Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ANTI-ANAEROB
Oleh :
Veronica Patricia Tanod
Pembimbing :
Prof. dr. Agus Sjahrurachman, PhD, SpMK(K)
Agent Comments
a. Penisilin
Mekanisme Kerja. Beta-laktam memblok pembentukan mukopeptida dinding sel
bakteri dengan mengikat dan menginaktivasi penicillin-binding proteins (PBPs), yang
merupakan peptidase yang terlibat dalam tahap akhir pembentukan dan pembelahan
dinding sel. Meticillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) memiliki afinitas
PBP yang rendah sehingga dapat mempertahankan aktivitas peptidasenya bahkan
dengan adanya konsentrasi metisilin yang tinggi. Banyak bakteri mengembangkan
kemampuannya untuk memproduksi penisilinase dan beta-laktamase untuk
menginaktivasi obat-obat kelas ini. Belakangan telah muncul organisme-organisme
gram-negatif penghasil beta-laktamase spektrum luas (ESBL), menyebabkan bakteri
ini berpotensi menjadi resistan terhadap semua antibiotik beta-laktam.(6)
Indikasi :
1. Benzilpenisilin hanya dapat diberikan parenteral dan masih digunakan sebagai
obat pilihan untuk beberapa infeksi berat. Namun, karena meningkatnya
resistensi antibiotik, sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi pada infeksi
berat tanpa konfirmasi laboratorium bahwa organisme tersebut sensitif penisilin.
Penggunaan obat ini diantaranya infeksi streptokokal (mis.endokarditis infektif),
necrotizing fasciitis dan gas gangren, actinomyces, antraks dan infeksi
spirochaeta (sifilis, yaws).
2. Fenoksimetilpenisilin (penisilin V) merupakan sediaan oral yang terutama
digunakan untuk terapi faringitis streptokokal dan sebagai profilaksis demam
rematik. Flukloksasilin digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh
staphylococci penghasil beta-laktamase (penisilinase)- dan tetap menjadi obat
pilihan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh metisilin-sensitif S.aureus
(MSSA).
3. Ampisilin sensitif terhadap beta-laktamase, tetapi aktivitas antimikrobanya
meliputi streptococci, pneumococci dan enterococci serta organisme gram-negatif
seperti Salmonella spp., Shigella spp., E.coli, H.influenzae dan Proteus spp.
Namun, resistensi obat telah mengurangi efikasi obat ini terhadap gram-negatif.
Umumnya obat ini banyak digunakan untuk terapi infeksi saluran napas.
Amoksisilin memiliki kerja yang sama dengan ampisilin, tetapi lebih baik
diabsorpsi bila diberikan per-oral.
4. Penisilin spektrum-luas, tikarsilin, aktif terhadap infeksi Pseudomonas.
5. Asam klavulanat merupakan inhibitor kuat pada banyak beta-laktamase yang
dihasilkan bakteri dan bila diberikan dalam kombinasi dengan agen efektif
lainnya seperti amoksisilin (co-amoksiklav) atau tikarsilin, dapat memperluas
spektrum kerja obat. Sulbaktam bekerja dengan cara yang sama dan dapat
dikombinasi dengan ampisilin, sementara tazobaktam bila dikombinasikan
dengan piperasilin efektif pada appendicitis, peritonitis, penyakit inflamasi pelvis
dan infeksi kulit yang complicated. Kombinasi penisilin beta-laktamase juga aktif
melawan staphylococci penghasil beta-laktamase.
6. Pivmecillinam memiliki aktivitas yang signifikan terhadap bakteri gram-negatif
meliputi E.coli, Klebsiella, Enterobacter dan Salmonella tetapi tidak terhadap
Pseudomonas. Temosilin aktif melawan bakteri gram-negatif, termasuk penghasil
beta-laktamase. Namun, tidak aktif melawan Pseudomonas atau
Acinetobacter.(6)
b. Sefalosporin
Sefalosporin memiliki manfaat yang lebih banyak dibandingkan penisilin yaitu
bahwa golongan obat ini resisten terhadap penisilinase (tetapi tetap inaktif terhadap
staphylococci yang resisten metisilin) dan memiliki rentang kerja luas yang meliputi
organisme baik gram-negatif dan gram-positif, kecuali enterococci dan bakteri
anaerob. Ceftazidime dan cefpirome efektif melawan Pseudomonas aeruginosa.(6)
Sama halnya dengan antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin juga bekerja dengan
menempel dan menghambat PBPs, sehingga mencegah sintesis peptidoglikan.(7)
Indikasi. Antibiotik spektrum luas yang poten ini bermanfaat untuk terapi infeksi
sistemik berat. Obat ini dapat digunakan untuk sepsis pada pasien post-operasi dan
imunocompromised, serta meningitis, dan sepsis intra-abdominal, tetapi sudah banyak
juga digantikan dengan agen bakteri lain karena terkait dengan diare yang disebabkan
oleh Clostridium difficile.(6)
Interaksi sefalosporin relatif sedikit. Toksisitas obat ini sama dengan penisilin
namun lebih jarang terjadi. Beberapa pasien sekitar 10%, alergi pada kedua golongan
obat ini. Sefalosporin generasi awal dapat menyebabkan kerusakan tubular proksimal,
meskipun derivat yang lebih baru efek samping nefrotoksiknya sudah lebih
berkurang. Generasi kedua dan ketiga sangat kuat dihubungkan dengan kejadian diare
yang terkait C.difficile, sehingga antibiotik alternatif sebaiknya digunakan bila
memungkinkan.(6,8)
c. Karbapenem
Karbapenem adalah semisintetik beta-laktam dan meliputi imipenem,
meropenem, doripenem dan ertapenem. Golongan obat ini, pada saat ini merupakan
antibiotik dengan spektrum yang paling luas, sehingga sangat aktif terhadap mayoritas
bakteri gram-positif dan gram-negatif, serta bakteri anaerob. Indikasi penggunaanya
adalah pada infeksi nosokomial berat, dimana dicurigai terjadi multiresisten pada
basil gram-negatif atau infeksi campuran aerob dan anaerob. Toksisitasnya sama
dengan antibiotik golongan beta-laktam lainnya. Mual, muntah dan diare terjadi pada
kurang dari 5% kasus. Imipenem dapat menyebabkan kejang dan sebaiknya tidak
digunakan untuk terapi meningitis. Meropenem lebih aman untuk indikasi ini.(6)
Karbapenem memiliki kerja yang sangat baik terhadap bakteri aerob dan anaerob
dan sering diberikan pada infeksi-infeksi yang berat. Resistensi B.fragilis jarang (<1%
resisten karbapenem diantara anaerob (1,1-2,5%) ditemukan pada saat survey
multisenter di AS. Tingkat yang lebih tinggi (7-12%) tercatat pada sejumlah kecil
isolat dari Taiwan. Ertapenem memiliki efek yang sama tetapi tidak aktif melawan
Pseudomonas spp. dan Acinetobacter spp.(1)
d. Kloramfenikol
Kloramfenikol bekerja melalui kompetisi dengan mRNA, dimana obat ini akan
berikatan dengan subunit 50S ribosom, sehingga memblok ikatan tRNA,
mengakibatkan terhambatnya produksi protein.(7)
Kloramfenikol memiliki kerja in-vitro yang sangat baik dalam melawan sebagian
besar anaerob, dan resisten biasanya tidak umum terjadi. Kloramfenikol adalah salah
satu antibiotik yang paling efektif dalam melawan bakteri anaerob, baik gram-positif
maupun anaerob gram-negatif. Obat ini dapat digunakan untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis dan beberapa Clostridium spp.(7)
Kelarutan lipid yang baik oleh obat ini memungkinkan untuk penetrasi melewati
barier lipid dan dapat mencapai konsentrasi yang tinggi di LCS. Kloramfenikol
meningkatkan aktivitas antikoagulan, fenitoin dan beberapa agen hipoglikemik oral.
Toksisitasnya jarang tetapi dapat fatal, yaitu menyebabkan anemia aplastik dan
leukopenia dose-dependent, sehingga membatasi penggunaan obat ini.(1,6)
e. Klindamisin
Mekanisme kerja klindamisin sama dengan kloramfenikol, yaitu berikatan
dengan subunit 50S ribosom bakteri dan menghambat sintesis protein. Aktivitas kerja
obat ini meliputi bakteri aerob gram-positif dan bakteri anaerob. Secara khusus, obat
ini aktif terhadap staphylococci dan streptococci, termasuk beberapa strain community
acquired MRSA. Demikian juga, obat ini memiliki aktivitas yang relatif luas
melawan bakteri anaerob, meskipun beberapa B.fragilis dan strain clostridium
resisten.(7)
B.fragilis yang resisten terhadap klindamisin mulai meningkat di seluruh dunia
dan mencapai sekitar 40% di beberapa lokasi. Obat ini tidak lagi direkomendasikan
sebagai terapi empirik untuk infeksi intra-abdominal. Sekitar 10% kejadian
dilaporkan pada organisme Prevotella, Fusobacterium, Porphyromonas, dan
Peptostreptococcus spp., dengan tingkat yang lebih tinggi untuk beberapa Clostridium
spp. (yang paling banyak C.difficile).(1)
Toksisitas utama klindamisin yang kemudian membatasi penggunaannya adalah
terjadinya colitis akibat C.difficile, yang ditemukan pada 0,01% sampai 10% individu
yang diterapi dengan obat ini. Klindamisin membunuh banyak komponen flora
normal di usus, sehingga menyebabkan overgrowth C.difficile yang resisten terhadap
obat ini.(1,7,8)
i. Tetrasiklin
Tetrasiklin jarang digunakan karena terjadinya resisten pada sebagian besar
bakteri anaerob. Resisten terhadap P.acnes telah dihubungkan dengan penggunaan
sebelumnya. Analog tetrasiklin terbaru yaitu doksisiklin dan minosiklin memiliki
efikasi yang lebih baik. Karena resisten yang signifikan tersebut, maka obat-obat ini
dapat digunakan hanya bila isolat sensitif atau pada infeksi yang tidak berat dimana
memungkinkan dilakukan therapeutic trial.(1)
j. Tigesiklin
Glisilsiklin aktif melawan bakteri aerob dan anaerob dan patogen tertentu yang
resisten obat. Obat ini aktif terhadap kelompok Streptococcus anginosus (termasuk
S.anginosus, S.intermedius, dan S.constellatus), kelompok B.fragilis, C.perfringens,
C.difficile, dan Parvimonas micra. Resistensi anggota dari kelompok B.fragilis adalah
3,3% sampai 7,2%.(1)
k. Florokuinolon
Mekanisme kerja florokuinolon adalah dengan menghambat enzim bakteri,
gyrase DNA yang penting untuk mensintesis DNA dan replikasi bakteri. Resistensi
terhadap florokuinolon umumnya akibat mutasi pada gyrase DNA sehingga
mengurangi ikatan florokuinolon dengan enzim.(13)
Siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin, fleroksasin, perfloksasin, enoksasin dan
lomefloksasin tidak terlalu aktif terhadap bakteri-bakteri anaerob. Sparfloksasin,
grepafloksasin, trovafloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin dianggap memiliki
aktivitas antianaerobik. Monoterapi moksifloksasin telah digunakan pada infeksi
intra-abdominal pada pasien dewasa. Namun, kekhawatiran mengenai bertambahnya
angka resistensi kelompok E.coli dan B.fragilis mengurangi keefektifannya.(1)
Penggunaan kuinolon dilarang pada anak-anak dalam masa perkembangan dan
selama kehamilan karena kemungkinan efek samping pada kartilago.(1,13)
l. Agen Lain
Basitrasin efektif melawan Prevotella berpigmen dan Porphyromonas spp. dan
tidak efektif terhadap B.fragilis dan Fusobacteria. Quinupristine, dalfopristine aktif
melawan C.perfringens, Lactobacillus dan Peptostreptococcus spp.. Linezolid aktif
melawan Fusobacterium, Porphyromonas, Prevotella dan Peptostreptococcus spp.(1)
1, Drug(s) of choice; 2, Alternative drugs; In location proximal to the rectal and oral areas use cefoxitin.
a Therapies are given as drug(s) of choice (alternative drugs). BLPB, b-lactamase-producing bacteria; CA, clavulanic acid;
NA, not applicable; SU, sulbactam.
b Plus aminoglycoside.
c Plus a penicillin.
d Plus a macrolide (i.e. erythromycin).
e Plus doxycycline.
f Plus a quinolone (only in adults).
Doksisiklin ditambahkan pada sebagian besar regimen pada infeksi pelvis untuk
melingkupi Chlamydia dan Mycoplasma. Penisilin masih menjadi obat pilihan untuk
bekteriemia yang disebabkan oleh bakteri yang bukan penghasil beta-laktamase yang
sensitif. Namun, agen lain yang sebaiknya digunakan untuk terapi bakteriemia yang
disebabkan oleh bakteri penghasil beta-laktamase.(1)
Oleh karena durasi terapi seringnya lebih panjang dibandingkan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri aerobik dan fakultatif, maka terapi parenteral sering
disubstitusi dengan terapi oral. Antimikroba yang tersedia untuk terapi per-oral adalah
amoksisilin dengan asam klavulanat, klindamisin, kloramfenikol dan metronidazol.
Durasi terapi pada infeksi yang uncomplicated umumnya 2 sampai 4 minggu.
Beberapa infeksi (mis., osteomielitis) memerlukan terapi yang lebih panjang.
Beberapa kasus, seperti abses paru-paru, lama terapi bisa selama 6 sampai 8 minggu,
tetapi bisa dipendekkan dengan drainase melalui bedah yang tepat.(1) Pada laporan
kasus abses otak, setelah pemberian terapi menggunakan metronidazol dan
seftriakson selama kurang lebih 2 minggu, kemudian disertai juga dengan operasi
drainase, menunjukkan perbaikan keadaan pasien.(3) Penilaian klinis, pengalaman
pribadi, keamanan dan kepatuhan pasien harusnya dapat mengarahkan dokter dalam
memilih terapi antimikroba yang tepat.(1)
Kesimpulan
Bakteri anaerob merupakan penyebab yang sering ditemukan pada infeksi endogen di
seluruh bagian tubuh. Manajemen infeksi ini meliputi pemberian antimikroba yang
efektik, drainase melalui operasi dan mengobati patologi penyebab. Karena infeksi ini
seringnya bersifat polimikroba, maka antibiotik yang dipilih harus dapat mencakup
infeksi oleh kedua jenis bakteri baik aerob dan anaerob. Antimikroba yang paling
efektif melawan bakteri anaerob adalah metronidazol, karbapenem (imipenem,
meropenem, doripenem, ertapenem), kloramfenikol, kombinasi penisilin dan inhibitor
beta-laktamase (ampisilin atau tikarsilin plus klavulanat, amoksisilin plus sulbaktam,
dan piperasilin plus tazobaktam), tigesiklin, cefoxitin dan klindamisin.
Daftar Pustaka
1. Brook I. Spectrum and treatment of anaerobic infections. J Infect Chemother.
2016; 22:1-13.
2. Kononen E. Anaerobic cocci and anaerobic gram-positive nonsporulating bacilli.
In: Bennett JE, Dolin R, Blaser ML, editors. Mandell, Douglas, and Bennett’s;
Principles and practice of infectious diseases. 8th ed. Philadelphia : Elsevier
Saunders; 2015. p. 2781-85.
3. Bogdan M, Atalic VZ, Hecimovic I, Vukovic D. Brain abscess due to
Aggregatibacter aphrophilus and Bacteroides uniformis. Acta Medica
Academica. 2015;44(2):181-185.
4. Ahmed Z, Bansal SK, Dhillon S. Pyogenic liver abscess caused by
Fusobacterium in a 21-year-old immunocompetent male. World Journal of
Gastroenterology. 2015; 21(12): 3731-3735.
5. Salipante SJ, Kalapila A, Pottinger PS, Hoogestraat, et.al. Characterization of a
multidrug-resistant, novel bacteroides genomospecies. Emerging Infectious
Diseases. 2015;21(1): 95-98
6. Kumar P, Clark M. Kumar and Clark's; Clinical medicine. 8th ed. New York:
Saunders Elsevier; 2012. p. 85-92
7. Hauser AR. Antibiotic basics for clinicians. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2013. p. 18-92.
8. Johanesen PA, Mackin KE, Hutton ML, et,al. Disruption of the gut microbiome:
Clostridium difficile infection and the threat of antibiotic resistance. Genes
journal. 2015; 6:1347-1360.
9. Akhi MT, Ghotaslou R, Beheshtirouy S, Asgharzadeh M, et.al. Antibiotic
susceptibility patternof aerobic and anaerobic bacteria isolated from surgical site
infection of hospitalized patients. Jundishapur J Mirobiol. 2015;8(7):1-6.
10. Finberg RW, Guharoy R. Clinical use of anti-infective agents. New York:
Springer; 2012. p. 67-68.
11. Deck DH, Winston LG. Tetracyclines, macrolides, clindamycin,
chloramphenicol, streptogramins, and oxazolidinones. In: Katzung BG, Trevor
AJ, editors. Basic and clinical pharmacology. 13th ed. New York: McGraw-Hill
Education; 2015. p. 1086-1089.
12. Wilson BA, Salyers AA, Whitt DD, Winkler ME. Bacterial pathogenesis; A
molecular approach. 3rd ed. USA: ASM Press; 2011. p. 347-60.
13. Hitner H, Nagle B. Pharmacology, an Introduction. 6th ed. New York: McGraw-
Hill; 2012. p. 725-26.
14. Reed KL, Anand BS,et al. Antibiotic Therapy for Peritonitis Treatment
Overview, Medscape http://emedicine.medscape.com/article/1926162, Updated:
Aug 10, 2014.
15. Brook I, Wexler HM, Goldstein EJC. Antianaerobic antimicrobials: spectrum and
susceptibility testing. Clinical Microbiology Review. 2013; 26: 526-546.