Vous êtes sur la page 1sur 18

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI
A. Anatomi & Fisiologi
1. Anatomi saluran nafas
Gambar 1

2. Fisiologis
Organ-organ pernafasan
a. Hidung
Merupakan saluran udara pertama yang mempunyai 2 lubang, dipisahkan oleh
sekat hidung. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berfungsi untuk menyaring
dan menghangatkan udara (Mutaqqin, 2009).
b. Faring
Merupakan persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, terdapat di
dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan (Mutaqqin, 2009).
c. Laring (pangkal tenggorok)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di
depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakea di bawahnya (Mutaqqin, 2009).
d. Trakea (batang tenggorok)
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri
dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah
dalam diliputi oleh sel bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan benda-
benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Percabangan
trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina (Mutaqqin, 2009).
e. Bronkus (cabang tenggorokan)
Merupakan lanjutan dari trakea yang terdiri dari 2 buah pada ketinggian
vertebra torakalis IV dan V (Mutaqqin, 2009).
f. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung hawa (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya  90 meter persegi, pada lapisan inilah
terjadi pertukaran udara (Mutaqqin, 2009).
3. Fisiologis pernafasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung
oksigen dan menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna dari pernafasan yaitu mengambil O2
yang dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk pembakaran, mengeluarkan CO2
sebagai sisa dari pembakaran yang dibawa oleh darah ke paru-paru untuk
dibuang, menghangatkan dan melembabkan udara. Pada dasarnya sistem
pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghangatkan udara
luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli. Terdapat beberapa
mekanisme yang berperan memasukkan udara ke dalam paru-paru sehingga
pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan udara masuk dan
keluar dari paru-paru disebut sebagai ventilasi atau bernapas. Kemudian adanya
pemindahan O2 dan CO2 yang melintasi membran alveolus-kapiler yang disebut
dengan difusi sedangkan pemindahan oksigen dan karbondioksida antara kapiler-
kapiler dan sel-sel tubuh yang disebut dengan perfusi atau pernapasan internal
(Mutaqqin, 2009).
Proses pernafasan :
Proses bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan nafas. Satu kali bernafas
adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Bernafas diatur oleh otot-otot
pernafasan yang terletak pada sumsum penyambung (medulla oblongata).
Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus
prenikus lalu mengkerut datar. Ekspirasi terjadi pada saat otot-otot mengendor
dan rongga dada mengecil. Proses pernafasan ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Proses fisiologis pernafasan dimana
oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan dan karbondioksida
dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar
paru-paru. Stadium kedua adalah transportasi yang terdiri dari beberapa aspek
yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan
antara darah sistemik dengan sel-sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi
pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus
dan reaksi kimia, fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah. Stadium
akhir yaitu respirasi sel dimana metabolit dioksida untuk mendapatkan energi dan
karbon dioksida yang terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel akan
dikeluarkan oleh paru-paru.
(Mutaqqin, 2009)
B. Definisi
1. Pneumonia adalah proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat (Sumantri, 2007).
2. Pneumonia adalah peradangan pada paremkim paru yang melibatkan bronkus
yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (Kusuma, 2016)
3. Pneumonia adalah penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-
infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Muttaqin, 2009)
Jadi dapat disimpulkan Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah yang mengenai parenkim paru pada umumnya disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme.
C. Etiologi
Penyebab pneumonia adalah :
1. Bakteri : pnemokokus, streptokokus, stafilokokus, pseudomonas aeruginosa.
2. Virus : virus influenza, adenovirus, sitomegalovirrus.
3. Fungi : aspergillus, koksidiomikosis, histoplasma
4. Aspirasi : cairan amnion, makanan, cairan lambung, benda asing.

D. Epidemiologi
Epidemiologi pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia (CAP)
di Amerika Serikat diperkirakan 1.600 kasus per 100.000 populasi. Sedangkan di
Indonesia secara nasional adalah 1,8% dimana prevalensi tahun 2013nadalah 4,5%.
1. Global
Epidemiologi pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia
(CAP) merupakan suatu penyakit yang serius dan merupakan penyebab
kematian nomor tiga secara globall dan merupakan penyebab kematian dan
disabilitas terbesar di antara penyakit pada sistem lainnya.
Di amerika Serikat insiden CAP diperkirakan 1.600 kasus per 100.000 populasi
tidak jauh berbeda dengan Eropa 1.100-1.600 kasus per 100.000 populasi.
Angka CAP yang harus dirawat inap diperkirakan 250 kasus per 100.000
populasi. Tredapat perubahan tren yaitu peningkatan insidensi CAP dengan
patogen yang resistenterhadap obat. Pada pasien anak di Amerika Serikat,
pneumonia merupakan penyebab rawat inap dengan insidensi rawat inap 15,7
per 10.000 anak per tahun. Insidensi paling tinggi pada grup anak di bawah 2
tahun yaitu insidensi rawat inap 62,2 per 10.000 anak per tahun. Insidensi
memuncak pada saat msim gugur dan musim dingin.
2. Indonesia
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, period
prevalence atau prevalensi periode seluruh pneumonia di Indonesia secara
nasional adalah 1,8% dimana prevalensi periode paling tinggi pada kelompok
umur 1-4 tahun dan meningkat pada kelompok umur 45-54 tahun dan kelompok
umur yang lebih tua. Berdasarkan data administratif, terdapat 988 kasus CAP
pada tiap 100.000 pasien yang telah keluar dari perawatan inap rumah sakit di
Indonesia dengan rata-rata masa rawat inap atau length of stay 6,1 hari.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada penyakit pneumonia adalah :
1. Batuk produktif
2. Dispnea
3. Takipnea
4. Sianosis
5. Melemahnya suara nafas
6. Retraksi dinding dada
7. Nafas cuping hidung
8. Mual dan muntah
9. Berkeringat
10. Penggunakan otot bantu nafas
11. Nyeri pada abdomen (disebabkan oleh diafragma oleh paru terinfeksi
disekatnya)
12. Batuk paroksismal mirip pertusis ( terjadi pada anak yang lebih kecil).
13. Anak-anak yang lebih besar tidak tampak sakit.

F. Patofisiologi (Narasi & Skema)


Bakteri terhisap keparu perifer melalui saluran nafas menyebabkan reaksi jaringan
berupa edema yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru
yang terkena mengalami konsilidasi yaitu terjadinya sebukan sel PMNs
(Polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli. Proses ini
termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium hepatisasi kelabu
adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura.
Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMNs di alveoli dan proses peningktan jumlah
sel magrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya
kuman dan debris (mansjoer, 2000).
Pneumonia bakteri menyerang baik ventilasi maupun difusi, suatu reaksi infalamsi
yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat
yang menggangu gerakan dan difusi oksigen dan karbondioksida. Sel-sel darah
putih kebayakan neutofil juga berimigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang
yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mengalami ventilasi yang
cukup karena sekresi, edema mukosa dan bronkospasme menyebabkan oklusi
parsial bronchi atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tekanan oksigen
alveolar. Darah vena yang memasuki patu lewat melalui area yang kurang
terventilasi dan keluar kesisi jantung. Pencampuran darah yang teroksigen ini
mengakibatkan hipoksemia arterial (Smelzer, 2002)
Pathway

Sumber : Smelzer, 2002


G. Komplikasi
1. Efusi pleura
2. Empiema
3. Abses paru
4. Pnemothorak
5. Gagal nafas
6. Sepsis

H. Manajemen Kolaboratif
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X : Gambaran radiologis foto totaks (PA/Lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama untuk mnenegakkan diagnosis. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsilidasi dengan “air broncogram”,
penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,hanya merupakan
penunjuk arah ndiagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering dis aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau
gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.
b. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis
c. Pemerksaan gram / kultur, sputum dan darah : untuk mengidentifikasi semua
organisme yang ada
d. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus
e. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan
f. Spirometrik statik : untuk mengakaji jumlah udara yang diasapirasi
g. Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

2. Medikasi
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik
per oral dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat
dan antibiotik diberikanmelalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen
tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita
akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam
waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain :
a. Oksigen 1-2 L/menit
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi
c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
d. Jika sekresi lendirberlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.koreksi gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotik
diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based :
a. Ampisillin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital based :
a. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali peemberian.
b. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
3. Diet
Berikut adalah beberapa saran diet yang bisa bermanfaat bagi penderita
pneumonia, seperti dilansir dari Livestrong, Rabu (5/8/2015)
a. Buah dan sayuran berwarna-warni
Buah-buahan dan sayuran yang berwarna cerah dan beragam adalah sumber
antioksidan yang akan membantu tubuh anda melawan infeksi dan penyakit.
Meningkatkan asupan diet ini juga dapat membantu mencegah komplikasi
infeksi.
b. Makanan dari biji-bijian utuh
Makanan dari biji-bijian utuh (whole grain : gandum, beras merah yang bisa
dimakan dalam bentuk sereal, roti dan lainnya) memberikan karbohidrat,
sumber bahan bakar utama tubuh anda serta sejumlah vitamin, mineral dan
antioksidan dalam jumlah yang tinggi. Vitamin B dalam biji-bijian
memainkan peran penting ketika anda lelah dan demam. Biji-bijian juga
merupakan sumber selenium, yaitu mineral yang mendukung fungsi sistem
kekebelan tubuh.
c. Makanan kaya protein rendah lemak
Protein memainkan peran penting dalam perbaikan jaringan dan fungsi
kekebalan tubuh. Pilih sumber protein rendah lemak jenuh, seperti kacang-
kacangan, lentil, daging ayam tanpa kulit dan ikan. Hindari sumber lemak
jenuh, seperti dagingmerah dan daging olahan yang dapat meningkatkan
peradangan.
d. Cairan tambahan
Jaga tubuh anda tetap berhidrasi dengan baik untuk memulihkan kondisi
pneumonia. The University of Maryland Medical Center
merekomendasikanuntuk minum 6-10 gelas cairan, seperti air, jus, kaldu dan
teh per hari. Hindari minuman yang dapat memperburuk kondisi paru-paru
dan tubuh secara keseluruhan.
(https://lifestyle.okezone.com)
4. Aktivitas
Lakukan tirah baring, aktivitas klien dikurangi untuk menghindari /
mengurangi kelelahan (meningkatkan istirahat).
5. Pendidikan Kesehatan
a. Ajarkan tentang pemberian obat (dosis, rute, efek samping dan waktu yang
cocok dan menyelesaikan dosis seluruhnya).
b. Berikan informasi tentang cara pengendalian infeksi serta cara
pencegahannya
c. Bayi : ASI ekslusif 6 bulan, karena di dalam kandungan ASI adanya sistem
kekebalan yang dapat menjaga tubuh anak sehingga tidak mudah terserang
penyakit.
d. Berikan gizi seimbang dan cukup sesuai usia anak
e. Tutup mulut saat batuk dengan tissue, karena penularan pneumonia banyak
berasal dari percikan batuk atau bersin klien pneumonia.
f. Hindari asap rokok.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian (Anamnesa Riwayat Penyakit, Pemeriksaan Fisik dsb)
1. Identitas
Terdiri atas nama, jenis kelamin, alamat, usia, pekerjaan, dan status perkawinan.
2. Fokus Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Riwayat penyakit
Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, riwayat penyakit
pernapasan, pengobatan yang dilakukan di rumah dan penyakit yang menyertai.
b. Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan, faring
hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.
c. Faktor perkembangan : umum, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-hari,
mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/ keluarga: pengalaman terkena penyakit pernafasan,
pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status penampilan kesehatan : lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis
tergantung tingkat penyebaran penyakit
c. Tanda-tanda vital
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : Takikardi, hipertensi
2) Frekuensi pernapasan : takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.
3) Suhu tubuh
Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon oleh
hipotalamus.
d. Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.
e. Integumen
Kulit
1) Warna : pucat sampai sianosis
2) Suhu : pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi
teratasi kulit anak akan teraba dingin.
3) Turgor : menurun ketika dehidrasi
f. Kepala dan mata
Kepala
1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
2) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata
3) Periksa higine kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan
warna.
g. Sistem Pulmonal
1) Inspeksi : Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea, sianosis sirkumoral,
distensi abdomen. Batuk : Non produktif Sampai produktif dan nyeri dada.
2) Palpasi : Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkin
membesar.
3) Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit.
4) Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.
h. Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit kepala.

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah


menurun.

i. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.
j. Sistem Genitourinaria
Subyektif : mual, kadang muntah.
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
k. Sistem Digestif
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal.
b. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah.
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan
otot aksesoris pernafasan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas.
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
4. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi dan pengetahuan tentang
penyakit yang dialami.

C. Intervensi dan Rasional


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas
a. Monitor frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris
terjadi karena peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan bronkus.
Semakin sempit dan tinggi tekanan semakin meningkat frekuensi pernapasan.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara
Rasional : suara mengi mengindikasikan terdapatnya penyempitan bronkus
oleh sputum. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Krekels terjadi pada area paru yang banyak cairan eksudatnya.
c. Bantu pasien latihan nafas dan batuk secara efektif.
Rasional : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau
jalan napas lebih kecil. Batuk secara efektif mempermudah pengeluaran
dahak dan mengurangi tingkat kelelahan akibat batuk.
d. Suction sesuai indikasi.
Rasional : Membantu mengeluarkan sputum secara mekanik dan mencegah
obstruksi jalan napas.
e. Lakukan fisioterapi dada.
Rasional : Merangsang gerakan mekanik lewat vibrasi dinding dada supaya
sputum mudah bergerak keluar.
f. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan
air hangat daripada dingin.
Rasional : Meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi tingkat
kekentalan dahak sehingga mudah dikeluarkan.
g. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi
(nebulizer).
Rasional : Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret dengan cepat.
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah diberikan askep 1x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya sputum
banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : Sputum akan merangsang nervus vagus sehingga berakibat mual,
dispnea dapat merangsang pusat pengaturan makan di medula oblongata.
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Berikan
atau bantu kebersihan mulut setelah muntah. Setelah tindakan aerosol dan
drainase postural, dan sebelum makan.
Rasional : menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien
dan dapat menurunkan mual.
c. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan
ini.
d. Auskultasi bunyi usus. Observasi atau palpasi distensi abdomen.
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi berat
atau memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara
atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran GI.
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti
panggang, krekers) dan atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
f. Evaluasi status nutrisi umum. Ukur berat badan dasar.
Rasional : Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau
keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi dan atau lambatnya respons terhadap terapi.
3. Tujuan : setelah Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
diberikan askep 1x24 jam diharapkan
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
a. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan
Rasional : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas dilanjutkan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan
perbaikan kegagalan pernapasan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kenutuhan oksigen.
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
a. Kaji tingkat pengetahuan tentang penyakitnya
Rasional : Untuk mengetahui sampai mana pengetahuan klien sehingga
memudahkan untuk memberikan penyuluhan
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya
Rasional : Untuk menambah informasi
c. Motivasi klien untuk melakukan anjuran dalam pendidikan kesehatan
Rasional : Untuk menambah semangat dan harapannya klien mau
melakukan hal positif untuk kesehatan
d. Beri kesempatan untuk klien bertanya tentang penyakitnya
Rasional : Untuk menambah pengetahuan klien
D. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.

E. Evaluasi (secara teori)


Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
III. DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : EGC.


Astuti, Widya Harwina. (2010). Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM
Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Ed.3. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Kusuma,H & Amin H. N. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Nanda Nic Noc dalam
berbagai kasus. Jogjakarta : Mediaction.
Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Smeltzer, Suzan C & Bare Brenda G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Vol. 1. Jakarta : EGC.
Suriadi, SKp, MSN. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Sylvia, Price Anderson, dkk. (2009). Patofisiologi : buku-2, Edisi 4. Jakarta : EGC.

Vous aimerez peut-être aussi