Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
n=
Dimana :
n = Jumlah subjek
Zα = Kesalahan tipe I =5%=1.96
Z = Kesalahan tipe II =10%= 0.842
Pa – P0 = Beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,2
P0 = Probabilitas mortalitas pada pasien gagal jantung dalam 90 hari
15 % = 0,15
Pa = Perkiraan proporsi gagal jantung yang diteliti = 0,35
Sen = Sensitivitas yang diharapkan = 90% = 0,9
Maka dibutuhkan jumlah sampel minimal 30 orang pada penelitian ini.
3.5.2 Eksklusi
1. Kadar hs-CRP > 10 mg/L
2. Penderita sindroma koroner akut
3. Penyakit hati kronis, gagal ginjal kronis, penyakit keganasan, penyakit
kolagen sistemik
4. Riwayat trauma, operasi, luka bakar
5. Mendapat obat yang menurunkan kadar hsCRP seperti statin dan steroid lebih
dari 1 bulan terakhir sebelum dilakukan penelitian
3.7.2 hsCRP
hsCRP adalah high sensitivity C Reactive Protein, suatu protein fase akut
yang meningkat sebagai respon terhadap injuri, infeksi dan aktivasi inflamasi
lainnya.
3.7.4 Usia
Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP) dengan satuan
hasil berupa tahun.
3.7.6 NYHA IV
Pasien yang mengalami gejala dan tanda dari gagal jantung meskipun saat
sedang istirahat sehinga tidak dapat melakukan aktifitas seperti biasa.
5. Data diolah dan dianalisa dengan menggunakan program SPSS dengan batas
kemaknaan <0.05 dinyatakan signifikan.
6. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer
hsCRP
Mortalitas 90 Hari
Analisa Statistik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada data klinis, tidak dijumpai perbedaan rerata tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik di kedua kelompok studi.
Dengan uji Mann-Whitney diperoleh nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa dijumpai perbedaan bermakna antara hsCRP kelompok yang meninggal dan
hsCRP kelompok yang hidup (Tabel 4. 1).
Dari hasil pemeriksaan ekokardiografi didapatkan perbedaan bermakna fraksi
ejeksi antara kelompok yang meninggal dan yang hidup.
Gambar 4.1 Grafik Boxplot Perbedaan Nilai hsCRP Kelompok Subyek yang
Hidup dan Subyek yang Meninggal dalam 90 Hari
Tabel 4.2. Sensitivitas, Spesifisitas, Positive dan Negative Predictive Value dari
hsCRP terhadap Mortalitas 90 Hari
Mortalitas 90 Hari Sensitifi Spesifi
hsCRP Ya Tidak tas sitas NPP NPN
≥ 4.25 7 3 77.08.00 90% 93.1% 70%
<4.25 2 27
4.1.4 Hubungan hsCRP dengan Mortalitas 90 Hari Pada Pasien Gagal Jantung
Dengan uji statistik menggunakan uji chi square, didapatkan hubungan antara
hsCRP dengan kematian 90 hari pada pasien – pasien gagal jantung yang dirawat
inap (p = 0,000).
4.2 Pembahasan
GJ masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama yang menjadi beban di
negara maju maupun di negara berkembang yang berkaitan dengan tingkat
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, pola ini terutama dijumpai pada pasien –
pasien gagal jantung yang dirawat inap. Hospitalisasi oleh karena perburukan
pada pasien – pasien dengan gagal jantung kronis berkaitan dengan tingginya
angka mortalitas dan morbiditas baik pada saat perawatan maupun paska
perawatan.8
Dengan adanya alat bantu dalam evaluasi prognosis pasien – pasien gagal
jantung yang dirawat inap diharapkan dapat membantu mengidentifikasi individu
dengan risiko tinggi, maka dapat dilakukan pemantauan yang lebih ketat serta
intervensi yang lebih intensif sehingga diharapkan dapat menurunkan kejadian
morbiditas dan mortalitas pada pasien – pasien gagal jantung.8
Pada penelitian ini dengan jumlah subyek 39 orang, didapati perbedaan rerata
usia yang bermakna antara kelompok subyek yang meninggal (64,119,57) dan
kelompok subyek yang hidup (51,5613,69), p < 0,05. Kelompok yang meninggal
pada penelitian ini memiliki karakteristik usia yang lebih tua. Hasil ini sejalan dengan
peneltian oleh Gheorghidae dkk (2012)44 yang mendapatkan subyek yang mengalami
kejadian mortalitas dini dan rehospitalisasi memiliki karakteristik usia yang lebih tua
dengan rerata usia 68.2 13 tahun dibandingkan kelompok yang tidak, yakni 65.2
12.0 pada kelompok yang hidup (p<0,001).
Usia merupakan faktor terpenting yang menentukan kondisi kesehatan
kardiovaskular individu. Penuaan berkaitan dengan penurunan progresif sejumlah
proses fisiologis, yang menyebabkan peningkatan risiko penyakit serta berbagai
komplikasi.50 Disamping itu akibat proses menua, terjadi kemunduran struktur
anatomi dan fungsional secara menyeluruh akibat proses degenerasi.
pasien meninggal. Pasien dengan nilai quartil hsCRP >11 pg/ml memiliki
prognosis yang paling jelek dengan HR 3.0 (2.1-4.1); P=<0.001.59
Hasil analisis menggunakan kurva receiving operating characteristic (ROC)
diperoleh bahwa area under curve (AUC) ROC adalah 88% (95% CI: 76% -
99%). hsCRP dalam studi ini memiliki kemampuan yang baik untuk memprediksi
mortalitas 90 hari (p = 0,001). Dengan menggunakan batas nilai didapatkan
hsCRP memiliki sensitivitas 77,8% dan spesifisitas 90%. Zhu L dkk (2017) juga
menemukan kemampuan yang baik dari hsCRP dalam memprediksi kematian
dalam 5 tahun pada pasien – pasien gagal jantung dengan AUC 71%.60
Keterbatasan penelitian ini antara lain adalah: 1) Jumlah sampel yang sedikit
sehingga kemungkinan belum dapat mencerminkan hasil yang sebenarnya
mengenai hubungan variabel - variabel yang dinilai dalam penelitian ini terhadap
kematian 90 hari pada pasien gagal jantung. 2) Tidak menganalisa riwayat rawat
inap sebelumnya. 3) Tidak dilakukan penilaian mengenai pola hidup pasien,
kepatuhan minum obat dan kemungkinan adanya komorbid lain yang
memperberat kondisi pasien paska rawatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan:
1. hsCRP memiliki sensitivitas sebesar 77,8% dan spesifisitas 90% dalam
memprediksi mortalitas 90 hari pada pasien GJ.
2. Didapatkan perbedaan nilai hsCRP antara pasien gagal jantung rawat inap
yang mengalami kematian dalam 90 hari dengan yang hidup.
5.2. Saran
Pada pasien GJ yang dirawat inap, meskipun telah diberikan terapi yang
adekuat ternyata angka kematian paska rawatan masih cukup tinggi. hsCRP
sebagai sitokin proinflamasi dapat digunakan sebagai penanda prognosis pada
pasien GJ yang diperiksa pada awal rawatan sehingga dapat membantu dalam
stratifikasi risiko untuk perawatan segera dan menciptakan strategi jangka panjang
sebagai tindakan preventif sekunder sehingga pasien GJ dapat ditatalaksana
dengan lebih baik dan meningkatkan angka harapan hidup baik jangka pendek
maupun jangka panjang.