Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH
1. Anda Kristianti (102011503)
2. Dian Saputra (10201150)
3.
4.
5.
6.
7. Sri Widia Sari (102011517)
8. Widya Aryanti (102011518)
9. Ika Winda Hidayati (102011520)
SI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JEMBRANA
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Tinjauan Teori
A. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup di luar tubuh manusia.
Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap
infeksi penyakit.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala, infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul
akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit
mudah menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik
adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah
terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit
infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-
1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama
HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan
HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin tidak
berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah (HIV/AIDS) bisa
menyebabkan kematian.
AIDS dapat didefinisikan melalui munculnya IO yang umum ditemui pada
ODHA:
1. Kandidiasis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, vagina.
2. Virus sitomegalia (CMV): menimbulkan penyakit mata yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Herpes pada mulut atau alat kelamin.
4. Mycobacterium avium complex (MAC): infeksi bakteri yang menyebabkan
demam kambuhan.
5. Pneumonia pneumocystis (PCP): infeksi jamur yang dapat menyebabkan
radang paru.
6. Toksoplasmosis: infeksi protozoa otak.
7. Tuberkolosis (TB)
B. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL
II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (
HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh
darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan
melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi.
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagihan obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang
telah terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan
HIV dapat dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah
dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum
suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius
dengan seseorang yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama
masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena
pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan
bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
C. Manifestasi klinis
D. Patofisiologi
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari
benda asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari
binatang maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal
(immune response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan
humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara
tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “beraksi”
bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas
atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+)
mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh,
benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper
menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan
HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T
helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV
kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor
ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus
memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase,
HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini
akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan,
genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T
helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan
biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena
infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper
dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T
helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B
dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan
Kekebalan.
Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV
/ AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga
karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV / AIDS
karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi
dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu
sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus
plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama
malaria) pada plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya
muatan virus pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak
langsung berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke
anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan
periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak
antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan. Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko
penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan
section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama
proses persalinan adalah:
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau
infeksi lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi
dengan darah ibu misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
d. Lamanya robekan membran
E. Komplikasi
1. Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan
gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di
balik sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
a. ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia
AIDS (ADC; AIDS dementia complex).
b. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan
psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup
gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal,
gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.
c. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit
kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status
mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis
cairan serebospinal.
3. Pernafasan
a. Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling
sering ditemukan pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat.
Gejala: sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi
dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan
perubahan status mental).
b. TBC
4. Gastrointestinal
a. Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus
yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya
mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang
kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis,
dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya
penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
b. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora
normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek,
penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan
dehidrasi.
c. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi,
obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik,demam atritis.
d. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan
inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek
inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
e. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek,
sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia,
keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis,
seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare
(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides.
f. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks
dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi
scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti
herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan
pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit.
moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang
ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas.
dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik
dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta
wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan
mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan
psoriasis.
5. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak
mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan
mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau
pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika
melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja
(tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas
laboratorium. Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun
defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang
bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan
benda tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan
infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada
pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV
(Fauci, 2000). Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak
dapat ditularkan antara lain:
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan
dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium
pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan
seseorang tertular.
Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui hal-
hal sehari-hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang
tertular.
2. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun
peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western
blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan
kadar yang meningkat).
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan
berlanjutnya penyakit)
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)
G. WOC
Menyerang T
HIV Merusak seluler immunocompromise
limfosit , sel saraf,
makrofag, monosit,
limfosit B
HIV positif
Organ target
A. Pengkajian
1. Aktifitas /istirahat :
Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan
yang progresif
Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp
aktifitas
2. Sirkulasi
Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila
cedera
takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver
menurun, pengisian kapiler memanjang
3. Integritas ego
Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan
keluarga, hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup
tertentu
Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat
badan
Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control
diri, dan depresi
Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis,
kontak mata kurang
4. Eliminasi
Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
Faeces encer disertai mucus atau darah
Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah
warna urin.
5. Makanan/cairan
Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
Penurunan BB yang cepat
Bising usus yang hiperaktif
Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih/perubahan warna mucosa mulut
Adanya gigi yang tanggal. Edema
6. Hygiene
Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan
yang tdk rapi.
7. Neurosensorik
Pusing,sakit kepala.
Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
Gayaberjalan ataksia.
8. Nyeri/kenyamanan
Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan
ROM, pincang.
9. Pernapasan
Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,
sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10. Keamanan
Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses
penyembuhan
Demam berulang
11. Seksualitas
Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido,
penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pd genitalia,
keputihan.
12. Interaksi social
Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk
terorganisir
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas yang
tidak terorganisir.
2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status
hipermetabolik.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal,
hipermetabolik.
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, melemahnya otot pernafasan.
5. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
6. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, stress, perubahan status
kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan
dan hospitalisasi
8. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Resiko infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk
terorganisir
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk
ada demam, sekresi tdk purulent)
Intervensi:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2) Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman
pathogen
3) Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya
kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari
kontak langsung dgn kuman pathogen
4) Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.
Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya
lesi/perubahan warna, bersihkan kuku setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6) Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7) Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada
permukaan kulit.
2. Diagnosa 2 : Kekurangan volume cairan b/d diare berat, status
hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun
menunjukkan adanya dehidrasi.
2) Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat,
pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3) Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4) Timbang BB setiap hari
R/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5) Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R/ Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane mucosa.
6) Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
R/ Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada
dinding usus akan kurang.
D. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan
NCP.
E. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai
kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan,
dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. DA
DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA + HIV/AIDS
DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT UMUM NEGARA
TANGGAL 17-20 APRIL 2017
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. DA
Umur : 26 Tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Mendoyo Dauh Tukad
Tanggal Masuk : 17 April 2017
Tanggal Pengkajian : 17 April 2017
No. Register : 102020
Diagnosa Medis : Pneumonia + HIV/AIDS
2) Pernah dirawat
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat di Rumah
Sakit manapun.
3) Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat dan
debu.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan 3 x sehari dengan porsi
cukup dan suka makan di luar rumah, minum ± 8
gelas/hari ( 1500 cc)
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak nafsu makan, makan 1
x/hari dengan porsi habis haya ½ porsi dari porsi
yang diberikan, minum 4 gelas /hari ± (750 cc)
c. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB teratur, 1 x sehari disetiap
pagi hari dengan feses lembek, tidak disertai darah.
Saat sakit : Pasien mengatakan BAB teratur, 1x sehari dengan
konsistensi feses lembek, tidak disertai lender dan
tidak disertai darah, warna feses kecoklatan.
2) BAK
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAK teratur 4 x sehari, urine
berwarna jernih kekuningan (600 ml), tidak disertai
darah dan nanah
Saat sakit : Pasien mengatakan BAK 3 x sehari, urine
berwarna kekuningan (500 ml), tidak disertai darah
dan pus
h. Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatakan tinggal serumah dengan suaminya, dapat berhubungan
dengan baik dengan keluarga suaminya.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Sebelum sakit : Pasien sudah menikah dan berhubungan seksual
hanya dengan suaminya.
Saat sakit : Pasien sudah menikah tidak berhubungan seksual
karena pasien dalam kondisi sakit.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pola nilai kepercayaan baik, pasien melakukan persembahyangan secara
Hindu diatas tempat tidur.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Tingkat kesadaran : Composmetis
GCS : verbal : 5 Psikomotor : 6 Mata : 4
c. Keadaan fisik
1. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normocephalic, warna rambut hitam,
ketombe tidak ada
Palpasi : Nyeri kepala tidak ada, benjolan tidak ada
2. Mata
Inspeksi : Posisi mata sejajar, konjungtiva berwarna merah
muda, tidak ada ikterik pada sklera, ada reflek pupil
terhadap cahaya
Palpasi : Nyeri pada mata tidak ada, tidak ada benjolan
3. Telinga
Inspeksi : Liang telinga ada serumen, aurikula tidak ada lesi,
tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Nyeri telinga tidak ada, benjolan tidak ada
6. Leher
Inspeksi : Tdak ada jaringan parut, tidak ada massa, tidak ada
kemerahan, tidak ada luka.
Palpasi : Nyeri tidak ada, benjolan tidak ada, denyut karotis
teraba
7. Toraks (Paru)
Inspeksi : Bentuk dada normochest, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ada luka, tidak ada sianosis,
tampak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi : Nyeri tidak ada, benjolan tidak ada, tidak ada fraktur
iga, taktil fremitus seimbang.
Perkusi : Pada perkusi paru suara yang dihasilkan sonor
Auskultasi : Frekuensi dada 28 x/menit, bunyi nafas vesikuler, ada
suara nafas tambahan yaitu krekels.
8. Toraks (Jantung)
Inspeksi : Ada thrill, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,
tidak ada sianosis.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, batas jantung kiri
ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2
sternal kanan dan ics 5 axila anterior kanan,
Perkusi : Pada perkusi jantung suara yang dihasilkan redup
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada suara tambahan,
murmur tidak ada.
10. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada luka bekas operasi warna
kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ada
pembengkakan, tidak ada luka.
Auskultasi : Bising usus 40 x/menit, terdengar gelombang
peristaltik.
Perkusi : Pada perkusi abdomen suara yang dihasilkan timpani,
pada hati suara yang dihasilkan pekak.
Palpasi : Tidak ada nyeri, lingkar perut 92 cm.
Pemeriksaan leopoid :
TFU = 29 cm
DJJ = 142 x / menit
Ballotemen : Pada fundus teraba keras bundar melenting yang
berarti kepala.
Letak janin : Bagian kaan teraba keras memanjang yang berarti
punggung. Bagian kiri teraba bagian-bagia kecil yang
berarti ekstermitas.
Presentasi : Bagian terbawah janin teraba lunak, kurang bulat,
kurang melenting yang berarti bokong.
Masuknya presentasi : Bokong belum masung PAP.
Linea dan striae gravidarum : Ada linea nigra, dan striae.
Pergerakan janin : Tidak terkaji.
HIS : Tidak terkaji.
11. Genetalia
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada ruam, tidak ada perdarahan,
tidak ada kutil, tidak ada wasir.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.
12. Integumen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, edema tidak ada, tidak ada
sianosis, tidak ada luka, kulit tampak pucat dan kering,
turgor kulit elastis, kulit pasien tampak kemerahan.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, badan teraba
hangat.
13. Ekstermitas
1). Atas
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada dislokasi, rentang gerak
normal, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan.
2). Bawah
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada dislokasi, rentang gerak
normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada fraktur,
gaya berjalan lambat.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan, tidak ada edema.
14. Neurologis
Status mental dan emosi
Masalah yang pernah di alami pasien yaitu dirumah terkadang pasien
marah dan menjadi keras kepala,bersikap kasar kepada orang lain
ketika pasien merasa tidak nyaman dan merasa terganggu, namun
masalah tersebut sudah dapat teratasi secara perlahan dengan merubah
sikap dan perilaku ke arah yang lebh baik, orangtua pasien sangat
membantu dalam hal ini.
Pemeriksaan refleks
1. Biceps : Fleksi pada perkusi 2
2. Triceps : Ekstensi pada perkusi 2
3. Achilles percussion : Plantar fleksi pada perkusi 2
4. Knee percussion : Ekstensi pada perkusi 2
5. Babinsky : Kelima jari kaki plantar fleksi
6. Kaku kuduk : Dagu dapat menyentuh dada
7. Brudsinsky I : Saat dagu di tekuk tidak muncul rasa nyeri
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Hb : 8 gr/dl
Leukosit : 1000 ml3
Golongan Darah : B
2. Pemeriksaan radiologi
3. Hasil konsultasi
DO :
1. RR : 28x/menit
2. Pasien tampak sesak
3. Tampak ada pernafasan cuping
hidung.
4. Tampak ada penggunaan otot bantu
pernafasan
5. Terdapat suara nafas tambahan
krekels.
DO :
1. Kulit pasien tampak kemerahan.
2. Badan pasien teraba hangat.
3. Kulit pasien tampak kering.
4. Suhu : 39 ̊ C
5. Leukosit : 1000 ml3
DS : Anoreksia Ketidakseimbangan
1. Pasien mengatakan tidak nafsu nutrisi kurang dari
makan. kebutuhan tubuh
2. Pasien mengatakan makan 1
x/hari dengan porsi habis
hanya ½ porsi dari porsi yang
diberikan.
3. Pasien mengatakan mengalami
mual.
4. Pasien mengatakan sebelum
sakit BB 65 kg
DO :
1. BB saat sakit 53 kg.
2. Hb 8 gr/dl.
3. Mukosa bibir tampak pucat
dan kering.
DO :
1. Pasien tampak gelisah
2. Pasien tampak kebingungan
I Mencatat kemungkinan S :-
adanya sianosis,perubahan O: Pasien tampak terdapat pernafasan
frekuensi nafas dan cuping hidung dan tampak ada
penggunaan otot aasesoris penggunaan otot bantu pernafasan
Pukul: 12.00 III Memberikan pasien air S: Pasien mengatakan sudah minum air gula
Wita gula O: air gula sudah diminum
Pukul: 13.10 III Menimbang BB setiap hari S: Pasien mengatakan BB sebelum sakit 65
wita kg
O: BB pasien saat sakit 53 kg
Pukul: 17.00 III Menganjurkan pasien S: pasien mengatakan tidak nafsu makan
wita makan sedikit tapi sering O: nafsu makan pasien belum stabil, tampak
menghabiskan ½ porsi
Pukul: 17.30 III Mencatat intake dan output S: pasien mengatakan sudah makan dengaan
wita makanan ½ porsi tidak habis dan pasien
mengatakan bab 1 kali sehari
O:pasien tampak makan ½ porsi tidak habis
dan bab 1 kali dalam sehari dengan
konsistensi cair.
Pukul: 17.00 III Mencatat intake dan output S: Pasien mengatakan sudah makan dengan
wita makanan ½ porsi habis
O:Pasien tampak sudah makan dengan ½
porsi habis dan bab 1 kali dalam sehari
dengan konsistensi cair
Pukul: 18.20 III Melakukan oral hygien S:Pasien mengucapkan terima kasih
wita O:Mukosa oral sudah tampak bersih
I Kolaborasi dalam S :-
pemberian nebulizer O : Pasien sudah diberikan nebulizer, sesak
ventolin 1x 2,5 ml sudah mulai berkurang, batuk
berkurang
Pukul: 16.00 III Mencatat intake dan output S: Pasien mengatakan sudah makan dengan
wita makanan ½ porsi habis
O:Pasien tampak sudah makan dengan ½
porsi habis dan bab 1 kali dalam sehari
dengan konsistensi cair
Pukul:17.00 III Melakukan oral hygien S:Pasien mengucapkan terima kasih
wita O:Mukosa oral sudah tampak bersih
Pukul: 20.00 II Mengompres pada dahi dan S:Pasien mengatakan badannya teraba panas
wita aksila O: Badan pasien masih teraba panas,
kompres sudah diberikan
S :-
O : BB pasien 53kg
Hari/Tgl No
No Evaluasi Ttd
Jam Dx
1 Kamis, 13 I S : Pasien mengatakan nyeri pada dada sudah berkurang,
April 2017, skala nyeri 3 dari (0-10) skala yang diberikan, pasien
Pukul 08.30
mengatakan merasa lebih nyaman setelah diajarkan
Wita
tehnik relaksasi.
O : TD : 120/80 mmHg, N : 90 x/menit, S: 36,5 ̊ C,
R : 20 x/menit, pasien tampak lebih rileks.
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien