Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Evi Arum Isnaini 16.0601.0005
Sandi Putra Jaya 16.0601.0006
Anisa 16.0601.0007
Heni Susilowati 16.0601.0008
Bagus Fatchur Rochman 16.0601.0009
Magelang , 05 OKTOBER
2017
Kelompok 2
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I pendahuluan
a. Latar belakang
b. Rumusan masalah
BAB II
BAB III penutup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-
zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi
di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008). Asma adalah satu
diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.
Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan
terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan
lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan
faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik
pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya,
tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering
menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme
akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu asma bronkial ?
2. Bagaimana anatomi fisiologinya ?
3. Bagaimana etiologi dari asma bronkial ?
4. Bagaiamana patofisiologi dari asma bronkial ?
5. Bagaimana pathway dari asma bronkial ?
6. Bagaimana manifestasi klinis asma bronkial ?
7. Bagaimana penatalaksanaan asma bronkial ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Asma Bronkial
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu
(Smeltzer & Bare, 2002).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme
akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).
Penyakit asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma,
mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Asma
merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas. (Medicafarma,2008).
B. Anatomi Fisiologi Asma Bronkial
1. Anatomi sistem pernapasan
D. Patofisiologi
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang
melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-
otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam
jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan ( IgE ) kemudian menyerang sel-sel
mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan
antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus
yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf
simpatis terletak dalam bronki.
Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh
siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β-
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan
adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi
dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).
E. Pathway
F. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk,
dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat
menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang
ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut
“status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala
yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan
pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai
macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus.
Terapi awal, yaitu :
a. Memberikan oksigen pernasal.
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2 , 5 mg
atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat
diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2
adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5 %.
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat
ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada
respon segera atau dalam serangan sangat berat.
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu :
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik.
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari.
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari.
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.
BAB III
PENUTUP