Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
NILAI SAHAM
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 3
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2018/2019
PENDAHULUAN
Memahami ketiga konsep ini merupakan hal yang perlu dan berguna,
karena dapat digunakan untuk mengetahui saham-saham mana yang bertumbuh
(growth) dan yang murah (undervalued). Dengan mengetahui nili buku dan nilai
pasar, pertumbuhan perusahaan dapat di ketahui. Pertumbuhan perusahaan (
growth) menunjukan investmen opputunity set ( IOS) atau set kesempatan
investasi di masa datang. Smith dan Watts (1992) juga Gaver dan Gaver (1993)
menggunakan rasio nilai pasar dibagi dengan nilai buku sebgai proksi dari (IOS)
yang merupakan pengukur pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang bertumbuh
mempunyai rasio yang lebih besar dari nilai satu yang berarti pasar percaya bahwa
nilai pasar perushaan tersebut lebih besar dari nilai bukunya.
Mengetahui niai pasar dan nilai intritik dapat digunakan untuk mengetahui
saham-saham mana yang murah, tepat nilainya atau yang mahal. Nilai intristik
merupakan nilai sebenarnya dari perusahaan.nilai pasar yang lebih kecil dari nilai
intristiknya menunjukan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang murah
(undervalued), karena investor membayar saham tersebut lebih kecil dari yang
seharusnyadia bayar. Sebaliknya nilai pasar yang lebih besar dari nilai intristik
menunjukan bahwa saham tersebut dijual dengan haraga yang mahal
(overvalued).
1. NILAI BUKU DAN NILAI-NILAI YANG BERHUBUNG
Untuk menghitung nilai buku suatu saham, beberapa nilai yang berhubungan
denganya perlu diketahui. Nilai-nilai ini adalah nilai nominal (par value), agio
saham (additional paid in capital), nilai modal yang disetor (paid in capital) dan
laba yang ditahan (retained earnings)
Nilai nominal (par value) dari suatu saham merupakan nila kewajiban yang
ditetapkan untuk tiap-tiap lembar saham. Kepentingan dari nilai nominal adalah
kaitanya dengan hukum. Nilai modal ini merupakan modal per lembar yang secara
hukum harus di tahan di perusahaan untuk proteksi kepada kreditor yang tidak
dapat diambil oleh pemegang saham (Kicso dan Weygandt, 1996, hal. 576).
Kadangkala suatu saham tidak mempunyai nilai nominal (no-par value stock).
Untuk saham yang tidak mempunyai nilai nominal, dewan di, reksi umumnya
menetapkan nilai sendiri (stated value) per lembarnya. Jika tidak ada nilai yang
ditetapkan, maka yang dianggap sebagai modal secara hukum adalah semua
penerimaan bersih (proceed) yang diterima oleh emiten pada waktu mengelurakan
saham yang bersangkutan.
Nilai modal disetor (paid in capital) merupakan total yang dibayar oleh
pemegang saham kepada perusahaan emiten untuk ditukarkan dengan saham
preferen atau dengan saham biasa. Nilai modal disetor merupakan penjumlahan
total nilai nominal ditambah dengan agio saham. Jika perusahaan mengeluarkan
dua kelas saham, yaitu saham preferen dan saham biasa, saham preferen disajikan
terlebih dahulu diikuti oleh saham biasa di neraca untuk menunjukkan urutan
haknya seperti tampak di Tabel 5 .2.
Laba ditahan (retained earnings) merupakan laba yang tidak dibagikan kepada
pemegang saham. Laba yang tidak dibagi ini diinvestasikan kembali ke
pemsahaan sebagai sumber dana internal. Laba ditahan dalam penyajiannya di
neraca menambah total laba yang disetor. Karena laba ditahan ini milik pcmegang
saham yang berupa keuntungan tidak dibagikan, maka nilai ini juga akan
menambah ekuitas pemilik saham di neraca.
Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan aktiva bersih (net
assets) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham.
Karena aktiva bersih adalah sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka
nilai buku per lembar saham adalah total ekuitas dibagi dengan jumlah saham
yang beredar:
Jika perushaan mempunyai dua macam kelas saham, yaitu saham preferen
dan saham biasa, maka perhitungan nilai buku per Iembar untuk masing-masing
kelas saham ini lebih rumit dibandingkan jika hanya mempunyai saham biasa saja.
Perhitungan nilai buku per lembar saham untuk dua macam keIas saham adalah
sebagai berikut ini.
Nilai buku saham biasa dihitung dengan membagi nilai ekuitas saham
biasa dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar.
Lihat contoh 5.2, 5.4 dan contoh 5.5 untuk ilustrasi perhitungan nilai buku
saham biasa jika perusahaan juga mengeluarkan saham preferen.
Contoh 5.1:
Pada tanggal 17 November tahun ini, perusahaan membeli balik saham biasa yang
beredar sebagai saham treasuri sebanyak 100.000 lembar dengan harga pasar
sebesar Rp15.000,-. Nilai total saham treasuri adalah:
Saham treasuri - = 100.000 x-Rp15.000,
= Rp1.500.000.000,-
Selanjutnya pada tanggal 5 desember tahun ini, sebanyak 20.000 lembar saham
treasuri dijual kembali dengan harga Rpl7.500,- per lembamya. Dari penjualan
saham treasuri ini perusahaan mendapatkan kas sebesar Rp350.000.000,
(20.000xRpl7.500,-) yang terdiri dari.
Pada tanggal neraca, yaitu 31 Desember tahun ini, posisi saham treasuri
perusahaan adalah sebanyak ,80.000 lembar (100.000 lembar pada tanggal 17
November dan dijual 20.000 lembar pada tanggal 5 Desember). Nilai dari saham
treasuri ini adalah sebesar Rpl.200.000.000,- (Rpl .500.000.000,-Rp300.000.000,-
). Saham treasuri ini adalah milik perusahaan, bukan milik pemegang saham
biasa, sehingga akanmengurangi total nilai ekuitas.Misalnya laba ditahan untuk
akhir tahun ini adalah sebesar Rp550.000.000,-, maka penyajian ekuitas yang
nampak di neraca adalah sebagai berikut ini.
Nilai total ekuitas pada akhir tahun adalah Rp5.800.000.000,-. Karena perusahaan
hanya mempunyai sebuah kelas saham saja, yaitu saham biasa, maka nilai buku
per lembar saham biasa ini dapat dihitung sebesar Rp8.056,- (Rp5.800.000.000,-
dibagi dengan 720.000).
Contoh 5.3
Sama dengan contoh 5.1,tetapi perusahaan juga mengeluarkan sahanm preferen.
Pada tahun ini, sebanyak 100.000 lembar saham preferen dengan nilai nominalnya
sebesar Rp10.000,- dan dividen dibayar kumulatif sebesar 7% telah diotorisasi.
Sebanyak 80.000 lembar di antaranya telah beredar dengan nilai jualnya sebesar
Rp15.000,- per lembar. Dari penjualan saham preferen ini perusahaan
mendapatkan kas sebesar Rp1.200.000.000,(-8 0.000 x Rp15.000,-) yang terdiri
dari:
Modal saham preferen 80.000 x Rp10.000.- = Rp800.000.000.-
Agio saham preferen 80.000 x Rp5.000.- = Rp400.000.000.-
Total kas diterima = Rp1.200.000.000.-
Penyajian ekuitas untuk saham preferen dan saham biasa yang nampak di neraca
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2 penyajian ekuitas saham preferen dan saham biasa di neraca.
EKUITAS PEMEGANG SAHAM
Modal Disetor
Modal Saham
7 % saham preferen, nominal Rp10.000, kumulatif,
100.000 diotorisasi dan 80.000 dikeluarkan dan beredar Rp 800.000.000
Saham biasa, nominal Rp5.000 diotorisasi sebanyak
1.000.000 lembar, 800.000
dikeluarkan dan 720.000 beredar Rp4.000.000.000
Total Modal Saham Rp4.800.000.000
Tambahan Modal Disetor
Agio Saham Preferen Rp 400.000.000
Agio Saham Biasa Rp2.400.000.000
Agio Saham Treasuri Rp 50.000.000
Total Tambahan Modal Disetor Rp2.850.000.000
Total Modal Disetor Rp7.650.000.000
Laba Ditahan Rp 550.000.000
Total Modal Disetor Dan Laba Ditahan Rp8.200.000.000
Dikurangi Saham Treasuri (80.000 Lb) (Rp1.200.000.000)
Total Ekuitas Rp7.000.000.000.
Contoh 5.4
Misalnya lamanya dividen untuk saham preferen yang berada di arrears adalah 1
tahun. Nilai ekuitas dari saham preferen adalah sebagai berikut ini.
Contoh 5.5
Jika nilai tebus dari, saham preferen disebutkan, maka nilai ekuitas saham
preferen ini dihitung berdasarkan nilai tebusnya (call price) bukannya
menggunakan nilai nominalnya. Misalnya nilai tebusnya adalah sebesar
Rp12.500,- per lembar, maka nilai ekuitas saham preferen adalah sebesar:
∞
𝐷1
𝑃0∗ = ∑
(1 + 𝑘)1
𝑡−1
(5-3)
Notasi
:
Dt = deviden yang dibayarkan untuk periode ke t2
𝐷 𝐷 𝐷
𝑃0 ∗ = + + ⋯+ (5-4)
(1+𝑘) (1+𝑘)2 (1+𝑘)∞
Beberapa kasus dapat ditemui di dalam besarnya nilai dividen yang dibayarkan.
Beberapa perusahaan membayar dividen dengan besamya yang tidak teratur dan
beberapa perusahaan yang lain membayar dividen yang nilainya konstan yang
sama dari waktu ke waktu (disebut juga dengan dividen tidak bertumbuh atau
pertumbuhan nol) dan beberapa perusahaan yang lainnya bahkan membayar
dividen yang selalu naik dengan tingkat pertumbuhan yang konstan.
Contoh 5.6:
Untuk mengilustrasikan penggunaan rumus (5-4), misalnya suatu perusahaan
membayar dividen selama 5 periode sebagai berikut ini.
Periode ke t 1 2 3 4 5
D1 Rp1.000,- Rp1.500,- Rp0,- Rp750,- Rp2.100,-
Diasumsikan bahwa tingkat bunga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap
periodenya, maka nilai intristik saham ini per lembarnya adalah sebesar:
𝐷 𝐷 𝐷
𝑃0 ∗ = + +⋯+ (5-5)
(1+𝑘) (1+𝑘)2 (1+𝑘)∞
𝐷
𝑃0 ∗ = (5-8)
𝐾
Rumus (5-6) menunjukkan model tidak bertumbuh atau model pertumbuhan nol
(zero-growth model) dari pembayaran dividen untuk menghitung nilai intrinsik
saham untuk kasus pembayaran dividen yang konstan sebesar D dengan tingkat
bunga diskonto sebesar k5. Kasus dividen konstan umumnya.
dilakukan untuk menilai saham preferen karena dividen saham preferen biasanya
adalah konstan yang umumnya dinyatakan dalam persentasi dari nilai nominalnya.
Contoh 5.7:
Kebijaksanaan dividen suatu perusahaan adalah membayar. Dividen konstan
sebesa Rpl.000,- tiap tahunnya. jika suku bunga diskonto pertahun adalah 20%,
maka nilai intrinsik saham per lembar adalah sebesar:
𝑅𝑝1.000, −
𝑃0∗ = = 𝑅𝑝5.000, −
0.2
𝐷
𝑃0 ∗ = (𝑘−𝑔)
1
(5-8)
Contoh 5.8:
Tahun ini perusahaan emiten membayar dividen sebesar Rpl.000,-. Seorang
investor menginginkan return (tingkat pengembalian) 8% sebesar pertahunnya dan
mengharapkan dividen dibayar dengan pertumbuhan sebesar 5% per tahunnya.
Nilai intrinsik saham yang diperkirakan dapat dihitung sebesar:
𝐷1
𝑃0 ∗ =
(𝑘−𝑔)
𝑅𝑝1.000,−(1+0,05)
=
0,2−0,05
= Rp7.000,-
Jika harga pasar saham ini per lembarnya adalah sebesar Rp5.000,- maka harga
pasar saham ini merupakan harga yang murah (undervalued), karena harga
pasarnya lebih rendah dari harga seharusnya (nilai intrinsik) yang diperkirakan.
Sebalikanya jika harga pasar per lembar saham ini adalah sebesar Rp8.000,-,
maka harga pasar ini merupakan harga yang mahal (overvalued), karena harga
pasarnya Iebih tinggi dari harga seharusnya yang diperkirakan.
Rumus di (5-8) menunjukkan hubungan antara harga saham seharusnya
(nilai intrinsik) dengan dividen per lembar (D1), tingkat bunga diskonto atau
tingkat pengembalian yang diinginkan (k) dan pertumbuhan dividen (g) sebagai
berikut ini.
Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan dividen
per lembar adalah positif, yaitu semakin besar dividen yang dibayar,
semakin besar harga dari saham.
Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan
pertumbuhan dividen (g) adalah positif, yaitu semakin besar pertumbuhan
dividen, semakin besar harga dari saham.
Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai ntrinsik) dengan tingkat
bunga diskonto (k) adalah negatif, yaitu semakin besar tingkat bunga
diskonto, semakin kecil harga dari saham
Contoh 5.9
Untuk contoh 5.8 ,jika investor menginginkan tingkat pengembalian (k) sebesar
25%, maka nilai intrinsik saham adalah
𝐷1 𝐷2 𝐷𝑛 𝑃𝑛
𝑃0 ∗ = + + ⋯ + +
(1 + 𝑘) (1 + 𝑘)2 (1 + 𝑘)𝑛 (1 + 𝑘)𝑛
(5-9)
Nilai Pn merupakan nilai harga jual dari saham atau disebut dengan nilai terminal,
yaitu nilai akhir yang diterima oleh investor.
Contoh 5.11
Investor memperkirakan bahwa perusahaan akan membayar dividen konstan
selama 3 tahun. Dividen tiap lembar saham untuk tahun sekarang( Dy) adalah
sebesar Rp500,-. Setelah itu diperkirakan bahwa pertumbuhan dividen akan
menurun, sehingga setelah menerima dividen pada tahun ketiga, investor akan
menjual saham tersebut dengan harga sebesar Rp12.000. Harga saham yang
ditawarkan sekarang adalah sebesar Rp5.000,- Investor ingin mengetahui nilai
intrinsik dari saham ini untuk menentukan apakah membeli saham ini merupakan
investasi yang menguntungkan. Dengan asumsi bahwa suku bunga diskonto
adalah konstan sebesar 20% tiap tahunnya, nilai intrinsik dapat dihitung sebagai
berikut:
∞
𝐷1 𝑃𝑛
𝑃0∗ = ∑
(1 + 𝑘) (1 + 𝑘)𝑛
𝑡
𝑡−1
= Rp1.053,24,- +Rp6.944,44
= Rp7.997,68,-
Dengan demikian membeli saham sebesar Rp5.000,- merupakan nilai yang murah
(undervalued) karena nilai intrinsiknya sebesar Rp7.997,68,- lebih besar dari nilai
belinya
Contoh 5.13
Harga pasar dari suatu saham adalah sebesar Rp20.000,- laba bersih yang
diperoleh perusahaan diperkirakan konstan dari tahun keahun sebesar Rp5.000,-
per lembarnya per tahun besarnya PER adalah:
𝑅𝑝20.000,−
𝑃𝐸𝑅 =4𝑋
𝑅𝑝5.000,−