Vous êtes sur la page 1sur 18

Makala

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


“ Deskresi Pemerintahan Dalam Negara Hukum”

Oleh:

Fajri M. Syamsuddin
Npm; 121057420113062

FAKULTAS HUKUM
PROGRAMSTUDI ILMU HUKUM
UNIFERSITAS MUHAMMADIYAH MALUKU UTARA
(UMMU) TERNATE 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.Makalah ini saya akui masih
banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena
itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Sekilas Tentang Negara Hukum

2. Pemerintah Dalam Negara Hukum

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi pemerintah dan pemerintahan

B. Pengertian Negara Hukum

1. Ciri-Ciri Negara Hukum

2. Indonesia Sebagai Negara Hukum

3. Hubungan Negara Hukum Dengan Demokrasi

C. Pengertian Asas Diskresi

1. Fungsi Diskresi Dalam Pelaksanaan Pelayanan Oleh Pihak Pemerintah

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Sekilas Tentang Negara Hukum


Pemikiran dan konsebsi manusia merupakan anak jaman yang lahir dan
berkembang dalam setuasi kesejarahan dengan berbagai pengarunya. Pemikiran dan
konsebsi manusia tentang negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi
kesejarahan. Oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum di anggap sebagai
konseb universal, tetapi pada dataran implementasi ternyata memiliki karakteristik
beragam.
Secara embrionik, gagasan negara hukum telah di kemukakan oleh Plato,
ketika ia menulis nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang di buat di usia tuanya,
sementara dua tulisan pertama, politeia dan politcos belum muncul istilah negara
hukum. Dalam nomoi, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang
baik ialah yang di dasarkan pada pengaturan hukum yang baik. Gagasan Plato
semakin tegas ketika di dukung oleh muridnya, Aristoteles, menurut Aristoteles
suatu negara yang baik adalah suatu negara yang diperintah dengan konstitusi dan
berkedaulatan hukum.Aristoteles mengemukakan unsur pemerintahan yang
berkonstitusi ada tiga unsur yaitu :
1. pemerintahan dilaksanakan untuk pemerintahan umum
2. pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan kepada
ketentuan –ketentuan hukum, bukan hukum yang di buat secara sewenang-
wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi
3. pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang di laksanakan atas
kehendak rakyat, bukan berupa paksaan tekananyang di laksanakan
pemerintahan despotik.

2. Pemerintah Dalam Negara Hukum


Di dalam menyelenggarakan sebuah negara perlu di pencarkan dan di pisahkan
dalam berbagai lembaga negara, sehingga terjadi saling kontrol (checks and
balances)
Pentingnya pemencaran dan pemisahan kekuasaan inilah yang kemudian
melahirkan teori pemencaran kekuasaan atau pemisahan kekuasaan. Jhon lucke yang
di anggap pertama kali mengintrorosir ajaran pemisahan kekuasaan negara, dengan
membaginya menjadi kekuasaan legislatif(membuat undang-undang), kekuasaan
eksekutif(melaksanakan undang-undang), dan kekuasaan federatif(keamanan dan
hubungan luar negeri). Ajaran pemisahan kekuasaan ini menjadi kian populer segra
segera setelah seorang ahli hukum berkebangsaan prancis, Montesquieu,
menerbitkan buku L’Eprit des Lois(the sprit of the law), yang mengemukakan
bahwa dalam suatu negara ada tiga organ fungsi utama pemerintahan, yaitu
legislatif,eksekutif, dan yudisial.
Di samping pembagian tersebut di atas, terdapat pula pembagian lain yang
dikemukakan oleh para sarjana. Menurut presthus tugas negara itu meliputi dua hal,
yaitu:
a. Policy making,ialah penentuan haluan negara dan
b. Task executing, yaitu pelaksanan tugas menurut haluan yang telah
ditetapkan oleh negara.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi pemerintah dan pemerintahan
Pemerintah merupakan kemudi dalam bahasa latin asalnya Gubernaculum.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan
dalam bentuk( penerapan hukum dan undang-undang) di kawasan tertentu. Kawasan
tersebut adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan mereka. Pemerintah
berbeda dengan pemerintahan. Pemerintah merupakan organ atau alat pelengkap jika
dilihat dalam arti sempit pemerintah hanyalah lembaga eksekutif saja. Sedangkan arti
pemerintahan dalam arti luas adalah semua mencakup aparatur negara yang meliputi
semua organ-organ, badan atau lembaga, alat kelengkapan negara yang menjalankan
berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan negara. Lembaga negara yang dimaksud
adalah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Jika pemerintah adalah lebih ke arah organ, pemerintahan menunjukkan ke
arah bidang dan fungsi. Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang
mempunyai kekuasaan dan lembaga tempat mereka menjalankan aktivitas.
Pemerintahan dalam arti sempit adalah semua aktivitas, fungsi, tugas dan
kewajiban yang dijalankan oleh lembaga untuk mencapai tujuan negara. Pemerintah
dalam arti luas adalah semua aktivitas yang terorganisasi yang bersumber pada
kedaulatan dan kemerdekaan, berlandaskan pada dasar negara, rakyat, atau penduduk
dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Pemerintahan juga dapat
didefinisikan dari segi struktural fungsional sebagai sebuah sistem struktur dan
organisasi dari berbagai dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-
dasar tertentu untuk mencapai tujuan negara(Haryanto dkk, 1997:2-3).
C.F Strong mendefinisikan pemerintahan dalam arti luas sebagai segala
aktivitas badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan dalam arti
sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan
eksekutif.
Pemerintahan sebuah negara tentu saja memiliki bentuk dan sistem yang
berbeda satu dengan negara lainnya.
Baca selengkapnya tentang >Sistem Pemerintahan Indonesia < untuk tahu lebih
detail mengenai sistem pemerintahan yang diterapkan di Indonesia dan baca juga
tentang > Bentuk Pemerintahan Indonesia < untuk tahu lebih banyak mengenai
bentuk-bentuk pemerintahan di dunia dan yang digunakan di Indonesia
Jadi pemerintah dan pemerintahan dibentuk sehubungan dengan pelaksanaan
bermacam fungsi operasional negara untuk mencapai tujuan negara dalam konstitusi.
Kemudian apa fungsi pemerintah? Baca selengkapnya tentang>> Fungsi
Pemerintah sebagai penyelenggara negara.

B. Pengertian Negara Hukum


Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara
hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum
(supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum (Mustafa
Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006).
Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas
hukum, bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi
yang berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara
hukum. Supremasi hukum harus mencakup tiga ide dasar hukum, yakni keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karena itu di negara hukum, hukum harus tidak
boleh mengabaikan “rasa keadilan masyarakat”.
Negara-negara komunis atau negara otoriter memiliki konstitusi tetapi menolak
gagasan tentang konstitusionalisme sehingga tidak dapat dikatakan sebagai negara
hukum dalam arti sesungguhnya. Jimly Asshiddiqie (dalam Dwi Winarno, 2006)
menyatakan bahwa negara hukum adalah unik, sebab negara hendak dipahami
sebagai suatu konsep hukum. Dikatakan sebagai konsep yang unik karena tidak ada
konsep lain. Dalam negara hukum nantinya akan terdapat satu kesatuan sistem
hukum yang berpuncak pada konstitusi atau undang-undang dasar.
Negara tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan
warga negara. Namun seiring perkembangan zaman, negara hukum formil
berkembang menjadi negara hukum materiil yang berarti negara yang
pemerintahannya memiliki keleluasaan untuk turut campur tangan dalam urusan
warga dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif dan mandiri dalam upaya membangun
kesejahteraan rakyat.
1. Ciri-Ciri Negara Hukum
Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Rule of
Law. Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan
ciri-ciri Rechtsstaat sebagai berikut.
1) Hak asasi manusia
2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia
yang biasa dikenal sebagai Trias Politika
3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan
Adapun AV Dicey dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon memberi ciri-ciri
Rule of Law sebagai berikut.
1) Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan,
sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
2) Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun
bagi pejabat
3) Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan
pengadilan
Ciri-ciri Rechtsstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep
negara hukum formil atau negara hukum dalam arti sempit. Dari pencirian di atas
terlihat bahwa peranan pemerintah hanya sedikit karena ada dalil bahwa “Pemerintah
yang sedikit adalah pemerintah yang baik”. Dengan munculnya konsep negara
hukum materiil pada abad ke-20 maka perumusan ciri-ciri negara hukum
sebagaimana dikemukakan oleh Stahl dan Dicey di atas kemudian ditinjau lagi
sehingga dapat menggambarkan perluasan tugas pemerintahan yang tidak boleh lagi
bersifat pasif. Sebuah komisi para juris yang tergabung dalam International
Comunition of Jurits pada konferensi Bangkok tahun 1965 merumuskan ciri-ciri
pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law yang dinamis. Ciri-ciri tersebut
adalah
1) Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selai daripada
menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2) Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3) Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
4) Pemilihan umum yang bebas;
5) Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi;
6) Pendidikan civics (kewarganegaraan)
Disamping perumusan ciri-ciri negara hukum seperti di atas, ada pula
berbagai pendapat mengenai ciri-ciri negara hukum yang dikemukakan oleh para
ahli. Menurut Montesquieu, negara yang paling baik adalah negara hukum, sebab di
dalam konstitusi di banyak negara terkandung tiga inti pokok, yaitu :
1) Perlindungan HAM
2) Ditetapkan ketatanegaraan suatu negara; dan
3) Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ Negara
Prof. Sudargo Gautama mengemukakan 3(tiga) ciri atau unsur dari negara
hukum, yakni sebagai berikut.
1) Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan, maksudnya
negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara dibatasi
oleh hukum, individual mempunyai hak terhadap negara atau rakyat
mempunyai hak terhadap penguasa.
2) Asas legalitas Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah
diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau
aparaturnya.
3) Pemisahan kekuasaanAgar hak-hak asasi betul-betul terlindungi, diadakan
pemisahan kekuasaan yaitu badan yang membuat peraturan perundang-
undangan, melaksanakan dan badan yang mengadilin harus terpisah satu
sama lain tidak berada dalam satu tangan. Frans Magnis Suseno (1997)
mengemukakan adanya 5 (lima) ciri negara hukum sebagai salah satu ciri
hakiki negara demokrasi. Kelima ciri negara hukum tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai
dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar.
2) Undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang paling
penting. Karena tanpa jaminan tersebut, hukum akan menjadi sarana
penindasan. Jaminan hak asasi manusia memastikan bahwa
pemerintah tidak dapat menyalahgunakan hukum untuk tindakan
yang tidak adil atau tercela
3) Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing selalu
dan hanya taat pada dasar hukum yang berlaku.
4) Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke
pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara.
5) Badan kehakiman bebas dan tidak memihak.
Mustafa Kamal Pasha (2003) menyatakan adanya tiga ciri khas negara
hukum, yaitu
1) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Di dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa di dalam suatu negara hukum
dijamin danya perlindungan hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum.
Jaminan itu umumnya dituangkan dalam konstitusi negara bukan pada peraturan
perundang-undangan di bawah konstitusi negara. Undang-undang dasar negara berisi
ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia. Inilah salah satu gagasan
konstitusionalisme
2) Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak.
Dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa pengadilan sebagai lembaga
peradilan dan badan kehakiman harus benar-benar independen dalam membuat
putusan hukum, tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lain terutama kekuasaan eksekutif.
Dengan wewenang sebagai lembaga yang mandiri terbebas dari kekuasaan lain,
diharapkan negara dapat menegakkan kebenaran dan keadilan.
3) Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya
Bahwa segala tindakan penyelenggara negara maupun warga negara
dibenarkan oleh kaidah hukum yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum.
2. Indonesia Sebagai Negara Hukum
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada
Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah
Negara Hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945
menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa
negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum.
Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia ditemukan dalam bagian
Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai
berikut.
1) Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechsstaat). Negara
Indonesia berdasar atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasar atas
kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2) Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan perumusan di atas, negara Indonesia memakai sistem Rechsstaat
yang kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam
wilayah Eropa Kontinental.
Konsepsi negara hukum Indonesia dapat dimasukkan negara hukum materiil,
yang dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 Alenia IV. Dasar lain yang dapat
dijadikan landasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yakni pada Bab
XIV tentang Perekonomian Nagara dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 dan 34 UUD
1945, yang menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas
perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat. Negara Hukum Indonesia menurut
UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Norma hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar
nasional;
2. Sistem yang digunakan adalah Sistem Konstitusi;
3. Kedaulatan rakyat atau Prinsip Demokrasi;
4. Prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 (1)
UUD 1945);
5. Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR);
6. Sistem pemerintahannya adalah Presidensiil;
7. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif);
8. Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; dan
9. Adanya jaminan akan hak asasi dan kewajiban dasar manusia (Pasal 28 A-J
UUD 1945).
3. Hubungan Negara Hukum Dengan Demokrasi
Hubungan antara negara hukum dengan demokrasi dapat dinyatakan bahwa
negara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Namun, negara hukum belum
tentu negara demokrasi. Negara hukum hanyalah satu ciri dari negara demokrasi.
Franz Magnis Suseno (dalam Dwi Winarno, 2006) menyatakan adanya 5 gugus ciri
hakiki dari negara demokrasi. Kelima ciri tersebut adalah :
1) negara hukum;
2) pemerintahan di bawah kontrol nyata masyarakat;
3) pemilihan umum yang bebas;
4) prinsip mayoritas; dan
5) adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
Berdasarkan sejarah, tumbuhnya negara hukum, baik formal maupun materiil
bermula dari gagasan demokrasi konstitusional, yaitu negara demokrasi yang
berdasar atas konstitusi. Gagasan demokrasi konstitusional abad ke-19 menghasilkan
negara hukum klasik (formil) dan gagasan demokrasi konstitusional abad ke-20
menghasilkan Rule of Law yang dinamis (negara hukum materiil)

C. Pengertian Asas Diskresi


Asas diskresi merupakan perbuatan pemerintah sebagai administrasi negara
yang memiliki kemerdekaan tertentu untuk bertindak atas inisiatif sendiri
menyelesaikan permasalahan yang pelik yang membutuhkan penanganan yang tepat
dan cepat. Asas diskresi dikenal di Prancis dengan sebutan pouvoir discretionnaire
dan juga freies Ermessen dalam istilah bahasa Jerman. Asas diskresi lebih lanjut
terdiri atas dua jenis :
(a) diskresi bebas, yaitu kebebasan administrasi negara untuk mengambil
keputusan apa saja asalkan tidak melampaui/ melanggar batas-batas yang ditetapkan
Undang-Undang; dan
(b) diskresi terikat, yaitu kebebasan administrasi negara untuk memilih salah
satu alternative yang telah ditetapkan Undang-Undang.
Diskresi menurut Stanley de Smith dimaksudkan sebagai: “…,implies power to
choose between alternative courses of action”. Sementara menurut Sjachran Basah
adalah : “kebebasan bertindak dalam batas-batas tertentu” ataupun juga merupakan,
“…,keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan, walaupun demikian sikap-
tindaknya itu haruslah dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun hukum”.
Dari berbagai rumusan pengertian yang dikemukakan oleh para pakar ilmu hukum
administrasi negara, dapat diambil beberapa kesimpulan penting mengenai pouvoir
discretionnaire atau asas diskresi yaitu:
1. Merupakan salah satu bentuk kekuasaan;
2. Bersumber pada ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang sah;
3. diterapkan dalam dan untuk mencapai tujuan tertentu pada penyelenggaraan
fungsi-fungsi keadministrasian negara;
4. Tindak pelaksanaannya lebih dilandasi oleh pertimbangan moral daripada
hukum; serta
5. Tindakan dan akibat hukumnya harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral dan hukum.
Dari kesimpulan diatas, penggunaan asas diskresi merupakan dilema bagi
pemegang kekuasaan negara dalam negara hukum modern. Di satu sisi penggunaan
asas diskresi atau pouvoir discretionnaire mempunyai tujuan mulia dalam
menyelesaikan masalah-masalah penting yang perlu pananganan cepat oleh
pemerintah, di lain sisi penggunaan asas diskresi jauh dari kepastian hukum dan
dapat melahirkan pemerintahan yang sewenang-wenang sehingga tidak mewujudkan
good government.
Dari penjelasan mengenai asas diskresi atau pouvoir discretionnaire maka
terdapat dua masalah yang dapat timbul dalam penggunaan asas tersebut. Pertama,
mengenai dampak dari diberikannya pouvoir discretionnaire terhadap kekuasaan
administrasi negara. Kedua, apakah yang menjadi kriteria-kriteria dari “batas-batas”
tertentu dalam penggunaan pouvoir discretionnaire oleh administrasi negara agar
terwujudnya good government.
Menurut Prof.Dr Muchsan, untuk mengatasi dilema akibat penggunaan asas
diskresi oleh aparat pemerintah maka ada empat batasan, yaitu:
1. Apabila terjadi kekosongan hukum (rechts vacuum);
2. Apabila terjadi kebebasan penafsiran (interpretasi);
3. Apabila adanya pelimpahan wewenang berdasarkan perundang-undangan;
dan
4. Apabila demi pemenuhan kepentingan umum.
Asas diskresi yang berdampak negatif akibat penggunaannya yang berlebihan
dapat berakibat:
1. Abuse of power (pelampauan kewenangan)
2. Detournement de pouvoir (penyalahgunaan wewenang) atau Ultravares
(pelampauan wewenang).
Oleh karena itu meskipun aparat pemerintahan melakukan perbuatan
administrasi negara berdasarkan asas diskresi namun tetap terikat dengan asas
yuridikitas dan legalitas.
1. Fungsi Diskresi Dalam Pelaksanaan Pelayanan Oleh Pihak Pemerintah
Sebagai organisasi kekuasaan, Negara menyelenggarakan beberapa fungsi yang
sangat mendasar dan dibutuhkan. Fungsi pertama merupakan fungsi hakiki di dalam
keberadaannya sebagai kesatuan masyarakat (sosiologis) adalah mempermaklumkan,
menerapkan dan menjamin berlakunya norma-norma tentang sikap dan tindak bagi
seluruh masyarakat .
Fungsi kedua adalah menyelenggarakan keamanan eksteren/mempertahankan
terhadap berbagai ancaman dari berbagai ancaman dari luar wilayah Negara. Fungsi
ketiga adalah mewujudkan keadilan melaui lembaga-lembaga peradilan maupun
demokrasi .
Indonesia sebagai negara hukum modern dalam arti materiil menganut paham
negara kesejahteraan (welfare state). Negara kesejahteraan dalam pengertian yang
luas adalah negara yang bukan hanya menjaga keamanan semata-mata namun juga
aktif dalam mencampuri urusan kemasyarakatan lainnya demi kesejahteraan rakyat.
Dewasa ini seiring dengan semakin berkembangnya masyarakat yang mempunyai
banyak aspek permasalahan, sebuah negara kesejahteraan (welfare state) dituntut
mampu menyelesaikan permasalahan tersebut. Tugas- tugas administrasi negara yang
semakin banyak dan kompleks menyebabkan peran aktif negara yang turut
mencampuri kepentingan-kepentingan masyarakat, untuk itu sangat diperlukan suatu
tindakan administrasi negara yang cepat dan tanggap serta memiliki kemerdekaan
dalam membuat keputusan maupun peraturan yang belum diatur secara rinci oleh
badan-badan kenegaraan yang diserahkan tugas dalam bidang legislatif.
Diperlukannya kewenangan yang luas dari penyelenggara pemerintahan dalam
negara kesejahteraan (welfare state) adalah untuk tujuan atau cita-cita negara itu
sendiri dalam mencapai hasil yang maksimal melalui pembangunan nasional yaitu
meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat, oleh karena itu pemerintah
dalam negara hukum modern memiliki kekuasaan dalam mengambil kebijakkan
tanpa terikat pada ketentuan perundang-undangan melalui asas diskresi.
Sebagai Negara berdasar atas hukum, Indonesia yang tujuan Negara terdapat di
dalam UUD 1945 dapat dikategorikan sebagai Negara hukum modern. Sebagai
Negara modern yang menganut welfare state, fungsi pemerintah menjadi lebih luas
dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Campur tangan pemerintah dalam segala
bidang guna menjamin kesejahteraan dan demi kepentingan masyarakat
mengakibatkan lahirnya fungsi pemerintah dalam pelayanan publik (public servis).
Agar fungsi pelayanan dapat dilaksanakan dan mencapai hasil maksimal dan
berhasil, kepada administrasi Negara diberikan suatu kemerdekaan tertentu untuk
bertindak atas inisiatif sindiri menyelesaikan berbagai permasalahan pelik yang
membutuhkan penanganan secara cepat . Di dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut, belum ada suatu dasar hukum atau peraturan perundang-undangan yang
mengatur dan menyelesaikannya. Suatu tndakan aparat pemerintah yang merdeka
dalam kebijakan tersebut disebut dengan pouvoir discretionnaire (perancis) atau
freiss Ermessen (jerman) yang dikenal dalam istilah Hukum Tata Usaha Negara
sebagai asas diskresi.
Melekatnya fungsi pelayanan publik mengakibatkan Negara tidak boleh
menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih ketiadaan
peraturan perundang-undangan. Dengan dilema seperti ini, aparat pemerintah
menggunakan asas diskresi dalam mengefektifkan dan memperlancar berbagai upaya
peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam kehidupan yang dinamis, peraturan
perundang-undangan belum mampu mengikuti gerak laju setiap permasalahan
hukum yang timbul, peluang inilah yang melahirkan asas diskresi.
Adanya asas diskresi yang digunakan oleh aparat pemerintah untuk melaksanakan
fungsi pelayanan publik dalam prakteknya menimbulkan berbagai konflik. Salah satu
konsekuensi logisnya adalah, asas diskresi mempunyai peluang besar untuk
menimbulkan kerugian dan ketidak adilan di dalam masyarakat karena tidak adanya
kepastian hukum.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah yang diuraikan sebelumnya, dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut :
Secara sederhana yang dimaksud asas diskresi/freies Ermessen
(Jerman)/pouvoir discretionnaire (Perancis)/discretion power (inggris) ialah asas
kebebasan bertindak yang dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam menjalankan
kewenangan dan perbuatan hukumnya yang berpedoman pada asas-asas umum
pemerintahan yang baik. Asas diskresi/freies ermessen dalam hukum administrasi
negara adalah kebebasan atau keleluasaan bertindak administrasi negara yang
dimungkinkan oleh hukum untuk bertindak atas inisiatif sendiri guna menyelesaikan
persoalan-persoalan penting yang mendesak yang aturannya belum ada, dan tindakan
tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan.
Penggunaaa asas diskresi diatas merupakan sarana bagi aparat pemerintah
untuk melakukan terobosan-terobosan serta pemecahan-pemecahan masalah yang
membutuhkan penyelesaian yang cepat dan belum ada aturan yang mengatur tentang
hal tersebut.
Peranan asas diskresi dalam hukum tata pemerintahan meringankan tugas para
aparat pemerintahan untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yakni melindungi
segenap tumpah darah Indonesia, kesejahteraan bangsa, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut berpartisipasi pada perdamian dunia serta keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ridwan HR “Hukum Administrasi Negara”


http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/04/definisi-
pemerintahan.html
http://yogifajarpebrian13.wordpress.com/2011/04/12/pengertian-negara-
hukum/
http://ikyndx.blogspot.com/2010/11/fungsi-diskresi-dalam-pelaksanaan.html

Vous aimerez peut-être aussi