Vous êtes sur la page 1sur 25

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas limpahan-
Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, Salawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabiullah SAW. Kami menyadari bahwa dengan selesainya tugas ini
tidak terlepas dari berbagai belah pihak terutama Dosen dan teman seperjuangan.
Olehnya itu terimah kasih kami ucapkan yang setinggi-tinggi kepada Beliau.
Sebagai manusia biasa tentulah dalam penyusunan tugas ini terdapat berbagai
kekurangan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari untuk itu penyusun dengan
lapang dada siap menerima kritikan dan saran dari berbagai belah pihak yang telah
membaca tugas ini, demi penyempurnaan dalam tulisan ini.

Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penyusun.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.....................................................................................
Rumusan Masalah................................................................................
Tujuan...................................................................................................
BAB II KONSEP MEDIS
Defenisi.................................................................................................
Etiologi.................................................................................................
Klasifikasi............................................................................................
Patofisiologi..........................................................................................
Pathway................................................................................................
Manifestasi klinik...................................................................................
Penatalaksanaan....................................................................................
Pemeriksaan..........................................................................................
Komplikasi............................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan..................................................................................... ....
5.2 Saran............................................................................................... ....

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Kelenjar saliva merupakan salah satu organ dalam sistem pencernaan serta
merupakan kelenjar sekretori yang memiliki duktus untuk mengeluarkan
sekresinya ke rongga mulut. Apabila terjadi peradangan pada salah satu kelenjar
saliva (kelenjar parotis) disebut Parotitis. Lokasinya terdapat di sisi kanan dan kiri
wajah manusi. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi yang pada 30-40 % kasusnya
merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai
tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida
termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae dan family
Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi dengan kontak
langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. (Warta medika,
2009). Penyakit ini di Indonesia disebut gondongan atau radang kelenjar gondok
(Chin, 2000).
Sebanyak 6.584 kasus parotitis di Amerika dilaporkan pada tahun 2006,
dengan 76% terjadi diantara Maret dan Mei, namun tidak ada kematian yang
dilaporkan. Kejadian nasional parotitis adalah 2,2 per 100.000. Kasus ini juga
telah dilaporkan di Jerman, Inggris, Kanada. Namun, dibandingkan dengan
negara-negara lain, angka kejadian di AS sebenarnya masih relatif kecil,
meskipun tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan. Di Inggris, pada tahun
2004-2006 dilaporkan bahwa penyakit parotitis sebanyak lebih dari 70.000 kasus
(Dayan Gustavo, 2008). Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus
parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya,
dengan jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah
tahun 2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika.
(Sari Pediatri, 2009). Sedangkan, jumlah kasus parotitis akut di Indonesia
khususnya di kota Surabaya belum dapat diketahui secara pasti karena minimnya
penelitian mengenai penyakit ini.

3
Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan
berbagai komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya kematian.
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan parotitis dapat berupa:
Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis,
dan ketulian. Oleh karena itu, sebagai perawat kita harus melakukan tindakan
keperawatan dengan tepat untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi,
mendukung proses penyembuhan, menjaga atau mengembalikan fungsi
pencernaan, dan memberikan insformasi tentang proses penyakit dan tata cara
perawatan dirumah. Peran keluarga dan lingkungan juga mendorong penurunan
terjadinya parotitis, yaitu dengan cara hidup sehat.

2.Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari parotitis?
2) Bagaimana etiologi dari parotitis?
3) Bagiaman patofisiologidan pathway dari parotitis?
4) Bagaimana manifestasi klinis dari parotitis?
5) Apa saja pemeriksaan diagnostik parotitis?
6) Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan dari parotitis?
7) Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari parotitis?
8) Bagaimana asuhan keprawatan untuk pasien dengan gangguan parotitis?

3.Tujuan

3.1 Tujuan Umum


Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan sistem pencernaan, khususnya parotitis serta dapat memahami
dan menerapkan perannya sebagai perawat dalam pencegahan dan penanganan
masalah gastrointestinal terutama masalah parotitis.

3.2. Tujuan Khusus


1) Konsep teori
a) Mengetahui definisi dari parotitis.
b) Mengetahui etiologi dari parotitis.
c) Mengetahui patofisiologi dan pathway dari parotitis.

4
d) Mengetahui manifestasi klinis dari parotitis.
e) Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari parotitis.
f) Mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan dari parotitis.
g) Mengetahui komplikasi dari parotitis.
h) Dapat menjelaskan proses keperawatan pada pasien parotitis.
i) Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien parotitis.
2) Asuhan keperawatan pasien
a) Menjelaskan tentang pengkajian pasien dengan parotitis.
b) Menjelaskan tentang diagnosis keperawatan pasien dengan parotitis.
c) Menjelaskan intervensi tindakan keperawatan kepada pasien dengan
parotitis.
d) Menjelaskan hasil evaluasi keperawatan kepada pasien dengan
parotitis.

5
BAB II

KONSEP MEDIS

1. Definisi Parotitis
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus.
Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering.
Kejadian parotis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis
tertinggi pada anak-anak berusia 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan
adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi
berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam, malaise.
Mialgia, serta sakit kepala (Susyana Tamin, 2011). Pada saluran kelenjar ludah,
terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan
saluran. Parotitis yang juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit
yang biasanya menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Jika seseorang pernah
menderita penyakit ini, maka orang itu akan memiliki kekebalan seumur
hidupnya. Penyakit Parotitis (gondongan) adalah suatu penyakit menular dimana
sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah
(kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Penyakit
gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau
epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun
(sekitar 85% kasus). (Warta Medika, 2009).
Parotitis merupakan penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar
ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu
pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah
terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan
saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem
saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang
beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang
menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon
kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.
(Sumarmo,2008). Dalam sebuah jurnal penelitian oleh Puspita, Komang Yullan
(2014), menjelaskan bahwa ada suatu zat yakni chlorhexidine yang digunakan

6
dalam jangka waktu 2 minggu seringkali menimbulkan efek samping timbulnya
parotitis dengan tanda munculnya iritasi pada mukosa mulut, sensasi terbakar dan
perubahan persepsi rasa.
Obi Andareto (2015) menjelaskan faktor penyebab parotitis adalah
gangguan pada kelenjar tiroid sehingga tidak dapat mensekresikan hormon tiorid
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Juga dapat terjadi karena kekurangan kadar
yodium yang menyebabkan gondok bersifat endemik. Demikian pula, kekurangan
yodium pada wanita hamil kadang-kadang menyebabkan bayi meninggal dunia
maupun dilahirkan dengan kelambatan mental atau tuli (kretinisme). Penyakit ini
di Indonesia disebut gondongan atau radang kelenjar gondok, disebut juga
parotitis infektiosa. Adapun biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar
parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submaksilaris di antara telinga dan
rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah (Chin, 2000). Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong
(mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah
(droplet), muntahan, dan bisa pula melalui air kencing.
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-
40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit.
Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari. Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu sebagai berikut :
a) Parotitis kambuhan
Maksud kambuhan disini adalah, apabila pasien yang sebelumnya telah
terinfeksi, kemudian kambuh kembali. Anak-anak yang biasanya terkena
parotitis tipe ini adalah ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga
akhir usia kanak-kanak (sampai 12 tahun).
b) Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-
tiba, kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda
parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan
pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut. Hal mengenai

7
pasca-bedah ini khususnya apabila penggunaan anastesi umum lama dan
ada gangguan hidrasi.

2. Etiologi Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan
virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90–300 mµ.
Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan
jaringan terinfeksi lain. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini
hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat
hancur pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet
selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus
bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa
lokal dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang
berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar
parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke sistem
saraf pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear.
Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan
serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi
dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum
pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang
(Sumarmo, 2008).
Virus yang paling umum yang menyebabkan parotitis akut adalah mumps.
Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily
Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2
glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini
juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau
yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang
berasal dari hemaglutinin permukaan. Vaksinasi rutin dilakukan setiap kali
insidens mumps. Mumps akan sembuh dengan sendirinya dalam 10 hari. Bakteri
parotitis akut yang paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus

8
Aureus tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri commensal. Parotitis
ekstrapulmonary tuberculosis. Mikrobakterium ini menyebabkan tuberkulosis dan
dapat juga menyebabkan infeksi parotis. Infeksi tersebut menyebabkan
pembesaran tetapi nyeri sedang pada kelanjar parotis. Diagnosis dibuat melalui
penemuan tipe radiografi dada, kultur, diagnosis histologi setelah kelenjar
diangkat. Ketika didiagnosis dan dirawat dengan pengobatan anti tuberkular,
kelenjar mungkin kembali normal dalam1 -3 bulan.
Penyebab autoimun diketahui sebagai parotitis kronis autoimun. Sindrom
Sjogren’s meruapakan inflamasi kronis pada kelenjar saliva bisa menjadi sebuah
penyakit autoimun yang dikenal sebagai Sindrom Sjogren’s. Penyakit ini paling
umum muncul pada orang berumur 40-60 tahun, tetapi bisa juga menyerang anak
kecil. Pada sindrom Sjogren’s, prevalensi parotitis perempuan : laki-laki berkisar
9 : 1. Sindrom ini sering bermanifestasi dengan kekeringan berlebihan pada mata,
mulut, hidung, vagtna dan kulit. Blokade atau penyumbatan dari saluran parotis
utama, satu dari cabangnya, sering menyebabkan parotitis akut, inflamasi
selanjutnya terhadap super infeksi bakteri. Penyumbatan bisa terjadi akibat dari
batu saliva, sumbatan mucus, atau jarang dari tumor ganas. Batu saliva atau bisa
dikenal dengan sialolithiasis atau kalkulus saluran saliva merupakan bentukan dari
kalsium tetapi tidak mengindikasikan kelainan kalsium. Batu saliva pada kelenjar
parotis lebih sering terbentuk di hilum atau di dalam parenkim. Gejala yang
dirasakan pasien adalah terdapat bengkak yang hilang timbul disertai dengan rasa
nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang terlibat Batu saliva didiagnosa melalui
X-Ray, CT Scan atau USG (Professor of otolaryngology, 2009).

3. Patofisiologi Parotitis
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus.
Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering.
Kejadian parotitis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis
tertinggi pada anak-anak berusia antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali
dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa
inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam,
malaise, mialgia, serta sakit kepala (Tamin, Susyana & Duhita Yassi, 2011).

9
Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau
epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12
tahun. Parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari dua
tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh
antibody yang baik. Anak yang pernah menderita parotitis akan memiliki
kekebalan seumur hidupnya (Nahlieli, 2005). Penularan atau penyebaran virus
dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah,
mungkin dengan urine. Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau
mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh
virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer Ig-M
dan Ig-G secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin
banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis
atau epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam
aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar atau saraf yang
kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam
traktus respiratorius di dalam traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus
servikalis, dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain,
termasuk selaput otak, gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung, hati, ginjal
dan saraf otak. Bila testis terkena maka terdapat pendarahan kecil dan nekrosis sel
epitel tubuli seminiferus. Pada pancreas kadang terdapat degenerasi dan nekrosis
jaringan. Adenitis kelenjar liur manifestasi viremia awal. Viruria biasanya terjadi
dan disertai oleh gangguan ginjal (Suprohaita et al, 2000). Perjalanan penyakit
klasik dimulai dengan demam, sakit kepala, anoreksia dan malaise. Dalam 24 jam
anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan gerakan mengunyah, esok
harinya tampak glandula parotis yang membesar dan cepat bertambah besar,
mencapai ukuran maksimal dalam 1-3 hari, biasanya demam menghilang 1-6 hari
dan suhu menjadi normal sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar.bagian
bawah daun telinga terangkat keatas dan keluar oleh pembengkakan glandula
parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat, nyeri mulai berkurang setelah
tercapai pembengkakan maksimal berlangsung selama 6-10 hari. Biasanya satu
glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam beberapa hari.

10
Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaaan parotis unilateral ditemukan
kira-kira 25% (Berker, 2004).
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah
pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral,
disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut,
virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas
kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan (Mansjoer, 2000).
Kondisi parotitis memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien. Adanya
respons inflamasi sistemik memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh.
Manifestasi respons ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respon ketidaknyamanan sakit
kepala dan anoreksia memberikan manifestasi nyeri dan ketidak seimbangan
pemenuhan nutrisi. Raad et al (1990), setelah kajian literatur, menyimpulkan
bahwa faktor utama dalam patogenesis adalah dilatasi duktus dengan atau tanpa
bukti obstruksi dan infeksi persisten derajat rendah.

11
PATHWAY PAROTITIS

Pamyxovirus

Meningoenseph
Masuk mulut/ hidung alitis, orkitis,
meningitis,
MK : Potensial ooforitis,
Virus menumpuk dalam tubuh Komplikasi nefritis,
miokarditis,
Poliferasi artritis
MK :
MK : Hipertermi
Ketidak- Viremia (virus ikut aliran darah) Di kelenjar Tiroiditis
Respon inflamasi tiroid
seimbangan Demam sistemik
nutrisi
Virus berdiam di kelenjar parotid
kurang dari
Panas Kemerahan
kebutuhan Neurisitis saraf Tinitus Tuli
tubuh Parotitis Proses infeksi pendengaran
Aliran Vasodilatasi sistem
Anoreksi darah mikrosirkulasi area
Respon inflamasi Peningkatan
a meningkat yang terinfeksi lokal IgG & IgM
Sakit Kaku Kelenjar parotid
otot membesar Bengkak Permeabilitas kapiler &
menelan
venul yang terinfeksi
MK : Gangguan Nyeri terhadap protein meningkat
Rasa Nyaman telinga

MK : Nyeri Nyeri Nyeri Difusi protein & filtrasi


12
Akut kepala air ke interstisiel
4. Manifestasi Klinis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan,
bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas
dapat digambarkan sebagai berikut (Obi Andareto, 2015) :
1) Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondong mengalami gejala, demam (suhu
badan 38,5-40oC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian
belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut)
2) Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang
diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar
mengalami pembengkakan
3) Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur-
angsur mengempis.
4) Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar dibawah rahang (submandibula)
dan kelenjar dibawah lidah (sublingual) . pada pria akil balik adakalanya terjadi
pembengkakan buah akar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan
yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya leukosit dalam darah adalah
4x109/L darah dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan
leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang.
b) Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan
parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase normal
dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c) Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan adanya infeksi
virus (Nelson, 2000), yaitu:
1.) Hemaglutination inhibition (HI) test

13
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan serum yang
satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut,
maka kemungkinannya parotitis.
2.) Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan fibroblas
embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang
mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji
netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan
imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
3.) Complement – Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon antibodi
terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi
terhadap antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan
berikutnya dan kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah
dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun
menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering
mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12
minggu.
d) Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan dengan
biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau darah. Biakan
dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl
dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.

6. Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh atau hilang sendiri)
yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi
virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan
lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah
dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan
mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.

14
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita :
1) Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa : Analgetik-antipiretikPenderita rawat inap
2.) Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat, gejala saraf
perlu rawat inap diruang isolasi.
a. Diet lunak, cair dan tidak kering
b. Analgetik-antipiretik
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3.) Terapi komplikasi
a. Encephalitis
Simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk mengurangi sakit
kepala.
A. Orkhitis
a) Istrahat yang cukup
b) Pemberian analgetik
c) Sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg/kg/24 jam, peroralm, selama 2 – 4 hari)
4.) Pankreatitis
Terapi simptomatis dengan cairan yang cukup.

7. Pencegahan
Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit ini. Cara pencegahan
terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi rutin rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) 2011. Vaksin ini merupakan kombinasi dengan vaksin measles (campak) dan
rubella (campak Jerman). Diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan kemudian
usia 5–6 tahun (FK UNUD, 2011). Penecegahan bisa dilakukan secara pasif dan aktif.
Berikut adalah perbedaan pencegahan secara pasif dan aktif.
A) Pasif : Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah parotitis
atau mengurangi komplikasi.
B) Aktif : Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak yang
divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain yang dapat dideteksi,
tidak mengeksresi virus, dan tidak menular terhadap kontak yang rentan. Jarang parotitis

15
dapat berkembang 7 – 10 hari sesudah vaksinasi. Vaksin memicu antibody pada sekitar 96%
resipien seronegatif dan mempunyai kemanjuran protektif sekitar 97% terhadap infeksi
parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada suatu wabah parotitis, beberapa anak
yang telah diimunisasi dengan vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai
dengan demam, malaise, mual, dan ruam popular merah yang melibatkan badan dan tungkai
tetapi mentelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus
yang diisolasi dari anak, tetapi kenaikan titer antibody parotitis ditunjukkan.

8. Komplikasi
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat
menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal
tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas. Dibawah ini
adalah komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang dini :
1. Meningoensepalitis : Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan,
yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi
(hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
2. Ketulian : Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya
rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan
pendengaran mungkin sementara atau permanen.
3. Orkitis : Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang
terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen
Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam
tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan
sakit pada testis.
4. Ensefalitis atau Meningitis : Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa
sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami
meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang
mengalami ensefalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang
permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
5. Ooforitis : Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas.
6. Pankreatitis : kelainan berat tetapi jarang terjadi. Pankreatitis dapat terjadi karena
infeksi virus parotitis yang menyebabkan jejas primer sel asiner dan terjadi efek

16
destruktif enim-enim pankreas yang dilepas oleh sel asiner sehingga leukosit akan
meleppaskan sitokin pro inflamatorik yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal
dam edema pada pankreas
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita
merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam
waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total.
7. Nefritis : Kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria
terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui.
Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat
terjadi namun jarang. Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada
ginjal.
8. Miokarditis : Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi
ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Miokarditis ringan
dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari
miokarditis seperti depresi segmen S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat
disetai dengan takikardi, pembesaran jantung dan bising sistolik.
9. Artritis : Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan
pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna.
Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang
sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-2minggu setelah berkurangnya
parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar khususnya paha atau lutut.
Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, suku / bangsa, agama, pendidikan, alamat.
2) Keluhan Utama
Umumnya pada pasien penderita parotitis, pasien mengeluhkan demam, nyeri di
bawah telinga, bengkak, nafsu makan menurun, sakit kepala, muntah, nyeri otot dan
sulit menelan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien mengelukan mengalami demam dan merasakan nyeri pada belakang
telinga dan pipi. Beberapa hari kemudian timbul bengkak dan kemerahan kemudian
menjadi sukar menelan dan nafsu makan menurun, adanya rasa nyeri dan bengkak
menyebar ke daerah pipi.
4) Riwayat Penyakit Dahulu:
a) Tanyakan apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala yang sama.
b) Tanyakan punya riwayat penyakit menular, dan riwayat penyakit alergi.
c) Tanyakan apakah pasien pernah di imunisasi MMR (Mumps, Measles, Rubela).
5) Riwayat Penyakit Keluarga:
Biasanya semua anggota keluarga sudah pernah mengalami gejala yang sama dan
kemungkinan bisa tertular
6) Pemeriksaan Fisik:
a) B1 (breathing) : Takipnea
b) B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi
c) B3 (brain) : compos mentis, mengalami kecemasan dan terus
menerus gelisah akibat manifestasi klinis
dari parotitis, sakit kepala dan kaku leher
d) B4 (bladder) : normal
e) B5 (bowel) : sulit menelan → nafsu makan menurun → BB
menurun
f) B6 (bone) : kelemahan otot, malaise
7) Pemeriksaan Penunjang:
a) Pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia ringan dengan limfositosis relative.
b) Kadar leukosit < 4 x 109/L darah.

18
c) Pemeriksaan kadar amilase dalam serum naik >137 U/L darah.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan intake makanan akibat kesulitan menelan
2) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses inflamasi
3) Nyeri akut berhubungan dengan penyakit yang diderita.
4) Gangguan rasa nayaman berhubungan dengan kelenjar paratiroid membesar
3. Intervensi Keperawatan

NO DX Keperawatan NOC NIC

1. Ketidakseimbangan a. Nutritional status: Monitor adanya


Adequacy of nutrient penurunan BB dan gula
nutrisi: kurang dari
b. Nutritional Status : food darah
kebutuhan tubuh and Fluid Intake Monitor lingkungan
c. Weight Control selama makan
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan Jadwalkan
ketidakcukupan intake keperawatan pengobatan dan tindakan
selama….nutrisi kurang tidak
makanan akibat
teratasi dengan indikator: selama jam makan
kesulitan menelan Albumin serum Monitor turgor kulit
Pre albumin serum Monitor kekeringan,
Hematokrit rambut kusam, total
Hemoglobin protein, Hb dan kadar Ht
Total iron binding Monitor mual dan
capacity muntah
Jumlah limfosit Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor intake
nuntrisi
Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
Atur posisi semi
fowler atau fowler tinggi

19
selama makan
Kelola pemberan anti
emetik:.....
Anjurkan banyak
minum
Pertahankan terapi IV
line
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oval

Thermoregulasi Monitor suhu sesering


Hipertermi mungkin
2. Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan Monitor warna dan
selama………..pasien suhu kulit
peningkatan laju Monitor tekanan
menunjukkan :
metabolisme: proses Suhu tubuh dalam batas darah, nadi dan RR
normal dengan kreiteria Monitor penurunan
inflamasi tingkat kesadaran
hasil:
Suhu 36 Monitor WBC, Hb,
– 37C dan Hct
Nadi dan Monitor intake dan
RR dalam rentang output
normal Berikan anti piretik:
Tidak ada Kelola
perubahan warna kulit Antibiotik:……………
dan tidak ada pusing, …………..
merasa nyaman Selimuti pasien
Berikan cairan
intravena
Kompres pasien pada
lipat paha dan
aksila
Tingkatkan sirkulasi
udara
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi
tekanan
darah
Monitor hidrasi
seperti turgor kulit,
kelembaban
membran mukosa)

20
3. Nyeri akut berhubungan Pain Level, Lakukan pengkajian
dengan penyakit yang pain control, nyeri secara
diderita comfort level komprehensif termasuk
Setelah dilakukan tinfakan lokasi,
keperawatan selama …. karakteristik, durasi,
Pasien tidak mengalami frekuensi, kualitas
nyeri, dengan kriteria hasil: dan faktor presipitasi
· Mampu mengontrol nyeri Observasi reaksi
(tahu penyebab nyeri, nonverbal dari
mampu menggunakan ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi Bantu pasien dan
untuk mengurangi nyeri, keluarga untuk mencari
mencari bantuan) dan menemukan
· Melaporkan bahwa nyeri dukungan
berkurang dengan Kontrol lingkungan
menggunakan yang dapat
manajemen nyeri mempengaruhi nyeri
· Mampu mengenali nyeri seperti suhu ruangan,
(skala, intensitas, pencahayaan dan
frekuensi dan tanda nyeri) kebisingan
· Menyatakan rasa nyaman Kurangi faktor
setelah nyeri berkurang presipitasi nyeri
· Tanda vital dalam rentang Kaji tipe dan sumber
normal nyeri untuk
· Tidak mengalami menentukan intervensi
gangguan tidur Ajarkan tentang
teknik non farmakologi:
napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri:
……...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

21
4. Gangguan rasa nyaman Ansiety Anxiety Reduction
 Fear level (penurunan
berhubungan dengan
 Sleep Deprivation kecemasan)
kelenjar paratiroid  Comfort, Readines for  Gunakan pendekatan
Enchanced yang menenangkan
membesar
 Nyatakan dengan jelas
Kriteria Hasil : harapan terhadap pelaku
 Mampu mengontrol pasien
kecemasan  Jelaskan semua
 Status lingkungan yang prosedur dan apa yang
nyaman dirasakan selama
 Mengontrol nyeri prosedur
 Kualitas tidur dan istirahat  Pahami prespektif
adekuat pasien terhadap situasi
 Agresi pengendalian diri stres
 Respon terhadap  Temani pasien untuk
pengobatan memberikan keamanan
 Control gejala dan mengurangi takut
 Status kenyamanan  Dorong keluarga untuk
meningkat menemani anak
 Dapat mengontrol  Lakukan back/neck rub
ketakutan  Dengarkan dengan
 Support social penuh perhatian
 Keinginan untuk hidup  Identifikasi tingkat
kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
Environment
Management Confort
Pain Management

22
4. 2.11.4 Evaluasi Tindakan
Memastikan kriteria hasil yang di inginkan dapat tercapai, seperti:
1) Klien menunjukkan nyeri yang berkurang
2) Klien dapat melakukan distraksi positif ketika nyeri
3) Klien mempunyai masukan nutrisi yang adekuat
4) Klien menunjukkan suhu tubuh dan TTV dalam rentang normal.

23
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Parotitis adalah suatu penyakit virus dengan tanda membesarnya kelenjar ludah dan
terasa nyeri. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang akut (Yvonne). Parotitis yang
juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit yang biasanya menyerang anak-
anak berusia 2-12 tahun. Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit
menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar
ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan
pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu
parotitis kambuhan dan parotitis akut. Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama
kelenjar parotis. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem
saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Menurut Sumarmo (2008)
penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan
ludah (droplet), muntahan dan bisa pula melalui air kencing. Masa tunas (masa inkubasi)
parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui masalah yang
berhubungan dengan gangguan sistem pencernaan pada pasien, agar perawat mampu
melakukan asuhan keperawatan pada klien tersebut.Penyusunan makalah ini belum
sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA
Dayan, H, Gustavo. 2008. Recant Resurgence of Mumps United States. The New England
George, C. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi XIII. Jakarta: EGC
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford: Wiley Blackwell

Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika
Soemarmo.2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta:Penerbit IDAI
Wilkinson,Judith.2011.DiagnosisKeperawatan edisi 9.Jakarta : EGC

25

Vous aimerez peut-être aussi