Vous êtes sur la page 1sur 18

MAKALAH

ANTI-ANAEROB

Oleh :
Veronica Patricia Tanod

Pembimbing :
Prof. dr. Agus Sjahrurachman, PhD, SpMK(K)

DEPARTEMEN MIROBIOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2016
I. Pendahuluan
Bakteri anaerob merupakan flora normal predominan pada kulit dan membran
mukosa manusia, dan sering menyebabkan infeksi bakteri endogen. Infeksi anaerob
dapat terjadi di seluruh lokasi tubuh yaitu sistem saraf pusat, rongga mulut, kepala
dan leher, dada, abdomen, pelvis, kulit, dan jaringan lunak. Terapi pada infeksi
anaerob dipersulit karena pertumbuhannya yang lambat pada kultur, sifat infeksi yang
polimikrobial dan munculnya resistensi. Terapi antimikroba seringnya menjadi satu-
satunya bentuk terapi yang diperlukan, namun penatalaksanaan lain yang juga penting
adalah drainase dan operasi. Karena anaerob umumnya diisolasi bercampur dengan
bakteri aerob, maka pilihan antibiotik harus memberikan cakupan yang adekuat untuk
kedua jenis bakteri. Antimikroba yang paling efektif melawan anaerob adalah
metronidazol, karbapenem, kloramfenikol, kombinasi penisilin dan inhibitor beta-
laktamase, tigesiklin, cefoxitin dan klindamisin.(1)
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob sering kali terjadi, dan dapat
menjadi penyakit serius hingga mengancam jiwa. Bakteri anaerob bersifat fastidious,
sehingga sulit untuk diisolasi dan sering tidak dikenali. Penundaan dalam memberikan
terapi yang sesuai mengakibatkan kegagalan terapi. Isolasi bakteri ini memerlukan
metode pengambilan, transport, dan penanaman spesimen yang tepat.(1)

II. Terapi dan Penggolongan Aktivitas Anti-anaerob


Keberhasilan terapi pada infeksi anaerobik umumnya melalui pemberian agen
antimikroba yang sesuai dan dikombinasikan dengan operasi, untuk drainase. Oleh
karena infeksi yang sering terjadi bersifat polimikroba, maka pada manajemen infeksi
campuran aerob-anaerob yang tepat diperlukan pemberian antimikroba yang dapat
bekerja aktif melawan kedua komponen tersebut.(1,2,3,4)
Sejumlah faktor perlu dipertimbangkan bila memilih antimikroba yang tepat,
dimana terapi harus efektif melawan semua organisme target, meminimalisir atau
tidak menginduksi resisten, mencapai level yang adekuat pada daerah yang terinfeksi,
dan meminimalisir toksisitas.(1)
Antimikroba bisa gagal dalam mengobati suatu infeksi karena terjadinya
resistensi, tidak tercapainya level yang cukup di jaringan, interaksi obat yang
inkompatibel, dan terbentuknya abses. Antimikroba tidak efektif dalam mengobati
abses, karena kapsul pada abses akan mengurangi penetrasi obat, dan pH yang rendah
serta adanya protein pengikat atau enzim-enzim penginaktivasi (mis., b-laktamase)
dapat mengganggu kerja obat. Adanya pH yang rendah dan kondisi anaerob
merupakan hambatan untuk kerja obat-obat aminoglikosida dan kuinolon.(1,3)

Tabel 1. Penggolongan aktivitas antimikroba terhadap anaerob (1,2)

Agent Comments

Nearly always active


Metronidazole Inactive versus microaerophilic streptococci (e.g. Streptococcus milleri),
Propionibacterium and Actinomyces spp.; bactericidal versus most Gram-
negative anaerobic strains

Carbapenems
 Resistant to most Bacteroides b-lactamases, although a novel b-lactamase that
cleaves carbapenems was found in rare B. fragilis strains
b-Lactam plus b-lactamase The addition of a b-lactamase inhibitor to a b-lactam dramatically increases
inhibitors activity against anaerobes that produce a b-lactamase
Chloramphenicol Good activity versus virtually all clinically significant anaerobes
Usually active
Clindamycin B. fragilis group: 15-40% of strains resistant; some clostridia other than C.
perfringens are resistant

Cefamycins B. fragilis group: 5-15% of strains resistant with considerable institutional
variation at least partly reflecting use patterns; poor activity versus clostridia

Antipseudomonal Relatively resistant to b-lactamases of Bacteroides spp; penicillins large doses
usually employed
Variable activity
Penicillin Inactive versus some or most penicillinase-producing anaerobes, including most
of the B. fragilis group and many strains of Prevotella melaninogenica, P.
intermedia, P. bivia, P. disiens and some clostridia

Cephalosporins Less activity in vitro than penicillin G versus most anaerobes and limited other
than cefamycins published clinical experience to document efficacy
Tetracycline Inactive versus many anaerobes and most strains of B. fragilis; doxycycline and
minocycline are somewhat more active than tetracycline
Vancomycin Active against Gram-positive anaerobes; inactive versus Gram-negative
anaerobes
Macrolides 
Inactive versus many Fusobacterium spp. and some B. fragilis spp.; ketolides
also show reduced activity versus fusobacteria
Fluoroquinolones 'Third-generation' (gatifloxacin, moxifloxacin and gemifloxacin) show good in-
vitro activity; limited published data
Tigecycline Active against nearly all anaerobes including strains of B. fragilis that are
resistant to b-lactams, clindamycin and quinolones. Minimum inhibitory
concentrations are somewhat higher for clostridia
Poor activity
Aminoglycosides
Trimethoprime-
sulfamethoxazole
Monobactams (aztreonam)

Bila memilih antimikroba untuk terapi infeksi polimikroba, maka harus


mempertimbangkan spektrum aerobik dan anaerob serta ketersediaannya dalam
bentuk oral atau parenteral. Beberapa agen memiliki rentang efikasi yang terbatas.
Metronidazol efektif hanya melawan bakteri anaerob dan karenanya tidak dapat
diberikan tunggal untuk infeksi campuran. Obat lainnya (mis. Karbapenem) memiliki
spektrum kerja yang lebih luas.(1)
Pemilihan antimikroba lebih mudah bila hasil kultur sudah tersedia. Namun, hal
ini juga sulit didapatkan sehingga sebagian besar terapi secara empiris. Untungnya,
tipe organisme yang menyebabkan banyak infeksi oleh bakteri-bakteri ini dan pola
sensitivitasnya dapat diprediksi. Namun, pola resistensi antimikroba dapat bervariasi
dan telah meningkat sehingga dapat muncul selama terapi.(1)
Sensitivitas kelompok B.fragilis bervariasi secara geografis dan antar institusi,
dan beberapa antimikroba yang digunakan pada jaman dulu sudah tidak adekuat untuk
terapi empirik. Banyak bakteri basil gram-negatif anaerob menjadi resisten terhadap
klindamisin, cefoxitin, dan cefotetan, tetapi sebagian besar sensitif terhadap
metronidazol, karbapenem, dan kloramfenikol dan kombinasi inhibitor beta-
laktam/beta-laktamase. Kombinasi inhibitor beta-laktam/beta-laktamase bisa
mempertahankan kerja yang baik melawan mayoritas anaerob; 89% strain B.fragilis
sensitif terhadap ampisilin-sulbaktam, 98% sensitif pada piperacillin-tazobactam.(1)
Laporan MDR kelompok B.fragilis menggarisbawahi pentingnya stewardship
antibiotik. Klinisi tidak dapat lagi bergantung hanya pada data sensitivitas kumulatif
untuk memilih antimikroba dan harus mempertimbangkan melakukan tes sensitivitas
saat mengobati infeksi serius.(1,5)
Faktor-faktor tambahan yang mempengaruhi pilihan antimikroba meliputi:
farmakologi obat, toksisitas, dan efek terhadap flora. Meskipun identifikasi patogen
dan sensitivitas antimikroba mungkin diperlukan untuk memilih terapi yang optimal,
kondisi klinis dan pewarnaan Gram pada spesimen dapat digunakan untuk
memperkirakan tipe organisme yang ada.(1)

III. Jenis Antimikroba


Aminoglikosida, monobaktam dan kuinolon yang lebih tua, memiliki aktivitas
buruk melawan anaerob. Agen-agen yang adekuat untuk terapi infeksi anaerob akan
dijelaskan sebagai berikut (1).

a. Penisilin
Mekanisme Kerja. Beta-laktam memblok pembentukan mukopeptida dinding sel
bakteri dengan mengikat dan menginaktivasi penicillin-binding proteins (PBPs), yang
merupakan peptidase yang terlibat dalam tahap akhir pembentukan dan pembelahan
dinding sel. Meticillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) memiliki afinitas
PBP yang rendah sehingga dapat mempertahankan aktivitas peptidasenya bahkan
dengan adanya konsentrasi metisilin yang tinggi. Banyak bakteri mengembangkan
kemampuannya untuk memproduksi penisilinase dan beta-laktamase untuk
menginaktivasi obat-obat kelas ini. Belakangan telah muncul organisme-organisme
gram-negatif penghasil beta-laktamase spektrum luas (ESBL), menyebabkan bakteri
ini berpotensi menjadi resistan terhadap semua antibiotik beta-laktam.(6)
Indikasi :
1. Benzilpenisilin hanya dapat diberikan parenteral dan masih digunakan sebagai
obat pilihan untuk beberapa infeksi berat. Namun, karena meningkatnya
resistensi antibiotik, sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi pada infeksi
berat tanpa konfirmasi laboratorium bahwa organisme tersebut sensitif penisilin.
Penggunaan obat ini diantaranya infeksi streptokokal (mis.endokarditis infektif),
necrotizing fasciitis dan gas gangren, actinomyces, antraks dan infeksi
spirochaeta (sifilis, yaws).
2. Fenoksimetilpenisilin (penisilin V) merupakan sediaan oral yang terutama
digunakan untuk terapi faringitis streptokokal dan sebagai profilaksis demam
rematik. Flukloksasilin digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh
staphylococci penghasil beta-laktamase (penisilinase)- dan tetap menjadi obat
pilihan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh metisilin-sensitif S.aureus
(MSSA).
3. Ampisilin sensitif terhadap beta-laktamase, tetapi aktivitas antimikrobanya
meliputi streptococci, pneumococci dan enterococci serta organisme gram-negatif
seperti Salmonella spp., Shigella spp., E.coli, H.influenzae dan Proteus spp.
Namun, resistensi obat telah mengurangi efikasi obat ini terhadap gram-negatif.
Umumnya obat ini banyak digunakan untuk terapi infeksi saluran napas.
Amoksisilin memiliki kerja yang sama dengan ampisilin, tetapi lebih baik
diabsorpsi bila diberikan per-oral.
4. Penisilin spektrum-luas, tikarsilin, aktif terhadap infeksi Pseudomonas.
5. Asam klavulanat merupakan inhibitor kuat pada banyak beta-laktamase yang
dihasilkan bakteri dan bila diberikan dalam kombinasi dengan agen efektif
lainnya seperti amoksisilin (co-amoksiklav) atau tikarsilin, dapat memperluas
spektrum kerja obat. Sulbaktam bekerja dengan cara yang sama dan dapat
dikombinasi dengan ampisilin, sementara tazobaktam bila dikombinasikan
dengan piperasilin efektif pada appendicitis, peritonitis, penyakit inflamasi pelvis
dan infeksi kulit yang complicated. Kombinasi penisilin beta-laktamase juga aktif
melawan staphylococci penghasil beta-laktamase.
6. Pivmecillinam memiliki aktivitas yang signifikan terhadap bakteri gram-negatif
meliputi E.coli, Klebsiella, Enterobacter dan Salmonella tetapi tidak terhadap
Pseudomonas. Temosilin aktif melawan bakteri gram-negatif, termasuk penghasil
beta-laktamase. Namun, tidak aktif melawan Pseudomonas atau
Acinetobacter.(6)

Interaksi. Penisilin menginaktivasi aminoglikosida bila dicampur pada larutan


yang sama. Toksisitas. Secara umum, penisilin merupakan obat yang sangat aman.
Hipersensitivitas (ruam kulit (sering), urtikaria, anafilaksis), ensefalopati, dan nefritis
tubulointerstitial dapat terjadi. Ampisilin juga dapat menyebabkan rash
hipersensitivitas pada sekitar 90% pasien dengan infeksius mononukleosa yang
menerima obat ini. Co-amoxiclav dan flukloksaklin dapat menyebabkan jaundice
kolestatik 6 kali lebih sering dibandingkan amoksisilin.(6)

Aktivitas Terhadap Bakteri Anaerob


Penisilin G efektif melawan Peptostreptococcus spp., sebagian besar Clostridium
spp. dan basil non-spora anaerob, dan sebagian besar basil gram-negatif anaerob non-
beta-laktamase producing (mis., Bacteroides, Fusobacterium, Prevotella dan
Porphyromonas spp.). Basil gram-negatif anaerob yang menunjukkan peningkatan
resistensi meliputi : Fusobacterium, Prevotella, dan Porphyromonas spp., P.bivia,
P.disiens, Bilophila wadsworthia dan Bacteroides splanchinus. Resisten penisilin
melalui produksi beta-laktamase oleh C.ramosum, C.clostridioforme dan C.butyricum
juga telah diamati.(1)
Ampisilin dan amoksisilin juga sama dengan penisilin G, tetapi penisilin
semisintetik lebih kurang efektif. Metisilin, nafsilin, dan isoxazolyl penisilin
(oksasilin, cloksasilin, dicloksasilin) memiliki kerja yang tidak bisa diprediksi dan
dibawah penisilin G.(1)
Terapi penisilin dapat menjadi tidak efektif dengan adanya bakteri penghasil
beta-laktamase. Kombinasi inhibitor beta-laktamase (mis., asam clavulanat,
sulbaktam, tazobaktam) dengan antibiotik beta-laktam (ampisilin, amoksisilin,
tikarsilin atau piperacilin) dapat mengatasi fenomena ini. Mekanisme lain resistensi
meliputi perubahan pada kanal porin, dan perubahan pada protein pengikat
penisilin.(1)
Pada konsentrasi yang tinggi, tikarsilin, piperacilin, dan mezlocilin memiliki
kerja yang baik melawan Enterobacteriaceae dan sebagian besar anaerob; Namun,
sekitar sepertiga kelompok B.fragilis resisten.(1)

Tabel 2. Aktivitas Anaerob Golongan Penisilin (7)


Kelompok Penisilin Parenteral Oral Aktivitas Anaerob
Penisilin alami Penisilin G Penisilin V Clostridia spp. (kec. C.
difficile), Actinomyces
israelii

Penisilin antistaphylococcal Nafsilin, oksasilin Dikloksasilin -


Aminopenisilin Ampisilin Amoksisilin, Clostridia spp. (kec. C.
Ampisilin difficile), Actinomyces
israelii
Aminopenisilin + Beta- Ampisilin-sulbactam Amoksisilin- Clostridia spp. (kec. C.
laktamase inhibitor clavulanat difficile), Actinomyces
israelii, Bacteroides spp.
Penisilin spektrum-luas Piperasilin, tikarsilin - Clostridia spp. (kec. C.
difficile), beberapa
Bacteroides spp.
Penisilin spektrum luas + Piperasilin-tazobaktam, - Clostridia spp. (kec. C.
beta-laktamase inhibitor tikarsilin-klavulanat difficile), Bacteroides spp.

b. Sefalosporin
Sefalosporin memiliki manfaat yang lebih banyak dibandingkan penisilin yaitu
bahwa golongan obat ini resisten terhadap penisilinase (tetapi tetap inaktif terhadap
staphylococci yang resisten metisilin) dan memiliki rentang kerja luas yang meliputi
organisme baik gram-negatif dan gram-positif, kecuali enterococci dan bakteri
anaerob. Ceftazidime dan cefpirome efektif melawan Pseudomonas aeruginosa.(6)
Sama halnya dengan antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin juga bekerja dengan
menempel dan menghambat PBPs, sehingga mencegah sintesis peptidoglikan.(7)
Indikasi. Antibiotik spektrum luas yang poten ini bermanfaat untuk terapi infeksi
sistemik berat. Obat ini dapat digunakan untuk sepsis pada pasien post-operasi dan
imunocompromised, serta meningitis, dan sepsis intra-abdominal, tetapi sudah banyak
juga digantikan dengan agen bakteri lain karena terkait dengan diare yang disebabkan
oleh Clostridium difficile.(6)
Interaksi sefalosporin relatif sedikit. Toksisitas obat ini sama dengan penisilin
namun lebih jarang terjadi. Beberapa pasien sekitar 10%, alergi pada kedua golongan
obat ini. Sefalosporin generasi awal dapat menyebabkan kerusakan tubular proksimal,
meskipun derivat yang lebih baru efek samping nefrotoksiknya sudah lebih
berkurang. Generasi kedua dan ketiga sangat kuat dihubungkan dengan kejadian diare
yang terkait C.difficile, sehingga antibiotik alternatif sebaiknya digunakan bila
memungkinkan.(6,8)

Aktivitas Terhadap Bakteri Anaerobik


Generasi pertama sefalosporin memiliki kerja yang sama dengan penisilin G
dalam melawan anaerob. Kelompok B.fragilis, Prevotella, dan Porphyromonas
resisten terhadap sefalosporin generasi pertama melalui produksi sefalosporinase.
Cefoxitin adalah sefalosporin yang paling efektif melawan kelompok B.fragilis,
meskipun 5-15% mungkin resisten. Obat ini tidak efektif terhadap clostridia, kecuali
C.perfringen.(1) Pada penelitian pola sensitivitas bakteri yang berasal dari daerah
infeksi karena operasi, didapatkan 61,5% isolat B.fragilis dan 100% C.perfringens
sensitif terhadap cefoxitin.(9)
Cefotetan dan Cefmetazole, yang merupakan sefalosporin generasi kedua
memiliki waktu paruh yang lebih lama dibandingkan cefoxitin. Obat ini efektif
melawan B.fragilis, tetapi kurang efektif melawan anggota kelompok B.fragilis lain.
Cefotetan sudah tidak direkomendasikan lagi untuk terapi infeksi intra-abdominal.(1)

Tabel 3. Aktivitas Sefalosporin Terhadap Anaerob (7)


Generasi Parenteral Oral Aktivitas Anaerob
Generasi pertama Cefazolin Cefadroksil, cefaleksin Aktivitas buruk - sedang

Generasi kedua Cefotetan Cefaclor, cefprozil, Cefoksitin dan cefotetan 


Cefoksitin cefuroxime axetil, aktivitas sedang (bisa untuk
Cefuroksim loracarbef beberapa anaerob seperti
B.fragilis
Generasi ketiga Sefotaksim Cefdinir, cefditoren, Aktivitas rendah
Seftazidim cefpodoksim proksetil,
Seftriakson ceftibuten, cefixime
Generasi keempat Cefepim - Aktivitas sangat terbatas
Generasi kelima Ceftaroline - Aktif terhadap bakteri anaerobik
gram-positif (Beberapa
Clostridium spp.), tetapi tidak
aktif terhadap bakteri anaerob
gram-negatif

c. Karbapenem
Karbapenem adalah semisintetik beta-laktam dan meliputi imipenem,
meropenem, doripenem dan ertapenem. Golongan obat ini, pada saat ini merupakan
antibiotik dengan spektrum yang paling luas, sehingga sangat aktif terhadap mayoritas
bakteri gram-positif dan gram-negatif, serta bakteri anaerob. Indikasi penggunaanya
adalah pada infeksi nosokomial berat, dimana dicurigai terjadi multiresisten pada
basil gram-negatif atau infeksi campuran aerob dan anaerob. Toksisitasnya sama
dengan antibiotik golongan beta-laktam lainnya. Mual, muntah dan diare terjadi pada
kurang dari 5% kasus. Imipenem dapat menyebabkan kejang dan sebaiknya tidak
digunakan untuk terapi meningitis. Meropenem lebih aman untuk indikasi ini.(6)
Karbapenem memiliki kerja yang sangat baik terhadap bakteri aerob dan anaerob
dan sering diberikan pada infeksi-infeksi yang berat. Resistensi B.fragilis jarang (<1%
resisten karbapenem diantara anaerob (1,1-2,5%) ditemukan pada saat survey
multisenter di AS. Tingkat yang lebih tinggi (7-12%) tercatat pada sejumlah kecil
isolat dari Taiwan. Ertapenem memiliki efek yang sama tetapi tidak aktif melawan
Pseudomonas spp. dan Acinetobacter spp.(1)

Tabel 4. Aktivitas karbapenem terhadap anaerobik(7)


Parenteral Aktivitas Anaerob
Imipenem /cilastin Aktivitas sangat baik terhadap bakteri anaerob (kec. C.difficile)

Meropenem B.fragilis dan sebagian besar bakteri anaerob lainnya


Doripenem
Ertapenem

d. Kloramfenikol
Kloramfenikol bekerja melalui kompetisi dengan mRNA, dimana obat ini akan
berikatan dengan subunit 50S ribosom, sehingga memblok ikatan tRNA,
mengakibatkan terhambatnya produksi protein.(7)
Kloramfenikol memiliki kerja in-vitro yang sangat baik dalam melawan sebagian
besar anaerob, dan resisten biasanya tidak umum terjadi. Kloramfenikol adalah salah
satu antibiotik yang paling efektif dalam melawan bakteri anaerob, baik gram-positif
maupun anaerob gram-negatif. Obat ini dapat digunakan untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis dan beberapa Clostridium spp.(7)
Kelarutan lipid yang baik oleh obat ini memungkinkan untuk penetrasi melewati
barier lipid dan dapat mencapai konsentrasi yang tinggi di LCS. Kloramfenikol
meningkatkan aktivitas antikoagulan, fenitoin dan beberapa agen hipoglikemik oral.
Toksisitasnya jarang tetapi dapat fatal, yaitu menyebabkan anemia aplastik dan
leukopenia dose-dependent, sehingga membatasi penggunaan obat ini.(1,6)
e. Klindamisin
Mekanisme kerja klindamisin sama dengan kloramfenikol, yaitu berikatan
dengan subunit 50S ribosom bakteri dan menghambat sintesis protein. Aktivitas kerja
obat ini meliputi bakteri aerob gram-positif dan bakteri anaerob. Secara khusus, obat
ini aktif terhadap staphylococci dan streptococci, termasuk beberapa strain community
acquired MRSA. Demikian juga, obat ini memiliki aktivitas yang relatif luas
melawan bakteri anaerob, meskipun beberapa B.fragilis dan strain clostridium
resisten.(7)
B.fragilis yang resisten terhadap klindamisin mulai meningkat di seluruh dunia
dan mencapai sekitar 40% di beberapa lokasi. Obat ini tidak lagi direkomendasikan
sebagai terapi empirik untuk infeksi intra-abdominal. Sekitar 10% kejadian
dilaporkan pada organisme Prevotella, Fusobacterium, Porphyromonas, dan
Peptostreptococcus spp., dengan tingkat yang lebih tinggi untuk beberapa Clostridium
spp. (yang paling banyak C.difficile).(1)
Toksisitas utama klindamisin yang kemudian membatasi penggunaannya adalah
terjadinya colitis akibat C.difficile, yang ditemukan pada 0,01% sampai 10% individu
yang diterapi dengan obat ini. Klindamisin membunuh banyak komponen flora
normal di usus, sehingga menyebabkan overgrowth C.difficile yang resisten terhadap
obat ini.(1,7,8)

f. Metronidazol dan Tinidazol


Metronidazol, suatu 5-nitroimidazole, ditemukan pada tahun 1950. Antibiotik ini
sangat sering digunakan sebagai terapi untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri
anaerob. Metronidazol merupakan molekul kecil yang dapat secara pasif berdifusi ke
dalam bakteri. Komponen yang penting pada struktur obat ini adalah kelompok nitro,
seperti terlihat pada gambar.(7) Kelompok tersebut harus direduksi agar metronidazol
menjadi aktif. Sebagai bagian dari metabolisme, bakteri anaerob memiliki protein
transpor elektron dengan potensi redoks rendah, yang dapat mendonasikan elektron ke
kelompok nitro ini, sementara bakteri aerob tidak memiliki protein ini. Untuk alasan
ini, maka spektrum metronidazol memiliki aktivitas yang terbatas pada bakteri
anaerob obligat dan beberapa bakteri mikroaerofilik. Saat terjadi reduksi, maka
kelompok nitro tersebut akan membentuk radikal bebas yang menyebabkan kerusakan
molekul DNA dan akhirnya kematian bakteri.(7)
Resistensi pada metronidazol jarang diantara bakteri anaerob obligat. Bila
resisten terjadi, diperkirakan akibat penurunan kapasitas protein transport elektron
untuk mengurangi kelompok nitro. Resisten diantara kelompok B.fragilis jarang.(2,7)
Metronidazol tersedia dalam bentuk oral dan IV. Metronidazol oral sangat baik
diabsorbsi dan menghasilkan level serum yang sebanding dengan pemberian
intravena.(7)
Metronidazol efektif melawan hampir semua bakteri anaerob gram-negatif,
termasuk B.fragilis, dan sebagian besar bakteri anaerob gram-positif, termasuk
Clostridium spp. Obat ini merupakan satu dari sedikit antibiotik yang memiliki
aktivitas melawan C.difficile dan merupakan terapi pilihan untuk infeksi yang
disebabkan oleh organisme ini.(7) Namun, obat-obat ini tidak efektif terhadap aerob
dan fakultatif. Streptococci mikroaerofilik, P.acnes dan Actinomyces sering resisten,
dan seringnya diperlukan penambahan antimikroba agar dapat efektif melawan
organisme ini. (1,10)

Gambar 1. Struktur Metronidazol(7)

Toksisitas. Metronidazol relatif ditoleransi dengan baik, tetapi dikaitkan dengan


beberapa toksisitas minor, seperti mual dan rasa tidak nyaman pada epigastrium. Obat
ini juga menyababkan rasa tidak nyaman yaitu rasa metalik. Kadang-kadang, ada juga
keluhan neurologis meliputi sakit kepala, pusing, dan neuropati perifer.(7, 11) Mulai
banyak kekhawatiran mengenai efek karsinogenik dan mutagenik karena obat ini;
namun, efek ini ditemukan hanya pada satu spesies tikus dan tidak pernah dibuktikan
pada mamalia lain atau manusia.(1)

g. Makrolida (Eritromisin, Azitromisin, Klaritromisin)


Mekanisme kerja golongan obat ini adalah dengan menghambat sintesis protein
melalui kerjanya yang mengganggu fungsi ribosom.(6) Makrolida memiliki kerja
sedang hingga baik dalam melawan anaerob selain kelompok B.fragilis. Obat-obat ini
aktif terhadap Prevotella berpigmen dan Porphyromonas spp. dan streptococci
mikroaerofilik, basil gram-positif anaerob yang tidak membentuk spora, dan beberapa
clostridia. Obat ini kurang efektif terhadap Fusobacterium dan Peptostreptococcus
spp, namun aktif melawan C.perfringens dan kerjanya buruk atau inkonsisten pada
basil gram-negatif anaerob. Klaritromisin merupakan obat yang paling aktif diantara
makrolida dalam melawan anaerob gram-positif, meliputi Actinomyces,
Propionibacterium, Lactobacillus spp. dan Bifidobacterium dentium. Munculnya
isolat resisten eritromisin selama terapi telah didokumentasi.(1)
Eritromisin dan makrolida lain berinteraksi dengan teofilin, karbamazepin,
digoksin dan siklosporin, sehingga terkadang perlu menyesuaikan dosis obat-obat ini.
Toksisitas obat ini dapat berupa diare, muntah, nyeri abdomen, yang merupakan efek
samping utama eritromisin (lebih sedikit pada klaritromisin dan azitromisin).
Makrolida juga bisa menyebabkan jaundice cholestatic meski jarang, setelah
pemberian dalam jangka panjang.(6,11)

h. Glikopeptida (Vankomisin, Teikoplanin)


Glikopeptida merupakan antibiotik yang aktif melawan bakteri gram-positif dan
bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel. Vankomisin menghambat
polimerase peptidoglikan dan reaksi transpeptidase dengan membentuk kompleks
dengan bagian terminal D-alanyl-D-alanine pada unit prekursor peptida.(6,10,12)
Glikopeptida efektif melawan anaerob gram-positif (termasuk C.difficile), dan
inaktif terhadap basil gram-negatif anaerob.(1)
Vankomisin dapat menyebabkan kerusakan pendengaran, terutama bila diberikan
bersamaan dengan aminoglokosida. Selain itu juga bisa menyebabkan nefrotoksik
(teikoplanin sedikit efek nefrotoksiknya). Infus yang cepat dikaitkan dengan kejadian
sindrom “red man”, dimana pasien akan mengalami pruritus dan rash eritematosus
pada wajah, leher, dan tubuh bagian atas. Sindrom ini sebenarnya bukan alergi yang
sebenarnya dan seringnya bisa dicegah dengan pemberian infus dengan pelan.
Netropenia juga bisa terjadi, namun jarang.(6,7)
Tabel 5. Aktivitas Antimikroba Glikopeptida(7)

i. Tetrasiklin
Tetrasiklin jarang digunakan karena terjadinya resisten pada sebagian besar
bakteri anaerob. Resisten terhadap P.acnes telah dihubungkan dengan penggunaan
sebelumnya. Analog tetrasiklin terbaru yaitu doksisiklin dan minosiklin memiliki
efikasi yang lebih baik. Karena resisten yang signifikan tersebut, maka obat-obat ini
dapat digunakan hanya bila isolat sensitif atau pada infeksi yang tidak berat dimana
memungkinkan dilakukan therapeutic trial.(1)

j. Tigesiklin
Glisilsiklin aktif melawan bakteri aerob dan anaerob dan patogen tertentu yang
resisten obat. Obat ini aktif terhadap kelompok Streptococcus anginosus (termasuk
S.anginosus, S.intermedius, dan S.constellatus), kelompok B.fragilis, C.perfringens,
C.difficile, dan Parvimonas micra. Resistensi anggota dari kelompok B.fragilis adalah
3,3% sampai 7,2%.(1)

k. Florokuinolon
Mekanisme kerja florokuinolon adalah dengan menghambat enzim bakteri,
gyrase DNA yang penting untuk mensintesis DNA dan replikasi bakteri. Resistensi
terhadap florokuinolon umumnya akibat mutasi pada gyrase DNA sehingga
mengurangi ikatan florokuinolon dengan enzim.(13)
Siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin, fleroksasin, perfloksasin, enoksasin dan
lomefloksasin tidak terlalu aktif terhadap bakteri-bakteri anaerob. Sparfloksasin,
grepafloksasin, trovafloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin dianggap memiliki
aktivitas antianaerobik. Monoterapi moksifloksasin telah digunakan pada infeksi
intra-abdominal pada pasien dewasa. Namun, kekhawatiran mengenai bertambahnya
angka resistensi kelompok E.coli dan B.fragilis mengurangi keefektifannya.(1)
Penggunaan kuinolon dilarang pada anak-anak dalam masa perkembangan dan
selama kehamilan karena kemungkinan efek samping pada kartilago.(1,13)

l. Agen Lain
Basitrasin efektif melawan Prevotella berpigmen dan Porphyromonas spp. dan
tidak efektif terhadap B.fragilis dan Fusobacteria. Quinupristine, dalfopristine aktif
melawan C.perfringens, Lactobacillus dan Peptostreptococcus spp.. Linezolid aktif
melawan Fusobacterium, Porphyromonas, Prevotella dan Peptostreptococcus spp.(1)

IV. Pemilihan Antimikroba


Antimikroba parenteral (tabel 6 dan 7) meliputi metronidazol, penisilin (mis.,
tikarsilin, ampisilin, piperasilin) ditambah inhibitor beta-laktamase (mis., asam
klavulanat, sulbaktam, tazobaktam). Agen-agen yang efektif melawan basil enterik
gram-negatif (mis., aminoglikosida, florokuinolon) atau sefalosporin
antipseudomonas (mis., cefepim) sering ditambahkan pada terapi dengan
metronidazol untuk terapi infeksi intra-abdominal. Karbapenem (mis., imipenem,
meropenem, doripenem, ertapenem) digunakan sebagai monoterapi.(1,14,15)
Meskipun metronidazol dan karbapenem dianggap obat yang paling efektif terhadap
bakteri anaerob, namun sudah terdapat laporan peningkatan resisten oleh kedua obat
ini yang terjadi bersamaan.(5)
Penisilin bisa ditambahkan pada terapi dengan metronidazol untuk terapi infeksi
intrakranial, paru-paru dan gigi untuk melingkupi bakteri streptococci aerofilik,
Actinomyces dan Arachnia spp; Makrolida dapat ditambahkan pada terapi dengan
penisilin untuk mengobati S.aureus dan streptococci aerobik. Penisilin ditambah
dengan klindamisin untuk bisa digunakan untuk menambah lingkup kerja melawan
Peptostreptococcus spp. dan anaerob gram-positif lainnya.(1)
Tabel 6. Rekomendasi terapi antimikroba berdasarkan tempat terjadinya infeksi (1)

1, Drug(s) of choice; 2, Alternative drugs; In location proximal to the rectal and oral areas use cefoxitin.
a Therapies are given as drug(s) of choice (alternative drugs). BLPB, b-lactamase-producing bacteria; CA, clavulanic acid;
NA, not applicable; SU, sulbactam. 

b Plus aminoglycoside. 

c Plus a penicillin. 

d Plus a macrolide (i.e. erythromycin). 

e Plus doxycycline. 

f Plus a quinolone (only in adults). 


Doksisiklin ditambahkan pada sebagian besar regimen pada infeksi pelvis untuk
melingkupi Chlamydia dan Mycoplasma. Penisilin masih menjadi obat pilihan untuk
bekteriemia yang disebabkan oleh bakteri yang bukan penghasil beta-laktamase yang
sensitif. Namun, agen lain yang sebaiknya digunakan untuk terapi bakteriemia yang
disebabkan oleh bakteri penghasil beta-laktamase.(1)

Tabel 7. Antimikroba pilihan untuk bakteri anaerob (1)

Oleh karena durasi terapi seringnya lebih panjang dibandingkan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri aerobik dan fakultatif, maka terapi parenteral sering
disubstitusi dengan terapi oral. Antimikroba yang tersedia untuk terapi per-oral adalah
amoksisilin dengan asam klavulanat, klindamisin, kloramfenikol dan metronidazol.
Durasi terapi pada infeksi yang uncomplicated umumnya 2 sampai 4 minggu.
Beberapa infeksi (mis., osteomielitis) memerlukan terapi yang lebih panjang.
Beberapa kasus, seperti abses paru-paru, lama terapi bisa selama 6 sampai 8 minggu,
tetapi bisa dipendekkan dengan drainase melalui bedah yang tepat.(1) Pada laporan
kasus abses otak, setelah pemberian terapi menggunakan metronidazol dan
seftriakson selama kurang lebih 2 minggu, kemudian disertai juga dengan operasi
drainase, menunjukkan perbaikan keadaan pasien.(3) Penilaian klinis, pengalaman
pribadi, keamanan dan kepatuhan pasien harusnya dapat mengarahkan dokter dalam
memilih terapi antimikroba yang tepat.(1)

Kesimpulan
Bakteri anaerob merupakan penyebab yang sering ditemukan pada infeksi endogen di
seluruh bagian tubuh. Manajemen infeksi ini meliputi pemberian antimikroba yang
efektik, drainase melalui operasi dan mengobati patologi penyebab. Karena infeksi ini
seringnya bersifat polimikroba, maka antibiotik yang dipilih harus dapat mencakup
infeksi oleh kedua jenis bakteri baik aerob dan anaerob. Antimikroba yang paling
efektif melawan bakteri anaerob adalah metronidazol, karbapenem (imipenem,
meropenem, doripenem, ertapenem), kloramfenikol, kombinasi penisilin dan inhibitor
beta-laktamase (ampisilin atau tikarsilin plus klavulanat, amoksisilin plus sulbaktam,
dan piperasilin plus tazobaktam), tigesiklin, cefoxitin dan klindamisin.
Daftar Pustaka
1. Brook I. Spectrum and treatment of anaerobic infections. J Infect Chemother.
2016; 22:1-13.
2. Kononen E. Anaerobic cocci and anaerobic gram-positive nonsporulating bacilli.
In: Bennett JE, Dolin R, Blaser ML, editors. Mandell, Douglas, and Bennett’s;
Principles and practice of infectious diseases. 8th ed. Philadelphia : Elsevier
Saunders; 2015. p. 2781-85.
3. Bogdan M, Atalic VZ, Hecimovic I, Vukovic D. Brain abscess due to
Aggregatibacter aphrophilus and Bacteroides uniformis. Acta Medica
Academica. 2015;44(2):181-185.
4. Ahmed Z, Bansal SK, Dhillon S. Pyogenic liver abscess caused by
Fusobacterium in a 21-year-old immunocompetent male. World Journal of
Gastroenterology. 2015; 21(12): 3731-3735.
5. Salipante SJ, Kalapila A, Pottinger PS, Hoogestraat, et.al. Characterization of a
multidrug-resistant, novel bacteroides genomospecies. Emerging Infectious
Diseases. 2015;21(1): 95-98
6. Kumar P, Clark M. Kumar and Clark's; Clinical medicine. 8th ed. New York:
Saunders Elsevier; 2012. p. 85-92
7. Hauser AR. Antibiotic basics for clinicians. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2013. p. 18-92.
8. Johanesen PA, Mackin KE, Hutton ML, et,al. Disruption of the gut microbiome:
Clostridium difficile infection and the threat of antibiotic resistance. Genes
journal. 2015; 6:1347-1360.
9. Akhi MT, Ghotaslou R, Beheshtirouy S, Asgharzadeh M, et.al. Antibiotic
susceptibility patternof aerobic and anaerobic bacteria isolated from surgical site
infection of hospitalized patients. Jundishapur J Mirobiol. 2015;8(7):1-6.
10. Finberg RW, Guharoy R. Clinical use of anti-infective agents. New York:
Springer; 2012. p. 67-68.
11. Deck DH, Winston LG. Tetracyclines, macrolides, clindamycin,
chloramphenicol, streptogramins, and oxazolidinones. In: Katzung BG, Trevor
AJ, editors. Basic and clinical pharmacology. 13th ed. New York: McGraw-Hill
Education; 2015. p. 1086-1089.
12. Wilson BA, Salyers AA, Whitt DD, Winkler ME. Bacterial pathogenesis; A
molecular approach. 3rd ed. USA: ASM Press; 2011. p. 347-60.
13. Hitner H, Nagle B. Pharmacology, an Introduction. 6th ed. New York: McGraw-
Hill; 2012. p. 725-26.
14. Reed KL, Anand BS,et al. Antibiotic Therapy for Peritonitis Treatment
Overview, Medscape http://emedicine.medscape.com/article/1926162, Updated:
Aug 10, 2014.
15. Brook I, Wexler HM, Goldstein EJC. Antianaerobic antimicrobials: spectrum and
susceptibility testing. Clinical Microbiology Review. 2013; 26: 526-546.

Vous aimerez peut-être aussi