Vous êtes sur la page 1sur 20

ASMA

A. DEFINISI ASMA
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan (PDPI, 2003)

B. PENGGOLONGAN ASMA
1. Klasifikasi asma
a. Akut
- Gejala : Dipsnea parah, Nafas yang pendek, Penyempitan dada, Rasa terbakar,
Pasien hanya dapat mengucapkan sedikit kata setiap bernafas
- Tanda : Mengi ekspiratori dan inspiratori, Batuk kering yang pendek, Takipnea,
Takikardia, Kulit sianosis, Hiperinflasi dada, Peningkatan temperatur
b. Kronis
- Gejala : Dipsnea, Penyempitan dada, batuk (khususnya malam hari), Bunyi mengi
saat bernafas
- Tanda : Mengi ekspiratori, Batuk kering yang pendek, Atopik (alergi rhinitis dan
eksim)
(PDPI, 2003)
Klasifikasi asma berdasarkan derajat atau tingkat keparahan penyakit :

(NIH, 2007)
(NIH, 2007)
(NIH, 2007)
(NIH, 2007)

C. TERAPI ASMA
1. Prinsip Terapi Asma
a. Pengontrol (long term control)
Pengobatan asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap
hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Mekanisme kerjanya dengan mengobati inflamasi pada saluran pernafasan,
mengurangi udem dan mucus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu lama
dan membantu mencegah timbulnya serangan asma. Obat-obat yang tergolong pelega
untuk asma antara lain :
- Kortikosteroid inhalasi
- Kortikosteroid sistemik
- Sodium kromoglikat dan nedokromil sodium
- Metilsantin
- Agonis beta-2 kerja lama (Long-acting beta-2 agonis / LABA) inhalasi
- Agonis beta-2 kerja lama, oral
- Leukotrien modifiers
- Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
(DiPiro, 2008; PDPI, 2003)

b. Pelega (quick relief)


Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan/atau menghambat bronkostriksi karena gejala akut seperti mengi,
rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau
menurunkan hiperesponsif jalan napas. Pengobatan ini hanya digunakan saat terjadi
serangan asma dan tidak dapat digunakan secara terus-menerus. Mekanisme kerjanya
dengan merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk
bernafas dan memberikan kelegaan bernafas. Obat-obat yang termasuk pelega antara
lain.
- Agonis beta2 kerja singkat (short-acting beta-2 agonis / SABA)
- Kortikosteroid sistemik. (digunakan bila penggunaan bronkodilator yang lain
sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan
bronkodilator lain).
- Antikolinergik
- Aminofillin
(DiPiro, 2008; PDPI, 2003)
Tabel 1. Obat-obat yang digunakan untuk terapi asma

No Golongan obat Indikasi Mekanisme kerja Contoh


1 Bronkodilator
- Simpatomimetika LABA : untuk pencegahan jangka Menstimulus reseptor beta 2 pada SABA  albuterol
panjang gejala asma, ditambahkan bronkus menyebabkan aktivasi adenil LABA  salmeterol
dengan ICS dan tidak digunakan siklase dan menghasilkan efek dan formoterol
untuk eksaserbasi akut bronkodilatasi
SABA : mengatasi gejala asma akut
dan mencegah EIB (Exercise Induced
Bronchoconstriction)

- Metilsantin kontrol dan pencegahan jangka Menghambat produksi fosfodiesterase, Teofilin dan
panjang pada gejala asma persisten sehingga tidak terjadi penguraian aminofilin
ringan atau sebagai tambahan dengan cAMP menjadi AMP, sehingga kadar
ICS pada asma moderate atau cAMP seluler meningkat 
persisten bronkodilatasi.

- Antikolinergik mengatasi bronkospasma akut Menghambat aksi asetilkolin pada ipratropium bromide
reseptor muskarinik dengan memblok dan tiotropium
reseptor muskarinik di otot polos bromida
bronki. Aktivitas saraf adrenergik
kemudian menjadi dominan sehingga
menimbulkan efek bronkodilatasi.
2 Kortikostreoid Inhalasi : untuk mencegah gejala asma Meningkatkan jumlah reseptor β2- hidrokortison,
jangka panjang, menekan, mengontrol, adrenergik dan meningkatkan respon prednison,
dan mengatasi inflamasi dan reseptor terhadap stimulasi β2- deksametason,
menurunkan kebuutuhan adrenergik, yang mengakibatkan metilprednisolon,
kortikosteroid oral penurunan produksi mukus dan beklometason
Sistemik : untuk mengatasi rasa hiperekskresi, mengurangi dipropionat,
terbakar dalam jangka pendek (3-10 hiperresponivitas bronkus serta budenosida, flutikason
hari), untuk dapat mengontrol asma mencegah dan mengembalikan
persisten yang tidak terkontrol. Dan perbaikan jalur nafas.
untuk pencegahan jangka panjang
asma persisten berat.

3 Mediator inhibitor Pencegahan jangka panjang pada Menginhibisi respon terhadap paparan sodium kromolin dan
gejala asma persisten ringan dan dapat alergen dan bronkospasma. nedokromil
mengatasi inflamasi. Kromolin dan nedokromil
Mencegah asma dari faktor diindikasikan untuk profilaksis asma
pencetusnya persisten ringan pada anak-anak dan
dewasa.
4 Leukotriene modifiers Montelukast : kontrol dan pencegahan Leukotrien menyebabkan sekresi cysteinyl leukotriene
jangka panjang gejala asma persisten mukus dan bronkokonstriksi. receptor antagonist
ringan untuk pasien ≥1tahun. Dapat Leukotrien dihasilkan dari aksi 5- (zafirlukast dan
digunakan bersama ICS sebagai terapi lipooksigenase pada asam arakhidonat montelukast) dan
kombinasi pada asma persisten sedang dan disintesis oleh berbagai sel inhibitor dari sintesis
inflamasi di saluran nafas. leukotrien (zileuton)
Zafirlukast : kontrol dan pencegahan Dua cara untuk mengganggu jalan
jangka panjang gejala asma persisten leukotrien yaitu menghambat 5-
ringan untuk pasien ≥7tahun. Dapat lipooksigenase sehingga mencegah
digunakan bersama ICS sebagai terapi sintesis leukotrien dan menghambat
kombinasi pada asma persisten sedang ikatan leukotrien pada reseptornya
5 Antihistamin Mencegah bronkokonstriksi Memblok reseptor histamin (H1 Terfenadin
reseptor bloker) sehingga mencegah
bronkokonstriksi. Namun efeknya
pada asma umumnya terbatas dan
kurang memuaskan karena tidak
melawan efek bronkokonstriksi dari
mediator lain yang dilepaskan sel mast
6 Mukolitik dan Ekspektoran : mengurangi kekentalan Ekspektoran  mengurangi Ekspektoran  GG
ekspektoran dahak kekentalan dahak dengan cara Mukolitik 
Mukolitik : meringankan perasaan mengencerkan dahak sehingga dahak ambroxol
sesak nafas yang menyumbat saluran pernafasan
mudah dikeluarkan.
Mukolitik  bekerja dengan
merombak mukosa proteinnya,
sehingga meringankan perasaan sesak
nafas dan berguna pada serangan asma
hebat yang dapat mematikan bila
lendir sedemikian kental sehingga
tidak dapat dikeluarkan

(NIH, 2007)
2. Dosis pemberian obat asma pada pasien anak dan dewasa

(PDPI, 2003)

(PDPI, 2003)
(PDPI, 2003)

(PDPI, 2003)
(PDPI, 2003)

TERAPI ASMA EKSASERBASI

1. Tujuan terapi : tujuan utama terapi asma eksaserbasi adalah untuk mencegah kondisi
atau keadaan yang dapat mengancam jiwa dengan mengenal tanda-tanda kerusakan dan
melakukan intervensi dini. Tujuan terapi asma eksaserbasi yang lain antara lain :

• Perbaikan hipoksemia secara signifikan

• Pembalikan cepat penutupan/obstruksi jalan udara (dalam hitungan menit)

• Meredakan penyempitan jalan nafas secepat mungkin

• Mengembalikan fungsi paru-paru ke keadaan normal secepatnya

(DiPiro, 2008)
2. Algoritma terapi asma eksaserbasi di rumah

(DiPiro, 2008)
3. Algoritma terapi asma eksaserbasi di rumah sakit

(DiPiro, 2008)
TERAPI ASMA KRONIK
1. Tujuan terapi asma kronik adalah :
 Mempertahankan tingkat aktivitas normal
 Mempertahankan fungsi paru-paru
 Mencegah timbulnya gejala kronis yang mengganggu (batuk atau kesulitan bernafas
pada malam hari atau pagi hari)
 Mencegah memburuknya asma
 Menyediakan farmakoterapi yang optimum
 (DiPiro, 2008)

2. Algoritma terapi asma kronik pada pasien anak 0-4 tahun

(DiPiro, 2008)
3. Algoritma terapi asma kronik pada pasien anak 5-11 tahun

4. Algoritma terapi asma kronik pada pasien anak usia >12 tahun dan dewasa

(DiPiro, 2008)
D. TERAPI NON FARMAKOLOGI

• Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait mengenai penyakitnya,


pengobatannya, pemantauan terapi, mengatur perawatan pengobatan,

• Menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan untuk mencegah serangan asma

• Identifikasi dan menghindarkan faktor pencetus serangan asma

• Menghindari olahraga yang berlebihan dan melakukan senam asma

• Pemberian oksigen pada saat serangan

• Menjaga pola hidup sehat, seperti berhenti merokok

(PDPI, 2003)

E. MONITORING TERAPI
1. Pemantauan tanda dan gejala asma, yang meliputi :
a. Gejala asma sehari-hari (mengi, batuk, rasa berat di dada dan sesak napas)
b. Asma malam, terbangun malam karena gejala asma
c. Gejala asma pada dini hari yang tidak menunjukkan perbaikan setelah 15 menit
pengobatan agonis beta-2 kerja singkat
Umumnya monitoring dan penilaian klinis dilakukan 1- 6 bulan secara berkala.
Pemantauan setiap 3 bulan perlu dipertimbangkan apabila akan dilakukan step-down.
Selain itu dapat juga dievaluasi mengenai, fungsi paru-paru, kualitas hidup, serangan
asma, kepatuhan pasien, efek samping yang muncul berkaitan pengobatan, keberhasilan
pengobatan
2. Pemeriksaan faal paru, dilakukan untuk untuk memonitor keadaan asma dan menilai
respons pengobatan.
Spirometric Test
Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan minimal dengan spirometric tests pada
awal penilaian/kunjungan pertama, setelah pengobatan awal diberikan, dan pemeriksaan
berkala setiap 1-2 tahun.
3. Monitoring PEF penting untuk menilai berat asma, derajat variasi asma, respons
pengobatan saat serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik sebelum menjadi
serius, respons pengobatan jangka panjang, justifikasi objektif dalam memberikan
pengobatan dan identifikasi pencetus misalnya pajanan lingkungan kerja
4. Monitoring cara penggunaan inhalasi yang benar dan tepat, Pasien yang menggunakan
pengobatan inhalasi perlu dievaluasi secara berkala setiap 3 – 6 bulan
5. Menjaga pola hidup sehat, dengan menghindari faktor pemicu penyebab asma.
6. Melakukan pengobatan jangka panjang dan pemeriksaan secara teratur (berkala) untuk
mengecek frekuensi kekambuhan serangan asma yang diderita.
7. Monitoring kepatuhan pasien dalam penggunaan obat
(DiPiro, 2008; NIH, 2007; PDPI, 2003)

Daftar pustaka

DiPiro, J.T., Tarbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2008,
Pharmacotherapy : A Pathophysiological Approach, 7th ed., Mc-Graw Hill Companies,
New York, pp. 463-494.
NIH, 2007, Guidelines for The Diagnosis and Management Asthma, U.S. Departement of Health
and Human Service, pp. 1-440.
PDPI, 2003, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia, PDPI, hal. 1-105.

Vous aimerez peut-être aussi