Vous êtes sur la page 1sur 15

.

Latar Belakang
Dengan semakin pesatnya dunia keuangan, serta semakin maraknya lembaga keuangan.
Maka ssemakin besar juga potensi uang akan berputar dan akan semaikin banyak cara
bertransaksi menggunakan uang. Salah satunya yaitu dalam pasar modal.
Pasar modal adalah kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangaan
efek, perusahaan public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan nya serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan efek.[1]Kebanyakan masyarakat ingin bergelut dalam dunia pasar
modal yaitu masyarakat yang kelebihan pendapatan yang dialokasikan untuk konsumsi.
Sehingga kelebihan tersebut akan digunakan untuk menabung atau investasi pada pasar modal.
Salah satu instrument pasar modal yaitu obligasi. Seiring dengan berkembangnya zaman,
maka obligasi saat ini ada yang berprinsip Islam. Atau yang dinamakan dengan Obligasi Syariah.
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiteen kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee pada saat
jatuh tempo. Alasan obligasi sangat dibutuhkan yaitu dilihat dalam perspektif pasar modal, maka
dengan adanya obligasi syariah sehingga: perkembangan pasar modal syariah secra lebih luas
sebagai implikasi dari masterplan pasar modal yang dicanangkan Bapepam LK. Sedangkan
dilihat dari perspektif emiten, adanya obligasi syariah maka akan memperoleh sumber pendanaan
yang kompetitif, dan memberikan alternatif investasi kepada masyarakaat pasar modal.[2]

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian obligasi syariah?
2. Bagaimanakah Jenis dan peringkat obligasi?
3. Bagaimanakah Perbedaan obligasi Syariah dan konvensional?
4. Bagaimanakah Struktur obligasi Syariah?
5. Bagaimanakah Emisi obligasi Syariah?
6. Bagaimanakah Perhitungan bagi hasil obligasi Syariah?
7. Bagaimanakah Mekanisme obligasi Syariah?
8. Bagaimanakah Pengembangan obligasi Syariah?

C. Tujuan Makalah
Untuk mengetahui perihal obligasi syariah dan berbagai hal-hal terkait lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Obligasi Syariah


Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi
syariah (sukuk) adalah sebagai suatu surat berharga jangka panjang yang berdasarkan prinsip
syariah, yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan
emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.” Pendapatan
(hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan. Pengawasan
aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk
oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi obligasi dimulai.
Dalam hal pembiayaan, obligasi syariah adalah untuk memfasilitasi transaksi
perdagangaan termasuk pembelian fasilitas produksi, maka ikatan yang timbul dalam
penerbitan obligasi syariah tersebut harus mengikuti prinsip akad-akad perdagangan seperti
akad murabbahah dan bay’ Istishna’. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt., yang
menerangkan tentang bolehnya melakaukan transaksi perdagangan untuk mencari kekayaan,
diantaranya:
ِّ ‫ َوأَ َح َّل هللاُ البَ ْي َع َو َح َّر َم‬...
ْ‫الربَوا‬
Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah:
275)
ِّ ‫ َو َءاخ َُرونَ َيض ِّْربُونَ ِّفى ْاْل َ ْر‬...
ْ َ‫ض َي ْبتَغُونَ ِّم ْن ف‬
... ‫ض ِّل هللا‬
Artinya: ‘… dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah…’ (QS. Al-Muzammil: 20)
Sedangkan dalam hal pembiayaan obligasi syariah adalah untuk membayai kegiatan
usaha, maka ikatan yang timbul dalam penerbitan obligasi syariah tersebut juga harus
memenuhi prisip aqad mudharabah dan aqad ijarahatau sewa sebagai salah satu cara yang
disahkan oleh syariat.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 32 tentang obligasi syariah,
No. 34 tentang obligasi syariah mudharabah, dan No. 41 tetang obligasi syariah ijarah telah
mengalami redefinisi sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
sehinga dapat diperjualbelikan.
Obligasi dan sukuk merupakan sesuatu yang tidak jauh berbeda. bedanya yaitu dari sisi
penerbitnya. Sukuk adalah obligasi syariah yang diterbitkan oleh negara dan obligasi syariah
diterbitkan oleh pihak swasta.

B. Jenis dan peringkat obligasi


Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu:
1. Dilihat dari sisi penerbit
a. Corporate bonds: obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk
badan usaha milik negara (BMN), atau badan usaha swasta.
b. Government bonds: obligasi yang diterbitkan pemerintah pusat.
c. Municipal bonds: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai
proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan public (public utility)
2. Dilihat dari sistem pembayaran bunga:
a. Zero coupon bonds: obligasi yang tidak melakukan pembayaran bunga secara
periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo.
b. Coupon bonds: obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara periodic sesuai
dengan ketentuan penerbitnya.
c. Fixed coupon bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang telah ditetapkan
sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan dibayarkan secara periodic.
d. Floating coupon bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang ditentukan
sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan suatu acuan (benchmark) tertentu
seperti average time depisot (ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga
deposito dari bank pemerintah dan swasta.

3. Dilihat dari hak penukaran/opsi


a. Convertible bonds: obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi
untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah saham milik
penerbitnya.
b. Exchangeable bonds: obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi
untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi
milik penerbitnya.
c. Callable bonds: obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli
kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
d. Putable bonds: obligasi yang memberikan hak kepada investornyang
mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu
sepanjang umur obligasi tersebut.
4. Dilihat dari segi jaminan atau kolateralnya:
a. Secured bonds: obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya
atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga.
Dalam kelompok ini, termasuk didalamnya adalah:
1) Guaranteed bonds: obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin
dengan penanggungan dari pihak ketiga.
2) Mortgage bonds: obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan
agunan hipotik atas property atau asset tetap.
3) Collateral trust bonds: obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki
penerbit dalam protofolionya, misalnya saham-saham anak perusahaan yang
dimilikinya.
b. Unsecured bonds: obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan tertentu tatapi
dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum.
5. Dilihat dari segi nilai nominal:
a) Konvensional bonds: obligasi yang lazim diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp
1 miliar per satu lot.
b) Retail bonds: obligasi yang diperjualbelikan dalam satuan nilai nominal yang kecil,
baik corporate bonds maupun government bonds.
6. Dilihat dari segi perhitungan imbal hasil:
a) Konvensional bonds: obligasi yang perhitungan dengan menggunakan sistem
kupon bunga.
b) Syariah bonds: obligasi yang diperhitungkan imbal hasil dengan menggunakan
perhitungan bagi hasil. Dalm perhitungan ini dikenal 2 macam obligasi syariah, yaitu:
1) Obligasi syariah mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunkan akad bagi
hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh
setelah mengetahui pendapatan emiten.
2) Obligasi syariah ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa
sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak
awal obligasi diterbitkan.
3) Menurut Iswi Hariyani dan R. Serfianto Dibyo Pumomo dikenal juga adanya obligasi
syariah istisna dan obligasi syariah salam. Istisna adalah erjanjian kontrak untuk barang-barang
industri yang memperbolehkan pembayaran tunai dan pengiriman pada masa depan dari barang-
barang yang dibuat berdasarkan kontrak tertentu. Salam adalah kontrak dengan pembayaran
harga yang dimuka yang di buat untuk barang-barang yang dikirim kemudian.
Peringkat obligasi
Ada tiga komponen utama yang digunakan oleh agen peringkat untuk menentukan
peringkat (rating) obligasi:
1) Kemampuan perusahaan penerbit untuk memenuhi kewajiban finansialnya sesuai
dengan yang dijanjikannya.
2) Struktur dan berbagai ketentuan yang diatur dalam surat hutang.
3) Perlindungan yang diberikan maupun posisi klaim dari pemegang suat hutang
tersebut bila terjadi pembubaran/likuidasi serta hokum lainnya yang
mempengaruhi hak-hak kreditur.
Peringkat Obligasi PEFINDO
Peringkat Obligasi Kemampuan dalam memenuhi
kewajiban financial jangka panjang
idAAA Superior, peringkat tertinggi
idAA Sangat kuat
idA Kuat
idBBB Memadai
idBB Agak lemah
idB Lemah
idCCC Rentan
idSD Gagal sebagian
idD Gagal bayar (default)

Peringkat obligasi Kemapuan dalam memenuhi


kewajiban financial jangka panjang
Perigkat dari idAAA sampai idB dapat dimodifikasi dengan tambahan tanda
plus (+) atau minus (-) untuk menunjukkan kekuatan relative dalam
kategori peringkat. Ini disebut rating outlook.
Positive Peringkat bisa ditingkatkan
Negative Peringkat bisa diturunkan
Stable Peringkat mungkin tidak berubah
developing Peringkat bisa dinaikkan atau
diturunkan

Peringkat obligasi bukan suatu saran untuk membeli atau menjual obligasi. Meskipun
begitu, lembaga pemeringkat efek dapat menjembatani kesenjangan informasi antara emiten atau
perusahaan penerbit dan investor melalui penyediaan informasi standar atas tingat risiko kredit
suatu perusahaan. Investor umunya memanfaatkan peringkat suatu obligasi untuk mengukur
risiko yang dihadapi dalam pembelian obligasi tersebut.

C. Perbedaan obligasi Syariah dan konvensional


Perbedaan obligasi syariah (sukuk) dan obligasi konvensional
Variabel Obligasi Syariah (Sukuk) Obligasi
Pembeda Mudharabah Ijarah Konvensional
Akad (Transaksi) Mudharabah (bagi Ijarah (sewa/lease) Tidak ada
hasi)
Jenis Transaksi Uncertainty Contract Certainty Contract -
Sifat instrument Serifikat kepemilikan Sertifikat Intrusmen
penyertaan atas suatu kepemilikan pengakuan
asset penyertaan atas suatu utang
asset
Penerbit Pemerintah, Pemerintah, Pemerintah,
korporasi korporasi korporasi
Pihak yang terkait Obligor, SPV, Obligor, SPV, Obligor/issuer,
investor, Trustee investor, Trustee investor
Harga penawaran 100% 100% 100%
Kupon/Penghasil[19]an Pendapatan/bagi Imbalan/fee Bunga/riba
hasil
Pembayaran pokok Bullet atau Bullet atau Bullet atau
amortisasi amortisasi amortisasi
Jangka waktu Pendek-menengah Pendek-menengah Menengah-
panjang
Pengembalian Indikatif berdasarkan Ditentukan Float/tetap
pendapatan/income sebelumnya
Underlying Asset objek Perlu Perlu Tidak perlu
perjanjian
Jenis investor Syariah/konvensional Syariah/konvensional Konvensional
Akibat Halal Halal Haram
Hukum Maslahat dunia dan Maslahat dunia dan Madharat
akhirat akhirat
Harga Harga pasar Harga pasar Harga pasar
Penggunaan hasil Harus sesuai syariah Harus sesuai syariah Bebas
penerbitan

D. Struktur obligasi Syariah


Struktur dalam obligasi syariah mudharabah yaitu:
a. Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan
jangka yang relatif panjang;
b. Dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing) seperti pendanaan
modal kerja ataupun pendanaan capital expenditure;
c. Mudharabah merupakan percampuran kerja sama antara modal dan jasa (kegiatan
usaha) sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan
jaminan (collateral) atas asset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang
menggunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas asset yang
didanai;
d. Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur murabahah dan bai
bi-thaman Ajilmenjadi mudarabah dan ijarah.

E. Emisi obligasi Syariah


Syarat menerbitkan (emisi) obligasi syariah yaitu:
1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No.
20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang
bertentangan dengan syariah Islam diantaranya adalah:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
konvensional;
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan, dan
minuman haram; dan
d. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-barang ataupun
jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
2. Peringkat Investment Grade
a. Memiliki fundamental usaha yang kuat
b. Memiliki fundamental keuangan yang kuat; dan
c. Memiliki citra yang baik bagi publik
3. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islami Index (JII)
Penerbitan obligasi konvensional dan obligasi syariah pada dasarnya adalah sama.
Bahkan dalam banyak kasus penerbitan obligasi syariah dilaksanakan bersamaan dengan
penerbitan obligasi konvensional. Sebagai contoh, ketika Indosat menerbitkan Obligasi ijarah
sebesar Rp285 pada tahun 2005, obligasi tersebut diterbitkan bersamaan dengan penerbitan
obligasi konvensional sebesar Rp815 miliar. Contoh lain ketika PLN menerbitkan obligasi ijarah
pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp200 miliar, pada saat bersamaan PLN juga menerbitkan
obligasi konvensional sekitar Rp2,1 triliun.
Seperti halnya obligasi konvensional, maka dalam penerbitan obligasi syariah juga
dilakukan peringkat, pen jamin emisi, serta dukungan lembaga dan profesi penunjang. Satu hal
yang membedakan adalah, dalam proses penerbitan obligasi syariah adanya tambahan opini yang
dikeluarkan tim ahli syariah dari Dewan Syariah Nasional – MUI yang pada prinsipnya
pernyataan bahwa obligasi yang diterbitkan tersebut merupakan obligasi syariah yang telah
sesuai dengan ketentuan syariah yang berlaku. Di Indonesia, saat ini terdapat 3 lembaga
pemeringkat yang dapat melayani kebutuhan pemeringkat surat utang khususnya obligasi.
Lembaga tersebut antara lain Pefindo, Moody’s Indonesia, dan Fitch Ratings.
Contoh kasus penerbitan obligasi syariah
a) Nama Obligasi
“obligasi syariah ijarah Indosat tahun 2005’
b) Jumlah Pokok, jangka waktu, dan penawaran
Obligasi ini diterbitkan dalam jumlah pokok seluruhnya sebesar Rp285 miliar, dengan
jangka waktu 6 tahun dengan opsi beli pada tahun ke-4, dan ditawarkan 100% dari nilai
nominal.
c) Peringkat obligasi
Pemeringkatan atas emisi obligasi ini dilakukan oleh Pefindo dengan hasil peringkat
sebagai berikut:
Lembaga Pemeringkat Peringkat Keterangan
Pefindo IdAA+(sy) (double A Plus, Stable
Outlook)

d) Cicilan imbalan ijarah


Emiten akan membagikan Rp8.550.000,- per tiga bulan atau 34,2 miliar per tahun.
Jadi jika dihitung dengan pendekatan bunga maka setiap memberikan pendapatan pasti
sebesar 12%.
e) Penjamin emisi
Penjamin emisi (underwriter) adalah pihak yang membuat kontrak dengan
emitenuntuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa
kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual.
Obligasi ini diterbitkan dengan penjamin dengan kesanggupan penuh (Full
Commitment). Adapun anggota sindikasi penjaminan serta porsi penjaminan masing-
masing sebagai berikut:
No. Penjamin Emisi Obligasi Porsi Penjamin Persentase
(Rp) (%)
Penjamin Pelaksana Emisi Obligasi
1. PT Andalan Artha Advisindo 268.000.000.000 94,05
Sekuritas
2. PT BNI Securities 10.000.000.000 3,50
(Terafiliasi)
3. PT CIMB Niaga Securities 2.000.000.000 0,70
4. PT Danareksa Sekuritas 5.000.000.000 1,75
(Terafiliasi)
Total 285.000.000.000 100,00

f) Jadwal penawaran umum


Adapun jadwal penawaran umum sejak mendapatkan efektif dari Bapepam-LK
hingga listin di bursa adalah sebagai berikut:
Kegiatan Tanggal
Tanggal Efektif 13 Juni 2005
Masa Penawaran 14 – 16 Juni 2005
Penjatahan 17 Juni 2005
Distribusi secara Elektronik 21 Juni 2005
Pencatatan di Bursa Efek Surabaya 22 Juni 2005

g) Penggunaan dana hasil penawaran umum


Pada kasus ini seluruh dana yang diperoleh yaitu sebesar Rp285 miliar (dikurangi
biaya emisi) akan digunakan sebagai seluruhnya untuk pengeluaran modal dalam rangka
ekspansi usaha emiten melalui pengembangan jaringan seluruh emiten.

F. Perhitungan bagi hasil obligasi Syariah


Ada dua macam Obligasi:
1. Obligasi syariah mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudharabah.
Dalam obligasi syariah mudharabah, seorang pengusaha proyek adalah pemegang amanah
terhadap modal yang diterima dari pemilik modal dimana modal merupakan titipan/amanah
dalam konsep wadiah yag dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan. Saat menjalankan
proyek yang berkaitan denga akad mudharabah, pengusaha bertindak sebagai wakil pemilik
modal, dan jika pengusaha memperoleh keuntungan maka pengusaha bertindak sebagai rekan
pemilik modal, seinga keuntungan tersebut harus dibagikan sesuai dengan prinsip musyarakah
yang mengharuskan adanya bagi hasil yang adil antara rekan perkongsian.
Bagi hasil keuntungan ini menggunakan nisbah (perbandingan), misalnya 66%: 33% untuk
pemilik modal: pengusaha, yang ditentukan pada kesepakatan/perjajian awal. Modal disediakan
seluruhnya oleh pemilik modal sampai suatu masa tertentu dimana modal tersebut dekiembalikan
secara utuh. Sehingga mudharabah yang sering disebut sebagai trust financing ini hanya
diberikan kepada pengusaha yang sudah teruji memegang amanah yang baik. Apabila terjadi satu
dan lain hal yang merugikan kedua belah pihak, hal itu tidak disebabkan oleh kesalahan
pegelolaan si pengusaha, sehingga risiko dapat ditanggung bersama secara adil.
2. Obligasi syariah ijarah
Obligasi syariah ijarah merupakan obligasi syariah yang dananya khusus digunakan untuk
menyewa areal usaha. Imbalan hasil yang akan diberikan kepada para pemegang obligasi syariah
ijarah tersebut didapatkan dari hasil sewa dengan tingkat fee ijarah tetap. fee ijarah ini diperoleh
dari penyewaan tempat dan telah ditentukan sebelumnya, bukan tergantung dari bagi hasi
sebagamana obligasi syariah judharabah. Obligasi ijraah menggunakan akad sewa, sehigga besar
return yang diberikan sama panjang waktu obligasi berlaku.

G. Mekanisme obligasi Syariah


Mekanisme obligasi syariah mudharabah yaitu:
1) Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
2) Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen
pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit, operating profit, EBIT, atau EBITDA).
Tetapi, Fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari segi
kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip Revenue Sharing.
3) Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
4) Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak
dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan
pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan
keuangan konsolidasi emiten.
5) Pembagian hasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodic (tahunan,
semesteran, kuartalan, bulanan).
6) Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja actual emiten, maka
obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.

H. Pengembangan obligasi Syariah


Jika dilihat dari kapitalisasi pasar, keberadaan sukuk masih kecil jika dibandingkan
dengan kapitalisasi obligasi korporasi. Dari total obligasi korporasi yang beredar (outstanding)
per akhir tahun 2007 terlihat bahwa obligasi syariah memiliki kapitalisasi sebesar Rp2,2 triliun
dari total obligasi korporasi sebesar Rp79 triliun atau 2,78%. Namun demikian, ke depan terlihat
trend bahwa sukuk merupakan instrument pembiayaan yang akan terys tumbuh seiring dengan
pertumbuhan pasar modal syariah yang semakin meningkat.
Pasar modal syariah secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan
dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia (DSN – MUI). Walaupun secara resmi diluncurkan pada tahun 2003, namun
instrument pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan
peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management.
Selanjutnya Bursa Efek Jakarta bekerasama dengan PT. Danareksa Investment Management
meluncurkan Jakarta Islamic Index pada taggal 3 juli 2000 yang bertujuan untuk memandu
investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut,
maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi
dengan penerapan prinsip syariah.
Perkembangan selanjutnya, instrument investasi syariah di pasar modal terus bertambah
dengan kehadiran obligasi syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrument ini
merupakan obligasi syariah pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah lainnya.
Pada tahun 2004, terbit untuk pertama kali obligasi syariah dengan akad sewa atau dikenal
dengan obligasi syariah ijarah. Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrument baru yaitu
Reksa Dana Indeks dimana indeks yang dijadikan sebagai underlying adalah indeks JII.
Perkembangan pasar modal syariah tidak terlepas dari perkembangan institusi keuangan
syariah lainnya khususnya perbankan syariah. Dewasa ini, institsi keuangan syariah terus
berkembang sehingga tidak saja terdapat perbnaan syariah, pasar modal syariah, namun
berkembang dengan hadirnya asuransi syariah, multifinance syariah, pegadaian syariah dan lain-
lain.
Beberapa potensi peluan pengembangan obligasi syariah di Indonesia antara lain:
1) Obligasi syariah sebagai potensi penyaluran likuiditas yang aman.
Kesulitan likuiditas pada sektor keuangan di negara-negara kawasan Amerika dan
Eropa merupakan salah satu dampak dari krisis ekonomi global. Sementara itu, negara-
negara kawasan Timur Tengah sebagai daerah penghasil minyak saat ini masih menjadi
area yang mengalami surplus likuiditas. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi negara-
negara yang menginginkan aliran dana dari Timur Tengah dan Indonesia masuk ke
negara tersebut. Obligasi syariah menjadi alternatif investasi jangka panjang untuk
menyalurkan kelebihan likuiditas yang aman dan return -nya cukup baik. Contohnya
adalah Indosat yang memberi return setara 16%, bahkan pada periode awal return -nya
mencapai 17,82%.
2) Peluang populasi penduduk muslim Indonesia yang besar
Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi yang memberikan peluang bagi
investor muslim dan non -muslim untuk berinvestasi di Indonesia. Sebagai negara dengan
populasi penduduk muslim terbesar di dunia, industri keuangan syariah sebenarnya
berpotensi berkembang pesat di Indonesia. Populasi penduduk Indonesia yang besar
dengan jumlah sekitar 230 juta jiwa dan sekitar 85% beragama Islam merupakan peluang
yang sangat besar sebagai investor produk syariah di Indonesia. Populasi penduduk
Indonesia yang besar juga dapat dijadikan sebagai nilai tambah atau faktor lebih jika
dilihat dari sisi investor dibandingkan dengan produk konvensional. Investor produk
syariah dapat meliputi investor konvensional dan investor syariah, sedangkan investor
produk konvensional belum tentu termasuk investor syariah.
3) Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menjanjikan
Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, tentu
memiliki prospek yang sangat bagus dalam pengembangan obligasi syariah. Indonesia
juga dinilai oleh para praktisi ekonomi syariah sebagai prototif negara Islam penganut
demokrasi terbesar di dunia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat
menjanjikan. Kemudahan persyaratan seperti yang telah dikeluarkan oleh fatwa MUI dan
Bapepam tentang obligasi syariah di Indonesia, investment grade yang telah didapat
kembali oleh Indonesia, serta dibentuknya Jakarta Islamic Index (JII) sebagai Bursa Efek
Islam Jakarta menjadikan Indonesia memiliki prospek yang bagus kedepan dalam
pengembangan obligasi syariah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi
syariah (sukuk) adalah sebagai suatu surat berharga jangka panjang yang berdasarkan prinsip
syariah, yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa hasil/margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu dilihat dari beberapa sisi,
diantaranya:
1. Dilihat dari sisi penerbit
2. Dilihat dari sistem pembayaran bunga
3. Dilihat dari hak penukaran/opsi
4. Dilihat dari segi jaminan atau kolateralnya
5. Dilihat dari segi nilai nominal
6. Dilihat dari segi perhitungan imbal hasil
Obligasi syariah dibagi menjadi 2 yaitu obligasi syariah mudharabah dan obligasi syariah
ijarah. Dimana keuntungan antara nasabah dengan emiten akan ditentukan sesuai dengan akad
yang digunakan. Beberapa potensi peluan pengembangan obligasi syariah di Indonesia antara
lain: 1) Obligasi syariah sebagai potensi penyaluran likuiditas yang aman; 2) Peluang
populasi penduduk muslim Indonesia yang besar dan 3)Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
menjanjikan

http://kumpulanmakalahkuliahkuliah.blogspot.com/2017/11/obligasi-syariah.html

Vous aimerez peut-être aussi