Vous êtes sur la page 1sur 16

Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6

Purwokerto, 7 Oktober 2017

ANALISA PERENCANAAN KAPASITAS JARINGAN TRANSPORT OPERATOR X


UNTUK MENDUKUNG PROYEK ROLL OUT AREA JOMBANG RAWA
PLANNING ANALYSIS TRANSPORT NETWORK CAPACITY X OPERATOR TO
SUPPORT ROLL OUT PROJECT JOMBANG RAWA AREA
Erna Temmerman Simanihuruk1*, Alfin Hikmaturokhman2, Ade Wahyudin3
123
Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi, IT Telkom
Jl. D. I. Panjaitan No. 128, Purwokerto, 53147
*
Email: 14101088@st3telkom.ac.id

ABSTRAKS
Kualitas layanan komunikasi yang berkecepatan tinggi saat ini menjadi kebutuhan bagi pengguna
layanan LTE (Long Term Evolution), sehingga terjadi kebutuhan kapasitas trafik yang tinggi.
Jombang Rawa merupakan salah satu daerah yang memiliki kapasitas trafik yang tinggi. Untuk
mengatasi masalah tersebut, operator X menggelar project jaringan seluler yang bernama roll out
project yang bertujuan untuk menyediakan kapasitas yang cukup bagi pelanggan operator X. Pada
project tersebut dilakukan perencanaan kapasitas jaringan transport menggunakan backhaul
microwave yang bertujuan untuk mendukung layanan site baru LTE sehingga tidak terjadi
kekurangan bandwidth microwave. Metode yang digunakan adalah perhitungan link budget pada
jalur site baru menggunakan Pathloss 5.0 dan metode overbooking calculation untuk perhitungan
kapasitas trafik setelah adanya penambahan jalur site baru pada jalur eksisting. Pada perhitungan
kapasitas trafik terdapat perbandingan kapasitas trafik yang melalui jalur eksisting pada kondisi
sebelum adanya penambahan site baru dengan kapasitas trafik yang melalui jaringan eksisting
pada kondisi setelah ditambahkan trafik pada jalur site baru. Dengan adanya perhitungan kapasitas
jaringan transport microwaveI, diharapkan jaringan microwave daerah Jombang Rawa menjadi
optimal untuk mendukung site baru pada roll out project dan tidak ada masalah kekurangan
bandwidth microwave ke depannya. Kata kunci : LTE (Long Term Evolution), Roll Out,
Microwave, Jaringan Transport

ABSTRACT
The high quality of high-speed communications services present is a requirement for LTE (Long
Term Evolution) users, so need for high traffic capacity. Jombang Rawa is one area that has a
high traffic capacity. To overcome this problem, X operator create mobile network project called
roll out project that aims to provide sufficient capacity for X operator customers. In the project,
the capacity of the transport network using microwave backhaul is aimed to support the new LTE
site so it does not happen lack of microwave bandwidth. The method used is link budget calculation
on the new site path using Pathloss 5.0 and overbooking calculation method for traffic capacity
calculation after the addition of new site path on the existing path. In the calculation of traffic
capacity there is a comparison of traffic capacity through the existing path on the condition before
the addition of new site with traffic capacity through existing network on condition after added
traffic on new site path. With the calculation of microwave transport network capacity, it is
expected that microwave network Jombang Rawa area be optimal to support new site on roll out
project and there is no problem of lack of microwave bandwidth in the future. Keywords: LTE
(Long Term Evolution), Roll Out, Microwave, Transport Network
23
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era modernisasi Telekomunikasi menjadi tulang punggung teknologi
komunikasi yang memegang peran penting dalam komunikasi yang terjadi pada manusia.
Sebagai penunjang berhasilnya pembangunan nasional, peranan Telekomunikasi sangat
dibutuhkan dalam proses bertukar informasi baik berupa voice, text, maupun video tanpa
memandang jarak secara fisik maupun jarak secara geografis. Untuk mendukung
sampainya informasi kepada yang dituju dibutuhkan dukungan jaringan komunikasi
seluler. Pada saat ini teknologi seluler memiliki perkembangan yang begitu pesat mulai
dari layanan teknologi 2G sampai dengan 4G. Dengan perkembangan teknologi seluler
hingga 4G maka dapat dipastikan bahwa semakin canggih dan semakin banyak kemudahan
yang diperoleh pengguna. Seperti halnya kecepatan akses data yang disediakan oleh
teknologi 4G dengan bandwidth yang tinggi mengakibatkan meningkatnya kapasitas
pengguna teknologi 4G tersebut.
Dalam arsitektur teknologi 4G terdapat layer transport yang menghubungkan jaringan
dengan user. Dimana kualitas layanan komunikasi juga ditentukan oleh okupansi kapasitas
layanan 4G tersebut. Operator X menggelar jaringan seluler yang yang bernama Roll Out
Project, yaitu penambahan site baru untuk 4G di Jakarta area Jombang Rawa. Area
Jombang Rawa merupakan salah satu area yang memiliki kapasitas jaringan yang tinggi
dan memiliki beberapa link yang mengalami overbooking traffic yang tinggi, sehingga
diperlukan perencanaan jaringan backhaul yang efektif. Tujuan dari adanya proyek Roll
Out tersebut adalah untuk menyediakan kapasitas yang cukup untuk pelanggan 4G operator
X. Dengan meningkatnya kapasitas pengguna jaringan 4G perlu dianalisa di sisi jaringan
transport microwavenya apakah mencukupi untuk menampung kapasitas jaringan 4G
operator X tersebut.
Untuk dapat memperhitungkan overbooking traffic tersebut, sehingga diperlukan
perancangan jaringan backhaul yang efisien dengan menggunakan software Pathloss 5.0.
Pathloss 5.0 berfungsi sebagai alat bantu yang digunakan untuk komunikasi radio
microwave baik dalam perhitungan link budget. Penelitian tersebut terinspirasi oleh
penelitian mahasiwa Universitas Telkom Bandung yang berjudul “Analisis Perencanaan
Backhaul Microwave Untuk Radio Komunikasi Pada Kawasan Wisata Kepulauan
Seribu” dimana pada penelitian tersebut membahas perencanaan media transport backhaul
agar jaringan LTE dapat menjangkau Kepulauan Seribu demi terciptanya layanan data
berkecepatan tinggi di wilayah tersebut. Sehingga atas dasar tersebut penulis mengambil
judul “PERENCANAAN DAN ANALISA
KAPASITAS JARINGAN TRANSPORT OPERATOR X UNTUK MENDUKUNG
PROYEK ROLL OUT AREA JOMBANG RAWA”. Perencanaan dan analisa ditujukan
agar proyek Roll Out menjadi lebih baik untuk mendukung kapasitas jaringan transport
yang dapat terpenuhi.

24
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

1.2 Tinjauan Pustaka


a. Long Term Evolution (LTE)
Long Term Evolution (LTE) adalah jaringan akses radio evolusi jangka panjang
keluaran dari 3rd Generation Partnership Project (3GPP). LTE merupakan kelanjutan
dari teknologi generasi ketiga (3G) WCDMA-UMTS. LTE diperkenalkan dalam satu
rangkaian dengan System Architecture Evolution (SAE) sebagi inti jaringan generasu
keempat menurut standar 3GPP. LTE dikenal juga sebagai Envolved Universal
Terresterial Radio Access Network (E-UTRAN) sementara SAE juga memiliki nama lain
Envolved Packet Core (EPC) [1].

Gambar 1. Arsitektur LTE


b. Backhaul
Backhaul merupakan suatu media jaringan transport jaringan radio akses seluler
yang menghubungkan Base Station (BS) dengan controller-nya. Controller yang
dimaksud pada hal tersebut adalah Evolved Packet Core (EPC) pada jaringan LTE,
dimana di dalam jaringan LTE terdapat MME, SGW, dan P-GW. Namun secara umum,
backhaul diartikan sebagai jalur ataupun jaringan yang digunakan untuk menyalurkan
(transport) data dan informasi dari sumber ke tujuan[2].

Gambar 2. Backhaul[2]
c. Sistem Komunikasi Gelombang Mikro (Microwave)
Pada sistem komunikasi golombang mikro (microwave) diharapkan informasi
dapat sampai ke tujuan dengan jelas. Karena sistem komunikasi golombang mikro
(microwave) bertujuan untuk dapat mengirimkan suatu informasi dari satu tempat ke
tempat lain tanpada ada gangguan dan hasil yang diterima jelas. Dalam transmisi
gelombang mikro frekuensi yang digunakan adalah frekuensi 2 Ghz sampai dengan
frekuensi 24 Ghz, sesuai dengan yang telah direkomendasikan oleh CCIR (Commite
Colsultative International Radio).[3]

25
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

d. Perhitungan Link Budget


1. Gain Antena
Gain antena berfungsi untuk mengukur kemampuan antena untuk mengirimkan
gelombang yang diinginkan ke arah yang dituju. Pada jenis antena parabola, efisiensi
tidak mencapai 100% karena beberapa daya yang hilang oleh spillover pada tepi
antena ketika dipenuhi oleh gelombang tetap pada pusatnya. Hal tersebut juga dapat
disebabkan karena pabrikasi dalam pembuatan antena kurang sempurna. Secara
komersial, efisiensi pada antena parabola antara 50% hingga 70%. Besarnya gain
antena dapat dicari dengan menggunakan persamaan 1[4].
G = 20 log f + 20 log d + 10 log 𝜂 + 20,4
(1) dengan,
G = Gain atau penguatan antena
(dBi) d = Diameter antena (m)
𝜂 = Efisiensi antena
(55%) f= Frekuensi
antena (GHz)
2. Free Space Loss (FSL)
Free Space Loss (FSL) atau biasa disebut dengan redaman ruang bebas
didefenisikan sebagai rugi-rugi propagasi di ruang bebas antara dua antena isotropic
akibat energi yang tersebar. Besarnya Lfs menyatakan besarnya energi yang
dipancarkan sebagai gelombang elektromagnetik yang berjalan dari sumber
transmisi. Besar dari Lfs tergantung pada frekuensi yang digunakan dan panjang
lintasan.
Untuk dapat menemukan nilai dari Free Space Los, dapat menggunakan persamaan
2[5].
Lfs = 92,45 + 20 log D + 20 log f (2)
dengan,
FSL = Free Space Loss (dB)
D = panjang lintasan
(km)
f = frekuensi kerja yang digunakan (GHz)
3. EIRP (Effective Isotropic Radiated Power)
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) merupakan daya maksimum
gelombang sinyal mikro yang keluar dari sisi antena pemancar atau untuk
menunjukkan nilai efektif daya yang dipancarkan oleh antena pemancar, dalam arti
daya tersebut sudah mengalami penguatan. EIRP dapat diperoleh dengan cara
menjumlahkan daya output dari sisi antena pemancar dengan gain antena lalu
dikurangkan oleh loss atau dapat dituliskan dengan persamaan 3[4,5].
EIRP = PTx + Gant – LTX
(3) dengan,
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm)
PTx = daya pancar (dBm)
Gant = Gain antenna (dBi)
26
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

LTX = Transmitter loss (dB)


4. Isotropic Received Level (IRL)
Isotropic Received Level (IRL) didefenisikan sebagai nilai level isotropic yang
diterima oleh antena stasiun penerima. Besar dari IRL bukan merupakan nilai daya
yang diterima oleh sistem atau rangkain decoding, namun besaran tersebut
merupakan nilai level daya terima antena stasiun penerima. Untuk mendapatkan nilai
daya terima pada antena stasiun penerima, maka terlebih harus mendapatkan nilai
IRL. Besar dari nilai IRL dapat ditemukan dengan menggunakan persamaan 4[5].
𝐼𝑅𝐿 = 𝐸𝐼𝑅𝑃 − 𝐹𝑆𝐿 (4)
dengan,
IRL = Isotropic Received Level (dBm)
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm)
FSL = Free Space Loss (dB)
5. Received Signal Level (RSL)
Received Signal Level (RSL) adalah level daya yang diterima oleh piranti
pengolah decoding. Nilai RSL dipengaruhi oleh rugi-rugi pada sisi antena penerima
dan gain antena penerima. Untuk dapat menemukan besar dari nilai RSL dapat
dihitung menggunakan persamaan 5[5].
𝑅𝑆𝐿 = 𝐼𝑅𝐿 + 𝐺𝑅𝑥 − 𝐿𝑅𝑥 (5)
dengan,
RSL = Received Signal Level (dBm)
IRL = Isotropic Received Level (dBm)
GRx = Gain antenna (dBi)
LRx = Receiver Loss (dB)
6. Fading Margin
Fading merupakan fluktuasi daya sinyal terima akibatnya adanya proses
propagasi gelombang radio yang mengakibatkan turunnya daya terima dan rusaknya
kualitas transmisi. Untuk mengatasi fading, maka dibutuhkan cadangan daya yang
digunakan agar dapat mempertahankan level daya terima di atas level batas ambang
(theshold). Cadangan daya tersebut sering dinamakan dengan fading margin. Fading
margin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6[1].
𝐹𝑀 = 30 log 𝐷 + 10 log(𝑎 × 𝑏 × 2,5 × 𝑓) − 10 log 𝑈𝑛𝐴𝑣𝑝𝑎𝑡ℎ − 60 (6)
dengan,
FM = Fading Margin (dB) D = panjang
lintasan (km) f = frekuensi (GHz) a = faktor
kekasaran bumi a : 4 = untuk daerah
halus, laut, danau, dan gurun a : 1 = untuk
daerah kekasaran rata-rata, dataran a:¼=
untuk pegunungan dan dataran tinggi b = faktor iklim
b : ½ = untuk daerah panas dan lembab
b : ¼ = untuk daerah normal
b : 1/8= untuk daerah pegunungan (sangat kering)
7. Availability

27
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

Availability merupakan ukuran kehandalan. Semua sistem idealnya harus


memiliki ukuran availability 100%. Namun hal tersebut tidak mungkin dipenuhi
karena dalam sistem pasti terdapat kegagalan sistem dalam memberikan pelayanan
atau sering disebut dengan ketidakhandalan (unavailability). Istilah lain dari
availability ialah reliability yaitu kemampuan sistem dalam memberikan
pelayanan[6].
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya unavailability pada sistem adalah
adanya multipath fading dan pengaruh redaman karena hujan. Pertimbangan untuk
perhitungan unavailability sistem karena adanya faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi seperti adanya multipath fading dan pengaruh redaman karena hujan
tersebut.
Adapun availability dapat dinyatakan dengan persamaan 7:
𝐴𝑣𝑝𝑎𝑡ℎ = (1 − 𝑈𝑛𝐴𝑣𝑝𝑎𝑡ℎ) × 100% (7)
Sedangkan unavailability dapat dinyatakan dengan persamaan 8:
𝑈𝑛𝐴𝑣𝑝𝑎𝑡ℎ = 𝑎 × 𝑏 × 2,5 × 𝑓 × 𝐷3 × 10−6 × 10−𝐹𝑀/10 (8)

e. Penggunaan Pita Frekuensi Radio Microwave Link Point to Point


Pita frekuensi merupakan bagian dari spektrum frekuensi radio yang mempunyai
lebar tertentu. Penggunaan pita frekuensi harus tergantung pada jarak. Oleh sebab itu
penggunaan pita frekuensi radio microwave link point to point telah diatur dalam
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2015 tentang Perencaan Penggunaan Pita Frekuensi Radio Microwave Link Titik ke
Titik (Point to Point). Adapun tabel referensi jarak antar stasiun radio microwave link
titik ke titik (point to point) adalah seperti pada Tabel 1[7].
Tabel 1. Referensi jarak antar stasiun radio microwave link titik
ke titik (point to point)[7]
No. Pita Frekuensi Radio (GHz) Jarak (Km)
1 4/6 >20
2 7/8 >8
3 11/13/15 >2,5
4 18/23/28 >1
5 32/38/70/80 >0

f. Overbooking Calculation
Overbooking Calculation (OB) merupakan perhitungan untuk menentukan
perangkat BTS masih ideal atau tidak untuk melayani trafik yang ada. Perhitungan OB
diambil dari trafik serta kapastitas perangkat per-level. Untuk melakukan perhitungan
OB pertama menghitung jumlah trafik per agregat atau level seperti yang sudah
dinyatakan pada persamaan 9[8].
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑓𝑖𝑘 = 𝐴𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 1 + 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 2 + ⋯ 𝐴𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑛 (9)
Selanjutnya untuk perhitungan OB real, untuk nilai OB yang menjadi standart
operator dan Alita adalah 1,4. Dan nilai 1.4 tersebut berasal dari standar yang dibuat

28
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

untuk menilai bahwa kapasitas link sudah ideal. Untuk Overbooking Calculation (OB)
dapat dinyatakan dengan persamaan 10[8].
(10)
Namun jika dalam perhitungan nilai OB sudah dibawah 1,4 maka tidak ada lagi
penambahan kapasitas link, namum jika nilai OB di atas 1,4 maka dilakukan
perhitungan lagi dengan rumus pada persamaan (10).[8]
6.1 Standart Nilai Pada Overbooking Calculation[8]
Pada perhitungan OB, sebuah link tersebut disebuut mengalami kelebihan
beban trafik jika, nilai OB dari link tersebut melebihi dengan standart yang
ditentukan. Pada OB ini nilai standar bahwa suatu link masih sanggup menangani
trafik adalah 1.4. jika melebihi 1.4 maka ada beberapa aturan yang diterapkan yaitu:
a. Jika OB kurang dari atau sama dengan 1.4 maka nilai purpose-nya adalah
1+1/1+0 maka kapasitas bandwidth sebesar 150 Mbps. dan tidak perlu
melakukan upgrade, tetapi jika perangkatnya MLTN diganti IPASO.
b. Jika OB lebih dari 1,4 dan kurang dari atau sama dengan 2.8 maka nilai purpose-
nya adalah 2+0 maka kapasitas bandwidthnya diupgrade menjadi 300 Mbps.
Agar nilai yang didapatkan sesuai dengan standar.
c. Jika OB lebih dari 2,8 kurang dari atau sama dengan 4.2 maka nilai purpose-nya
adalah 3+0 maka kapasitas bandwidthnya diupgrade menjadi 450 Mbps. Agar
nilai yang didapatkan sesuai dengan standar.
d. Jika OB lebih dari 4,2 dan kurang dari atau sama dengan 5.6 maka nilai purpose-
nya adalah 4+0 maka kapasitas bandwidthnya diupgrade menjadi 600 Mbps.
Agar nilai didapatkan nilai ideal kapasitasnya dan sesuai dengan standar.
Dan jika OB lebih dari 5.6 maka nilai purpose-nya adalah purpose fiber maka
kapasitas bandwidthnya diupgrade menjadi 1000 Mbps. Agar nilai didapatkan nilai
ideal kapasitasnya dan sesuai dengan standar[8].

29
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

1.2 Metodologi Penelitian

Gambar 3. Flowchart Perencanaan Jaringan Microwave


Pada rencana kerja penulis, hal pertama yang penulis lakukan adalah penambilan data
titik koordinat dan data lookup Equipment Pathloss. Setelah itu penulis melakukan
perancangan link microwave site eksisting dan link microwave site baru. Pada perancangan
link microwave site eksisting penulis akan membuat topologi jaringan di software Pathloss
5.0 serta melakukan perhitungan overbooking pada jalur site eksisting. Sementara itu pada
perencanaan link microwave site baru, hal yang pertama yang dilakukan adalah mencari
kandidat jalur far end dan menentukan jalur far end. Setelah mendapatkan jalur far end
maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah penulis mengatur seluruh parameter seperti
transmission analysis, terrain data, dan antenna height, serta melakukan perhitungan dan
simulasi link budget. Selanjutnya penulis melakukan penghitungan ulang overbooking pada
jalur eksisting setelah adanya penambahan jalur pada site baru. Dan hal yang terakhir
adalah melakukan analisa terhadap hasil perhitungan overbooking setelah penambahan
jalur site baru tersebut. Kemudian penulis memberikan solusi untuk optimasi jaringan.

2. PEMBAHASAN
2.1 Hasil Penentuan Far End
Penetuan Far End berdasarkan keadaan LOS (Line of Sight) dan kapasitas site
eksisting. LOS (Line of Sight) merupakan keadaan dimana antara pemancar dan penerima
mengikuti garis pandang (saling terlihat) tanpa adanya penghalang (obstacle). Terdapat

30
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

beberapa cara untuk melihat keadaan LOS diantaranya adalah menggunakan software
Pathloss dan Google Earth. Tabel 3.1 menunjukkan ID site baru yang akan dihubungkan
dengan Far End Site. Untuk masing-masing jalur Near End Site dengan Far End Site akan
diberikan penamaan sesuai jalur masing-masing hop. Untuk mengetahui keadaan LOS
pada Pathloss adalah dengan melihat dari tinggi antena pada sisi TX dan RX, jika antara
TX dan RX obstacle yang diinputkan tidak bertabrakan dengan pancaran sinyal yang
dipancarakan antena berati keadaan link tersebut LOS. Salah satu contoh jalur yang LOS
pada pada Google Earth adalah seperti Gambar 4, yaitu LOS pada Jalur 14. Dan untuk
identitas LOS dari keseluruhan Jalur adalah pada Tabel 2.

Gambar 4. Gambaran LOS (Line of Sight) pada Jalur 14 (3G Batan Indah – Puspitek
Serpong)

Tabel 2. Titik Koordinat Near End Site dan Far End Site
No SITE ID SITE NAME ASSIGNMENT LONGITUDE LATITUDE FE JALUR
1 3473016G9 3G_MANUNGGAL_PERIGI 106 40 52.29 06 16 14.19 1143
E S Jalur 1
2 3473014G9 3G_POLSEK_CISAUK 106 38 24.44 06 19 52.37 3226
E S Jalur 2
3 3471566G9 3G_GEDUNG_FROGGIES 106 38 39.70 06 17 58.04 241358
E S 7 Jalur 3
4 3471565G9 3G_LANDMARK_GATE 106 39 03.23 06 18 14.73 592
E S Jalur 4
5 3473018G9 3G_GREEN_COVE 106 39 31.19 06 18 00.42 592
E S Jalur 5
6 3471294G9 3G_EMINEN_PAGEDANGAN 106 38 09.60 06 17 26.38 241358
E S 7 Jalur 6
7 3473006G 3G_ARIA_PUTRA_BAKTI 106 43 07.57 06 18 27.00 A226
E S Jalur 7
8 3473001G9 3G_HUTAMA_KARYA 106 40 04.54 06 20 34.73 684
E S Jalur 8
9 3473010G9 3G_SAMPORA_CISAUK 106 40 05.19 06 19 06.35 1467
E S Jalur 9
10 3471289G9 3G_FIORE_RAYA 106 38 24.18 06 17 39.88 241358 Jalur
E S 7 10

31
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

11 3471291G9 3G_FORESTA_ARIA 106 38 45.60 06 17 18.85 3241 Jalur


E S 11
12 3473011G9 3G_KOMPLEKS_AVANI 106 39 14.40 06 19 14.12 1467 Jalur
E S 12
13 3471317G9 3G_JAKARTA_NANYANG_SC 106 39 07.20 06 17 11.40 1466 Jalur
HOOL E S 13
14 3473013G9 3G_BATAN_INDAH 106 40 04.80 06 19 44.15 1468 Jalur
E S 14

2.2 Analisa Hasil Perhitungan Sistem Dan Simulasi


2.2.1 Analisa Hasil Perhitungan Link Budget Sistem Dan Simulasi
1. Received Signal Level (RSL)
Untuk nilai standart minimal dari RSL adalah sebesar -35 dBm. Dari hasil
perhitungan Received Signal Level (RSL) pada jalur 14 dihasilkan nilai RSL
sebesar -28,12 dBm, sedangkan hasil RSL pada report link budget Pathloss 5.0
dihasilkan sebesar -30,38 dBm. Dari nilai kedua hasil RSL tersebut, maka nilai
RSL telah memenuhi standart. Dari hasil Link Budget secara perhitungan dan
secara sistem (Pathloss 5.0), terdapat perbedaan nilai RSL sebesar -2,26 dBm,
perbedaan nilai tersebut diakibatkan oleh pembulatan pada perhitungan, namun
perbedaan nilai tersebut tidak terlalu mempengaruhi sehingga dapat diabaikan.
Dapat diperhatikan Tabel 3 untuk nilai RSL perhitungan dan nilai RSL antena
pada Pathloss 5.0 untuk seluruh jalur.
Tabel 3. Nilai RSL perhitungan dan report Link Budget Pathloss 5.0
RSL (dBm)
NO Jalur
Perhitungan Pathloss
1 Jalur 1 -28,6409396 -30,96
2 Jalur 2 -31,0808678 -32,57
3 Jalur 3 -38,1135982 -38,86
4 Jalur 4 -34,591773 -36,16
5 Jalur 5 -32,6360432 -34,12
6 Jalur 6 -32,9800838 -33,59
7 Jalur 7 -31,9041671 -33,35
8 Jalur 8 -31,3117178 -31,9
9 Jalur 9 -29,3735176 -29,86
10 Jalur 10 -35,2654353 -35,89
11 Jalur 11 -31,1049011 -31,69
12 Jalur 12 -24,0284862 -26,11
13 Jalur 13 -27,0850652 -29,33
14 Jalur 14 -28,1034967 -30,38
2. Availability

32
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

Availability merupakan kemampuan atau kehandalan suatu sistem dalam


memberikan pelayanan. Untuk nilai ideal dari Availability adalah 100%. Namun
nilai ideal tersebut tidak mungkin terpenuhi karena ada yang dinamakan dengan
unAvailability atau ketidakhandalan sistem dalam memberikan pelayanan. Batas
toleransi nilai Availability yang diizinkan adalah sebesar 99,999%. Availability
juga sangat berperan dalam menentukan kualitas dari suatu hubungan
komunikasi.
Berdasarkan pada link budget calculation tersebut, nilai availability yang
dihasilkan secara sistem adalah sebesar 100%. Sedangkan berdasarkan
persamaan perhitungan diperoleh Availability perhitungan adalah sebesar
99,99999353%. Dari kedua nilai availability tersebut dapat disimpulkan bahwa
kehandalan sistemnya adalah sama, meskipun berbeda hasil perhitungan namun
dianggap wajar karena perbedaan alat hitung. Berarti kualitas layanan yang
diberikan untuk saling berkomunikasi berada di cakupan ideal. Berdasarkan
pada link budget calculation, nilai Availability yang dihasilkan untuk
keseluruhan jalur secara perhitungan dapat diperhatikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Availability perhitungan
Availability
NO Jalur Perhitungan
(%)
1 Jalur 1 99,9999911
2 Jalur 2 99,99998473
3 Jalur 3 99,99997739
4 Jalur 4 99,99997122
5 Jalur 5 99,99999085
6 Jalur 6 99,99999886
7 Jalur 7 99,99999405
8 Jalur 8 99,99999957
9 Jalur 9 99,99999986
10 Jalur 10 99,99999573
11 Jalur 11 99,99999961
12 Jalur 12 99,99999941
13 Jalur 13 99,99999643
14 Jalur 14 99,99999353

3. Fading Margin (FM)


Dari hasil perhitungan Fading Margin pada jalur 14 dihasilkan nilai
Fading Margin sebesar 43,48 dB sedangkan untuk Fading Margin dengan
menggunakan link budget calculation dihasilkan sebesar 40,62 dB. Untuk
standart Fading Margin sistem komunikasi yang baik adalah minimal 30 dB.
Dengan hasil Fading Margin yang dihasilkan kedua perhitungan maka sistem
komunikasi pada jalur 14 tergolong kedalam sistem komunikasi yang baik dan
33
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

sudah memenuhi standart. Semakin besar nilai Fading Margin yang dihasilkan
maka sistem komunikasi akan semakin baik. Dapat diperhatikan Tabel 5 untuk
nilai Fading Margin perhitungan dan nilai RSL antena pada Pathloss 5.0 untuk
seluruh jalur.

Tabel 5. Nilai Fading Margin perhitungan dan report Link Budget Pathloss 5.0
Fading Margin (dB)
NO Jalur
Pathloss Perhitungan
1 Jalur 1 40,04 40,04
2 Jalur 2 38,43 38,43
3 Jalur 3 32,14 32,14
4 Jalur 4 34,84 34,84
5 Jalur 5 36,88 36,88
6 Jalur 6 37,41 37,41
7 Jalur 7 37,65 37,65
8 Jalur 8 39,1 39,1
9 Jalur 9 41,14 41,14
10 Jalur 10 35,11 35,11
11 Jalur 11 39,31 39,31
12 Jalur 12 44,89 44,89
13 Jalur 13 41,67 41,67
14 Jalur 14 40,62 40,62
2.2.2 Overbooking Calculation setelah penambahan site baru
Dengan adanya penambahan site baru maka kapasitas trafik akan meningkat
sehingga Overbooking-pun akan meningkat sesuai dengan arah link dari site baru
tersebut yang menginduk ke site eksisting.
Tabel 6. Sample nilai Overbooking setelah penambahan site baru

Site baru yang sudah ditambahkan pada routepath (berwarna hijau) tidak
memiliki nilai Overbooking diatas 1,4 karena site-site baru tersebut berperan
34
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

sebagai last mile dan site-site baru tersebut menginduk ke levels sebelum site baru
atau site eksisting. Oleh sebab itu trafik dan overbooking yang lebih tinggi akan
terjadi pada site eksisting. Adapun salah satu contoh routepath yang memiliki
Overbooking dengan perubahan lebih tinggi dari perhitungan Overbooking site
eksisting adalah routepath 1435<>0589.
Pada perhitungan Overbooking pada Tabel 5 nilai Overbooking dari routepath
1435<>0589 sebesar 9,89 sedangkan untuk perhitungan Overbooking dari
routepath 1435<>0589 setelah penambahan trafik site baru adalah sebesar 11,43.
Hal ini dikarenakan routepath 1435<>0589 mendapat tambahan beban trafik dari
dua site baru yaitu dari site 3473013G9 dengan routpath-nya adalah
1435<>0589<>0684<>1468<>3473013G9 dan site 3473001G9 dengan routepath-
nya 1435<>0589<>0684<>3473001G9. Dari kedua routepath tersebut dapat dilihat
bahwa kedua site tersebut menginduk ke routepath 1435<>0589 dengan masing-
masing nilai overbooking sebesar 0,77. Adapaun perhitungan Overbooking dari
kedua site baru adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan Overbooking 1435<>0589<>0684<>1468<>3473013G9

2. Perhitungan Overbooking 1435<>0589<>0684<>1468<>3473013G9

Selain perhitungan dari Overbooking kedua routepath diatas, berikut


perhitungan dari routepath 1435<>0589.
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿𝑉

2.2.3 Solusi untuk Overbooking Calculation setelah penambahan site baru


Selain dalam kondisi LOS atau bebas dari obstacle suatu komunikasi antar
antena pengirim dan antena penerima dapat berjalan baik jika trafik link antena
pengirim dan antena penerima juga harus terpenuhi supaya tidak terjadi
overbooking atau trafik yang lebih besar daripada kapasitas link yang tersedia.
Sesuai standart PT Alita Praya Mitra besar trafik link yang dapat dilewati adalah
sebesar 126 Mbps. Sedangkan standart nilai overbooking maksimal adalah sebesar
1,4. Tabel 7. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi Overbooking

35
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

Tabel 7 merupakan tabel yang berisi site dan link yang mengalami
overbooking serta solusi yang ditawarkan untuk mengatasi overbookings. Kolom
Capacity Link Proposed merupakan besar trafik yang ditawarkan untuk mengatasi
overbooking. Routepath 1435<>0035 dalam keadaan overbooking eksisting
memiliki nilai overbooking diatas 1,4. Keadaan overbooking tersebut terjadi
dikarenakan banyaknya jumlah site yang menginduk ke 1435<>0035 dan hal
tersebut menyebabkan kebutuhan trafikpun akan semakin besar. Oleh karena itu
routepath 1435<>0035 di-propose menjadi 300 Mbps dan di-upgrade 2+0 pada
sistem dan perangkat yang digunakan. Propose tersebut bertujuan untuk
mengurangi nilai overbooking dari routepath 1435<>0035. Dengan propose yang
dilakukan sebesar 300 Mbps maka nilai overbooking pada routepath 1435<>0035
dihasilkan sebesar 0,70. Dengan nilai sebesar 0,70maka link komunikasi pada
routepath 1435<>0035 sudah optimal dan tidak terjadi trafik yang berlebihan.
Routepath 1435<>0189 dalam keadaan overbooking eksising, memiliki nilai
overbooking diatas 4,1. Keadaan overbooking tersebut terjadi dikarenakan
banyaknya jumlah site yang menginduk ke 1435<>0189 dan hal tersebut
menyebabkan kebutuhan trafikpun akan semakin besar. Oleh karena itu routepath
1435<>0189 di-propose menjadi 450 Mbps dan di-upgrade 3+0 pada sistem dan
perangkat yang digunakan. Propose tersebut bertujuan untuk mengurangi nilai
overbooking dari routepath 1435<>0189. Dengan propose yang dilakukan sebesar
300 Mbps maka nilai overbooking pada routepath 1435<>0189 dihasilkan sebesar
1,5. Dengan nilai sebesar 1,50 maka link komunikasi pada routepath 1435<>0189
sudah optimal dan tidak terjadi trafik yang berlebihan.
Routepath 1435<>0589<>0684 dalam keadaan overbooking eksising
memiliki nilai overbooking diatas 6,55. Keadaan overbooking tersebut terjadi
dikarenakan banyaknya jumlah site yang menginduk ke 1435<>0589<>0684 dan
hal tersebut menyebabkan kebutuhan trafikpun akan semakin besar. Oleh karena itu
routepath 1435<>0589<>0684 di-propose menjadi 600 Mbps dan di-upgrade 4+0
pada sistem dan perangkat yang digunakans. Propose tersebut bertujuan untuk
mengurangi nilai overbooking dari routepath 1435<>0589<>0684. Dengan
propose yang dilakukan sebesar 300 Mbps maka nilai overbooking pada routepath
1435<>0589<>0684 dihasilkan sebesar 1,5. Dengan nilai sebesar 1,50 maka link

36
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

komunikasi pada routepath 1435<>0589<>0684 sudah optimal dan tidak terjadi


trafik yang berlebihan.
Namun dari propose yang dilakukan terdapat beberapa routepath yang
memiliki nilai overbooking lebih besar yaitu 1435<>0589, 1435<>1143,
1435<>1143<>3241, 1435<>1437, 1435<>1466, 1435<>3226 dan 1435<>A226
sehingga menyebabkan propose 600 Mbps tidak cukup untuk mengatasi
overbooking yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya site yang
menginduk ke routepath yang tidak cukup untuk propose 600 Mbps. Untuk solusi
yang ditawarkan dalam kasus tersebut adalah upgrade Fiber. Dengan melakukan
upgrade Fiber, maka overbooking routepath dapat teratasi dan trafik yang
ditampungpun akan semakin besar.

3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan analisa perhitungan Link Budget dan Overbooking yang dilakukan
dalam Perencanaan dan Analisa Kapasitas Jaringan Transport Operator X Untuk Mendukung
Proyek Roll Out Area Jombang Rawa maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil perhitungan Received Signal Level (RSL) pada jalur 14 dihasilkan nilai
RSL sebesar -28,12 dBm, sedangkan hasil RSL pada report link budget Pathloss 5.0
dihasilkan sebesar -30,38 dBm dengan demikian standart RSL terpenuhi.
2. Berdasarkan hasil perhitungan Fading Margin pada jalur 14 dihasilkan nilai Fading Margin
sebesar 43,48 dB sedangkan untuk Fading Margin dengan menggunakan link budget
calculation Pathloss 5.0 dihasilkan sebesar 40,62 dB. Dengan demikian standart Fading
Margin terpenuhi.
3. Berdasarkan pada link budget calculation jalur 14, nilai Availability yang dihasilkan secara
sistem adalah sebesar 100%. Sedangkan berdasarkan persamaan perhitungan Availability
diperoleh sebesar 99,99999353%. Dengan demikian kualitas layanan yang diberikan untuk
saling berkomunikasi berada di cakupan ideal.
4. Berdasarkan hasil perhitungan Overbooking sebesar 1,4 sampai dengan 2,8 harus melakukan
upgrade kapasitas sebesar 300 Mbps, 2,8 sampai dengan 4,2 kapasitas di-upgrade menjadi
450 Mbps, 4,2 sampai dengan 5,6 kapasitas di-upgrade menjadi 600 Mbps sedangkan untuk
nilai overbooking yang lebih besar dari 5,6 diproposed menjadi Fiber atau HUT baru.

PUSTAKA
Alfin Hikmaturokhman, “Diktat Kuliah Komunikasi Radio Gelombang Mikro,” 2007.
Alfin Hikmaturrokhman, "Analisa Pengaruh Interferensi Terhadap Availability pada Jaringan
Transmisi Microwave Menggunakan Software PATHLOSS 5.0 Studi Kasus di PT. Alita
Praya Mitra." Jurnal ECOTIPE 1.2 (2014).
F. B. Wicaksono, “Analisis Perencanaan Backhaul Microwave Untuk Radio Komunikasi Pada
Kawasan Wisata Kepulauan Seribu,” Universitas Telkom, 2016.
Hanif R. Pambudi, “Analisis Perencanaan Backhaul Microwave U900 Project di Area Pisangan
Baru Menggunakan Perhitungan Overbooking,”, Institut Teknologi Telkom, 2017.

37
Seminar Nasional Humaniora dan Teknologi 2017 (SEMNAHUMTEK 2017) ISBN: 978-602-50656-0-6
Purwokerto, 7 Oktober 2017

Intan T. Widyawati, “Perancangan Jaringan Bakchaul Untuk Sistem Komunikasi 4G Long Term
Evolution (LTE) di Jakarta Area Kalideres,” Institut Teknologi Telkom, 2017.
Lingga Wardana, B. F. Aginsa, A. Dewantoro, I. Harto, G. Mahardika dan A. Hikmaturokhman,
4G Handbook Bahasa Indonesia, Jakarta Selatan: www.nulisbuku.com, 2014.
R. L. Freeman, Radio System Design for Telecomunications (1-100 GHz), New York: Wiley
Interscience, 1987.
R. L. Freeman, Telecomunication Transmission Handbook, Canada: John Wiley & Sons, Inc,
1998.

38

Vous aimerez peut-être aussi