Vous êtes sur la page 1sur 3

ASPEK TEOLOGI

Penyelesaian sengketa dengan arbitrase bukanlah penyelesaian menurut apa yang diturunkan
Tuhan, dan oleh karena itu pihak pihak yang menyetujui arbitrase tersebut telah menjadi kafir
dalam pendapat kaum khawarij. Dengan demikian Ali, Muawiyah, Abu musa Al Asyari dan
Amr bin Ash, menurut mereka telah menjadi kafir.

Dalam perkembangan selanjutnya kaum khawarij berpecah menjadi beberapa golongan.


Muhakkimah yaitu mereka yang memasukkan kedalam lingkungan kafir orang islam yang
mengerjakan dosa besar. Azariqoh yaitu term kafir diubah menjadi term musyrik(politeis) yang
menjadi musyrik bukan hanya orang islam yang melakukan dosa besar, bahkan juga semua orang
islam yang tak sepaham dengan mereka. Najdah yaitu lebih moderat sedikit dari Azariqoh
bahwa dosa kecil, paham mereka jika dilakukan terus menerus akan membuat pelakunya
musyrik. Sufriah yaitu membagi dosa besar menjadi 2 (dosa yang ada hukumnya di dunia),
(dosa yang tak ada hukumnya di dunia) yang membuat orang islam menjadi kafir ialah dosa
besar yang kedua. Ibadiah yaitu paling moderat dalam kalangan khawarij, mereka tidak
memandang orang islam yang tidak sepaham dengan mereka musyrik bukan pula mu’min akan
tetapi orang islam demikian hanya merupakan kafir yang masih mengesakan Tuhan.

Dalam reaksi kaum khawarij muncullah kaum murji’ah yang bertentangan dengannya. Bahwa
orang islam yang berdosa besar tidaklah musyrik melainkan mereka tetap mu’min, masalah dosa
besar diserahkan pada keputusan Tuhan kelak di hari perhitungan. Mereka lebih mementingkan
iman atau keyakinan daripada amal atau perbuatan, bahwa perbuatan tidak dapat dipakai untuk
menentukan islam atau kafirnya seseorang yang menentukan hal itu ialah keimanan.

Kaum murji’ah terpecah juga kedalam beberapa golongan seperti Al-jahmiah, Al-salihiah, Al-
yunusiah, Al-khassaniah. Mereka dibagi menjadi 2 golongan besar, Pertama, Golongan
Moderat yaitu selama seseorang mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah Rasulnya ia tetap orang islam. Dosa yang dilakukan meskipun dosa besar tidak membuat
ia keluar dari islam. Kedua, Golongan Ekstrem yaitu bahwa perbuatan betul-betul tidak
mempunyai pengaruh dalam soal masuk surga atau neraka di akherat kelak. Dosa, baik dosa
besar sekalipun, tidak berpengaruh dalam hal ini. Tentunya paham ekstrem ini akan membawa
sikap kurang atau tidak mementingkan soal akhlak dan moral.
Paham mereka dalam bentuk moderatnya diambil kemudian oleh Ahli Sunnah, juga berpendapat
bahwa orang islam yang berdosa besar bukanlah kafir, tetap orang islam. Soal dosa besarnya
diserahkan kepada Tuhan untuk diampuni atau tidak diampuni, tetapi akhirnya masuk surga.

Muncul dalam sejarah teologi islam bernama Wasil ibn ‘ata, bahwa ia tidak setuju dengan
paham Khawaruj maupun Murji’ah, berlawanan dengan paham khawarij tetapi sesuai dengan
paham murji’ah. Bahwa orang islam yang berdosa besar tidaklah kafir, tetapi selanjutnya
berlawanan dengan paham murji’ah orang demikian menurut pandangannya bukanlah pula
mu’min. Menurut keyakinannya orang islam yang berdosa besar bukanlah kafir maupun
mu’min, tetapi mengambil posisi diantara kafir dan mu’min. Aliran teologi ini disebut dengan
Mu’tazilah.

Kemudian masuklah kedalam islam paham qodariah dan jabariah atau fatalisme. Paham
qodariah dipelopori oleh Ma’bad Al-Juhani (w.80H) dan Ghailan Al-Dhimasyqi (abad 8 M)
menurut mereka manusialah yang mewujudkan perbuatan perbuatannya dengan kemauan dan
tenaganya. Manusia dalam paham qodariah memiliki kebebasan dalam berbuat.

Paham jabariyah dipelopori oleh Al-Ja’d Ibn Dirham (abad 8 M) dan Jahm Ibn Safwan (w. 131)
menurut mereka perbuatan manusia diciptakan Tuhan dalam diri manusia, hal ini bahwa manusia
tidak memiliki kebebasan dalam mewujudkan perbuatannya. Manusia menurut jabariyah tak
ubahnya sebagai wayang yang tak bergerak kalau tidak digerakkkan dalang.

Sebagai lawan dari Mu’tazilah, Al Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan tetap memiliki sifat sifat,
Tuhan tidak mungkin mengetahui dengan esensi-Nya, Tuhan harus mengetahui dengan sifat-
Nya. Alquran bukanlah diciptakan tetapi bersifat qodim, karena Tuhan semenjak azal bersabda,
perbuatan manusia bukanlah diwujudkan manusia sendiri tetapi diciptakan Tuhan, manusia
bukanlah pencipta, karena tiada pencipta selain dari Tuhan. Mengenai dosa besar Al-Asy’ari
sependapat dengan Murji’ah moderat.

Dalam soal al-wa’d wa al-wa’id Al maturidi berpendapat bahwa ia tidak sepaham denga al-
asy’ari, sesuai dengan mu’tazilah ia berpendapat bahwa janji-janji baik dan ancaman Tuhan pasti
terjadi kelak. Jelas kiranya bahwa Al maturidi berlainan dengan Al-Asy’ari, tidak membawa
paham yang seluruhnya dengan pendapat Mu’tazilah. Dengan demikian aliran teologi Al-
Maturidi terletak pada diantara aliran Asy’ariah dan aliran Mu’tazilah.
Dalam uraian diatas dapat dilihat bahwa sebagai halnya dalam lapangan hukum islam, dala
teologi islam terdapat pula beberapa mazhab dan aliran, aliran yang ada dan muncul kembali
ialah Asy’ariah, Maturidiah, dan Mu’tazilah. Ketiga aliran ini sama halnya dengan mazhab-
mazhab hukum islam, tidak keluar dari ajaran ajaran islam, oleh karena itu orang islam
mempunyai kebebasan untuk memilih aliran teologi sesuai dengan jiwanya.

Vous aimerez peut-être aussi