Vous êtes sur la page 1sur 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Lima zat yang paling sering menimbulkan toksik pada mansia, menurut
laporan dari American Association of Posion Control Center, yaitu analgesik,
kosmetik atau produk perawatan pribadi, zat pembersih rumah tangga, obat
penenang atau hipnotik atau anti psikotik,dan benda asing atau mainan dan lainnya.
Lima zatyang paling bayak menjadipenyebab keracunan pada anak lima tahun atau
kurang adalah kosmetik atau produk perawatan pribadi, analgesik,zat pembersih
rumah tangga, benda asing atau mainan serta obat-obatantopical. (Sheehy, 2018)
Eksposur terhadap toksik dapatterjadi ketika bekerja (occupational),karena
lingkungan (environmental), ketika bereaksi (recretional), atau terapi (therapiutic).
Eksposur toksik terjadi melaluiinhalasi, perencanaan, injeksi, atau kontak dengan
kulit dan selaput lendir. Kebanyakan keracunan terjadi karena ketidak sengajaan
relatif ringan, dan tidak memerlukan penanganan emergency. Hanya 24% yang
membutuhkan penanganan keracunan di rumah sakit, kira-kira sebanyak
setengahnya mampu diatasi dan diperbolehkan pulang. Hanya 16% saja yang
membutuhkan perawatan yang intensif. (Sheehy, 2018)
Secara global, bidang toksikologi, ilmu racun dan efeknya terhadap
organisme hidup,berkemang pesat, dan prakteknya secra rutin berubah
sebagaimana semakin banyak intervensi baru yang lebih bik ditemukan.
Menurut (Sheehy, 2018) di indonesia pelaporan kasus keracunan dari
seluruh rumah sakit pada tahun 2010-2014 masih rendah yaitu hanya 13% daritotal
2000 rumah sakit. Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM indonesia merespo
masalahini dengan mengembangkan Sentra Informasi Keracunan Nasional
SIKERNAS dengan tujuan mengembangkan basis data atau database epidemiologis
kejadiankaracunan nasional. Data-data tersebut sangat berharga untuk dijadikan
bahan pertimbangan pengambilan kebijakan nasional. SIKERNAS memberikan
informasi geratis pencegahan keracunan, petunjuk pertolongan krban keracunan
dan jenis-jenis zat tiksik serta efeknya. SIKERNAS juga memberikan sumber
informasilain berupa leaflet dan artikel. Selain itu, sentra keracunan SIKER juga
2

tersebar di 31 balai POM daerah di seluruh indonesia. Namu, tidak seperti di


negara-negara maju, ahli kasus yang bertugas untuk menangani keracunan belum
tersedia di semua daerah.penanganan awal keracunan dpat dilaporkan ke petugas
kesehatan di pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit terdekat.
Karena kebanyakan pasien yang keracunan tidak memiliki masalah yang
serius, maka penting untuk dapat mengenali mereka yang memiliki resiko yang
paling besar mengalami komplikasi seriua dan kematian. Pertimbangkan ciri-ciri
berikut yang dapat di kategorikan sebagai pasiengawat darurat Umur, Farmesetikal,
Polifrmasi, Keracunan disengaja, Perubahan setatus mental atau gejala berat
lainnya yang terlihat jelas. Pasien dengan kondisi yang buruk ketika tiba di UGD
cenderung memiliki outcome yang jelek. (Sheehy, 2018)

1.2 BATASAN KARAKTERISTIK


1. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Keracunan Makan

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada Keracunan


Makan

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian pada Keracunan Makan


b. Untuk mengetahui penyebab pada Keracunan Makan
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala awal pada Keracunan Makan
d. Untuk mengetahui intervensi Keracunan Makan
e. Untuk mengetahui asuhan kegawatan pada Keracunan Makan
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Keracunan Makan
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KERACUNAN
Racu disebut juga toksin merupakan setiap zat yang engganggu kesehatan
atau menyebabkan kematian karena kerja kimiawinya ketika zat ini masuk kedalam
tubuh akankontak dengankulit. Racun yang tertelan terjadi bila korban menelan zat
toksik. Untungnya,sebagaian besar racun memiliki sedikit efek toksik atau tertelan
dengan jumlah sedikit sehingga keracunan yang berat jarang terjadi.namun
demikian, selalu ada potensi terjadinya keracunan yang berat atau fatal. Sekitar 80%
keracunan terjadi akibat menelan zat toksik. (Thygetson Alton, Guli Benjamin,
Dkk. 2011)

2.2 PENYEBAB DAN JENIS KERACUNAN


Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang
mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain:
Makanan
Proses pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas
mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan
tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat
juga disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh
protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat racun.
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan,
antara lain
2.2.1 Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk
spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai
pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna
4

Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam


sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan
yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda.
Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak
lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu
dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih

2.2.2 Keracunan jamur


Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita sp). Gejala tersebut berupa sakit perut
yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental,
pingsan

2.2.3 Keracunan jengkol


Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol
dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi
timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan
makanan penyerta lainnya
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai
darah

2.2.4 Keracunan ikan laut


Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga
racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Gejala-
gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit
5

sesudah memakannya. Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di


sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas

2.3 PRIORITAS UMUM UNTUK PASIEN KERACUNAN


Manurut (Sheehy, 2018) berikan perawatan suportif dasar dan advanced
(lanjutan fisiologis dan psikologis) yang diperlukan.perhatikan jalan napas, dan
sirkulasi (airway, breathng, and circulation) keadaan jalan napas sangat penting
pada pasien pada perubahan status mental. Secara khusus:
1. Berikan oksigen tambahan jika diperlukan.
2. Berikan terapi intravena dan infus ringer laktat atau normal salin.
3. Berikan nalokson 0,4-2 mg dapat melalui intravena, endotracheal,
intramusular, subkuta, intraosseous, atau sublingual, jika pasien diduga
trekspos opoid.
4. Periksa kadar glukosa darah dan infus dekstrosa 50% pada 50 ml. 25 g
intravena jika diperlukan untuk mempertahankan normaglycemia.
5. Berikan 50 sampai 100 mgtiamin secara intravena untuk pasien dewasa
dengan dugaan penyalahgunaan alkohol kronis.
6. Lakukan pemantauan jantung secara kontinyu dan periksa 12-lead
electrokardiogram sesuai dengan indikasi.
7. Pantau urine output
8. Periksa gas darah sesuai indikasi
9. Lakukan monitoring secara serial kadar elektrolit, tanda-tanda vital, dan
pernapasan, jantung, dan statusneurologis
10. Periksa riwayat eksposur:
1) Bahan atau zat apa yang terekpos pasien?
2) Kenapa eksposure terjadi?apakah ini akut atau kronis?
3) Apa rute paparannya?
4) Apa saat ini ada tanda-tand atau gejala keracunan?
5) Berapa banyak zat yang terlibat?
6) Apakah eksposure disengaja atau tidak disengaja?
7) Apakah pasien memiliki riwayat paparan terhadap racun
sebelumnya?
6

8) Pengobatan apa yang diberikan sebelum pasien tiba di pelayanan


darurat?
9) Berapa umur pasien?
10) Bagaimanakh riwayat medis pasien (trauma jantung, hati, jiwa, dan
gngguan ginjal)?
11) Apakah ada faktor resiko psikologis, sosial, lingkungan yang
terlibat?
11. Berikan obat penawar atau aantidot yang sesuai jika tersedia
12. Berikan pendidikan kepada pasien, dan keluarga dan orang lain yang
penting bagi pasien untuk encegah terulangnya kejadian di masa datang

2.4 INTERVENSI TERAPEUTIK UNTUK KERACUNAN DAN


OVERDOSIS

2.4.1 Dekontaminasi gastrointestinal

Dekontaminasi system pencernaan dapat dilakukan dengan beberapa cara,


dengan emesis yang diinduksi, pemberian arang aktif atau arang dengan beberapa
dosis yang diaktifkan, lavase lambung, chatartics,dan irigasi usus menyeluruh
(whole-bowel irrigation / WBL). Hemodialisis dan hemoperfusion arang (charcoal)
juga digunakan pada kasus keracunan yang parah. (Sheehy, 2018)

2.4.2 Induksi emesis

Meskipun induksi emesis ini merupakan penanganan yang diandalkan,


namun peran sirup ipecac dalam pengelolaan pasien keracunan telah
menurunsecara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.penggunaan rutin sirup
ipecac tidak lagi direkomendasikan. Beberapa efek samping yang serius dari ipecac
meliputi:

1. Risiko aspirasi
2. Menyebabakan muntah dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial
7

3. Meningkatkan resikoperdarahan hemoragikserta gangguan cairan dan


elektrolit yang sangat berat.

Sirup ipecac hanya tidak berguna efektif dalam mengosongkan perut, dan
penggunaannya berkaitan dengan berbagai kontraindikasi dan komplikasi. Emesis
dapat memperlambat pemberian karbon secara signifikan. Namun, ada kondisi yang
jarang terjadi di mana ipecac dapat dianggap sesuai, dan sebagai hasilnya, obat ini
masih tersedia diatas meja dn di rumah sakit di seluruh Amerika Serikat. (Sheehy,
2018)

2.4.3 Bilas/lavage lambung

Bilas lambung dapat dipertimbangkan untuk keracunan yang terpotensi


mengancam jiwa. Penggunaan rutin tidak dianjurkan, dan tidak boleh dilakukan
sembarangan. Bilas lambung dapat bermanfaat dalam situasi berikut:

1. Pasien sintomatik yang dating ke UGD dalam waktu 1 jam setelah terpapar.
2. Pasien sintomatik yang menelan zat yang memperlambat motilitas
gastrointestinal.
3. Pasien yang telah menelan obat yang lambat dikeluarkan tubuh.
4. Pasien yang telah mengkonsumsi zat dengan jumlah sangat banyak atau
jumlah yang mengancam jiwa.
Seperti emesis yang diinduksi, agar efektif bilas lambung harus dimulai
dalam waktu 1 jam setelah menelan zat beracun. Komplikasi dari prosedur
ini termasuk intubasi endotrakeal yang tidak direncanakan, aspirasi,
penurunan oksigenasi selama prosedur, dan perforasi perut atau esofagus.

(Sheehy, 2018)
8

2.4.4 Cathartis (Obat Pencahar)

Obat pencahar seperti magnesium sulfat, magnesium sitrat, atau sorbitol


telah lama ditambahkan ke arang aktif untuk meningkatkan eliminasi racun dari
saluran pencernaan. Namun, terlalu sering menggunakan obat pencahar untuk
anak di bawah 1 tahun; telah ada laporan kasus diare yang fatal karena hal ini.
(Sheehy, 2018)

2.4.5 Irigasi Usus Menyeluruh (whole Bowel Irrigation/WBI)

Irigasi usus menyeluruh melibatkan penggunaan larutan elektrolit


(GoLYTELY, CoLyte) yang diberikan secara oral atau melalui NGT, kehati-hatian
harus diberikan pada populasi pediatrik, dan WBI untuk pasien anak harus
dibimbing oleh dokter dari SIKERNAS. WBI menghasilkan katarsis cepat, yaitu
dapat menghilangkan/ eliminasi sebagian besar materi dari saluran pencernaan
dalam beberapa jam. Paling sering diberikan setelah paparan racun yang begitu baik
diserap oleh arang aktif, seperti pengeluaran produk secara terus menerus atau
enteric, besi, timah, lithium, atau seng. Efek samping dari WBl termsuk mual,
muntah, dank ram parah serta peningkatan risiko ketidakseimbangan elektrolit.
Kontraindikasi WBI yaitu pada kasus patologi gastrointestinal yang sudah ada
sebelumnya atau pada pasien dengan peningkatan risiko ileus atau obstruksi.
Menelan baterai kecil (missal baterai jam) dan kokain atau bentuk lain dari obat-
obatan terlarang juga bisa dihilangkan dengan WBI. (Sheehy, 2018)
9

2.5 PATHWAY KERACUNAN


10

2.6 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Tindakan Emegency
Primery survey
Airway bebaskan jalan napas, jika pelu dilakukan inkubasi
Breathing berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernapas spontan atau
pernapasan tidakadekuat
Circulasi pasang infus jika keadaan gawat darurat dan perbaiki perfusi
jaringan.

Pengkajian sekunder
Disability
1. Aktivitas
Gejala :
a. Kelemahan
b. Kelelahan
c. Tidak dapat tidur
Tanda :
a. Takikardi
b. Dispnea pada istirahat atau aktifitas

2. Sirkulasi
Tanda :
a. Tekanan darah
- Dapat normal / naik / turun
- Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
b. Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
c. Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
11

d. Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
e. Friksi ; dicurigai Perikarditis
f. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
3. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir
tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4. Eliminasi
Tanda: diare, hiper peristaltic usus
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri perut atau terasa seperti terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan
berat badan
6. Hygiene
Gejala atau tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, demam, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
a. Nyeri perut yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
b. Lokasi
Perut bagian uluh hati sampai perut dapat menyebar ke tangan, ranhang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
c. Kualitas : berat, menetap
12

d. Intensitas:
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialami.
9. Pernafasan
Gejala :
a. dispnea
b. batuk dengan atau tanpa produksi sputum
c. riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
a. peningkatan frekuensi pernafasan
b. nafas sesak / cepat dandangkal
c. pucat, sianosis
d. bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10. interaksi social
Gejala :
a. Stress
b. Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : perawatan di RS
Tanda :
a. Kesulitan istirahat dengan tenang
b. Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
c. Menarik diri
13

BAB III
CONTOH KASUS

Ny W datang ke UGD pada tanggal 12 desember 2010 jam 23.00 wib


dengan keluhan mual, muntah, pusing, diare k/u lemah, panas di sekitar mulut
bernafas terengah-engah. Suami Ny.W mengatakan bahwa istrinya
sebelumnya tidak apa-apa. Tetapi setelah makan malam dengan kepiting
beliau mengalami hal tersebut 4 jam yang lalu Ny. W mengalami muntah.
Tanda-tanda vital, suhu: 37,9 C. Nadi: 80x/menit, TD: 130/90 MmHg, RR:
26x/menit.

3.1 PENGKAJIAN
Airway

Terdapat sumbatan pada jalan nafas oleh sputum/lendir. RR : 26 x/ menit, cepat dan
dangkal

Breathing

Pasien tidak mengalami gangguan pernafasan, Irama pernafasan : cepat,


Kedalaman : dangkal. RR : 26 x/ menit.

Circulation

Tekanan Darah pasien : 130/90 mmHg (kuat dan regular), Nadi : 80 x/menit,
capillary refill: <2 detik, EKG menunjukkan sinusbradikardia.

Pengkajian sekunder
Disability
Reaksi pupil kiri/kanan (+)terhadap cahaya, besar pupilkanan isokor

Tingkat kesadaran: somnolen.

Pengkajian dilakukan daengan suami pasien

Riwayat Kesehatan Sekarang


14

Suami pasien mengatakan bahwa pasien muntah 4 jam yang lalu setelah makan
kepiting

Riwayat Kesehatan Dahulu

Suami pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat dirumah sakit.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Dalam keluarga pasien tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama
dengan pasien.

Anamnesa singkat

Suami pasien mengatakan bahwa tidak tahu jika istinya mempunyai alergi

Pemeriksaan head to toe

Kepala : mesosephal, pasien berambut lurus dan panjang, dan tidak rontok.

Mata : besar pupil kanan kiri 2 dan reaksi pupil keduanya (+) terhadap cahaya
kunjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Telinga : bersih tida kterdapat serumen dan tidak mengalami gangguan


pendengaran

Hidung : Bentuk hidung simetris, tidak terdapat polip pada hidung.

Wajah : wajah pasien tampak simetris.

Mulut : tampak hipersekrasi kelenjar ludah, mukosa mulut basah, bibir basah
memerah

Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid

Dada : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, RR 23 x/menit, cepat dan dangkal, HR
55x/menit, suara jantung s1 dan s2 tunggal.

Abdomen : tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites, tidak ada luka memar,
peristaltik usus 8x/mnit, perkusi hipertimpani.
15

Pemeriksaan tanda-tanda vital:

Tekanan darah : 130/90 mmHg

BB : 45 kg

Nadi : 80x/ menit

RR : 26 x/menit (N:16-20x/menit)

Suhu :37,9 C (36,5-37,5 0C)

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
16

3.3 ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Ds: suami pasien mengatakan Obstruksi salura Bersihan jalan
pasien mual muntah dan sempat napas napas tidak efektif
tersedak
Do: terdapat sumbatan pada jalan
napas
2 Ds: suami pasien mengatakan Napas cepat dan Pola napas tidak
pasien susah untuk bernapas dalam efektif
Do: rr 22 x/menit pasien terlihat
kesulitan bernapas
3 Ds: suami pasien mangatakan Mual dan muntah Volume cairan
pasien mengalami mual dan kurang dari
muntah setelah memakan kebutuhan tubuh
kepiting
Do: saat palpasi perut pasien
mengeluh keskitan hiper
peristaltik usus
17

3.4 INTERVENSI

No Diagnosa Intervensi
1 Bersihan jalan napas tidak efektif bersihkan jalan napas
observasi TTV
berikan posisi yang nyaman
ajarkan batuk efektif
lakukan suction
pasang orofating tube bila perlu
Kolaborasi: pemberian obat
bronkodilator, pemberian oksigen
dan inhalasi, pemeriksaan
laboratorium

2 Pola napas tidak efektif Observasi TTV


Observsi irama, kedalaman
pernapasan, serta penggunaan otot
bantu pernapasan
Atur posisi tidur klien dengan posisi
nyaman
Terapkan tehnik kewaspadaan
universal dalam melakukan tindakan
asuhan keperawatan

3 Volume cairan kurang dari Observasi TTV


kebutuhan tubuh Catat adannya peningkatan
suhutubuh dan durasi demam
Bantu klien untuk memakai pakaian
yang mudah menyerap keringat serta
pertahankan pakaian tetap kering
Observasi turgor kulit, mukosa,
perasaan haus yang berlebihan
18

Catat output dan input klien


Anjurkan klien minum 2500-3000 cc
per hari
Berikan makanan yang mudah
dicerna
Kolaborasi: pemeriksaan
laboratorium Hb, Ht, dan elektrolit
pemberian makanan parenteral,
pemberian obat anti deare dan anti
piretik

3.5 IMPLEMENTASI
No Diagnosa Implementasi
1 Bersihan jalan napas tidak efektif Membersihkan jalan napas
Mengobservasi TTV
Memberikan posisi yang nyaman
Mengajarkan batuk efektif
Melakukan suction
Memasang orofating tube bila perlu
Kolaborasi: pemberian obat
bronkodilator, pemberian oksigen
dan inhalasi, pemeriksaan
laboratorium

2 Pola napas tidak efektif Mengobservasi TTV


Mengobservsi irama, kedalaman
pernapasan, serta penggunaan otot
bantu pernapasan
Mengatur posisi tidur klien dengan
posisi nyaman
19

Menerapkan tehnik kewaspadaan


universal dalam melakukan tindakan
3 Volume cairan kurang dari asuhan keperawatan
kebutuhan tubuh
Mengobservasi TTV
Mencatat adannya peningkatan suhu
tubuh dan durasi demam
Membantu klien untuk memakai
pakaian yang mudah menyerap
keringat serta pertahankan pakaian
tetap kering
Mengobservasi turgor kulit, mukosa,
perasaan haus yang berlebihan
Mencatat output dan input klien
Menganjurkan klien minum 2500-
3000 cc per hari
Memberikan makanan yang mudah
dicerna
Mengkolaborasi: pemeriksaan
laboratorium Hb, Ht, dan elektrolit
pemberian makanan parenteral,
pemberian obat anti deare dan anti
piretik
20

3.6 EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi
Bersihan jalan napas tidak S:pasien mengatakan sedikit lega karena
efektif posisi sedikit duduk, dan pemberian
oksigen
O: pasien terlihat cukup tenang. Rr: 20
x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi

Pola napas tidak efektif S: pasien mengatakan bernafas sudah


tidak terengah-engah
O: pasien terlihat lebih tenang
A: masalah teratasi sebagaian
P: lanjutkan intervensi

Volume cairan kurang dari S: pasien mengatakan tidak merasakan


kebutuhan tubuh haus yang berlebih
O: bibir lembab, capillary refill: <2 detik
A: masalah teratasi sebagaian
P: lanjutkan intervensi
21

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 FAKTA
Fakta pada kasus di atas pasien Ny. W mengalami keracunan setelah
mengonsumsi kepiting yang mengandung (postadium). Meurut (Kartono. 2005)
beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan, diduga racun tersebut
terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan tersebut. Pertolongan pertama yang
harus dilakukan menurut (Sheehy, 2018) berikan perawatan suportif dasar dan
advanced (lanjutan fisiologis dan psikologis) yang diperlukan.perhatikan jalan
napas, dan sirkulasi (airway, breathng, and circulation) keadaan jalan napas sangat
penting pada pasien pada perubahan status mental dan (Kartono. 2005) menjelaskan
pertolongan pertama usaha untuk mengeluarkan atau memuntahkan kembali
makanan yang sudah tertelan itu, jika memungkinkan lakukan pembilasan lambung.
Faktanya pada kasus di atas tidak dilakukan pembilasan lambung atau Irigasi Usus
Menyeluruh (whole Bowel Irrigation/WBI).

4.2 OPINI
Menurut kelompok saya setelah pasien terpapar zat toksin seharusnya
berikan perawatan suportif dasar dan advanced (lanjutan fisiologis dan psikologis)
yang diperlukan.perhatikan jalan napas, dan sirkulasi (airway, breathng, and
circulation) (Sheehy, 2018) dan setelah itu pasien dilakukan bilas lambung atau
diberi obat agar dapat memuntahkan makanan beracun yang telah tertelan tersebut.
Bila memungkinkan lakukan Irigasi Usus Menyeluruh (whole Bowel
Irrigation/WBI) dapat menghilangkan/ eliminasi sebagian besar materi dari saluran
pencernaan dalam beberapa jam. (Sheehy, 2018). Berikan tablet karbon aktif untuk
menyerap racun di dalam saluran perncernaan yang di minum dengan air putih, bila
tidak ada tablet karbon aktif bisa mengonsumsi susu untuk mengikat racun dalam
saluran pencernaan namun jika penderita mengalami diare sebaiknya tidak
diberikan susu (Jessica)
22

BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Manurut (Sheehy, 2018) pada pasie keracunan dilkukan perawatan suportif
dasar dan advanced (lanjutan fisiologis dan psikologis) yang diperlukan.perhatikan
jalan napas, dan sirkulasi (airway, breathng, and circulation) keadaan jalan napas
sangat penting pada pasien pada perubahan status mental.

Intervensi terapeutik untuk keracunan dan overdosis menurut (Sheehy,


2018) adalah dekontaminasi gastrointestinal, induksi emesis, bilas/lavage lambung,
cathartis (obat pencahar), irigasi usus menyeluruh (whole bowel irrigation/wbi)

5.2 SARAN

Dari kesimpulan di atas, maka peneliti mampu memberikan beberapa saran


diantaranya :

5.2.1 Bagi Pembaca


Bagi pembaca diharapkan mampu mengembangkan ilmu
keperawatan Gawat Darurat sehingga bisa memberikan ide-ide baru dalam
penanganan kegawat daruratan keracunan makanan sebagai peningkatan
derajat kesehatan kegawat daruratan keracunan makanan

5.2.2 Bagi Penyusun Laporan Pendahuluan Selanjutnya


Bagi penyusun laporan pendahuluan selanjutnya diharapkan
makalah ini bisa dijadikan pedoman dalam menyusun makalah dan bisa
mengembangkan ke arah yang lebih baik lagi.
23

DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, W. (2016). Kepiting Beracun Suku Xanthidae. Jurnal Volume XXVII 11-
19.

Mohamad Kartono. 2005. “Pertolongan Pertama”. Gramedia: Jakarta

Sheehy, 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. 1st Indonesia edition,
Elsevier: Singapore

Thygetson Alton, Guli Benjamin, Dkk. 2011. Pertolongan Pertama. Edisi 5,


Erlangga: Jakarta

http://www.google.co.id/amp/s/m.klikdokter.com/amp/2859886/5-pertolongan-
pertama-pada-keracunan-makanan.

Vous aimerez peut-être aussi