Vous êtes sur la page 1sur 20

ASMA BRONKIAL

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok KMB 1


Dosen Pengampu : puguh widiyanto, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh:
Evi Arum Isnaini 16.0601.0005
Sandi Putra Jaya 16.0601.0006
Anisa 16.0601.0007
Heni Susilowati 16.0601.0008
Bagus Fatchur Rochman 16.0601.0009

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas Kehadirat Allah SWT karena atas karunia dan rahmatNya-
Lah kita masih diberikan kesempatan dan kesehatan sehingga makalah yang
berjudul “ASMA BRONKHIAL” ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini yaitu diajukan sebagai tugas KMB 1 yang diberikan kepada
penulis.

Penulis sangat berterima kasih kepada dosen pembimbing penulis yaitu


selaku dosen mata kuliah KMB 1 yang telah membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan


karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari setiap pembaca demi penyempurnaan makalah ini.

Magelang , 05 OKTOBER
2017

Kelompok 2
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I pendahuluan
a. Latar belakang
b. Rumusan masalah
BAB II
BAB III penutup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-
zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi
di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008). Asma adalah satu
diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.
Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan
terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan
lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan
faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik
pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya,
tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering
menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme
akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu asma bronkial ?
2. Bagaimana anatomi fisiologinya ?
3. Bagaimana etiologi dari asma bronkial ?
4. Bagaiamana patofisiologi dari asma bronkial ?
5. Bagaimana pathway dari asma bronkial ?
6. Bagaimana manifestasi klinis asma bronkial ?
7. Bagaimana penatalaksanaan asma bronkial ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Asma Bronkial
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu
(Smeltzer & Bare, 2002).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme
akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).
Penyakit asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma,
mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Asma
merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas. (Medicafarma,2008).
B. Anatomi Fisiologi Asma Bronkial
1. Anatomi sistem pernapasan

Gambar 1 Anatomi sistem pernapasan


Gambar 2 Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial
a. Organ Pernapasan
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh
sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara
jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke
atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara
dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam
trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang
terdiri dari tulangtulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari
laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C)
sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9
sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi
oleh otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari
trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis
IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi
oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke
samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan
lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai
3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang
kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus
(bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung
bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau
alveoli.
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan
luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan
dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi dua
yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra
lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan
yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen
yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada
inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis,
dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan
tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus,
bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke
tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah
terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan
terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama
pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral
( selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna
untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
b. Proses terjadi pernapasan

Gambar 3 Proses pernapasan


Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari
tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan
disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara
oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan
melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam
tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke
serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke
seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan selsel), di sini terjadi oksidasi
(pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan
dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi
kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan
dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru.
Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses
pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan
sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus
urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring
terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan,
sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas
epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam
laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba
mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan
eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.
Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot
pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang
terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh
karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat
napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh
korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar
CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila
muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus
lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.
Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra
semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi ( diafragma
akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau
pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga
pleura dan paru-paru
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada
terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini
terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan
pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua,
Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang
disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan
banyak ditemukan pada laki-laki.
2. Fisiologi sistem pernapasan
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia
sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan
oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang
tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan kematian. Kalau
penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan
anoksia serebralis.
a. Pernafasan paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida
yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau
pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada
waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli
memisahkan okigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil
oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan
ke seluruh tubuh.
Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang
menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui
pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses
yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen
masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh
masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan
jumlah yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika
konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat
pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam
pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2
lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandunng
oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil
karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi
pernapasan eksterna.
b. Pernapasan sel
1) Transpor gas paru-paru dan jaringan
Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa
kunci dari pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke
dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari
jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan tetapi jumlah
kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara
keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan
bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin).
Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian
reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang
mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin
menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah sampai 70
kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah mnjadi
17 kali.
2) Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan
sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung
pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas
yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan
kapasitas pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah
bergantung pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah
jantung. Jumlah O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2
yang larut, hemoglobin, dan afinitas ( daya tarik) hemoglobin.
Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu :
 Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru.
Pada waktu kita menarik napas tekanan parsial oksigen
dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli komposisi
udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan
parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.
 Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-
paru untuk mengambil oksigen yang berada dalam
alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen dengan tekanan
parsial 40 mmHg. Karena adanya perbedaan tekanan
parsial itu apabila tiba pada pembuluh kapiler yang
berhubungan dengan membran alveoli maka oksigen
yang berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke
dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi
tekanan parsial oksigen dalam pembuluh menjadi 100
mmHg.
 Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh
darah diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme
peredaran oksigen dalam darah yaitu oksigen yang larut
dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar dan
sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin
dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2
bergantung pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah
O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah
hemoglobin dalam darah.
 Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan,
oksigen dibawa melalui cairan interstisial lebih dahulu.
Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20
mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh
darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen
dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan
terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh
kapiler ke dalam cairan interstisial.
 Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira
antara 020 mmHg. Oksigen dari cairan interstisial
berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel oksigen ini
digunakan untuk reaksi metabolism yaitu reaksi oksidasi
senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak,
dan protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi.
3) Reaksi hemoglobin dan oksigen
Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut
O2.Hemoglobin adalaah protein yang terikat pada rantai
polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-
masing atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan
arah) dengan satu molekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro
sehingga reaksinya adalah oksigenasi bukan oksidasi.
4) Transpor karbondioksida
Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2
sehingga terdapat lebih banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan
sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat
mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya anhidrase
(berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam
plasma. Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila
darah melalui kapiler-kapiler jaringan. Sebagian dari CO2 dalam
sel darah merah beraksi dengan gugus amino dari protein,
hemoglobin membentuk senyawa karbamino (senyawa
karbondioksida). Besarnya kenaikan kapasitas darah
mengangkut CO2 ditunjukkan oleh selisih antara garis kelarutan
CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml CO2 dalam darah
arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam
HCO2 (Syaifuddin, 2006).
C. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi
maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering
menimbulkan asma yaitu :
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulubulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial yaitu :
a. Faktor predisposisi
1. Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan.
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi
 Ingestan : yang masuk melalui mulut.
Contoh : makanan dan obat-obatan
 Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
3. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada.
Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita
Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi
lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. Patofisiologi
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang
melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-
otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam
jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan ( IgE ) kemudian menyerang sel-sel
mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan
antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus
yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf
simpatis terletak dalam bronki.
Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh
siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β-
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan
adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi
dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).

E. Pathway

F. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk,
dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat
menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang
ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut
“status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala
yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan
pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai
macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus.
Terapi awal, yaitu :
a. Memberikan oksigen pernasal.
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2 , 5 mg
atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat
diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2
adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5 %.
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat
ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada
respon segera atau dalam serangan sangat berat.
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu :
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik.
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari.
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari.
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.
BAB III
PENUTUP

Asma bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya


respontrakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanyapenyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik
secara spontan maupun hasil dari pengobatan.
Disebabkan oleh 2 faktor , yaitu Faktor predisposisi (Genetik), dan faktor
presipitasi yang meliputi alergen, perubahan cuaca, stres, lingkungan kerja,
olahraga atau aktivitas jasmani.dan dapat dicegah dengan 2 cara yaitu Mencegah
sensititasi dengan Cara – cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi
(terjadinya atopi, diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau
pencegehan terjadinya asma pada individu yang sensitisasi. Dan dengan mencegah
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen
(indoor) seperti tungau dan debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen
outdoor seperti polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan
penderita dengan beberapa faktor seperti menghentikan merokok, menghindari asap
rokok, lingkungan kerja, makanan, adiktif, obat yang menimbulkan gejala dapat
memperbaiki kontrol asma serta keperluan obat. Biasanya penderita bereaksi
terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha mengindari alergen sulit untuk
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Purnomo. (2008). Faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial. http://eprints.undip.ac.id/18656/1/Purnomo.pdf. Diakses tanggal 10
Desember 2012
Sundaru, H. (2006). Asma Bronkial. http://eprints.undip.ac.id/18656/1/PURN
OMO.pdf. Diakses tanggal 10 Desember 2012.
Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 24 September 2008
Medlinux. (2008, Juli 18). Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diakses 24 September
2008

Vous aimerez peut-être aussi