih dipahami sebagai sebuah langkah rumit ketimbang
prospektif.Diperlukan langkah-langkah integratif yang dapat merajut berbagai
kekurangan dan potensi pada sektor pertanian, menjadi tiang penting penyangga
perekonomian Kabupaten Kutai kartanegara.Dengan meningkatnya keterampilan
pertanian masyarakat, keberhasilan mengimplementasi visi GERBANG RAJA dalam
menekan angka pengangguran dapat terus ditingkatkan.
Dengan tinjauan tersebut, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai
Kartanegara, melihat potensi pertanian sebagai sektor yang strategis untuk

2
didukung.Ketersediaan sumber daya manusia andal dalam bidang pertanian akan
membuat Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki alternatif-alternatif pilar ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat diluar sektor pertambangan. Lebih lagi, berdasarkan
SK.43/HPL/DA/86 tanggal 17 Mei 1986, terdapat lahan seluas 6.946 hektar yang
merupakan tanah hak pengelolaan lahan Kementerian Tenaga Kerja dan transmigrasi
R.I di Desa Jonggon Jaya, Kecamatan Loa Kulu yang belum dioptimalkan fungsinya.
Tanah tersebut dapat dimanfatkan untuk mendukung berbagai kepentingan diatas,
dengan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) dan perangkat-perangkatyang dapat
mendukung pembangunan pertanian, sehingga memiliki nilai tambah bagi masyarakat
Kabupaten Kutai Kartanegara.
Berdasarkan latar belakang diatas, dipandang perlu untuk melakukan suatu
penelitian strategis yang relevan dengan kebutuhan untuk pembangunan Balai Latihan
Kerja(BLK) di Kabupaten Kutai Kartanegara.Hasil dari penelitian ini yang nantinya
diharapkan memberikan gambaran lengkap dan membantu dalam pengambilan
keputusan pembangunan BLK.

2. Rumusan Masalah
Masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Apakah pendirian Balai Latihan Kerja (BLK) tersebut layak untuk dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, kemanfaatan, serta kelayakan
lokasi pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara.

3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Menganalisis kebutuhan masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara akan format
pembangunan Balai Latihan Kerja, kemanfaatan, serta kelayakan lokasi pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara.
2. Merumuskan rekomendasi-rekomendasi yang dapat membantu kelancaran
pembagunan Balai Latihan Kerja.

3
4. Output(Luaran)
Output yang diharapkan muncul dari penelitian ini diantaranya:
1. Kesimpulan tentangkebutuhan masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara akankonsep
pembangunan Balai Latihan Kerja, kemanfaatan, serta kelayakan lokasi pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara.
2. Rekomendasi-rekomendasi

5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini merupakan dokumen yang diharapkan dapat memberikan
gambaran komprehensif tentang kelayakan pembangunan Balai Latihan Kerja di
Kabupaten Kutai Kartanegara.Secara khusus, manfaat yang diharapkan muncul
diarahkan untuk:
1. Membantu Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam mengambilkebijakan
pembangunan Balai Latihan Kerja di Kabupaten Kutai Kartanegara.
2. Membantupelaksana proyek untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan benar
tentang pembangunan Balai Latihan Kerja di Kabupaten Kutai Kartanegara.

6. Metode Penelitian
Penelitian ini menitikberatkan pada analisis data-data sekunder pada bidang
ekonomi, ketenagakerjaan, pertanian, dan lingkungan.Data diperoleh melalui sumber-
sumber resmi seperti dinas terkait dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai
Kartanegara.Data-data lain dikumpulkan langsung melalui penelusuran lapangan
seperti kelayakan lahan dan infrastruktur. Wawancara juga dilakukan dengan tokoh
pertanian dan masyarakat di sekitar lokasi yang direncanakan sebagai lokasi
pembangunan Balai Latihan Kerja.

4
7. Framework (Kerangka Berpikir)
Kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

PEMBANGUNAN
BLK

1. Analisis kebutuhan
Data Sekunder masyarakat akan format
Identifikasi BLK, kemanfaatan,
Permasalahan serta kelayakan lokasi
Observasi dan pembangunan BLK.
Wawancara 2. Rekomendasi -
rekomendasi

Kesimpulan:
Layak atau
Tidak Layak

5
B. PROFIL DAN POTENSI WILAYAH
1. Profil Wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 Km2 atau
2.726.310 Ha yang setara dengan 12,89% dari luas provinsi Kalimantan Timur
(sebelum pemekaran Provinsi Kalimantan Utara), sedangkan luas perairannya sekitar
4.097 KM2. Wilayah pantai berada di bagian timur kabupaten dengan ketinggian
berkisar 0-7m dari permukaan laut (dpl), dengan ciri utama selalu tergenang, bersifat
organik dan asam, serta tersebar di bagian pantai dan bagian timur.
Kabupaten Kutai Kartanegara terletak pada posisi antara 1150 26’ bujur timur
sampai dengan 1170 36’ bujur barat serta terletak pada garis lintang dari 10 28’ lintang
utara sampai dengan 10 08’ lintang selatan. Kabupaten Kutai Kartanegara secara
administratif berbatasan dengan :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kab. Malinau
2. Sebelah timur berbatasan dengan Kab. Kutai Timur dan Selat Makassar
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Panajem Pasir Utara dan Kota Balikpapan.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Kutai Barat.
Secara administratif, Kabupaten Kutai Kartanegara dibagi dalam 18 kecamatan.
Kabupaten Kutai Kartanegara mencakup Kecamatan : Kec. Tabang, Kec. Kembang
Janggut, Kec. Kenohan, Kec. Muara Muntai, Kec. Muara Wis, Kec. Kota Bangun, Kec.
Muara Kaman, Kec. Sebulu, Kec. Tenggarong, Kec. Tenggarong Seberang, Kec. Loa
Kulu, Kec. Loa Janan, Kec. Anggana, Kec. Sanga Sanga, Kec. Samboja, Kec. Muara
Jawa, Kec. Marang Kayu, Kec. Muara Badak. Adapun ibukota Kabupaten Kutai
Kartanegara terletak di Tenggarong.

6
Tabel 1
Luas Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara Berdasarkan Kecamatan

No. Kecamatan Luas


(Km2)
1 Samboja 1.045,9
2 Muara Jawa 754,5
3 Sanga Sanga 233,4
4 Loa Janan 644,2
5 Loa Kulu 1.045,7
6 Muara Muntai 928,60
7 Muara Wis 1.108,16
8 Kota Bangun 1.143,74
9 Tenggarong 398,10
10 Sebulu 859,50
11 Tenggarong 437
Seberang
12 Anggana 1.798,80
13 Muara Badak 939,09
14 Marang Kayu 1.165,7
15 Muara Kaman 3.410,10
16 Kenohan 1.302,20
17 Kembang Janggut 1.923,90
18 Tabang 7.764,50
Sumber : Kutai Kartanegara Dalam Angka 2012
Wilayah dengan ketinggian 7-25 m dpl memiliki sifat wilayah berupa
permukaan tanah datar sampai landai, kadang tergenang, kandungan air tanah cukup
baik, dapat diari dan tidak ada erosi, sehingga sangat cocok untuk pertanian lahan
basah. Sementara wilayah daratan dengan ketinggian 25-100m dpl memiliki sifat
utama permukaan tanah cekung, lereng, landai sampai bergelombang.
Secara Topografi wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri atas wilayah
pantai dan daratan. Wilayah pantai berada di bagian timur wilayah Kabupaten Kutai
Kartanegara mempunyai ketinggian dari 0 – 7 meter dari permukaan laut (dpl). Luas

7
wilayah pantai ini mencapai 22,87% dari total luas wilayah sifat fisik dari wilayah ini
mempunyai ciri utama selalu tergenang dan bersifat organik serta asam.
Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagian besar bergelombang dan
berbukit dengan kemiringan landai sampai curam. Daerah kemiringan datar sampai
landai dengan ketinggian 7-25 meter dpl dengan karakteristik fisik kandungan air tanah
cukup baik.Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat di beberapa bagian
yaitu di wilayah pantai dan daerah aliran Sungai Mahakam.Pada wilayah pedalaman
dan perbatasan, pada umumnya merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian
500-2000 m dpl.
Berdasarkan karakteristik topografi tersebut maka dapat diidentifikasi daerah
yang dapat dikembangkan untuk kegiatan budidaya adalah dengan kemiringan datar
sampai landai dengan ketinggian antara 7-25 m dpl.Terutama pada daerah sepanjang
DAS Mahakam.Adapun pada wilayah pegunungan dengan ketinggian 500-2000 m dpl
perlu ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan pengembangan terbatas.Khusus
untuk daerah pantai di bagian timur wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki
potensi untuk dikembangkan budidaya perikanan.
Fisiografi Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dikelompokkan dalam 10 satuan
fisiografi sebagai berikut: daerah endapan pasir pantai (sedimen), daerah rawa pasang
surut (tidal swamp), daerah dataran alluvial (alluvial plane), daerah jalur kelokan
sungai (meander belt), daerah rawa (smawp), daerah lembah alluvial (alluvial valley),
daerah teras (terrain), daerah dataran (plain), daerah perbukitan (hill), dan daerah
pegunungan (mountain). Jenis-jenis yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara,
menurut soil taksonomi USDA termasuk kedalam golongan ultisol, entisol, histosol,
inseptisol, dan mollisol sedangkan menurut penelitian tanah bogor terdiri dari jenis
tanahpodsolik, alluvbial, andosol dan renzina.
Iklim di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sangat dipengaruhi iklim tropis
basah yang bercirikan curah hujan cukup tinggi dengan penyebaran merata sepanjang
tahun, sehingga tidak terdapat pergantian musim yang jelas.Iklim di Kabupaten Kutai
Kartanegara dipengaruhi oleh letak geografisnya yaitu iklim hutan tropica humida
dengan suhu udara rata-rata 260C dimana perbedaan antara suhu terendah dengan suhu

8
tertinggi mencapai 50 – 70C.Jumlah curah hujan wilayah ini berkisar 2000-
4000mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 130-150 hari/tahun.
Berdasarkan karakteristik topografi, fisiogafi, dan klimatologi Kabupaten Kutai
Kartanegara, maka berikut ini akan diuraikan potensi sumberdaya alam yang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan ekonomi. Sumberdaya alam di Kabupaten
Kutai Kartanegara yang diidentifikasi sebagai kawasan sentra produksi, seperti
diuraikan berikut :
1. Kawasan Sentra Produksi hasil Hutan
Kawasan sentra produksi hasil hutan tersebar di seluruh kecamatan, dengan konsentrasi
yang tidak merata.Secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2
Kawasan Sentra Produksi Hasil Hutan Kab. Kutai Kartanegara
No. Komoditas Kecamatan
1. Mahoni Sebulu, Kembang Janggut, Kota Bangun, Muara Wis

2. Albasia Sebulu, Kembang Janggut, Muara Wis, Tabang


3. Pinus Sebulu, Kembang Janggut, Sanga-Sanga, Kota Bangun,
Muara Wis, Tabang
4. Acasia Muara Muntai, Loa Kulu, Muara Jawa, Sanga-Sanga,
Anggana, Muara Badak, Sebulu, Samboja, Loa Janan,
Tenggarong, Tenggarong Seberang, Kota Bangun, Muara
Wis
5. Leusaena Muara Jawa, Loa Kulu, Sanga-Sanga, Sebulu, Kembang
Janggut, Muara Muntai, Anggana, Muara Badak, Kota
Bangun, Muara Wis
Sumber :RPJMD Kabupaten Kutai Kartanegara 2005-2010

2. Kawasan Sentra Produksi Pertanian Tanaman Pangan


Hampir seluruh wilayah di Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan penghasil padi
dan Jagung, sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 3.

Tabel 3
Kawasan Sentra Produksi Pertanian Tanaman Pangan Kab. Kukar

9
No. Komoditas Kecamatan
1 Padi Sawah Loa Kulu, Tenggarong, Tenggarong Seberang,
Sebulu
2 Padi Ladang dan Jagung Seluruh Kecamatan kecuali Kec. Muara Kaman
3 Ketela Pohon Seluruh Kecamatan kecuali Loa Kulu dan Muara
Kaman
4 Ubi Jalar Seluruh Kecamatan
5 Kacang Tanah Loa Kulu, Muara Jawa, Loa Janan, Sanga-Sanga,
Anggana, Muara Badak, Tenggarong, Sebulu,
Kota Bangun, Tabang
6 Kacang Kedelai Loa Kulu, Muara Jawa, Samboja, Loa Janan,
Sanga-Sanga, Anggana, Muara Badak,
Tenggarong, Sebulu, Kota Bangun
Sumber :RPJMD Kabupaten Kutai Kartanegara 2005-2010
3. Kawasan Sentra Produksi Tanaman Perkebunan
Untuk produksi tanaman perkebunan, komoditas tanaman kopi terdapat di hampir
seluruh wilayah Kabupaten Kecamatan Kutai Kartanegara. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel4
Tabel 4
Kawasan Sentra Produksi Pertanian Tanaman Perkebunan Kab. Kukar
No. Komoditas Kecamatan
1 Kopi Seluruh Kecamatan kecuali Kec. Muara
Kaman
2 Coklat Loa Kulu, Tenggarong
3 Karet Muara Kaman, Marang Kayu, Sebulu,
Tenggarong
4 Kelapa Samboja, Sebulu, Kembang Janggut, Marang
Kayu, Muara Jawa, Tabang
5 Kelapa Sawit Kenohan, Muara Jawa, Samboja, Sebulu,
Kembang Janggut, Tabang
6 Lada Muara Jawa, Samboja, Loa Janan
Sumber :RPJMD Kabupaten Kutai Kartanegara 2005-2010

10
4. Kawasan Sentra Produksi Perikanan, meliputi Kecamatan Muara Muntai, Muara Jawa,
dan Kecamatan Muara Badak.
5. Kawasan Wisata Alam dan Wisata Budaya, meliputi Kawasan Wisata Alam berupa
danau-danau (Semayang, Melintang dan Ngayau), Kawasan Wisata Budaya yang perlu
dipertahankan dan dikembangkan kegiatannya berupa peninggalan-peninggalan sejarah
yang tersimpan dalam museum dan wisata sejarah Kutai Lama di Kecamatan Anggana,
wisata atraksi budaya suku asli pedalaman (Dayak, Tunjung).
6. Kawasan Industri dan Pertambangan, dimana prioritas pengembangan kawasan industri
di Kabupaten Kutai Kartanegara terletak di beberapa kecamatan potensial, meliputi
pengembangan agro industri ataupun industri kecil di Kecamatan Tenggarong, Muara
Badak, Kota Bangun, Samboja, Marang Kayu dan Tenggarong Seberang. Prioritas
pengembangan kawasan pertambangan meliputi, Pertambangan Batubara di
Kecamatan Sebulu, Kota Bangun, Tenggarong, Loa Kulu, Loa Janan, Muara Kaman,
dan tenggarong Seberang; dan Pertambangan Minyak di Kecamatan Sanga-sanga,
Samboja, Muara Badak, Muara Jawa, Marang Kayu dan Anggana.

2. Tata Ruang
Secara prinsip, penataan ruang adalah upaya mewujudkan optimalisasi dan
keterpaduan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumber daya buatan bagi kegiatan
berbagai sektor pembangunan yang membutuhkan ruang. UU no 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang mengamanatkan bahwa segala upaya pembangunan yang dilakukan
baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, seyogyanya sesuai dengan dokumen
rencana tata ruang. Rencana tata ruang digunakan sebagai landasan koordinasi dalam
mengurangi konflik ruang dan optimalisasi pencapaian tujuan serta sasaran
pembangunan, mulai dari skala wilayah nasional, propinsi maupun kabupaten/kota.

Kawasan Lindung
UU Nomor26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa arahan
pemanfaatan ruang dibagi menjadi 2, yaitu kawasan budidaya dan kawasan
lindung.Kawasan Budidaya merupaka kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk di budidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya

11
manusia, dan sumber daya buatan.Adapun khusus untuk kawasan lindung tidak
diperkenankan adanya kegiatan penggunaan lahan untuk tujuan budidaya kecuali
kegiatan yang sifatnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian.
Kegiatan dalam pemanfaatan kawasan lindung meliputi upaya untuk
mempertahankan luasan dan fungsi kawasan hutan lindung dan fungsi resapan,
peningkatan kesadaran lingkungan, pengaturan irigasi pada lahan gambut,
pengendalian pertumbuhan dan konsentrasi penduduk/ pemukiman serta kegiatan
sektoral yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung dan kawasan khusus
(dilewati jaringan pipa gas bawah tanah). Pengendalian berbagai jenis kegiatan
penggunaan lahan di kawasan lindung diharapkan mampu melindungi kawasan lindung
dari kerusakan fisik lahan sehingga fungsi perlindungan bagi kawasan dibawahnya
dapat terjaga.
Kegiatan penggunaan lahan disekitar kawasan lindung yang perlu mendapatkan
perhatian secara serius dan terkendali/dipantau adalah penyebaran permukiman
penduduk, penebangan hutan dan pembangunan fisik yang dalam tingkat tertentu dapat
merusak dan atau dapat mengurangi fungsi perlindungan lahan. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka pihak aparat/lembaga terkait harus mampu memberikan informasi
mengenai peranan kawasan lindung terhadap kelestarian lingkungan bagi kelangsungan
hidup rakyat banyak terhadap penduduk sekitarnya melalui berbagai jenis penyuluhan
pada lembaga, organisasi masyarakat atau pada aparat-aparat di daerah terdekat dengan
kawasan lindung. Pelanggaran terhadap kegiatan yang dilarang di kawasan lindung
dapat dikenakan sangsi atau hukuman tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
dalam proses pengendalian kawasan lindung tersebut.
Permukiman penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara masih banyak yang
mendiami daerah pedalaman dimana di wilayah tersebut seharusnya bukan
dialokasikan sebagai kawasan permukiman.Kondisi ini disebabkan oleh penduduk
setempat telah menyatu dengan alam sehingga cara tersebut sering ditempuh oleh
penduduk tanpa menghiraukan bahwa tempat tersebut berada pada kawasan lindung.
Kegiatan penebangan hutan termasuk pembukaan lahan melalui pembakaran
hutan yang sering dilakukan, selain akan menghilangkan berbagai ragam hayati, juga
dapat merusak lapisan tanah atas, sehingga dapat menurunkan tingkat kesuburan lahan.

12
Tingkat kesuburan lahan ini sangat penting dipertahankan, karena untuk memulihkan
pada kondisi semula diperlukan waktu yang cukup lama.
Kegiatan pembanguna fisik di kawasan lindung, hanya diperkenankan jika
ditujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian khususnya yang
berkaitan dengan pemuliaan tanaman dan sejenisnya tanpa mengganggu kerusakan
hayati dan lingkungan hidupnya.

Lahan Pertanian
Kegiatan budidaya pertanian tanaman pangan masih merupakan kegiatan
perekonomian utama di Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal ini didukung oleh potensi
lahan yang cukup luas dan menyebar dihampir seluruh Kabupaten Kutai Kartanegara,
walaupun luasnya bervariasi untuk setiap kecamatan. Luas kawasan budidaya pertanian
menurut peta dari persediaan tanah yang di alokasikan sebagai kawasan budidaya
adalah 67,86% dari wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Pola Penggunaan Lahan Untuk Kehutanan


Secara umum areal hutan masih merupakan jenis penggunaan lahan yang
dominan di Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu luas 2.637.657 ha (83,31% dari luas
wilayah). Perincian jenis hutan yang ada meliputi : Hutan lindung (239.816 ha), hutan
produksi (1.325.198 ha), hutan suaka alam (68.884 ha), hutan penelitian pendidikan
(14.099 ha), dan hutan konversi (989.960 ha)

Perikanan
Pembangunan perikanan di Kabupaten Kutai Kartanegara menunjukkan adanya
peningkatan produksi yang cukup baik dari tahun ke tahun.Luas areal budidaya ikan di
Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan Kecamatan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Luas Areal Budidaya Ikan Di Kab. Kukar Tahun 2011

13
Kecamatan Kolam Keramba Sawah
Samboja 61 - 4
Muara Jawa 30 - -
Sanga Sanga 28 30 -
Loa Janan 99 1760 -
Loa Kulu 114 8356 -
Muara Muntai 5 6485 -
Muara Wis - 4080 -
Kota Bangun 61 3316 -
Tenggarong 36 5060 -
Sebulu 36 523 -
Tenggarong Seberang 53 4281 -
Anggana 29 65 7,8
Muara Badak 125 - -
Marang Kayu 80 - -
Muara Kaman 35 4045 -
Kenohan - 3857 -
Kembang Janggut 23 270 -
Tabang 22 110 -
TOTAL 837 42238 11,8
Sumber : Kutai Kartanegara Dalam Angka 2012

Permukiman
Kebutuhan lahan pemukiman setiap tahunnya bertambah seiiring dengan
bertambahnya penduduk.Di Kabupaten Kutai Kartanegara penyebaran permukiman
sangat dipengaruhi oleh aktivitas penduduknya.Wilayah permukiman terbagi menjadi
dua jenis, yaitu permukiman di wilayah pedalaman dan permukiman di wilayah
pantai.Permukiman yang ada di pedalaman cenderung berpola linear yaitu mengikuti
jalur transportasi (sungai) dengan maksud memudahkan mobilisasi dari dan ke
desa/kampung lainnya.

14
Pengembangan permukiman yang akan datang di Kabupaten Kutai Kartanegara
didasarkan pada jumlah penduduk, baik untuk perkembangan permukiman di daerah
perkotaan maupun pedesaan. Perincian kebutuhan lahan secara keseluruhan dapat
dirinci sebagai berikut: permukiman perkotaan dengan jumlah rumah tangga 48.96 kk
atau 244.579 jiwa adalah 1.467,47 ha. Sedangkan permukiman pedesaan dengan
jumlah rumah tangga 114.140 kk atau 570.703 jiwa adalah 6.848,40 ha.

Pengembangan Spasial
Strategi pendekatan wilayah menitikberatkan penanganan pada dua komponen
utama spasial, yaitu perkotaan dan pedesaan.Pembangunan perkotaan yang
dilaksanakan diarahkan untuk dapat mewujudkan Kabupaten Kutai Kartanegara
sebagai wilayah pengembangan wisata dalam arti luas dan sebagai wadah bagi
peningkatan produktifitas dan kreatifitas masyarakat.Selain itu, wilayah perkotaan juga
dikembangkan sejalan dengan fungsinya sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan
pemerintahan.
Strategi utamanya adalah membangun ekonomi kerakyatan melalui
pengembangan pertanian dalam arti luas, penyediaan infrastruktur, dan pengembangan
pariwisata daerah.Melalui strategi ini dapat diwujudkan kota-kota mandiri yang
berbasis kemampuan sosial ekonomi masyarakat setempat dan sekitarnya.Adapun
pembangunan pedesaan bertujuan mempercepat laju pembangunan di wilayah
pedesaan khususnya bagi desa-desa tertinggal.Pembangunan pedesaan diarahkan untuk
mendorong percepatan perubahan struktur kegiatan ekonomi dari yang bercorak sub-
sistem menuju modern atau berorientasi pasar.

3. Kependudukan dan Tenaga Kerja

Kependudukan
Penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara terus tahun mengalami peningkatan.
Jumlah penduduk pada tahun 2009 sebesar 605.675 jiwa, sedangkan jumlah penduduk
pada tahun 2010 sebesar 626.680 jiwa. Pada tahun 2011, sebagian besar penduduk
berada di ibukota Kabupaten yaitu Kec. Tenggarong (15,35%), terbesar kedua di Kec.

15
Tenggarong Seberang (9,8%), selanjutnya Kec. Loa Janan (8,95%) dan di Kec.
Samboja (8,7%). Selebihnya tersebar di 14 Kecamatan lainnya. Pola persebaran ini dari
beberapa tahun tidak banyak berubah. Sedangkan kecamatan dengan presentase jumlah
penduduk terkecil adalah Muara Wis sebesar 1,37% (Tabel 6).

Tabel 6
Jumlah Penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara Menurut Kecamatan 2009-
2011
Kecamatan 2009 2010 2011
1. Samboja 52.687 54.515 56.621
2. Muara Jawa 32.786 33.923 35.236
3. Sanga-Sanga 16.998 17.588 18.269
4. Loa Janan 54.192 56.071 58.244
5. Loa Kulu 38.600 39.938 41.484
6. Muara Muntai 16.735 17.315 17.985
7. Muara Wis 8.270 8.557 8.888
8. Kota Bangun 30.243 31.292 32.503
9. Tenggarong 92.985 96.209 99.931
10. Sebulu 35.199 36.420 37.827
11. Tenggarong Seberang 59.382 61.441 63.812
12. Anggana 31.593 32.688 33.950
13. Muara Badak 38.499 39.834 41.374
14. Marang Kayu 22.610 23.394 24.299
15. Muara Kaman 32.773 33.909 35.219
16. Kenohan 9.530 9.861 10.242
17. Kembang Janggut 23.018 23.817 24.734
18. Tabang 9.575 9.908 10.290
Jumlah/Total 605.675 626.680 650.908
Sumber : Kutai Kartanegara Dalam Angka 2012

Persebaran penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara menurut luas wilayah


juga tidak merata. Dengan luas wilayah seluas 398, 10 km2 , Kec. Tenggarong
berpenduduk sebanyak 99.931 jiwa. Sehingga kepadatan penduduk di Tenggarong

16
adalah 251 jiwa/km2. Kondisi ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan Kec. Tabang
yang merupakan wilayah terluas (7.764,50 km2) yang dihuni oleh 10.290 jiwa,
sehingga kepadatan penduduknya hanya 1,33 jiwa/km2.

Kesejahteraan Penduduk
Indikator tingkat kesejahteraan penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara
dilihat dari angka kemiskinan, indikator kesehatan, indikator pendidikan, dan indikator
tenaga kerja.
a. Kemiskinan
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, angka kemiskinan
Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2010 sebanyak 54.000 Jiwa. Angka ini setara
dengan 8,6% dari total populasi, sedikit naik dari jumlah kemiskinan tahun 2009 yang
mencapai 8,03%.Sekalipun masih lebih rendah dari rata-rata nasional, mengingat Kutai
Kartanegara sebagai salah satu kabupaten dengan nilai bagi hasil tertinggi di Indonesia,
angka tersebut tetap menjadi perhatian.

b. Kesehatan
Beberapa indikator kesehatan yang mengalami peningkatan diantaranya :
1. Meningkatnya jumlah fasilitas kesehatan di tingkat kecamatan, dimana terdapat 170
Puskesmas pada tahun 2010 menjadi 180 di tahun 2011.
2. Jumlah dokter Puskesmas pada tiap tahunnya selalu bertambah.
3. Kinerja pelayanan kesehatan juga mengalami peningkatan hal ini ditandai dengan
meningkatnya pertolongan persalinan dengan menggunakan tenaga kesehatan.
4. Kondisi kesehatan lingkungan juga mengalami peningkatan ditandai dengan
meningkatnya masyarakat pengguna air bersih.

c. Pendidikan
Indikator pendidikan di Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dilihat diantaranya
dari:

17
Angka Partisipasi Sekolah (APS) yaitu rasio penduduk yang bersekolah
menurut kelompok usia sekolah, pada tahun 2011 untuk penduduk usia 7-12 tahun
sebanyak 89.658 jiwa.Usia 13-15 tahun sebesar 37.520 jiwa, dan APS penduduk usia
16-18 tahun sebesar 25.300 jiwa.

d. Indeks Pembangunan Manusia


Keberhasilan Pemerintah Daerah diukur melalui banyak cara, salah satunya
dengan melihat angka indeks pembangunan manusia (IPM).Angka IPM dapat menjadi
panduan menilai upaya-upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup
manusia di sebuah wilayah.Berdasarkan data BPS Kaltim, angka IPM Kabupaten Kutai
Kartanegara tahun 2010 sebesar 72,89 yang merupakan peringkat 11 dari 14
Kabupaten/Kota. Peringkat Kabupaten Kutai Kartanegara tidak berubah dalam periode
pengukuran IPM 2008 – 2010 (Tabel 7).

Tabel 7
Perkembangan Angka IPM Kalimantan Timur 2008 -2010
Kabupaten/Kota 2008 2009 2010
Pasir 73,46 73,99 74,66
Kutai Barat 72,16 72,60 72,90
Kutai
Kartanegara 72,03 72,50 72,89
Kutai Timur 70,84 71,23 72,05
Berau 72,75 73,22 73,84
Malinau 71,78 72,30 72,65
Bulungan 74,30 74,68 75,11
Nunukan 72,86 73,48 73,84

18
PPU 72,69 73,11 73,59
Tana Tidung 70,68 71,07 71,42
Balikpapan 77,31 77,86 78,33
Samarinda 76,12 76,68 77,05
Tarakan 75,92 76,37 76,74
Bontang 76,08 76,52 76,88
Kalimantan
Timur 74,52 75,11 75,56
Sumber: Berita Resmi Statistik IPM Kaltim 2011

IPM tahun 2010 disusun melalui empat komponen, angka harapan hidup,
persentase melek huruf, dan rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran
perkapita.Kabupaten Kutai Kartanegara relatif memiliki nilai baik jika dibandingkan
Kabupaten/Kota lain, kecuali untuk komponen angka harapan hidup. Untuk komponen
terakhir, Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki nilai 67,93 yang merupakan angka
terendah dari seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Data ini mengindikasikan
pembangunan fasilitas kesehatan di Kabupaten Kutai Kartanegara masih tertinggal
dibanding wilayah lain di Kalimantan Timur.Salah satu indikasinya, berdasarkan data
BPS tahun 2009, angka kematian bayi mencapai 37 kasus per 1000 kelahiran.Angka ini
sangat tinggi, karena rata-rata Provinsi Kalimantan Timur hanya 25 kasus, bahkan jika
dibandingkan dengan rata-rata nasional yang mencapai 37 kasus.

e. Tenaga Kerja
Dalam struktur kependudukan dan tenaga kerja, penduduk dibedakan menjadi 2
(dua) kategori, yaitu penduduk dalam usia kerja dan penduduk diluar usia kerja.
Menurut UU No 20 tahun 1999 disebutkan bahwa penduduk usia kerja adalah
penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan
Angkatan Kerja. Sedangkan yang termasuk dalam Angkatan kerja adalah penduduk
dalam usia kerja yang bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan Bukan Angkatan
Kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mencari pekerjaan,

19
tetapi masih bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya, seperti tidak mampu
bekerja, pensiun dan sebagainya.
Dari seluruh penduduk, sebanyak 68% pada tahun 2011 tercatat merupakan
angkatan kerja, jumlah yang sama dengan tahun sebelumnya. Hanya saja, jumlah
pencari pekerjaan menurun, dari 33.980 di tahun 2010 menjadi hanya 25.530 pada
tahun 2011. Untuk penduduk yang bukan angkatan kerja, mayoritas merupakan ibu
rumah tangga dengan persentase sebanyak 22%.Jumlah ini naik sebesar 3%
dibandingkan tahun sebelumnya.Untuk penduduk yang bukan angkatan kerja karena
sedang bersekolah menurun dalam periode 2010-2011. Sebanyak 40.199 jiwa berstatus
sekolah pada 2010, dan berkurang menjadi 34.084 jiwa pada tahun 2011 (Tabel 8).
Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja di
suatu wilayah adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan
rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja. TPAK di Kabupaten Kutai Kartanegara
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan terus meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Berdasarkan jenis kelaminnya, TPAK
untuk penduduk dalam usia kerja menunjukkan kecenderungan yang relatif stabil dan
sedikit mengalami peningkatan, dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.
Tingkat partisipasi angkatan kerja meningkat dari 67,65% di tahun 2010
menjadi 68,04% pada tahun 2011. Menurut jenis kelamin TPAK laki-laki meningkat
tetapi TPAK perempuan menurun. TPAK laki-laki meningkat dari 86,88% menjadi
90,65% pada tahun 2011, sedangkan TPAK perempuan turun dari 45,75% menjadi
42,78% di tahun 2011 (Tabel 9).
Tabel 8
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama 2010-2011
2010 2011
Kegiatan Jumlah Jumlah
% %
Total Total
I. Angkatan Kerja 294.620 68 306.189 68
1. Bekerja 260.640 60 282.659 63
2. Mencari Pekerjaan 33.980 8 25.530 5
II. Bukan Angkatan Kerja 140.891 32 143.844 32

20
1. Sekolah 40.199 9 34.084 8
2. Mengurus Rumah Tangga 84.314 19 98.638 22
3. Lainnya 16.378 4 11.122 2
Jumlah / Total 435.511 100 450.033 100
Sumber : Kutai Kartanegara Dalam Angka 2012

Tabel 9
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Kab. Kukar tahun 2009-2011
2010 2011
Jenis kelamin Angkatan Angkatan
TPAK TPAK
Kerja Kerja
Laki-laki 201446 87% 215239 91%
Perempuan 93174 46% 90950 43%
Total 294620 68% 306189 68%
Sumber : Kutai Kartanegara Dalam Angka 2012
Selain tingkat partisipasi angkatan kerja, salah satu keberhasilan program
ketenagakerjaan adalah semakin meratanya distribusi tenaga kerja jika dilihat dari jenis
kelamin. Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa partisipasi angkatan kerja sangat
didominasi laki-laki, bahkan untuk tahun 2011 jumlahnya lebih dari dua kali lipat
perempuan. Sebagain besar angkatanperempuan lebih banyak bergulat dengan aktivitas
domestik, sehingga angka partisipasi angkatan kerjanya sangat rendah.

4. Perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara


Struktur perekonomian di Kabupaten Kutai Kartanegara jika ditinjau dari
kontribusi masing-masing sektor pembangunan terhadap total PDRB, menunjukkan
bahwa pertambangan dan penggalian dengan sub sektor migas merupakan sektor yang
sangat dominan (rata-rata diatas 75% dari total PDRB) dalam menunjang pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara. Sektor yang juga memegang peranan penting
dalam perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sektor pertanian dengan sub
sektor kehutanan.
Perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara sampai saat ini masih sangat
bergantung pada sektor pertambangan yang mayoritas di eksor ke pasar global.

21
Sehingga perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara secara umum dipengaruhi oleh
perekonomian global. Sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global,
perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2011 tumbuh lebih rendah
dibandingkan dengan tahun 2010, pertumbuhan ekonominya sebesar 0,25 % di tahun
2011 dan 4,05% di tahun 2010.
Secara umum, perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara yang diukur
berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2011 kembali mengalami
peningkatan (Tabel 10). Nilai PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2011
mencapai Rp 123,49 Triliyun (meningkat23,14% dibanding tahun 2010 sebesar
100,28). Sedangkan jika minyak bumi dan gas alam (migas) dikeluarkan dari
penghitungan PDRB, maka nilai PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara juga mengalami
peningkatan sebesar 41,97% tahun 2010, PDRB tanpa migas mencapai Rp 36,59% dan
meningkat menjadi Rp 51,95% di tahun 2011.
Terdapat 4 sektor dominan yang berpengaruh tinggi terhadap PDRB dengan
migas, yaitu sektor pertambangan (84,98%), pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan (5,93%), sektor bangunan (2,90%) dan sektor perdagangan, hotel, dan
restoran (2,74%). Sedangkan sektor-sektor yang lain secara keseluruhan berperan
sebesar 3,45% terhadap perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara.Untuk PDRB
tanpa migas di dominasi oleh 4 sektor, yaitu sektor pertambangan (64,29%), pertanian
(14,09%), bangunan (6,9%), dan perdagangan, hotel, dan restoran (6,51%). Sedangkan
sektor yang lain memberikan kontribusi di bawah 9%.

Tabel 10
PDRB atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2010-2011
PDRB ADH Berlaku PDRB ADH Konstan
Juta Rupiah Juta Rupiah
Tahun
Dengan Tanpa Dengan Tanpa
Migas Migas Migas Migas
2010 100.279.069 36.588.893 29.132.221 10.470.070
2011 123.485.113 51.946.367 29.205.249 12.315.621
Sumber : Kutai Kartanegara Dalam Angka 2012

22
Potensi Ekonomi
a. Pertanian
Pembangunan pertanian dalam arti luas meliputi bidang pertanian tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan. Kabupaten Kutai
Kartanegara mempunyi potensi lahan pertanian untuk dikembangkan sebagai daerah
pertanian baru diluar jawa dan Sumatera. Ketersediaan lahan pertanian diperkirakan
seluas 2.584.269 Ha terdiri dari lahan sawah 79.702 Ha, lahan kering 2.322.090 Ha,
dan lahan lainnya 282.477 Ha. Potensi yang lain adalah adanya Sungai Mahakam
sebagai sumber pengairan, tersedianya alat dan mesin pertanian serta tersedianya Rice
Procesing Unit (RPU).
b. Pertambangan
Kegiatan pertambangan di Kabupaten Kutai Kartanegara mencakup
pertambangan migas dan non migas.
c. Perdagangan, Industri dan Koperasi
Perdagangan luar negeri merupakan sektor ekonomi yang berperan dalam
menunjang pembangunan ekonomi Indonesia pada umumnya dan Kabupaten Kutai
Kartanegara pada khususnya. Dari kegiatan ekspor dapat diperoleh devisa yang
merupakan salah satu sumber dana untuk pembangunan. Definisi ekspor adalah
pengiriman barang dagangan keluar negeri melalui pelabuhan di seluruh wilayah di
Republik Indonesia baik komersil maupun non komersil.Nilai ekspor adalah nilai
transaksi barang ekspor sampai di atas kapal pelabuhan muat dalam keadaan Free On
Board (FOB)
d. Pariwisata
Pengembang potensi nilai-nilai adat dan budaya semakin dirasakan
kepentingannya sebagai aset pariwisata yang telah mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat di sekitar obyek wisata dan secara makro dapat meningkatkan pendapatan
daerah serta devisa bagi Negara karena kedatangan wisatawan baik asing maupun
lokal. Kabupaten Kutai Kartanegara dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber
daya alam yang melimpah dan memiliki potensi keindahan alam serta beraneka
kehidupan budaya etnik masyarakatnya yang sangat unik.

23
C. ANALISIS KELAYAKAN
Analisis disusun berdasarkan hasil penelusuran data sekunder yang dikumpulkan
dari dinas-dinas terkait maupun BPS Kabupaten Kutai Kartanegara.Untuk melihat
kelayakan lokasi juga telah dilakukan observasi lapangan.Untuk melengkapi data
tersebut, dilakukan wawancara dengan tokoh masyarakat di sekitar lokasi, tokoh adat,
serta pihak yang kompeten untuk memberikan masukan tentang kondisi pertanian di
Kabupaten Kutai Kartanegara.

1. Perspektif Ekonomi
Kabupaten Kutai Kartanegara selalu menjadi penyumbang terbesar Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) bagi Provinsi Kalimantan Timur.Pada tahun 2011,
persentasenya bahkan mencapai 34,28%, hampir separuh selisihnya dengan Kabupaten
Bontang yang hanya sebesar 17,19% pada urutan kedua.Angka tersebut menunjukkan

24
posisi strategis Kabupaten Kutai Kartanegara karena bekontribusi pada 1/3
perekonomian Provinsi Kalimantan timur.
Sekalipun demikian, jika dicermati PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara
didominasi hasil dari sektor pertambangan yang mencapai 84,98%. Sebagian besar
produk sektor pertambangan berupa komoditi migas yang mayoritas diekspor ke pasar
global, sehingga selain faktor ketersediaan bahan tambang, perekonomian Kabupaten
Kutai Kartanegara juga sangat dipengaruhi oleh perekonomian global.
Pondasi perekonomian dengan struktur yang melulu bergantung pada sektor
pertambangan akan rentan jika tidak ditopang dengan sektor lain. Sebagai industri
dengan investasi besar, kelangsungan sektor pertambangan sangat ditentukan oleh para
pemodal, sehingga tidak mudah bagi masyarakat kebanyakan dapat bersaing pada
sektor ini.Dengan demikian, disparitas kesejahteraan masyarakat sangat mungkin
terjadi karena prakarsa masyarakat luas pada sektor ini dapat dikatakan
terbatas.Jikapun ada, peran dan jumlahnya pada umumnya minimal atau kecil.
Pada bagian lain, sektor terbesar kedua adalah pertanian, kehutanan, dan
perikanan hanya memiliki kontribusi sebesar 5,93% dari total PDRB Kabupaten Kutai
Kartanegara tahun 2011. Jika tanpa memasukkan komoditas migas, sektor pertanian
memiliki potensi menjadi komoditas unggulan diluar sektor pertambangan karena
memiliki kontribusi sebesar 14,09% dari total PDRB, dibawah sektor pertambangan
(64,29%), sektor bangunan (6,90%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (6,51%),
dan sektor-sektor lain yang jumlahnya kurang dari 9% (BPS Kukar, 2012: 452).
Potensi sektor pertanian nampak sebagai aset penting yang dapat
dikembangkan sebagai komoditas unggulan Kabupaten Kutai Kartanegara. Sekalipun
demikian, pada beberapa provinsi yang lebih maju teknologi pertaniannya seperti di
Provinsi Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur, secara reguler
memiliki rata-rata produktivitas yang lebih tinggi dari rata-rata nasional, termasuk jika
dibandingkan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai wilayah yang paling tinggi
produktivitas padinya di Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 2011, produktivitas
padi di wilayah-wilayah tersebut dapat mencapai kisaran 54-59 kuintal/hektar.Pada
tahun 2012, berdasarkan angka sementara BPS, bahkan menunjukkan Provinsi DI
Yogyakarta dan Jawa Timur mampu menembus angka 61 kuintal/hektar.

25
Mencermati Laporan Tahunan 2011 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Kutai Kartanegara (2012:1-2), pada tahun 2011 total produksi
padi sebanyak 213.234 ton gabah kering giling (GKG), atau setara dengan 38,59% dari
keseluruhan produksi padi di Provinsi Kalimantan Timur yang berjumlah 552.616 ton
GKG. Hasil produksi padi di Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai angka 51
kuintal/hektar.Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata
produktivitas padi nasional yang mencapai 49,80 kuintal/hektar, lebih lagi jika
dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan Timur yang hanya mencapai 39,41
kuintal/hektar.
Mencermati perbandingan diatas, secara nasional sebenarnya terdapat
benchmark yang dapat menjadi landasan untuk mengembangkan potensi pertanian di
Kabupaten Kutai Kartanegara. Target melebihi angka 61 kuintal/hektar dapat
dicanangkan sebagai overall goal dari seluruh arah pembangunan pertanian. Dengan
potensi alam dan dukungan yang optimal pada pembangunan sektor pertanian, target
tersebut sangat mungkin dicapai di Kabupaten Kutai Kartanegara.

2. Tinjauan Ketenagakerjaan
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Agustus
2011 (BPS Kukar, 2012:58), tingkat pengangguran terbuka (TPT) memang hanya
7,68%, terendah dalam periode dua tahun sebelumnya (2009-2010) yang berkisar pada
angka 11%. Sekalipun demikian, menurut Hasbullah (2012:74-75), meningkatnya
angka pengangguran bisa jadi justru karena meningkatnya kesejahteraan.Dalam
keluarga mampu, angkatan kerja umumnya berpendidikan tinggi, sehingga mereka
menganggur karena kesulitan mendapatkan pekerjaan atau sedang memilih pekerjaaan
yang cocok dengan tingkat pendidikan yang dimiliki. Sebaliknya, dalam masyarakat
miskin, jumlah penganggur akan berjumlah sedikit, karena untuk bisa survive mereka
akan bekerja apa saja, sebagai pekerja serabutan atau bahkan buruh tani. Dengan cara
pandang demikian, turunnya angka pengangguran di Kabupaten Kutai Kartanegara

26
dapat dipandang dalam dua sisi, salah satunya sebagai sinyal minimnya opsi lapangan
kerja yang tersedia dalam masyarakat.
Pertanian yang maju juga memiliki daya serap tinggi terhadap tenaga kerja,
karena dari hulu hingga hilir merupakan proses terbuka yang memberi ruang lebar bagi
keterlibatan masyarakat luas.Berbeda dengan pertambangan, pertanian merupakan
sektor yang sangat partisipatif, karena membutuhkan jumlah modal mudah diakses
oleh lebih banyak lapisan masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara.Ketersediaan
lahan juga sangat mendukung untuk pembangunan pertanian.Luas kawasan budidaya
pertanian menurut peta dari persediaan tanah yang di alokasikan sebagai kawasan
budidaya adalah 67,86% dari wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kesenjangan partisipasi angkatan kerja yang mencolok antara laki-laki dan
peremepuan juga dapat dikikis jika sektor pertanian berkembang.Pada tahun 2011
menurut data BPS sebanyak 22% angkatan kerja merupakan ibu rumah tangga.Dengan
pembekalan keterampilan pertanian, mereka merupakan aset sumberdaya manusia
yang sangat potensial untuk meningkatkan produktivitas pertanian.Sebagaimana
banyak terjadi di wilayah lain, selain perburuhan, pertanian adalah sektor yang sangat
tinggi daya serapnya terhadap tenaga kerja perempuan.
Sejauh ini memang sebagaian besar masyarakat Kutai Kartanegara bekerja pada
sektor pertanian.Sekalipun demikian, jika membandingkan data PDRB, kontribusi
sektor pertanian masih sangat kecil.Artinya, sektor pertanian memang menjadi
tumpuan banyak orang, namun dengan hasil yang minimal karena keterbatasan
keterampilan sumberdaya manusia di bidang pertanian sehingga produktivitasnya
rendah.
Dengan konsep pertanian organik, sarana pendukung pertanian juga dapat
terdesentralisasi ke berbagai lapisan masyarakat.Ketersediaan pupuk misalnya, jika
selama ini hanya mengandalkan produk pupuk kimia dari pabrik, dengan pembekalan
keterampilan pada masa mendatang sebagian diantaranya dapat diproduksi pada skala
mikro baik oleh individu ataupun komunitas karena menggunakan bahan-bahan
organik yang tersedia di sekitar masyarakat. Kebutuhan akan kotoran hewan juga dapat
mendorong geliat sektor peternakan yang selama ini sangat kurang.

27
3. Tinjuan Sosial
Sekalipun berbaur dengan suku-suku lain seperti Jawa, Banjar, Bugis, Kutai,
suku Dayak sebagai masyarakat asli Kalimantan tetap memiliki pengaruh dalam sistem
sosial masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara.Dalam sejarahnya, masyarakat Dayak
selalu hidup, berdampingan dan bersahabat dengan alam (Riwut, 2003: 90-91).Dalam
jangka waktu yang panjang, Kabupaten Kutai Kartanegara juga hidup sejahtera melalui
kemudahan yang diperoleh darihasil-hasil alam.Selain pertambangan, pertanian
merupakan hasil alam yang telah banyak menjadi gantungan hidup banyak Kabupaten
masyarakat Kutai Kartanegara.
Lebih jauh, salah satu dukungan alam untuk masyarakat Kabupaten Kutai
Kartanegara adalah Sungai Mahakam.Telah lama sungai ini memberi penghidupan
bagi masyarakat, hingga saat ini.Bukan hanya untuk sektor perikanan, transportasi, dan
pariwisata, sungai ini juga banyak berperan untuk sektor pertanian.Untuk
pembangunan pertanian, peran sungai Mahakam dapat dioptimalkan untuk pengairan
serta pembuatan rice processing unit.
Akar pertanian di masyarakat Kutai Kartanegara juga telah memiliki proses
panjang Sebagian masyarakat Kutai Kartanegara adalah hasil program transmigrasi
dari pulau Jawa. Sebagian besar dari peserta program tersebut berprofesi sebagai
petani, sehingga difasilitasi lahan pertanian untuk dikembangkan di Kabupaten Kutai
Kartanegara.Teknik pertanian yang berasal dari Jawa dikembangkan dan bersinergi
dengan teknik pertanian lokal di masyarakat asli Kutai Kartanegara.
Mayoritas penduduk Kutai Kartanegara beragama Islam. Sekalipun demikian,
terdapat banyak kelompok agama lain yang juga memiliki jumlah besar. Sejauh ini,
tidak terdapat banyak gejolak yang melibatkan sentiment etnis atau agama.Masyarakat
Kutai Kartanegara sangat toleran dan terbuka terhadap perubahan.Pandangan ini
menjadi aset penting karenan penduduk tidak akan menutup diri dari hal-hal baru yang
mungkin akan dibawa melalui BLK.

4. Kelayakan Lokasi
Strategi utama pengembangan spasial dengan membangun ekonomi kerakyatan
salah satunya melalui pengembangan pertanian.PadaDesa Jonggon Jaya Kecamatan

28
Loa Kulu yang direncanakan sebagai lokasi pembangunan BLK, luas wilayahnya
sebesar6250 Ha, dimana sebagian besar masih berupa hutan, rawa-rawa, dan tanah
bekas tambang. Kondisi geografis desa ini masuk dalam kategori dataran rendah
karena berada dekat dengan pantai.Suhu di Jonggon Jaya cukup panas, rata-
ratamencapai 33ocelcius. Sebanyak 2.438 ha lahan dimanfaatkan untuk pertanian,
karena kondisi lahan yang subur, khususnya untuk tanaman padi.Sebagian kecil saja
lahan di Desa Jonggon Jaya dipergunakan untuk pemukiman, karena memang jumlah
penduduk hanya sebanyak 2473 jiwa, dan sebagian besar adalah transmigran. Jumlah
tersebut menyebabkan banyak sekali lahan yang menganggur.Sebanyak 1651 orang,
atau lebih dari separuh penduduk desa Jonggon bekerja pada sektor pertanian (Tabel
11).

Tabel 11
Mata Pencaharian Penduduk Desa Jonggon Jaya
No Mata Pencaharian Jumlah
1 PNS 63 Orang
2 ABRI 4 Orang
3 Swasta 162 Orang
4 Pedagang 48 Orang
5 Petani 1421 Orang
6 Buruh Tani 230 Orang
7 Pertukangan 41 Orang
8 Pensiunan 18 Orang

29
9 Jasa 21 Orang
Sumber: Monografi Desa Jonggon Jaya Tahun 2012

Selama ini sistem pertanian yang dijalankan masih sangat sederhana dan
cenderung bergantung pada alam sehingga setiap panen tidak bisa diprediksi hasilnya.
Jika cuaca baik maka hasil panen akan tinggi, jika sebaliknya hasil panen bisa
dipastikan akan turun. Selain karena faktor alam, permasalahan yang sering dihadapi
oleh petani setempat adalah kurangnya pasokan pupuk.Pada masa tanam pasokan
pupuk sering hilang dari pasaran.Selain itu, faktor lain yang menghambatberupa
keberadaan tambang disekitar lahan pertanian. Proses produksi tambang menyebabkan
kesuburan tanah disekitar lahan menjadi berkurang. Disamping itu, kandungan bahan
kimia yang terdapat dalam material tambang juga sangat berpotensi merusak tanaman
pertanian. Posisi areal pertambangan yang lebih tinggi dari lahan pertanian membuat
kandungan kimia material tambang seringkali terbawa arus dan menggenangi areal
persawahan saat musim penghujansehingga membuat hasil panen berkurang.
Selain hasil pertanian utama padi, daerah ini juga mempunyai hasil pertanian
yang lain dari jenis sayur-sayuran. Hasilutama dari jenis pertanian sayuran adalah
kacang panjang dan cabe.Sistem pertanian kacang panjang dan cabe ini biasanya dalam
bentuk tumpang sari atau variasi. Kacang panjang biasanya masa tanamnya tidak
dipengaruhi oleh tanaman pertanian lain. Masa tanam biasa dilakukan bersamaan
dengan masa tanam padi atau yang lainnya, karena tidak membutuhan terlalu banyak
lahan.Tanaman kacang biasanya hanya memakai lahan di pinggiran sawah dengan
memasang tiang-tiang dari bambu atau ditanam disekitar pekarangan rumah.Berbeda
dengan cabe, tanaman ini biasanya ditanam setelah masa panen padi karena dapat
mengembalikan kesuburan tanah, yang membuat lahan pertanian dapat ditanami 2-3
kali padi dalam satu tahun.
Selain tanaman sayuran, terdapat juga jenis tanaman perkebunan yang hasilnya
dapat menjadi komoditas daerah, jenis tanaman perkebunan yang hasilnya cukup besar
adalah mangga dan rambutan.Kedua komoditas ini perawatannya cukup mudah, karena
hanya dilakukan diawal masa tanam saja.Setelah tanaman besar dan berbuah tidak
perlu penanganan secara khusus, pemilik hanya menunggu musin buahnya saja. Jenis
tanaman lain yang juga merupakan komoditas daerah adalah pisang dan kedondong,
30
meskipun hasilnya tidak terlalu banyak, akan tetapi cukup untuk membantu warga
memperoleh pemasukan. Hampir sama dengan jenis tanaman mangga dan rambutan,
perawatan pisang dan kedondong ini tidak terlalu sulit. Hasil pertanian dari jenis ini
biasanya dipasok ke daerah perkotaan.
Selain tanaman pertanian, Desa Jonggon Jaya juga mempunyai komoditas lain
dari sektor perkebunan. Luas wilayah yang sebagian besar masih berupa hutan
dimanfaatkan untuk menanam tanaman karet.Tanaman karet ini sangat membantu
meningkatkan kesejahteraan penduduk, selain karena harganya yang tinggi juga karena
dalam pengerjaannya membutuhkan tenaga yang sangat banyak, sehingga dapat
menyerap tenaga kerja disekitar desa.Selain karet, masyarakat juga mulai
mengembangkan tanaman sengonkarena permintaannya cukup tinggipertumbuhan
yang relatif cepat jika dibandingkan jati.Selain itu, penduduk Desa Jonggon Jaya juga
menanam kelapa karena permintaan pasar kelapa yang cukup tinggi.Perawatan kelapa
yang tidak terlalu sulit membuat kelapa banyak ditanam warga, bahkan hingga di
pekarangan rumah.Luas lahan perkebunan di Desa Jonggon Jaya dapat dilihat pada
tabel 12.

Tabel 12
Luas Lahan Perkebunan Desa Jonggon Jaya
No Jenis tanaman Luas
lahan
1 Kelapa 18 Ha
2 Karet 250 Ha
3 Sengon 450 Ha
Sumber: Monografi Desa Jonggon Jaya tahun 2012

Selain perkebunan dan peternakan, sebagian kecil warga Desa Jonggon Jaya
juga memiliki usaha ternak.Tidak banyak peternakan yang dikembangkan sebagai
sumber penghasilan, sebagian hanya berupa peliharaan pekarangan.Jenis ternak paling
banyak dipelihara adalah ayam dan kambing.Saat ini beberapa penduduk sudah mulai
berternak sapi karena permintaan daging yang cukup tinggi.Padang rumput yang

31
tersedia juga sangat luas, sehingga berternak sapi tidak akan mengalami kendala untuk
memperoleh pasokan makanan ternak. Sejauh ini usaha pengembangan peternakan sapi
ini juga didukung dinas peternakan, yang ditandai dengan pemberian bantuan 500 ekor
sapi kepada penduduk untuk dikembangkan.Oleh perangkat desa dan penduduk sapi-
sapi hasil bantuan ini dikelola dalam sebuah koperasi, dimana kepemilikan sapi dibuat
bergiliran, sehingga diharapkan setiap anggota koperasi akanmemiliki sapi anakan
hasil pengembangbiakan.Dalam mendukung pertanian organik peternakan sapidan
kerbau penting untuk diperbanyak karena kotorannya dapat digunakan sebagai bahan
pupuk organik.
Hampir semua penduduk Desa Jonggon Jaya beragama Islam, disamping
terdapat 46 orang beragama Kristen.Berdasarkan hasil observasi, dinamika sosial
masyarakat Jonggon Jaya cukup kondusif untuk pembangunan BLK karena relatif
tidak pernah terjadi gejolak maupun konflik sosial.Kohesi sosial juga cukup erat jika
dilihat dari intensitas warga bertemu dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, kerja bakti,
maupun rembug warga.Dari segi pendidikan, mayoritas warga Desa Jonggon Jaya
hanya mengenyam pendidikan di tingkat sekolah dasar.Sekalipun demikian terdapat 30
warga yang telah menamatkan pendidikan tinggi (Tabel 13).

Tabel 13
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Jonggon Jaya
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Sekolah Dasar 438 Orang
2 Sekolah Menengah Pertama 214 Orang
3 Sekolah Menengah Atas 196 Orang
4 Diploma (D1-D3) 16 Orang
5 Sarjana (S1-S3) 14 Orang
6 Pondok Pesantren 6 Orang
7 Pendidikan Keagamaan 13 Orang
8 Kursus/ketrampilan 14 Orang
Sumber: Monografi Desa Jonggon Jaya tahun 2012

32
Ketergantungan yang tinggi terhadap sektor pertanian membuat usaha kecil dan
menengah di daerah ini tidak terlalu berkembang.Beberapa penduduk sudah memulai
membuat industri rumahan makanan ringan, hanya saja kualitasnya masih belum dapat
bersaing. Selain itu teknik pemasaran masih konvensional, sehingga produk hanya
dapat didistribusikan di sekitar desa.
Figur yang dianggap sebagai tokoh masyarakat di Desa Jonggon Jaya umumnya
adalah mantan kepala desa.Masyarakat beranggapan mereka telah mengabdikan diri
untuk desa dan masyarakat, sehingga patut untuk dihormati. Berdasarkan wawancara
dengan beberapa tokoh, rencana pembangunan BLK disambut dengan baik karena
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya pada bidang peningkatan
kapasitas warga di bidang pertanian untuk Kecamatan Loa Kulu maupun Kabupaten
Kutai Kartanegara secara keseluruhan. Lebih lagi, sebagain besar pertanian di Desa
Jonggon Jaya selama ini dikerjakan dengan cara tradisional sehingga hasilnya belum
maksimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Sebagai wilayah dengan mayoritas penduduk yang bertani Desa Jonggon Jaya
sangat cocok untuk menjadi basis pengembangan pertanian melalui BLK yang
akandibangun. Lebih lagi, sebagian besar pertanian di wilayah desa Jonggon Jaya
dikembangkan dengan metode tradisional, sehingga sangat ideal untuk wilayah
percontohan.Pada wilayah ini sebagian besar lahan juga diperuntukkan untuk pertanian
terutama padi, bukan hanya ladang tetapi juga sawah.Selain itu, untuk mendukung
pertanian organik, terdapat sentra peternakan yang mulai dikembangkan oleh dinas
peternakan.
Luas lahan yang tersedia 6.946 hektar, sangat memungkinkan untuk membuat
BLK dengan konsep Integrated Farming System. Artinya, BLK yang akan dibuat tidak
hanya untuk pelatihan kerja, namun dapat menyasar kebutuhan lain seperti
laboratorium pertanian, pengembangan alat dan teknologi pertanian, hingga pariwisata.
Akses ke lokasi sejauh ini masih berupa jalan tidak beraspal.Sekalipun demikian,
dalam tahun ini sudah dilakukan perencanaan pembangunan infrastruktur jalan menuju
lokasi.Pasokan listrik dan air juga dipastikan dapat tersedia jika BLK dibangun di
lokasi ini.

33
D. REKOMENDASI-REKOMENDASI

1. Konsep BLK
Berdasarkan analisis dan data yang dikumpulkan, disusun sebuah rekomendasi
tentang konsep BLK yang akan dibangun. Konsep ini tidak akan mengarah pada aspek
teknis seperti bangunan, kelayakan tanah, atau pengelolaan limbah, karena akan
dibahas pada bagian terpisah. Konsep pertanian akan didorong menjadi pertanian
organik, yang ramah lingkungan dan terbukti dapat menghemat biaya produksi.
Beberapa hal yang kami anggap penting dari BLK Kabupaten Kutai Kartanegara
diantaranya:

Pertanian Organik
Gagasan revolusi hijau dimulai oleh Norman Borlaug, peneliti dari Amerika
Serikat yang bekerja di Meksiko pada 1960-an. Revolusi Hijau mengemban misi untuk
meningkatkan produksi pangan untuk menjawab kekhawatiran terjadinya kelangkaan

34
pangan yang besar. Revolusi hijau dijalankan dengan prinsip intensifikasi dan
ekstensifikasi. Dalam pelaksanaannya, revolusi hijau mengandalkan varietas unggul
yang berdaya tanggap besar terhadap masukan berupa pupuk kimia, hama dan penyakit
utama dikendalikan secara kimiawi atau dengan ketahanan varietas, ditanam secara
monokultur, ada insentif menarik berupa subsidi dan didukung dengan sistem irigasi
yang baik. Ekstensifikasi dilakukan dengan membuka banyak lahan baru untuk
persawahan (Suwantoro, 2008: 8).
Gelombang tersebut bukan hanya terjadi di Amerika, namun juga bergerak ke
Asia hingga ke Indonesia.Sejak tahun 1970‐an, lahan‐lahan pertanian di
Indonesiamulai menggunakan pupuk anorganik secara massal danterus‐menerus. Hal
ini menyebabkan terjadinya prosesdegradasi kesuburan lahan pertanian terutama
padalahan sawah yaitu ditunjukkan dengan menurunnyakualitas sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah yangmengakibatkan rendahnya kandungan bahan organikterutama pada
lahan sawah, bahkan juga terjadipenurunan pH tanah. Kondisi tersebut
menuntutpenggunaan dosis pupuk anorganik dalam jumlah yangsemakin tinggi dan
ditambah dengan pemberian bahanpembenah tanah untuk meningkatkan pH,
gunamempertahankan tingkat produktivitas yang diinginkan (Kementerian Pertanian,
2009).
Dari aspek biaya produksi, pupuk kimia berpotensi mengurangi pendapatan
petani dan penurunan produktivitas. Sebagaimana dikemukakan Sulistyawati dan
Nugraha (2009:2), penggunaan pupuk kimia yang dilakukan secara terus menerus
dapatmengganggu keseimbangan hara, penipisan unsur mikro seperti Zn, Fe, Cu,Mn,
dan Mo di dalam tanah, mempengaruhi aktivitas organisme tanah, sertamenurunkan
produktivitas pertanian padi dalam jangka panjang. Selainitu penggunaan pupuk kimia
dengan harga yang cukup mahal menyebabkantingginya biaya produksi
pertanian.Kondisi ini tentu merupakan persoalan serius, lebih lagi kandungan bahan
organik sangat dibutuhkan tanah.Saat ini, kandungan bahan organik pada lahan
pertanian terutamalahan sawah semakin menipis hingga kurang dari 2%.Kondisi
normalkesuburan lahan sawah mengandung bahan organik 3‐5%(Badan Litbang
Pertanian, 2009).

35
Pada bagian lain, menurut Atmojo (2003: 4-5) petani mulai banyak yang
meninggalkan penggunaan pupuk organik baikyang berupa pupuk hijau ataupun
kompos, dengan anggapan penggunaan pupuk organik kurang efektif dan efisien,
karena kandungan unsur hara dalam bahan organik yangrelatif kecil dan lambat
tersedia. Sering kurangdisadari oleh petani, bahwa walaupun peran bahan organik
terhadap suplai hara bagitanaman kurang, namun peran bahan organik yang paling
besar dan penting adalahkaitannya dengan kesuburan fisik tanah. Apabila tanah
kandungan humusnya semakinberkurang, maka lambat laun tanah akan menjadi keras,
kompak dan bergumpal,sehingga menjadi kurang produktif (Stevenson, 1982). Bukan
hanya berdampak positif secara ekologis, pupuk organik juga membawa manfaat
ekonomis karena dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik/kimia
(Sulistyawati dan Nugraha, 2009:2)
Sekalipun demikian, penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat
meningkatkanproduktivitas tanaman dan ketahanan pangan.Oleh karena itu system
pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupukorganik/pupuk hayati dan
pupuk anorganik dalam rangka meningkatkanproduktivitas lahan dan kelestarian
lingkungan perlu dikembangkan.Hanyadengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman
dan kelestarian lingkungandapat dipertahankan.Sistem pertanian yang disebut sebagai
LEISA (low external input and sustainable agriculture) menggunakan kombinasi
pupukorganik dan anorganik yang berlandaskan konsep good agriculturalpractices
perlu dilakukan agar degradasi lahan dapat dikurangi dalamrangka memelihara
kelestarian lingkungan (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006:8).
Pupuk organik tersebut digunakan menekan penggunaan pupukkimia oleh
petani yang tidak lagi mengikuti pola pemupukan tunggal yang berimbang, yakni urea
sebanyak 250 kg, ZA 100 kg, superphos 100-150 kg, dan KCl sebanyak 75 kg.Menurut
Arifin Tasrif (Dirut Petrokimia Gresik) melalui wawancara dengan Banu Santono, jika
pupuk digunakan secara baik dan tepat, penggunaan pupuk kimia dapat dikurangi
hingga 20 persen.Bukan hanya lebih murah dan baik untuk lahan, berkurangnya
penggunaan pupuk kimia sekaligus mengurangi subsidi pemerintah terhadap pupuk.

Integrated Farming System

36
Potensi pertanian Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan aset bernilai yang
belum optimal tergarap. Melalui BLK, diharapkan berbagai persoalan yang selama ini
menghambat dapat diselesaikan. Untuk itu, BLK harus bisa menjawab berbagai
persoalan yang diidentifikasi sebagai faktor yang bisa meningkatkan produktivitas dan
minat masyarakat pada sektor pertanian.Untuk itu persoalan yang ditangani BLK harus
lebih dari sekedar pelatihan untuk peningkatan kemampuan petani, namun juga faktor-
faktor yang mendukung kemajuan sektor pertanian. Untuk itu, konsep Integrated
Farming Systemakan didefinisikan melalui adanya fitur dan layanan berikut:
1. Pelatihan Pertanian Organik
Memberikan pemahaman tentang keunggulan pertanian organik kepada petani,
sekaligus melatih keterampilan untuk bertani dengan cara organik.Salah satu yang
sangat penting adalah tentang bagaimana membuat dan menggunakan pupuk organik
khususnya untuk budidaya tanaman padi.
2. Pengembangan alat dan mesin pertanian
Berperan melakukan riset melibatkan universitas, dinas dan kementerian/lembaga
terkait, serta tokoh-tokoh pertanian untuk menciptakan inovasi peralatan yang dapat
mempermudah petani.

3. Pusat Pengembangan Benih


Berperan melakukan penelitian terhadap benih unggul yang lebih sesuai dengan
dinamika kondisi alam dan cuaca.Sebagai wilayah yang memiliki keunggulan di
bidang pertanian dan kualitas benih, upaya yang juga penting dilakukan adalah
melakukan penyimpanan plasma nutfah dan mengembangkannya menjadi jenis yang
lebih unggul atau kultivar baru.
4. Edukasi dan Wisata Pertanian
Memberikan wahana bagi pengenalan sekaligus wisata pertanian, khususnya bagi
siswa sekolah di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Sarana Olahraga
Pelatihan tenaga kerja untuk keterampilan pertanian idealnya dilakukan selama
480 jam. Dengan rentang waktu selama itu dapat membuat peserta menjadi

37
bosan.Sebagai sarana pendukung, penting dibangun juga sarana olahraga untuk
relaksasi.Sarana olah raga yang penting untuk dibangun lapangan sepakbola dan
lapangan basket.

Sistem Informasi Ketenagakerjaan


Menyediakan sistem informasi tentang lowongan kerja, serta balai konsultasi karir
dan kewirausahaan.BLK dapat bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan agar secara
reguler mendapat informasi kebutuhan tenaga kerja di Kabupaten Kutai
Kartanegara.Layanan ini akan membantu para pencari kerja menemukan pekerjaan
yang tepat.

Kerajinan dan Makanan Ringan


Banyak diantara pelaku industri kecil tidak dapat bertahan dalam waktu yang
lama.Problem pokoknya kualitas produk yang masih rendah dan strategi pemasaran
yang kurang.BLK akan memberikan pelatihan pembuatan kerajinan dan makanan
ringan dengan kualitas yang baik. Produk-produk tersebut yang akan diberi ruang
untuk ditampilkan dalam gerai pusat oleh-oleh yang dibangun di dalam BLK.Pada unit
ini, petani akan diberi pembekalan tentang konsep pemasaran yang dapat membuat
produk hasil pertanian dikemas atau diolah hingga memiliki nilai tambah.

Kesenian
Dalam buku Mozaik Dayak (Bamba, 2008: 11-12), disebut jika saat ini
identitas Dayak telah hilang dari stigma negative dan terbelakang. Semain banyak yang
tidak malu mengaku sebagai Dayak, bahkan yang dulunya tidak mengaku sebagai
Dayak.Di sekitar lokasi pembangunan BLK di Desa Jonggon Jaya, terdapat tiga suku
Dayak, diantaranya Dayak Basap, Dayak Long Amai (Kenyah), dan Dayak Benuaq
sehingga dapat dijadikan daya tarik pariwisata.Dalam kegiatan pelatihan-pelatihan
yang dilakukan BLK, dapat melibatkan kesenian-kesenian yang dimiliki ketiga suku
tersebut.Termasuk dengan suvenir yang dibuat, dapat mengacu pada ornamen-ornamen
ketiga suku Dayak tersebut.

38
Asumsi Penting
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, kami berkesilmpulan bahwa rencana
pembangunan BLK sebagai kegiatan yang layak untuk dilakukan.Dari aspek kebutuhan
masyarakat, pembangunan BLK juga dapat menjawab visi GERBANG RAJA
khususnya pada bidang ekonomi dan lingkungan.Sekalipun demikian, terdapat asumsi-
asumsi penting yang harus dipenuhi agar pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan
dengan baik. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya:
1. Ijin dari Bupati untuk pembangunan BLK.
2. Pembangunan jalan yang mendukung BLK sebagai tempat yang nyaman dikunjungi.
Untuk masa mendatang, BLK juga harus dapat diakses dengan angkutan umum.
3. Status hukum lahan dipastikan tidak memiliki masalah hukum.
4. Tidak ada penolakan dari masyarakat di sekitar Desa Jonggon Jaya.
5. Pendanaan yang dibutuhkan tersedia.
Mengingat pentingnya pembangunan pertanian, khususnya pada peningkatan
keterampilan sumberdaya manusia di Kabupaten Kutai Kartanegara, kami sangat
merekomendasikan pembangunan BLK segera dilakukan.Lebih lagi, sarana pendukung
dan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kutai Kartanegara sangat mendukung
pembangunan BLK. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan tokoh-tokoh
masyarakat di sekitar lokasi rencana pembangunan juga menyambut baik keberadaan
BLK. Lebih lagi, lahan yang tersedia dan infrastruktur pendukung juga cukup memadai
untuk segera dilakukan pembangunan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Astono, Banu (2009), “Memperbaiki Lahan dan Petani.” Harian Kompas edisi selasa, 25
Agustus 2009.

Atmojo, Wongso Sutoro (2003), “Peranan Bahan Organik dan Peranannya Terhadap
Kesuburan tanah.” Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Badan Pusat Statistik ”PDRB Kalimantan Timur Menurut Lapangan Usaha” Samarinda: BPS
Provinsi Kalimantan Timur.

______ “Kutai Kartanegara Dalam Angka 2012” Tenggarong: BPS Kab Kutai Kartanegara.

_______ “Berita Resmi Statistik, IPM 2011” Samarinda: BPS Provinsi Kalimantan Timur.

40
______ “Berita Resmi Statistik, Kemiskinan Juli 2011” Samarinda: BPS Provinsi Kalimantan
Timur.

Bamba, John “Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan
Barat” Pontianak: 2008.

Departemen Pertanian (2012), “Panduan Pengembangan Pupuk Organik Tingkat


Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012” Jakarta: Tidak diterbitkan

Hasbullah, Jousairi (2008) “Tangguh Dengan Statistik: Akurat Dalam Membaca Realita
Dunia” Bandung: Nuansa Cendekia.

Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kutai
Kartanegara Tahun 2011.

Monografi Desa Jonggon Jaya, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun
2012.

Rencana Strategis Kabupaten Kutai Kartanegara 2010-2015.

Riwut, Tjilik dan Sanaman Mantekei (2003), “Maneser Panatau Tatu Hiang: Menyelami
Kekayaan Leluhur. Palangka Raya: Pusakalima.

RPJMD Kabupaten Kutai Kartanegara 2005 – 2010.

Sulistyawati, Endah dan Nugraha, Ridwan (2009). “Efektivitas Kompos Sampah Perkotaan
Sebagai Pupuk Organik Dalam Meningkatkan Produktivitas Dan Menurunkan Biaya
Produksi Budidaya Padi.” Bandung: ITB.

41
Suwantoro, Andreas Savelinus (2008), “Analisis Pengembangan Pertanian Organik Di
Kabupaten Magelang (Studi Kasus Di Kecamatan Sawangan)” Semarang: Tesis
Universitas Diponegoro.

Suriadikarta, Didi Ardi dan Simanungkalit, R.D.M (2006), “Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati.” Jakarta: Balitbang Pertanian

42

Vous aimerez peut-être aussi