Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balance Scorecard merupakan alat pengukur kinerja
eksekutif yang memerlukan ukuran komprehensif dengan empat perspektif, yaitu persfektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran. Sementara itu Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan
Balanced Scorecard sebagai: “a measurement and management system that views a
business unit’s performance from four perspectives: financial, customer, internal business
process, and learning and growth.”
Dengan Balanced Scorecard, tujuan suatu perusahaan tidak hanya dinyatakan
dalam ukuran keuangan saja, melainkan dinyatakan dalam ukuran dimana perusahaan
tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada pada saat ini dan akan datang, dan
bagaimana perusahaan tersebut harus meningkatkan kemampuan internalnya termasuk
investasi pada manusia, sistem, dan prosedur yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja
yang lebih baik di masa mendatang.
Melalui Balanced Scorecard diharapkan bahwa pengukuran kinerja keuangan dan
nonkeuangan dapat menjadi bagian dari sistem informasi bagi seluruh pegawai dan
tingkatan dalam organisasi. Saat ini Balance Scorecard tidak lagi dianggap sebagai
pengukur kinerja, namun telah menjadi sebuah rerangka berpikir dalam pengembangan
strategi.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategic atau lebih tepat
dinamakan suatu “Strategic Based Accounting System’ yang menjabarkan misi dan startegic
perusahaan ke dalam tujuan operasional dan tolak ukur kinerja, dimana Balanced Scorecard
ini memiliki karakterisrik sebagai berikut : (Mulyadi,2001 : 18-24).
1. Komprehensif
Balanced Scorecard menambahkan perspektif yang ada dalam perencanaan
strategik, dari yang sebelumnya hanya pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif
yang lain, yaitu: pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan
manfaat sebagai berikut:
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang,
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
2. Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab
akibat di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik.
Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai
hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem
perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari
inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem
perencanaan strategik yang menghasilkan sasaran strategik yang koheren akan menjanjikan
pelipatgandaan kinerja keuangan berjangka panjang, karena personel dimotivasi untuk
mencari inisiatif strategik yang mempunyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di
perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan.
Kekoherenan sasaran strategik yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan sangat
dibutuhkan oleh perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.
3. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting
untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. Jadi perlu diperlihatkan garis
keseimbangan yang harus diusahakan dalam menetapkan sasaran-sasaran strategic di
keempat perspektif.
4. Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik
menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut.
Semua sasaran strategik ditentukan oleh ukurannya, baik untuk sasaran strategik di
perspektif keuangan maupun sasaran strategik di perspektif nonkeuangan.
Dengan Balanced Scorecard, sasaran-sasaran strategik yang sulit diukur, seperti sasaran-
sasaran strategik di perspektif nonkeuangan, ditentukan ukurannya agar dapat dikelola,
sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian keterukuran sasaran-sasaran strategik di
perspektif nonkeuangan tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik
nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.
Sistem manajemen yang tidak pas dengan tuntutan lingkungan bisnis sebagaimana yang
digambarkan di atas memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Sistem manajemen yang digunakan hanya mengandalkan anggaran tahunan
sebagai alat perencanaan masa depan perusahaan.
Jika dalam lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen sekarang ini perusahaan hanya
mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat perencanaan masa depannya, perusahaan
akan sangat rentan dalam persaingan. Anggaran tahunan hanya akan menghasilkan
langkah-langkah kecil ke depan yang hanya mempunyai masa pelaksanaan satu tahun
atau kurang. Langkah-langkah strategik hanya dapat direncanakan dengan baik jika
perusahaan menggunakan sistem perencanaan laba jangka panjang yang didesain untuk
itu. Sistem perumusan strategi, sistem perencanaan strategik, dan sistem penyusunan
program merupakan sistem manajemen yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk
memikirkan dan merumuskan langkah-langkah strategik dalam membangun masa
depan perusahaan.
2. Tidak terdapat kekoherenan antara rencana laba jangka panjang (atau dikenal
dengan istilahcorporate plan) dengan rencana laba jangka pendek dan
implementasinya.
Banyak perusahaan telah menyusun rencana laba jangka
panjang (berupa corporate plan), namun jarang sekali rencana laba jangka panjang
tersebut diterjemahkan ke dalam rencana laba jangka pendek. Terdapat matarantai yang
hilang, yang seharusnya menghubungkan antara penyusunan rencanalaba jangka
panjang dengan rencana laba jangka pendek. Sebetulnya sistem manajemen dalam
perusahaan-perusahaan ini lebih baik dibandingkan dengan sistem manajemen
perusahaan-perusahaan yang hanya mengandalkan pada anggaran tahunan untuk
membangun masa depan mereka. Namun, karena rencana laba jangka panjang tidak
koheren dengan rencana laba jangka pendek, pada dasarnya perusahaan-perusahaan ini
juga hanya mengandalkan anggaran tahunan untuk membangun masa depan mereka.
Ketidakkoherenan antara rencana laba jangka panjang dengan rencana laba jangka
pendek ini menyebabkan perusahaan tidak responsif terhadap perubahan lingkungan
bisnis yang diprakirakan akan terjadi.
3. Sistem manajemen yang digunakan tidak mengikutsertakan secara optimum
seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan.
Dalam manajemen tradisional, masa depan perusahaan dirumuskan oleh
manajemen puncak dengan bantuan staf perencanaan. Manajemen menengah dan
bawah serta karyawan mengimplementasikan rencana laba jangka panjang dan rencana
laba jangka pendek yang telah dirumuskan oleh manajemen puncak dan staff tersebut.
Sistem manajemen seperti ini cocok untuk lingkungan bisnis yang stabil, yang di
dalamnya prediksi masih dapat diandalkan untuk memperkirakan masa depan
perusahaan. Untuk menghadapi lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen, masa depan
perusahaan sangat sulit untuk diprediksikan. Dibutuhkan penginderaan secara terus
menerus terhadap trend perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis dan diperlukan
kecepatan respon terhadap trend perubahan yang teridentifikasi. Penginderaan secara
terus menerus dan kecepatan respon terhadap trendperubahan hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan jika perusahaan menggunakan sistem manajemen yang melibatkan
secara optimum seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan.
c. Sistem Manajemen Kinerja Personel tidak Selaras dengan Sistem Manajemen
Strategik Berbasis Balanced Scorecard
1. Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balanced scorecard, karena ukuran
keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan
dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik
merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-
sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis
yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
a) Growth (Berkembang), yang merupakan tahap pertama dari siklus kehidupan
bisnis. Untuk menciptakan potensi ini, seorang manajer harus mengembangkan
suatu produk atau jasa baru, atau membangun dan mengembangkan fasilitas
produksi dan proyek lainnya. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara
aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal
yang rendah. Sasaran keuangan untuk Growth Stage menekankan pada
pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari
produk dan jasa baru.
b) Sustain Stage (Bertahan), merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana
perusahaan masih melakukan investasi dengan mensyaratkan tingkat pengembalian
yang terbaik. Dalam hal ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar
yang ada dan mengembangkannya apabila mungkin. Pada tahap ini perusahaan
tidak lagi bertumpu pada strategistrategi jangka panjang. Sasaran keuangan pada
tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
dilakukan.
c) Harvest (Panen), merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana
perusahaan melakukan panen terhadap invetasi mereka. Perusahaan tidak lagi
melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan
fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru.
Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke
perusahaan.
2. Perspektif Pelanggan
Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan
internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen.
Sekarang strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal.
Jika suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka
panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang
bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk akan semakin bernilai apabila
kinerjanya semakinmendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan
dipersepsikan konsumen. Tolak ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu:
Kelompok Inti, yang terdiri dari:
a) Pangsa pasar, mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang
dikuasai oleh perusahaan.
b) Tingkat perolehan para pelanggan baru, mengukur seberapa banyak perusahaan
berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru.
c) Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama, mengukur seberapa banyak
perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan-pelanggan lama.
d) Tingkat kepuasan pelanggan, mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas
terhadap layanan perusahaan.
e) Tingkat profitabilitas pelanggan, mengukur seberapa besar keuntungan yang
berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik
dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka
panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan
perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja
diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari
peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan.
Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan
jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.