Vous êtes sur la page 1sur 17

Asam asetat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Asam asetat

Nama IUPAC[sembunyikan]

Asam asetat[1][2]

Nama sistematis[sembunyikan]
Asam etanoat[3]

Nama lain[sembunyikan]

Asetil hidroksida (AcOH); Asam cuka; Hidrogen asetat; Asam


metanakarboksilat; Asam asetat glasial[4][5]

Identifikasi

Singkatan AcOH

Nomor CAS 64-19-7

PubChem 176

Nomor EINECS 200-580-7

DrugBank DB03166

KEGG D00010

MeSH Acetic+acid

ChEBI 15366

ChemSpider 171

Nomor RTECS AF1225000

Kode ATC

SMILES CC(O)=O

Referensi Beilstein 506007

Referensi Gmelin 1380

3DMet B00009

Sifat

Rumus kimia C2 H4 O 2

Massa molar 60.05 g mol−1

Penampilan Cairan tak berwarna atau


kristal

Bau Menyengat/Seperti cuka

Densitas 1,049 g cm−3

Titik lebur 289 sampai 290 K


Titik didih 391 sampai 392 K

Kelarutan dalam air Dapat campur

log P -0,322

Tekanan uap 1,5 kPa (20 °C)[6]

Keasaman (pKa) 4,76[7]

Kebasaan (pKb) 9,24 (kebasaan ion asetat)

Indeks bias (nD) 1,371

Viskositas 1,22 mPa s

Momen dipol 1,74 D

Termokimia

Entalpi pembentukan -483,88--483,16 kJ·mol−1


standar (ΔfHo)

Entalpi -875,50--874.82 kJ·mol−1


pembakaran
standar ΔcHo298

Entropi molar standar(So) 158,0 J·K−1·mol−1

Kapasitas kalor (C) 123,1 J·K−1·mol−1

Bahaya

Klasifikasi EU

Indeks EU 607-002-00-6

NFPA 704

2
3
0
Frasa-R R10, R35

Frasa-S (S1/2), S23, S26, S45

Titik nyala 39 °C (closed cup)[6]

Ambang ledakan 4-16%

Batas imbas kesehatan Amerika Serikat (NIOSH):

LD50 3,31 g·kg−1, oral (mencit)

LC50 5.620 ppm (tikus, 1 jam)


16.000 ppm (tikus, 4 hr)[9]

Senyawa terkait

asam karboksilat terkait Asam format


Asam propionat

Senyawa terkait Asetaldehida

Asetamida
Anhidrida asetat
Asetonitril
Asetil klorida
Etanol
Etil asetat
Kalium asetat
Natrium asetat
Asam tioasetat

Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku


pada temperatur dan tekanan standar (25 °C, 100 kPa)

Sangkalan dan referensi

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[10] adalah senyawa kimia asam organik yang
dikenal sebagai pemberi rasa asam danaroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3–COOH,CH3COOH,
atau CH3CO2H. Asam asetat pekat (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak
berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Cuka mengandung 3–9% volume asam asetat,
menjadikannya asam asetat adalah komponen utama cuka selain air. Asam asetat berasa asam
dan berbau menyengat. Selain diproduksi untuk cuka konsumsi rumah tangga, asam asetat juga
diproduksi sebagai prekursor untuk polivinil asetat dan selulosa asetat. Meskipun digolongkan
sebagai asam lemah, asam asetat pekat bersifat korosif dan dapat menyerang kulit.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format.
Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi
sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO–. Asam asetat merupakanpereaksi kimia dan bahan
baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena
tereftalat,selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat, dengan kode aditif makanan E260, digunakan sebagai
pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagaipelunak
air. Sebagai aditif makanan, asam asetat disetujui penggunaannya di banyak negara, termasuk
Kanada[11], Uni Eropa[12], Amerika Serikat[13], Australia dan Selandia Baru[14].

Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1,5 juta ton
per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia.[15] Sebagai
pereaksi kimia, sumber hayati cukup menarik, tetapi tidak kompetitif. Cuka adalah asam asetat
encer, seringkali diproduksi melalui fermentasi dan oksidasi lanjutan etanol.

Daftar isi

[sembunyikan]

1Tata Nama

2Sejarah

3Sifat-sifat kimia

3.1Keasaman

3.2Struktur

3.3Sifat pelarut

4Reaksi Kimia

4.1Reaksi dengan senyawa anorganik

4.2Kimia organik

4.3Deteksi

4.4Turunan lain

5Biokimia

5.1Biosintesis asam asetat

6Pembuatan

6.1Karbonilasi metanol

6.2Oksidasi asetaldehida

6.3Oksidasi etilena

6.4Fermentasi oksidatif

6.5Fermentasi anaerobik

7Penggunaan

7.1Monomer vinil asetat

7.2Produksi ester
7.3Anhidrida asetat

7.4Sebagai pelarut

7.5Manfaat medis

7.6Cuka

8Dampak kesehatan dan keselamatan

9Lihat pula

10Catatan kaki

11Referensi

12Pranala luar

Tata Nama[sunting | sunting sumber]


Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama
yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata bahasa Latin: acetum, yang
berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat.[3]

Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang bebas-air
(anhidrat). Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada
16,6 °C (61,9 °F), pada suhu sedikit di bawah suhu ruang.[16]

Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat
adalah AcOH atau HOAc di mana Acberarti gugus asetil, CH3–C(=O)–. Asetat (CH3COO−)
disingkat sebagai AcO−. Ac jangan disalahartikan dengan lambang unsuraktinium (Ac).[17] Untuk
mendapatkan gambaran struktur yang lebih baik, asam asetat seringkali ditulis sebagai CH 3–
C(O)OH, CH3–C(=O)OH, CH3COOH, dan CH3CO2H. Dalam konteks reaksi asam-basa,
singatan HAc sering digunakan,[18] dengan Ac merupakan singkatan dari asetat. Asetat
adalah ion yang dihasilkan dari lepasnya H+ dari asam asetat. Nama asetat dapat pula merujuk
padagaram yang mengandung anion ini, atau suatu ester dari asam asetat.[19]

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Asam asetat yang dikristalkan

Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteriapenghasil
asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atauanggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abat ke-3
Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi
dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat),
dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan
mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat
manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu
zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada
peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.[20]

Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka
melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi keringlogam
asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut,
dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat
glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak
ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda.
Ahli kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.[20][21]

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk
pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon
tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air
menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi elektrolisis menjadi asam asetat.[22]

Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari
distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium
asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat. Pada saat itu,
Jerman memproduksi 10.000 ton asam asetat glasial, sekitar 30% dari yang digunakan untuk
produksi zat warna indigo.[20][23]

Oleh karena baik metanol dan karbon monoksida merupakan bahan baku komoditas umum,
karbonilasi metanol merupakan daya tarik tersendiri sebagai prekursor asam asetat. Henri
Dreyfus di British Celanese mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol di awal
tahun 1925.[24] Namun, kurangnya bahan praktis yang diperlukan dapat menampung campuran
reaksi korosif padatekanan tinggi (200 atm atau lebih) mematahkan komersialisasi proses ini.
Proses karbonilasi metanol komersial pertama, menggunakan kobalt sebagai katalis,
dikembangkan oleh perusahaan kimia Jerman BASF pada tahun 1963. Pada tahun 1968, katalis
berbasis rodium (cis−[Rh(CO)2I2]−) ditemukan yang dapat beroperasi secara efisien pada
tekanan rendah dengan hampir tanpa produk sampingan. Perusahaan kimia Amerika
Serikat Monsanto Company membangun pabrik pertamanya menggunakan katalis ini pada
tahun 1970, dan karbonilasi metanol dengan katalis rodium menjadi metode dominan pada
produksi asam asetat (lihat proses Monsanto). Pada akhir 1990an, perusahaan kimia BP
Chemicals mengkomersialkan katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−), dengan prekursor iridium[25] untuk
efisiensi yang lebih besar. Proses Cativa berkatalis iridium lebih ramah lingkungan dan lebih
efisien[26] dan telah menggantikan proses Monsanto.

Sifat-sifat kimia[sunting | sunting sumber]


Keasaman[sunting | sunting sumber]
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat
dapat dilepaskan sebagai ion H+(proton), melalui peroses ionisasi sebagai berikut:

Oleh karena itu, asam asetat mempunyai sifat asam. Asam asetat adalah asam
lemah monoprotik dengan nilai pKa=4,76.[27] Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Basa
konjugatnya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama
dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2,4; menandakan bahwa sekitar 0,4%
molekul asam asetat terdisosiasi.[n 1]

Struktur[sunting | sunting sumber]


Asam asetat padat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan
membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[28] Dimer juga dapat dideteksi
pada uap bersuhu 120 °C (248 °F). Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-
berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni. [29] Dimer dirusak
dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut
diperkirakan 65,0–66,0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol −1 K−1.[30] Sifat dimerisasi ini
juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya. [31]

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Sifat pelarut[sunting | sunting sumber]


Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat
memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2; sehingga ia bisa melarutkan
baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak
dan unsur-unsurseperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercampur dengan mudah
dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Dengan alkana
yang lebih tinggi (dimulai dari oktana), asam asetat tidak lagi bercampur sempurna, dan
kebercampurannya terus menurun berbanding lurus dengan kenaikan rantai n-alkana. [32] Sifat
kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas
dalam industri kimia, misalnya sebagai pelarut dalam produksi dimetil tereftalat.[15]

Reaksi Kimia[sunting | sunting sumber]


Reaksi dengan senyawa anorganik[sunting | sunting sumber]
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng,
membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga
dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang
terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir semua
garam asetat larut dengan baik dalam air. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat.
Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Karena aluminium membentuk suatu film aluminium oksida yang tahan asam sehingga
melindungi permukaannya, tangki aluminium digunakan untuk menampung dan mengangkut
asam asetat. Asetat logam dapat juga diperoleh dari asam asetat dan basa yang sesuai, seperti
dalam reaksi populer "baking soda + cuka":

Kimia organik[sunting | sunting sumber]

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat
bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan
menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau
bikarbonat. Dengan basa kuat (misalnya pereaksi organolitium), asam asetat mengalami
deprotonasi menghasilkan LiCH2CO2Li. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat
adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam
karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik. Anhidrida
asetat dibentuk melalui kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat
diperoleh melalui reaksiesterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C,
asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan air.

Deteksi[sunting | sunting sumber]


Asam asetat dapat dikenali dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam
asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang
hilang bila larutan diasamkan.[33] Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik
trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang mudah dikenali
dengan bau uapnya yang tidak menyenangkan.[34]

Turunan lain[sunting | sunting sumber]


Garam organik atau anorganik yang dihasilkan dari asam asetat antara lain:

Natrium asetat, digunakan dalam industri tekstil dan sebagai pengawet makanan (E262).

Tembaga(II) asetat, digunakan sebagai pigmen dan fungisida.

Aluminium asetat dan besi(II) asetat—sebagai mordan untuk pewarna.

Paladium(II) asetat, digunakan sebagai katalis untuk reaksi penjodohan organik seperti reaksi
Heck.

Perak asetat, digunakan sebagai pestisida.

Produk-produk asam asetat tersubstitusi mencakup:

Asam kloroasetat (monochloroacetic acid, MCA), asam dikloroasetat (ditengarai sebagai produk
sampingan), dan asam trikloroasetat. MCA digunakan dalam fabrikasipewarna indigo.

Asam bromoasetat, yang jika diesterifikasi menghasilkan pereaksi etil bromoasetat.

Asam trifluoroasetat, merupakan pereaksi umum dalam sintesis organik.

Jumlah asam asetat yang digunakan dalam aplikasi lain ini (tidak termasuk TPA) meliputi 5–10%
dari penggunaan asam asetat dunia. Namun aplikasi-aplikasi ini diperkirakan tidak tumbuh
sepesat produksi TPA.[35]

Biokimia[sunting | sunting sumber]


Pada pH fisiologis, asam asetat biasanya terionisasi sempurna
membentuk asetat. Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang
penting bagi biokimiapada hampir seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berikat
pada koenzim A menjadi senyawa yang disebut Asetil-KoA, merupakan enzim utama
bagi metabolismekarbohidrat dan lemak. Namun, asam asetat bebas memiliki konsentrasi yang
kecil dalam sel, karena asam asetat bebas dapat menyebabkan gangguan pada mekanisme
pengaturan pH sel. Berbeda dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tidak
ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida buatan
yang memiliki gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada
makanan, dan juga digunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.[36]

Asam asetat diproduksi dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya


dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada
makanan, air, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami diproduksi pada buah-
buahan/makanan yang telah basi. Asam asetat juga
terdapat pelumas vaginamanusia dan primata lainnya, berperan sebagai agen anti-bakteri.[37]

Biosintesis asam asetat[sunting | sunting sumber]


Asam asetat merupakan produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau
perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion
lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara
pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Pembuatan[sunting | sunting sumber]

Pabrik pemurnian asam asetat pada tahun 1884

Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri. Sekitar
75% asam asetat yang dibuat untuk digunakan dalam industri kimia diproduksi
melalui karbonilasi metanol, yang dijelaskan di bawah.[15] Sisanya dihasilkan melalui metode-
metode alternatif. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami,
namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka
haruslah berasal dari proses biologis.[38] Sepanjang tahun 2003–2005, produksi total asam asetat
dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya diproduksi di Amerika
Serikat. Eropa memproduksi sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang memproduksi
sekitar 0,7 Mt/a. Sebanyak 1,51 Mt/a dihasilkan melalui daur ulang, sehingga total pasar asam
asetat mencapai 6,51 Mt/a.[35][39] Sejak saat itu produksi global telah meningkat menjadi 10,7 Mt/a
(in 2010), namun selanjutnya, diperkirakan terdapat perlambatan kenaikan produksi. [40] Dua
perusahan produsen asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen besar
lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk
Etanolkemi.[41]

Karbonilasi metanol[sunting | sunting sumber]


Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi
ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat sesuai persamaan:

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, di mana reaksi itu sendiri terjadi dalam
tiga tahap. Diperlukan suatu katalis karbonil logam untuk karbonilasi (tahap 2).[38]

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O

(2) CH3I + CO → CH3COI


(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Dua proses terkait dengan karbonilasi metanol adalah: proses Monsanto dengan katalis rodium,
dan proses Cativa dengan katalis iridium. Proses Cativa lebih ramah lingkungandan lebih
efisien[26] dan telah banyak menggantikan proses sebelumnya. Jumlah katalisis air yang
digunakan dalam kedua proses cukup banyak, tetapi proses Cativa memerlukan lebih sedikit air,
sehingga reaksi pergeseran air-gas dapat ditekan dan produk sampingan yang dihasilkan juga
lebih sedikit.

Dengan mengubah kondisi reaksi, anhidrida asetat dapat juga diproduksi pada kilang yang sama
menggunakan katalis rodium.[42]

Oksidasi asetaldehida[sunting | sunting sumber]


Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi
melalui oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metode produksi
asam asetat terpenting kedua, sekalipun tidak kompetitif bila dibandingkan dengan metode
karbonilasi metanol.

Asetaldehida yang digunakan dihasilkan melalui oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi
dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara disertai dengan
beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang
selanjutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi di bawah ini.

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai
suhu setinggi mungkin namun butana masih berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar
150 °C (302 °F) dan 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam
format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga bernilai
komersial dan jika diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak
produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi kendala karena membutuhkan
biaya lebih banyak lagi.[43]

Melalui kondisi dan katalis yang sama seperti yang digunakan dalam oksidasi butana, oksigen di
udara yang menghasilkan asam asetat dapat mengoksidasi asetaldehida.[43]

Di mana reaksi sampingnya :

Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rendemen (yield) lebih besar dari
95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format, danformaldehida yang
memiliki titik didih lebih rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan mudah
melalui distilasi.[43]

Oksidasi etilena[sunting | sunting sumber]


Asetaldehida dapat dibuat dari etilena melalui proses Wacker, dan kemudian dioksidasi seperti di
atas. Beberapa waktu terakhir, perusahaan kimia Showa Denko, yang membuka kilang oksidasi
etilena di Ōita, Jepang, pada tahun 1997, mengkomersialkan konversi etilena menjadi asam
asetat tahap-tunggal yang lebih murah.[43] Proses ini menggunakan katalis logam paladium yang
didukung dengan asam heteropoli seperti asam tungstosilikat. Sulit untuk lebih kompetitif
daripada karbonilasi metanol untuk kilang yang lebih kecil (100–250 kt/a), bergantung pada
harga etilena lokal. Pendekatannya akan berbasis penggunaan teknologi oksidasi fotokatalitik
untuk oksidasi selektif etilena dan etana menjadi asam asetat. Tidak seperti katalis oksidasi
tradisional, proses oksidasi selektif akan menggunakan radiasi ultraviolet untuk memproduksi
asam asetat pada temperatur dan tekanan kamar.

Fermentasi oksidatif[sunting | sunting sumber]


Dalam sejarah manusia, bakteri asam asetat dari genus Acetobacter telah membuat asam asetat
dalam bentuk cuka. Dengan adanya oksigen yang cukup, bakteri ini dapat memproduksi cuka
dari berbagai bahan makanan beralkohol. Bahan baku yang umum digunakan antara lain sari
apel, anggur, dan biji-bijian terfermentasi, malt, beras, atau tepung kentang. Reaksi kimia
keseluruhan yang difasilitasi oleh bakteri ini adalah:

Larutan alkohol encer diinokulasi dengan Acetobacter dan disimpan di tempat yang hangat dan
cukup udara akan menjadi cuka setelah beberapa bulan. Metode pembuatan cuka industri
mempercepat proses ini dengan meningkatkan pasokan oksigen kepada bakteri.[44]

Batch pertama dari cuka yang dihasilkan oleh fermentasi mungkin mengandung kesalahan
dalam proses pembuatan anggur. Jika cendawan difermentasi pada suhu terlalu tinggi,
acetobacter akan merusak ragi alami pada buah anggur. Karena permintaan cuka untuk
keperluan memasak, kesehatan, dan sanitasi meningkat, pengrajin anggur cepat belajar untuk
menggunakan bahan-bahan organik lain untuk menghasilkan cuka pada bulan-bulan musim
panas sebelum tersedia buah anggur matang dan siap untuk diproses menjadi anggur. Metode
ini lambat, namun, dan tidak selalu berhasil, sebagian pengrajin anggur tidak memahami proses.
[45]

Salah satu proses komersial modern pertama adalah "metode cepat" atau "metode Jerman",
pertama kali dipraktikkan di Jerman pada tahun 1823. Dalam proses ini, fermentasi berlangsung
dalam suatu menara yang dikemas dengan serutan kayu atau arang. Umpan yang mengandung
alkohol diteteskan di atas menara, dan udara segar dipasok dari bawah baik secara alami
atau konveksi. Peningkatan pasokan udara dalam proses ini mempersingkat waktu produksi
cuka dari bulan ke minggu.[46]

Saat ini, sebagian besar cuka dibuat dalam tangki budidaya terendam, pertama kali dijelaskan
pada 1949 oleh Otto Hromatka dan Heinrich Ebner.[47] Dalam metode ini, alkohol difermentasi
menjadi cuka dalam tangki sambil terus diaduk, dan oksigen disuplai dengan menggelegakkan
udara melalui larutan. Dengan menggunakan aplikasi modern dari metode ini, cuka dengan 15%
asam asetat dapat dibuat hanya dalam waktu 24 jam dalam proses batch, bahkan 20% dalam 60
jam proses kontinu.[45]

Fermentasi anaerobik[sunting | sunting sumber]


Spesies bakteri anaerob, termasuk anggota dari genus Clostridium atau Acetobacterium dapat
mengkonversi gula menjadi asam asetat langsung, tanpa menggunakan etanol sebagai
perantara. Reaksi kimia keseluruhan yang dilakukan oleh bakteri ini dapat direpresentasikan
sebagai:

Bakteri asetogenik menghasilkan asam asetat dari senyawa satu-karbon, termasuk


metanol, karbon monoksida, atau campuran karbon dioksida dan hidrogen:

Kemampuan Clostridium ini untuk memanfaatkan gula secara langsung, atau untuk
menghasilkan asam asetat dari bahan yang lebih murah, berarti bahwa bakteri ini berpotensi
menghasilkan asam asetat lebih efisien daripada oksidator etanol seperti Acetobacter. Namun,
bakteri Clostridium lebih peka terhadap asam daripada Acetobacter. Bahkan
strain Clostridium yang paling toleran terhadap asam dapat menghasilkan cuka dengan
persentase asam asetat yang sangat sedikit, dibandingkan dengan strain Acetobacteryang dapat
menghasilkan cuka hingga 20% asam asetat. Saat ini, masih lebih efisien memproduksi cuka
menggunakan Acetobacter daripada menggunakan Clostridium dan kemudian dipekatkan.
Akibatnya, meskipun bakteri asetogenik telah dikenal sejak tahun 1940, penggunaan industri
mereka tetap terbatas pada beberapa aplikasi ceruk.[48]

Penggunaan[sunting | sunting sumber]

Botol berisi 2,5 literasam asetat di laboratorium

Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia.
Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk
memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga
digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya,
termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.[15][35]

Monomer vinil asetat[sunting | sunting sumber]


Penggunaan utama dari asam asetat adalah untuk produksi monomer vinil asetat (VAM). Pada
tahun 2008, aplikasi ini diperkirakan mengkonsumsi sepertiga dari produksi asam asetat dunia.
[15]
Reaksinya adalah etilena dan asam asetat dengan oksigen melalui katalis paladium, yang
dilakukan dalam fase gas.[49]

2 H3C–COOH + 2 C2H4 + O2 → 2 H3C–CO–O–CH=CH2 + 2 H2O

Vinil asetat dapat dipolimerisasi menjadi polivinil asetat atau polimer lain, yang merupakan
komponen dalam cat dan perekat.[49]

Produksi ester[sunting | sunting sumber]


Ester utama dari asam asetat biasanya digunakan sebagai pelarut untuk tinta, cat dan pelapis.
Ester ini termasuk etil asetat, n-butil asetat, isobutil asetat, dan propil asetat. Mereka biasanya
diproduksi dari asam asetat dan alkohol yang sesuai melalui reaksi yang dikatalisis:

H3C–COOH + HO–R → H3C–CO–O–R + H2O, (R = gugus alkil umum)

Kebanyakan ester asetat, yang dihasilkan dari asetaldehida menggunakan reaksi Tishchenko.
Selain itu, eter asetat digunakan sebagai pelarut untuk nitroselulosa, lak akrilik,
penghilang pernis, dan noda kayu. Pertama, glikol monoeter diproduksi dari etilena
oksida atau propilena oksida dengan alkohol, yang kemudian diesterifikasi dengan asam asetat.
Tiga produk utama adalah etilena glikol monoetil eter asetat (EEA), etilena glikol monobutil eter
asetat (EBA), dan propilena glikol monometil eter asetat (PMA, lebih dikenal sebagai PGMEA
dalam proses manufaktur semikonduktor, tempat ia digunakan sebagai pelarut penahan).
Aplikasi ini mengkonsumsi sekitar 15% sampai 20% dari asam asetat di seluruh dunia. Eter
asetat, misalnya EEA, telah terbukti berbahaya bagi reproduksi manusia. [35]

Anhidrida asetat[sunting | sunting sumber]


Produk dari kondensasi dua molekul asam asetat adalah anhidrida asetat. Produksi anhidrida
asetat seluruh dunia adalah aplikasi utama, dan menggunakan sekitar 25% sampai 30% dari
produksi asam asetat global. Proses utama melibatkan dehidrasi asam asetat untuk
menghasilkan ketena pada 700–750 °C. Ketena kemudian direaksikan dengan asam asetat
untuk mendapatkan anhidrida dengan:[50]

CH3CO2H → CH2=C=O + H2O

CH3CO2H + CH2=C=O → (CH3CO)2O

Anhidrida asetat adalah asetilator. Dengan demikian, aplikasi utama adalah pada
pembuatan selulosa asetat, tekstil sintetis yang juga digunakan untuk film fotografi. Anhidrida
asetat juga merupakan pereaksi pada produksi heroin dan senyawa lainnya.[50]

Sebagai pelarut[sunting | sunting sumber]


Asam asetat glasial adalah pelarut protik polar yang baik, seperti disebutkan di atas. Ia sering
digunakan sebagai pelarut pada rekristalisasi untuk memurnikan senyawa organik. Asam asetat
digunakan sebagai pelarut dalam produksi asam tereftalat (TPA), bahan baku untuk polietilena
tereftalat (PET). Pada tahun 2006, sekitar 20% dari asam asetat digunakan untuk produksi TPA.
[35]

Asam asetat sering digunakan sebagai pelarut untuk reaksi yang melibatkan karbokation,
seperti alkilasi Friedel-Crafts. Sebagai contoh, satu tahap dalam pembuatan kampersintetis
komersial melibatkan penataulangan Wagner-Meerwein dari kamfena menjadi isobornil asetat; di
sini asam asetat bertindak sebagai pelarut dan nukleofil sekaligus untuk menjebak karbokation
yang sudah mengalami penataulangan.[51]

Asam asetat glasial digunakan dalam kimia analitik untuk menentukan kadar basa lemah seperti
amida organik. Asam asetat glasial merupakan basa yang jauh lebih lemah daripada air,
sehingga amida berperilaku sebagai basa kuat dalam media ini. Ia kemudian dapat dititrasi
menggunakan asam yang sangat kuat, seperti asam perklorat, yang dilarutkan dalam asam
asetat glasial.[52]

Manfaat medis[sunting | sunting sumber]


Asam asetat encer digunakan dalam terapi fisik menggunakan iontoforesis.[53]

Cuka[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Cuka

Cuka biasanya mengandung 4-18% massa asam asetat. Cuka digunakan langsung
sebagai bumbu, dan dalam pengawetan sayuran dan makanan lain. Cuka meja cenderung lebih
encer (4% sampai 8% asam asetat), sementara makanan acar komersial menggunakan larutan
yang lebih pekat. Jumlah asam asetat yang digunakan sebagai cuka pada skala dunia tidak
besar, tetapi merupakan aplikasi tertua dan paling terkenal.[54]

Dampak kesehatan dan keselamatan[sunting | sunting sumber]


Asam asetat pekat bersifat korosif terhadap kulit dan karena itu harus digunakan dengan penuh
hati-hati, karena dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi
pada membran mukosa.[55][56] Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tidak terlihat hingga beberapa
jam setelah kontak. Sarung tangan lateks tidak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam
menangani senyawa ini perlu digunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat sulit
terbakar di laboratorium. Ia menjadi mudah terbakar jika suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F),
dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak dengan udara di atas suhu ini (ambang
ledakan: 5,4%–16%).

Asam asetat adalah senyawa korosif

Asam asetat adalah iritan keras untuk mata, kulit, dan membran mukosa. Kontak kulit yang
berkepanjangan dengan asam asetat glasial dapat mengakibatkan kerusakan jaringan. Paparan
inhalasi (delapan jam) dengan uap asam asetat pada 10 ppm bisa mengakibatkan iritasi mata,
hidung, dan tenggorokan; pada 100 ppm ditandai iritasi paru-paru dan kemungkinan kerusakan
paru-paru, mata, dan kulit. Konsentrasi uap 1.000 ppm menyebabkan iritasi mata, hidung dan
saluran pernapasan bagian atas dan tidak dapat ditoleransi. Prediksi ini didasarkan pada hewan
percobaan dan paparan industri. Sensitisasi kulit terhadap asam asetat adalah jarang, tetapi
telah terjadi.

Telah dilaporkan bahwa, untuk 12 pekerja yang terpapar selama dua tahun atau lebih pada rata-
rata asam asetat di udara dengan konsentrasi 51 ppm, ada gejala iritasi mata, iritasi saluran
pernapasan bagian atas, dan dermatitis hiperkeratosis. Paparan 50 ppm atau lebih tak dapat
ditoleransi bagi kebanyakan orang dan menghasilkan lakrimasi intensif dan iritasi mata, hidung,
serta tenggorokan, disertai edema faring dan bronkitis kronis. Iritasi mata dan hidung yang hebat
pada konsentrasi lebih dari 25 ppm, dan konjungtivitis dari konsentrasi di bawah 10 ppm telah
dilaporkan. Dalam sebuah studi dari lima pekerja yang terpapar selama 7 sampai 12 tahun untuk
konsentrasi puncak 80-200 ppm, temuan utama adalah penghitaman dan hiperkeratosis kulit
tangan, konjungtivitis (tapi tidak ada kerusakan kornea), bronkitis dan faringitis, dan erosi gigi
yang terpapar (gigi seri dan taring).[57]

Bahaya larutan asam asetat tergantung pada konsentrasi. Tabel berikut mencantumkan
klasifikasi Uni Eropa larutan asam asetat:[58]

Konsent
rasi Molarit Klasif Fras
berdasa as ikasi e-R
r berat
1.67–
10%– Iritan R36/
4.16 m
25% (Xi) 38
ol/L

4.16–
25%– Korosi
14.99 R34
90% f (C)
mol/L

>14.99 Korosi R10,


>90%
mol/L f (C) R35

Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume
hood) karena uapnya yang korosif dan berbau menyengat. Asam asetat encer, seperti pada
cuka, tidak berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat adalah berbahaya bagi
manusia maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan
perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Oleh karena ketidakcocokannya, sangat disarankan agar asam asetat dijauhkan dari asam
kromat, etilena glikol, asam nitrat, asam perklorat, permanganat, peroksida, danhidroksil.[59]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]


Asam karboksilat

Asetat

Acetobacter

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]


^ [H3O+] = 10−2,4 = 0,4 %

Referensi[sunting | sunting sumber]

Vous aimerez peut-être aussi