Vous êtes sur la page 1sur 11

A.

Pengertian Perubahan Harga (Inflasi)


Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus
dalam waktu tertentu. Dari pengertian tersebut, apabila terjadi kenaikan harga yang hanya
bersifat sementara maka kenaikan harga tersebut tidak dapat dikatakan inflasi. Inflasi
dikatakan terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus menerus dan saling
mempengaruhi.
Inflasi merupakan masalah ekonomi (peristiwa moneter) yang hampir terjadi di semua
negara di dunia. Inflasi sering diartikan sebagai suatu kecendrungan naiknya harga-harga
secara umum dalam waktu dan wilayah tertentu. Dari pengertian ini dapat diambil beberapa
hal penting dalam memahami inflasi, bahwa inflasi ini terjadi : Diwarnai kenaikan harga-
harga komoditi secara umum, atau hampir semua komoditi mengalami kenaikan. Kenaikan
harga-harga karena, misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali
saja (tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.

Secara umum, perubahan harga adalah perbedaan jumlah rupiah untuk memperoleh barang
atau jasa yang sama pada waktu yang berbeda dalam pasar yang sama (masukan atau
keluaran). Karakteristik perubahan harga barang dan jasa, ada dua jenis perubahan harga
yaitu :

1. Perubahan Harga Secara Umum

Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh barang dan
jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Kenaikan harga secara
keseluruhan disebut inflasi (inflation), sedangkan penurunan harga disebut deflasi
(deflation).

2. Perubahan Harga Secara Spesifik (Khusus)

Perubahan harga spesifik mengacu pada perubahan dalam harga barang atau jasa tertentu
yang disebabkan oleh perubahan harga dalam permintaan dan penawaran.
 Penyebab Inflasi

Penyebab terjadinya inflasi secara umum bisa dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Demand-pull Inflation

Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa menyebabkan bertambahnya


permintaan faktor‐faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap produksi
menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi terjadi karena kenaikan dalam
permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.
Inflasi yang ditimbulkan oleh permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan
pada tingkat harga dikenal dengan istilah demand pull inflation.

2. Cost-push Inflation

Inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga


mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasikan ikut naik.

 Dampak Inflasi

Inflasi mempunyai dampak terhadap individu maupun bagi kegiatan perekonomian secara
luas. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat negatif atau pun positif, tergantung pada
tingkat keparahannya.

1. Dampak positif

Pengaruh positif inflasi terjadi apabila tingkat inflasi masih berada pada persentase tingkat
bunga kredit yang berlaku. Misalnya, pada saat itu tingkat bunga kredit adalah 15% per tahun
dan tingkat inflasi 5%. Bagi negara maju, inflasi seperti ini akan mendorong kegiatan
ekonomi dan pembangunan. Mengapa demikian? Hal ini terjadi, karena para pengusaha/
wirausahawan di negara maju dapat memanfaatkan kenaikan harga untuk berinvestasi,
memproduksi, serta menjual barang dan jasa.
2. Dampak Negatif

Inflasi yang terlalu tinggi membawa dampak yang tidak sedikit terhadap perekonomian,
terutama tingkat kemakmuran masyarakat. Dampak inflasi tersebut, antara lain:

 Dampak inflasi terhadap pemerataan pendapatan

 Dampak inflasi terhadap output (hasil produksi)

 Mendorong penanaman modal spekulatif

 Menyebabkan tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi

 Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan

 Menimbulkan masalah neraca pembayaran

 Cara Mengatasi Inflasi

1. Kebijakan Moneter

Menurut teori moneter klasik, inflasi terjadi karena penambahan jumlah uang beredar.
Dengan demikian, secara teoretis relatif mudah untuk mengatasi inflasi, yaitu dengan
mengendalikan jumlah uang beredar itu sendiri. Kebijakan moneter adalah tindakan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Ketika jumlah uang beredar terlalu berlebihan sehingga inflasi meningkat tajam, Bank
Indonesia akan segera menerapkan berbagai kebijakan moneter untuk mengurangi peredaran
uang.

2. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi inflasi adalah
dengan mengurangi pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak dan mengadakan
pinjaman pemerintah.
3. Kebijakan Non-Moneter dan Non-Fiskal

Selain kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, pemerintah melakukan kebijakan non-
moneter/ non-fiskal dengan tiga cara, yaitu menaikkan hasil produksi, menstabilkan upah
(gaji), dan pengamanan harga, serta distribusi barang.

B. Mengapa Laporan Keuangan di Masa Perubahan Harga Berpotensi


Menyesatkan

Selama periode inflasi nilai aktiva yang dicatat sebesar biaya akuisisi awalnya jarang
mencerminkan nilai terkininya (yang lebih tinggi). Nilai aktiva yang lebih rendah
menghasilkan beban yang dinilai lebih rendah dan laba dinilai lebih tinggi. Ketidakakuratan
pengukuran ini mendistorsi, (1) proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri waktu
historis, (2) anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja, dan (3) data kinerja yang tidak
dapat mengisolasi pengaruh inflasi yang tidak dapat dikendalikan. Laba yang dinilai lebih
pada gilirannya akan menyebabkan:

1. Kenaikan dalam proporsi pajak.

2. Permintaan deviden lebih banyak dari pemegang saham.

3. Permintaan gaji dan upah yang lebih tinggi dari pada pekerja.

4. Tindakan yang merugikan dari negara tuan rumah (pengenaan pajak lebih besar).

Jika harus mendistribusikan semua laba yang dibesarkan (Dalam bentuk pajak,
deviden, gaji dan semacamnnya yang lebih besar) suatu perusahaan mungkin tidak akan
memiliki cukup sumber daya untuk mengganti aset tertentu yang mengalami kenaikan harga,
seperti persediaan, pabrik dan peralatan.

Kegagalan untuk menyesuaikan data keuangan perusahaan terhadap perubahan


dalam daya beli unit moneter juga menimbulkan kesulitan bagi pembaca laporan keuangan
untuk menginterpretasikan dan membandingkan kinerja operasi perusahaan yang
dilaporkan. Dalam periode inflasi, pendapatan umumnya dinyatakan dalam mata uang
dengan daya beli umum yang lebih rendah (yaitu daya beli perode ini), yang kemudian
diterapkan terhadap beban terkait. Biaya disajikan dalam mata uang dengan daya beli umum
lebih tinggi karena biasanya mencerminkan pemakaian sumber daya yang diperoleh dimasa
lampau (misalnya penyusutan pabrik yang dibeli 10 tahun silam) ketika daya beli unit
moneter lebih tinggi. Mengurangi biaya berdasarkan daya beli historis dari pendapatan
berdasarkan daya beli kini menyebabkan laba tidak diukur secara akurat.

Prosedur akuntansi yang konvensional juga mengabaikan keuntungan dan kerugian


daya beli yang timbul dari kepemilikan kas (ekuivalennya) selama periode inflasi. Jika kita
menahan kas selama setahun dengan tingkat inflasi 100%, maka diakhir tahun kita akan
memerlukan dua kali lipat kas untuk menyamai daya beli saldo kas diawal tahun. Hal ini
selanjutnya mempersulit pembaca laporan untuk membandingkan kinerja bisnis.

Fungsi mengakui pengaruh inflasi secara eksplisit yaitu :

1. Pengaruh perubahan harga sebagian bergantung pada transaksi dan keadaan yang
dihadapi suatu perusahaan. Para pengguna tidak memiliki informasi yang lengkap
mengenai faktor-faktor ini.

2. Mengelola masalah yang ditimbulkan oleh perubahan harga bergantung pada


pemahaman yang akurat atas permasalahan tersebut. Pemahaman yang akurat
memerlukan kinerja usaha yang dilaporkan dalam kondisi-kondisi yang
memperhitungkan pengaruh perubahan harga.

3. Laporan dari para manajer mengenai permasalahan yang disebabkan oleh perubahan
harga lebih mudah dipercaya apabila kalangan usaha menerbitkan informasi
keuangan yang membahas masalah-masalah tersebut.

C. Jenis-jenis Penyesuaian Inflasi

Rangkaian statistik yang bertujuan mengukur perubahan harga umum maupun khusus
biasanya tidak berjalan secara bersamaan. Setiap jenis perubahan harga memiliki pengaruh
yang berbada terhadap ukuran-ukuran posisi keuangan dan kinerja operasi suatu perusahaan
dan ditimbulkan oleh adanya tujuan-tujuan berbeda yang tersembunyi. Akuntansi untuk
laporan keuangan atas perubahan tingkatan harga umum disebut sebagai model daya beli
konstan biaya historis. Akuntansi untuk perubahan harga khusus disebut sebagai model
biaya kini.
1. Penyesuaian Tingkat Harga Umum

Model biaya historis‐dolar konstan mempertimbangkan perubahan harga ini dengan


mengukur laba sedemikian rupa sehingga pendapatan tersebut mencerminkan jumlah
maksimum sumber daya yang dapat didistribusikan ke berbagai pihak yang berhak selama
periode tertentu, dan pada saat yang sama mempertahankan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh jumlah barang dan jasa yang secara umum sama, pada akhir periode, dengan
jumlah barang dan jasa yang dapat diperolehnya pada awal periode.

Singkatnya, mata uang tetap (biaya historis) adalah jumlah mata uang yang
disesuaikan dengan perubahan tingkat harga (daya beli) umum.

 Indeks Harga

Angka indeks harga digunakan dalam translasi jumlah uang yang dibayarkan di periode
sebelumnya ke dalam setara daya beli di akhir periodenya (yaitu daya beli tetap biaya
historis).

Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan :

GPL = Indeks harga umum

c = Tahun berjalan

td = Tanggal transaksi

PPE = Setara daya beli umum

Angka tingkat harga yang disesuaikan bukan merupakan biaya kini dari pos yang
dipersoalkan, melainkan masih merupakan angka biaya historis. Angka biaya historis hanya
sekedar disajikan ulang dalam unit ukuran baru, yaitu daya beli umum diakhir periode. Jika
semua transaksi dilakukan secara seragam selama periode tertentu (seperti pendapatan dari
penjualan barang atau jasa), maka penyesuaian tingkat harga jalan pintas dapat digunakan.
Ketika menyajikan pendapatan sebagai setara daya beli akhir periode, ketimbang
menyesuaikan tingkat harga pendapatan harian (berarti ada 365 perhitungan) kita dapat
menggunakan rumus berikut :

2. Penyesuaian Biaya-Kini

Model biaya kini berbeda dengan akuntansi konvensional dalam dua aspek utama yaitu

1. Aktiva tetap dinilai berdasarkan biaya kini bukan biaya historis. Oleh karena aset
pada dasarnya sama dengan nilai diskonto kini dari arus kas dimasa depan,
pendukung model biaya kini berpendapat bahwa nilai kini memperlihatkan secara
lebih baik pengukuran pendapatan dan potensi arus kas perusahaan dimasa depan
kepada pembaca laporan keuangan.

2. Kedua, laba didefinisikan sebagai kekayaan bersih setelah pajak dari perusahaan,
yaitu jumlah sumber daya yang dapat didistribusikan oleh perusahaan dalam suatu
periode (tanpa pertimbangan komponen pajak), namun tetap dapat mempertahankan
kapasitas produktif atau model fisik perusahaan. Satu cara untuk mempertahankan
modal adalah dengan menyesuaikan posisi aktiva bersih awal perusahaan (lewat
indeks harga khusus atau penentuan harga langsung yang sesuai, seperti harga
tagihan lancer, daftar harga dari penyedia, dan lain-lain) untuk mencerminkan
perubahan dalam ekuivalen biaya kini aktiva selama periode berjalan.

3. Biaya Kini Disesuaikan dengan Tingkat-Harga Umum

Operasi pelaporan ketiga yang bertujuan untuk menerangkan perubahan harga ini
menggabungkan karakteristik model tingkat umum dan model biaya kini. Pengukuran ini,
disebut sebagai model biaya kini yang disesuaikan dengan tingkat harga menggunakan
indeks harga umum maupun khusus. Sesuai dengan model tingkat harga umum, salah satu
tujuan model ini adalah untuk mengungkapkan laba dan aset bersih pada ekuivalen daya beli
akhir tahun perusahaan. Laporan laba rugi juga memuat informasi mengenai laba atau rugi
daya beli pos-pos moneter induk bersih. Sesuai dengan model biaya kini, tujuan lain model
ini adalah untuk melaporkan aset bersih perusahaan pada biaya kininya dan untuk
melaporkan jumlah laba yang menggambarkan kekayaan bersih setelah pajak.

Ciri khas dari model biaya kini yang disesuaikan dengan tingkat harga adalah
pengungkapan perubahan biaya kini dari aset moneter perusahaan setelah dikurangi inflasi.
Tujuannya adalah untuk memperlihatkan bagian perubahan nilai aset moneter yang melebihi
atau kurang dari perubahan daya beli umum. Dua pengungkapan yang lazim dimuat dalam
ekuitas pemegang saham biasanya ditafsirkan sebagai berikut : Kenaikan aset non moneter
akibat inflasi umum merupakan jumlah saldo yang harus dimiliki perusahaan agar mampu
menghadapi inflasi umum tersebut. Komponen kedua (misalnya kenaikan harga kini yang
melampaui inflasi umum) dianggap sejumlah pihak sebagai laba modal atas aset non
moneter yang belum direalisasikan. Kita berpendapat bahwa komponen terakhir ini bukan
merupakan laba, melainkan kenaikan biaya usaha yang harus dimiliki perusahaan untuk
mempertahankan kapasitas produksinya.

Group Modelo diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan, disajikan ulang
sebagai berikut :

1. Persediaan
Pos-pos ini dinilai berdasarkan metode masuk terakhir, keluar pertama dan disajikan
ulang dengan menggunakan metode biaya penggantian atau manufaktur.
2. Harga Pokok Penjualan
Penyajian ulang akun ini dinilai berdasarkan nilai persediaan yang dinyatakan ulang.
3. Aktiva Tetap
Pos-pos ini dicatat berdasarkan biaya akuisisi, dan disajikan ulang dengan
menggunakan faktor inflasi yang diperoleh dari Nasional Consumer Indeks/Indeks
Harga Konsumen Umum, sehingga menjadi nilai penggantian bersih yang sesuai
ditentukan oleh penilai ahli independent pada tanggal 31 Des 20XX, dan sesuai denga
tanggal akuisisi apabila pembelian dilakukan setelah tanggal tersebut.
4. Depresiasi
Pos ini dihitung berdasrkan nilai penyajian ulang aktiva tetap, yang dipertimbangkan
sebagai dasar, perkiraan masa manfaat ditentukan oleh penilai independent.
5. Penyajian ulang ekuitas pemegang saham
Akun ini disajikan ulang dengan menggunakan faktor inflasi yang diperoleh dari
NCPI, menurut umur atau tanggal kontribusinya.
6. Ketidakcukupan dalam penyajian ulang ekuitas pemegang saham.
Saldo akun ini disajikan dengan penjumlahan aljabar dari hasil kepemilikan aktiva
non-moneter dan akumulasi hasil moneter ekuitas.
7. Hasil dari kepemilikan aktiva non-moneter
Pos ini menunjukkan perubahan dalam nilai aktiva non-moneter yang disebabkan oleh
hal selain inflasi.
8. Akumulasi hasil moneter ekuitas
Pos ini merupakan hasil yang berawal dari penyajian awal angka-angka laporan
keuangan.

Berikut adalah kebijakan akuntansinya :

 Dasar penyajian

 Komparabilitas

 Persediaan

 Aset tetap

 Penyusutan

 Penyajian uang ekuitas pemegang saham

 Defisit atas penyajian ulang ekuitas pemegang saham

 Laba atau rugi dari posisi moneter

D. Pendekatan Terhadap Akuntansi Inflasi di Beberapa Negara


 Amerika Serikat
Pada tahun 1970, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(Statement of Financial Accounting StandardsSAFS) No. 33 Berjudul “Pelaporan
Keuangan dan Perubahan Harga”, pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan
AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap (sebelum dikurangi dengan depresiasi)
yang bernilai lebih dari $125 juta atau total aktiva lebih dari $1 Miliar (setelah dikurangi
dengan akumulasi depresiasi) untuk selama lima tahun mencoba melakukan
pengungkapan daya beli konstan dan biaya beli konstan biaya kini. Banyak pengguna
dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS No. 33 menemukan
bahwa :

1. Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.

2. Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda terlalu besar.

3. Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila
dibandingkan data biaya kini.

 Inggris
Komite Standar Akuntansi Inggris (Accounting Standard CommitteeASC) menerbitkan
Pernyataan Standar Praktik Akuntansi 16 (Statement of Standards Accounting Practice-
SSAP 16), “Akuntansi Biaya Kini” untuk masa percobaan 3 tahun pada bulan maret
1980. SSAP 16 berbeda dengan SFAS 33 dalam 2 hal yaitu :

1. Standar AS mengharuskan akuntansi dolar konstan dan biaya kini, SSAP 16


mengadopsi hanya metode biaya kini untuk pelaporan eksternal.

2. Penyesuaian inflasi AS berpusat pada laporan laba rugi, laporan biaya kini di Inggris
mewajibkan baik laporan laba rugi dan neraca biaya kini, beserta catatan penjelasan.

Standar di Inggris memperbolehkan tiga pilihan pelaporan :

1. Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai pelapor keuangan dasar dengan akun-akun
pelengkap biaya historis.

2. Menyajikan akun-akun biaya historis sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-
akun pelengkap biaya kini.

3. Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai satu-satunya akun yang dilengkapi dengan
informasi biaya historis yang memadai.

 Brazil
Akuntansi inflasi yang direkomendasikan di Brazil hari ini mencerminkan 2 kelompok
pilihan pelaporan, hukum perusahaan Brazil dan Komisi Pengawas Pasar Modal Brazil.
Penyesuaian inflasi yang sesuai dengan hukum perusahaan menyajikan ulang akun-akun
aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham dengan menggunakan indeks harga yang
diakui oleh Pemerintah Federal untuk mengukur devaluasi mata uang lokal. Aktiva
permanen meliputi aktiva tetap, gedung, investasi, beban tangguhan dan deprsiasi terkait,
serta akun-akun amortisasi atau depresi (termasuk setiap provisi kerugiaan yang terkait).
Akun-akun ekuitas pemegang saham terdiri dari modal, cadangan pendapatan, cadangan
revaluasi, laba ditahan, dan akun cadangan modal yang digunakan untuk mencatat
penyesuaian tingkat harga terhadap modal.

E. International Accounting Standard Board (IASB)

IASB menyimpulkan bahwa laporan posisi keuangan dan kinerja operasional yang
dinyatakan dalam mata uang lokal dilingkungan hyperinflasi tidak bermanfaat. IAS 29
pelaporan keuangan dalam Perekonomian Hiperinflasi mewajibkan (dan bukan hanya
merekomendasikan) penyajian ulang informasi laporan keuangan utama. Secara khusus,
laporan keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan dalam mata uang
perekonomian hiperinflasi, apakah didasarkan pada kerangka penilaian biaya historis atau
biaya kini, harus disajikan ulang sesuai dengan daya beli konstan pada tanggal neraca.
Peraturan ini juga berlaku untuk angka-angka serupa ditahun sebelumnya. Laba atau rugi
daya beli terkait posisi kewajiban atau aset moneter bersih harus dimasukkan kedalam laba
bersih. Perusahaan pelapor juga harus mengungkapkan :

1. Fakta bahwa penyajian ulang atas perubahan daya beli umum unit pengukuran telah
dilakukan.

2. Model penilaian aset yang digunakan dalam laporan utama (yaitu penilaian historis
atau biaya kini).

3. Identitas dan tingkat indeks harga pertanggal neraca, berikut pergerakkannya selama
tahun pelaporan.

4. Laba atau rugi moneter bersih tahun berjalan.

Vous aimerez peut-être aussi