Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KERACUNAN
Racu disebut juga toksin merupakan setiap zat yang engganggu kesehatan
atau menyebabkan kematian karena kerja kimiawinya ketika zat ini masuk kedalam
tubuh akankontak dengankulit. Racun yang tertelan terjadi bila korban menelan zat
toksik. Untungnya,sebagaian besar racun memiliki sedikit efek toksik atau tertelan
dengan jumlah sedikit sehingga keracunan yang berat jarang terjadi.namun
demikian, selalu ada potensi terjadinya keracunan yang berat atau fatal. Sekitar 80%
keracunan terjadi akibat menelan zat toksik. (Thygetson Alton, Guli Benjamin,
Dkk. 2011)
1. Risiko aspirasi
2. Menyebabakan muntah dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial
7
Sirup ipecac hanya tidak berguna efektif dalam mengosongkan perut, dan
penggunaannya berkaitan dengan berbagai kontraindikasi dan komplikasi. Emesis
dapat memperlambat pemberian karbon secara signifikan. Namun, ada kondisi yang
jarang terjadi di mana ipecac dapat dianggap sesuai, dan sebagai hasilnya, obat ini
masih tersedia diatas meja dn di rumah sakit di seluruh Amerika Serikat. (Sheehy,
2018)
1. Pasien sintomatik yang dating ke UGD dalam waktu 1 jam setelah terpapar.
2. Pasien sintomatik yang menelan zat yang memperlambat motilitas
gastrointestinal.
3. Pasien yang telah menelan obat yang lambat dikeluarkan tubuh.
4. Pasien yang telah mengkonsumsi zat dengan jumlah sangat banyak atau
jumlah yang mengancam jiwa.
Seperti emesis yang diinduksi, agar efektif bilas lambung harus dimulai
dalam waktu 1 jam setelah menelan zat beracun. Komplikasi dari prosedur
ini termasuk intubasi endotrakeal yang tidak direncanakan, aspirasi,
penurunan oksigenasi selama prosedur, dan perforasi perut atau esofagus.
(Sheehy, 2018)
8
Tindakan Emegency
Primery survey
Airway bebaskan jalan napas, jika pelu dilakukan inkubasi
Breathing berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernapas spontan atau
pernapasan tidakadekuat
Circulasi pasang infus jika keadaan gawat darurat dan perbaiki perfusi
jaringan.
Pengkajian sekunder
Disability
1. Aktivitas
Gejala :
a. Kelemahan
b. Kelelahan
c. Tidak dapat tidur
Tanda :
a. Takikardi
b. Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Tanda :
a. Tekanan darah
- Dapat normal / naik / turun
- Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
b. Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
c. Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
11
d. Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
e. Friksi ; dicurigai Perikarditis
f. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
3. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir
tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4. Eliminasi
Tanda: diare, hiper peristaltic usus
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri perut atau terasa seperti terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan
berat badan
6. Hygiene
Gejala atau tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, demam, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
a. Nyeri perut yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
b. Lokasi
Perut bagian uluh hati sampai perut dapat menyebar ke tangan, ranhang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
c. Kualitas : berat, menetap
12
d. Intensitas:
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialami.
9. Pernafasan
Gejala :
a. dispnea
b. batuk dengan atau tanpa produksi sputum
c. riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
a. peningkatan frekuensi pernafasan
b. nafas sesak / cepat dandangkal
c. pucat, sianosis
d. bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10. interaksi social
Gejala :
a. Stress
b. Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : perawatan di RS
Tanda :
a. Kesulitan istirahat dengan tenang
b. Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
c. Menarik diri
13
BAB III
CONTOH KASUS
3.1 PENGKAJIAN
Airway
Terdapat sumbatan pada jalan nafas oleh sputum/lendir. RR : 26 x/ menit, cepat dan
dangkal
Breathing
Circulation
Tekanan Darah pasien : 130/90 mmHg (kuat dan regular), Nadi : 80 x/menit,
capillary refill: <2 detik, EKG menunjukkan sinusbradikardia.
Pengkajian sekunder
Disability
Reaksi pupil kiri/kanan (+)terhadap cahaya, besar pupilkanan isokor
Suami pasien mengatakan bahwa pasien muntah 4 jam yang lalu setelah makan
kepiting
Dalam keluarga pasien tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama
dengan pasien.
Anamnesa singkat
Suami pasien mengatakan bahwa tidak tahu jika istinya mempunyai alergi
Kepala : mesosephal, pasien berambut lurus dan panjang, dan tidak rontok.
Mata : besar pupil kanan kiri 2 dan reaksi pupil keduanya (+) terhadap cahaya
kunjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Mulut : tampak hipersekrasi kelenjar ludah, mukosa mulut basah, bibir basah
memerah
Dada : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, RR 23 x/menit, cepat dan dangkal, HR
55x/menit, suara jantung s1 dan s2 tunggal.
Abdomen : tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites, tidak ada luka memar,
peristaltik usus 8x/mnit, perkusi hipertimpani.
15
BB : 45 kg
RR : 26 x/menit (N:16-20x/menit)
3.4 INTERVENSI
No Diagnosa Intervensi
1 Bersihan jalan napas tidak efektif bersihkan jalan napas
observasi TTV
berikan posisi yang nyaman
ajarkan batuk efektif
lakukan suction
pasang orofating tube bila perlu
Kolaborasi: pemberian obat
bronkodilator, pemberian oksigen
dan inhalasi, pemeriksaan
laboratorium
3.5 IMPLEMENTASI
No Diagnosa Implementasi
1 Bersihan jalan napas tidak efektif Membersihkan jalan napas
Mengobservasi TTV
Memberikan posisi yang nyaman
Mengajarkan batuk efektif
Melakukan suction
Memasang orofating tube bila perlu
Kolaborasi: pemberian obat
bronkodilator, pemberian oksigen
dan inhalasi, pemeriksaan
laboratorium
3.6 EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi
Bersihan jalan napas tidak S:pasien mengatakan sedikit lega karena
efektif posisi sedikit duduk, dan pemberian
oksigen
O: pasien terlihat cukup tenang. Rr: 20
x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 FAKTA
Fakta pada kasus di atas pasien Ny. W mengalami keracunan setelah
mengonsumsi kepiting yang mengandung (postadium). Meurut (Kartono. 2005)
beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan, diduga racun tersebut
terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan tersebut. Pertolongan pertama yang
harus dilakukan menurut (Sheehy, 2018) berikan perawatan suportif dasar dan
advanced (lanjutan fisiologis dan psikologis) yang diperlukan.perhatikan jalan
napas, dan sirkulasi (airway, breathng, and circulation) keadaan jalan napas sangat
penting pada pasien pada perubahan status mental dan (Kartono. 2005) menjelaskan
pertolongan pertama usaha untuk mengeluarkan atau memuntahkan kembali
makanan yang sudah tertelan itu, jika memungkinkan lakukan pembilasan lambung.
Faktanya pada kasus di atas tidak dilakukan pembilasan lambung atau Irigasi Usus
Menyeluruh (whole Bowel Irrigation/WBI).
4.2 OPINI
Menurut kelompok saya setelah pasien terpapar zat toksin seharusnya
berikan perawatan suportif dasar dan advanced (lanjutan fisiologis dan psikologis)
yang diperlukan.perhatikan jalan napas, dan sirkulasi (airway, breathng, and
circulation) (Sheehy, 2018) dan setelah itu pasien dilakukan bilas lambung atau
diberi obat agar dapat memuntahkan makanan beracun yang telah tertelan tersebut.
Bila memungkinkan lakukan Irigasi Usus Menyeluruh (whole Bowel
Irrigation/WBI) dapat menghilangkan/ eliminasi sebagian besar materi dari saluran
pencernaan dalam beberapa jam. (Sheehy, 2018). Berikan tablet karbon aktif untuk
menyerap racun di dalam saluran perncernaan yang di minum dengan air putih, bila
tidak ada tablet karbon aktif bisa mengonsumsi susu untuk mengikat racun dalam
saluran pencernaan namun jika penderita mengalami diare sebaiknya tidak
diberikan susu (Jessica)
22
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Manurut (Sheehy, 2018) pada pasie keracunan dilkukan perawatan suportif
dasar dan advanced (lanjutan fisiologis dan psikologis) yang diperlukan.perhatikan
jalan napas, dan sirkulasi (airway, breathng, and circulation) keadaan jalan napas
sangat penting pada pasien pada perubahan status mental.
5.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, W. (2016). Kepiting Beracun Suku Xanthidae. Jurnal Volume XXVII 11-
19.
Sheehy, 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. 1st Indonesia edition,
Elsevier: Singapore
http://www.google.co.id/amp/s/m.klikdokter.com/amp/2859886/5-pertolongan-
pertama-pada-keracunan-makanan.