Vous êtes sur la page 1sur 12

ISSN 2355-4721 Kebijakan Penetapan Rute Penerbangan pada Era ASEAN Open Sky

KEBIJAKAN PENETAPAN RUTE PENERBANGAN


PADA ERA ASEAN OPEN SKY

THE POLICY ON FLIGHT ROUTE IMPLEMENTATION


IN THE ERA ASEAN OPEN SKY

Ira Rachman Husni Hasan Francis Tantri Indra Setiawan


Sekolah Tinggi Sekolah Tinggi Sekolah Tinggi Universitas
Manajemen Manajemen Manajemen Muhammadiyah
Transportasi Trisakti Transportasi Trisakti Transportasi Trisakti indraset@yahoo.com
Ira.sentot@gmail.com husnihasan@yahoo.com ftantri@yahoo.com

ABSTRACT

The objective of this research is to analyze the evaluation of flight route policies,
through program effectiveness, program adequacy, program distribution program
that is enjoyed by all the aviation stakeholder and responsiveness and to recommend
design improvement (roadmap) on flight route policies in accordance to the ASEAN
Open Sky policy for the national carriers to be competitive. Research methods used are
qualitative description with USG (Urgency, Seriousness, Growth) approach or Issue
Priority Matrix, investigation result on the flight path policies evaluation. The research
used purposive sampling technique to determine the informant. The study result provides
an overview of the preparation of improvement actions based on program evaluation
through the establishment of medium term roadmap which consists; a) Grand Design
disposition that regulate Indonesian airspace as state asset that has strategic value,
b) Development of route connectivity functions, where national carrier must develop
Global Distribution System functions. These GDS functions must be enhanced to
provide support for assisting the airlines distribution process, simplifying airlines
ticket booking, and minimalizing investment cost. c) Assessment of all Civil Aviation
Safety Regulation (CASR) associated with Air Traffic Management (ATM), as well as
d) developing e-business functionality that provides support for services.

Keyword: policy evaluation; flight route; ASEAN open sky

ABSTRAK

Tujuan penelitian untuk menganalisis evaluasi kebijakan penetapan rute penerbangan,


melalui efektivitas program, kecukupan program, pemerataan program yang dirasakan
seluruh stakeholder penerbangan serta responsivitas dan untuk menyusun rancangan
perbaikan (Roadmap) atas dimensi evaluasi kebijakan penetapan rute penerbangan
dalam rangka era ASEAN Open Sky untuk memenangkan persaingan penerbangan
nasional. Metode yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif

313
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
Ira Rachman, Husni Hasan, Francis Tantri, Indra Setiawan ISSN 2355-4721

dengan pendekatan USG (Urgency, Seriousness, Growth) atau dengan Matriks


Prioritas Masalah, Hasil penelusuran atas evaluasi kebijakan Kebijakan Penetapan
Rute Penerbangan. Penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling dalam
menentukan informannya. Hasil penelitian memberikan gambaran atas penyusunan
langkah perbaikan atas evaluasi program melalui penyusunan roadmap jangka
menengah dengan rincian yaitu, a) Penyusunan Grand design pengelolaan ruang
udara sebagai salah satu aset negara yang memiliki nilai strategis, b) Pengembangan
fungsi Konektivitas Rute, dimana Perusahaan penerbangan nasional harus melakukan
Pengembangan fungsi Global Distribution System, dimana Fungsi dari Global
Distribution System harus terus disempurnakan sehingga memberikan daya dukung
atas yaitu, Membantu proses distribusi maskapai penerbangan, Memudahkan proses
pemesanan tiket, dan meminimalisasi biaya investasi. c) Pengkajian terhadap semua
Civil Aviation Safety Regulation (CSRC) yang terkait dengan Air Traffic Management
System (ATM), serta d) melakukan pengembangan fungsi e-Business sehingga
memberikan daya dukung atas pelayanan.

Kata Kunci: evaluasi kebijakan; rute penerbangan; ASEAN open sky

314
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Penetapan Rute Penerbangan pada Era ASEAN Open Sky

PENDAHULUAN Metode penelitian yang digunakan


untuk menentukan permasalahan prioritas
ASEAN Open Sky merupakan adalah dengan menggunakan Matriks
suatu tantangan yang akan menghasilkan Urgency, Seriousness, Growth (USG).
peluang atau bahkan menjadi ancaman Kepner dan Tragoe (1981) dalam
jika tidak dipersiapkan dengan baik Asmoko (2013), menyatakan pentingnya
oleh Indonesia. Mengingat infrastruktur suatu masalah dibandingkan masalah
bandara internasional di Indonesia dan lainnya dapat dilihat dari tiga aspek berikut;
armada pesawat yang dimiliki maskapai 1) bagaimana gawatnya masalah dilihat
di Indonesia yang kurang memadai untuk dari pengaruhnya sekarang ini, terhadap
melakukan rute penerbangan internasional. produktivitas, orang, dan atau sumber dana
Bahkan masih banyak maskapai dan daya?, 2) bagaimana mendesaknya
penerbangan lokal yang menggunakan dilihat dari waktu yang tersedia? dan 3)
pesawat tua untuk melayani penerbangan. bagaimanakah perkiraan yang terbaik
Perjanjian Open Sky umumnya mencakup mengenai kemungkinan berkembangnya
beberapa ketentuan yang mengikat negara- masalah?. Pada penggunaan Matriks
negara yang membuat perjanjian tersebut Urgency, Seriousness, Growth (USG),
yaitu: Open Market; Level Playing untuk menentukan suatu masalah yang
Field; Pricing; Cooperative Marketing prioritas, terdapat tiga faktor yang perlu
Arrangement; Dispute Resolution; Charter dipertimbangkan. Ketiga faktor tersebut
Market; Safety and Security; dan Optional adalah urgency, seriuosness, dan growth.
7th Freedom of Cargo Night (Forsyth dan Matriks Prioritas Masalah juga
King, 2008). merupakan salah satu alat dalam menyusun
Gilpin (2008) dalam Teori urutan prioritas dari sejumlah isu. Caranya
Merkantilisme berhasil menjelaskan setiap ranking manfaat atau kegunaannya
keadaan dimana suatu negara sebagai kalau berhasil diatasi dan ranking
institusi politik adalah unsur penting usaha atau upaya yang dilakukan untuk
dan tidak bisa diabaikan begitu saja. penyelesaian. Ranking dimulai dari yang
Dalam integrasi ekonomi, negara tetap terbaik dengan urutan 1 – 5 atau 1 – 10.
menggunakan power mereka dalam proses Kemudian ranking manfaat dikali nilai
implementasi kebijakan yang dideterminasi ranking usaha sebagai extended value.
oleh kepentingan domestik. Artinya, meski Extended value yang terkecil dapat dipilih
ASEAN Economic Community (AEC), sebagai prioritas isu. Metode Urgency,
melalui ASEAN Single Aviation Market Seriousness, Growth (USG) merupakan
(ASAM), melakukan bentuk liberalisasi salah satu cara menetapkan urutan prioritas
dunia penerbangan yang menyebabkan masalah dengan metode teknik scoring.
negara tidak memiliki kekuatan penuh Proses untuk metode Urgency, Seriousness,
dalam menentukan jalannya pasar. Growth (USG) dilaksanakan dengan
Permasalahan yang dihadapi adalah, memperhatikan urgensi dari masalah,
bagaimana evaluasi kebijakan kebijakan keseriusan masalah yang dihadapi, serta
penetapan rute penerbangan, melalui kemungkinan bekembangnya masalah
efektivitas program, kecukupan program, tersebut semakin besar.
pemerataan program yang dirasakan seluruh Secara teoritik, Undang-Undang
stakeholder penerbangan serta responsivitas Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
dan bagaimana rancangan perbaikan 2009 tentang Penerbangan pada point (c)
(Roadmap) atas dimensi evaluasi kebijakan menyatakan bahwa penerbangan merupakan
penetapan rute penerbangan dalam rangka bagian dari sistem transportasi nasional
era ASEAN Open sky untuk memenangkan yang mempunyai karakteristik mampu
perusahaan penerbangan nasional. bergerak dalam waktu cepat, menggunakan

315
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
Ira Rachman, Husni Hasan, Francis Tantri, Indra Setiawan ISSN 2355-4721

teknologi tinggi, padat modal, manajemen Ownership (FAO) dapat digolongkan


yang andal, serta memerlukan jaminan sebagai operasi angkutan udara niaga
keselamatan dan keamanan yang optimal, tidak berjadwal. Angkutan udara niaga tak
perlu dikembangkan potensi dan peranannya berjadwal adalah angkutan udara niaga
yang efektif dan efisien, serta membantu yang dilaksanakan pada rute dan jadwal
terciptanya pola distribusi nasional yang penerbangan yang tidak tetap dan tidak
mantap dan dinamis. Ketentuan Umum teratur dengan tarif sesuai kesepakatan
pada poin (19) menjelaskan bahwa rute antara penyedia dan pengguna jasa dan
Penerbangan adalah lintasan pesawat udara tidak dipublikasikan. Dalam hal ini,
dari bandar udara asal ke bandar udara penyedia jasa dapat dikatakan sebagai
tujuan melalui jalur penerbangan yang Fractional Management Company (FMC),
telah ditetapkan. Aturan penyelenggaraan sedangkan pengguna jasa adalah Fractional
angkutan udara di Indonesia, secara owners.
khusus, diatur oleh Keputusan Menteri Tujuan dari ASEAN Open Sky Policy
Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004. menghapus segala bentuk pelarangan di
Dalam aturan tersebut, izin usaha angkutan bidang layanan penerbangan antar negara
udara dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: demi untuk memajukan travel dan perusahaan
a) Angkutan udara niaga, yang terbagi perdagangan yang sedang berkembang,
menjadi angkutan udara niaga berjadwal produktivitas, kesempatan kerja dengan
dan angkutan udara niaga tak berjadwal, kualitas tinggi, dan pertumbuhan ekonomi.
dan b) Angkutan udara bukan niaga. Mereka melakukannya dengan cara
Berdasarkan tipe pesawat, dikenal mengurangi interfensi pemerintah pada
dua jenis operator, yaitu operator yang keputusan niaga perusahaan pengangkutan
mendapatkan sertifikasi berdasarkan udara, membebaskan mereka untuk
Civil Aviation Safety Regulation (CASR menyediakan jasa pelayanan udara yang
121) untuk operator angkutan udara dapat dijangkau, nyaman, dan efisien.
berjadwal (pesawat yang lebih dari 30 (Open Skies Agreements) ASEAN Open
kursi) dan operator dengan sertifikasi Sky Policy memperbolehkan perusahaan
operasi berdasarkan CASR 135 untuk pengangkutan udara untuk membuat
operator angkutan udara tidak berjadwal keputusan pada rute, kapasitas, dan harga,
(pesawat dengan kursi kurang dari 30). dan pilihan yang beragam untuk menyewa
Untuk mendapatkan sertifikat operator dan kegiatan penerbangan lain termasuk
pesawat (Air Operator Certificate atau hak-hak code sharing yang tidak terbatas.
AOC) calon harus memenuhi KM Nomor Kebijakan-kebijakan ASEAN Open
18 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Sky Policy sangat sukses karena mereka
Safety Regulation (CASR) Part 135 revisi berhubungan langsung dengan globalisasi
02 atau KM 22 Tahun 2002 tentang Civil perusahaan penerbangan. Dengan
Aviation Safety Regulation (CASR) Part memperbolehkan akses tidak terbatas
121 revisi 02. perusahaan pengangkutan udara ke negara-
Hingga saat ini, masih belum ada negara pelaku/peserta penandatanganan
aturan yang menjelaskan secara lengkap dan akses tidak terbatas untuk menengah
tentang pelaksanaan FAO di Indonesia. dan diluar batas-batas, perjanjian seperti
Untuk menyikapi hal ini, maka dilakukan itu menyediakan fleksibilitas operasional
penyesuaian dengan aturan yang ada saat yang maksimal untuk partner perserikatan
ini ditambah dengan aturan yang berlaku perusahaan penerbangan (Open Skies
menurut FAR Part 91 Subpart K. Dengan Agreements, 2016).
merujuk pada aturan yang berlaku pada Open Sky akan menjadi komponen
KM 81 Tahun 2004, maka kepemilikan yang sangat penting terhadap integrasi
pesawat dengan konsep Fractional Aircraft ekonomi secara keseluruhan mengingat

316
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Penetapan Rute Penerbangan pada Era ASEAN Open Sky

bahwa angkutan udara sangat penting negosiasi penerbngan, liberalisasi


khususnya untuk komunikasi bisnis yang dalam kelompok sub-regional, kerangka
mana memungkinkan kegiatan perdagangan liberalisasi bertahap, dan meningkatkan
dan investasi. Open Sky juga mengarah cakupan bagi maskapai bertarif rendah
kepada kompetensi di bidang industri untuk bersaing, melalui pengembangan
penerbangan yang mempunyai potensi pasar sekunder (Forsyth, et al, 2006).
yang sangat penting dibidang ekspor. Juga Kekhawatiran mengenaihilangnya
memungkinkan adanya pertambahan jasa kedaulatan Negara yang berdampak
penerbangan dalam konteks internasional pada upaya untuk menyelaraskan standar
dan juga menciptakan peluang bisnis keselamatan dan teknis, kebijakan
terhadap perusahaan pengangkutan udara. keamanan penerbangan dan persaingan
(Forsyth dan King, 2008). (Kee dan Tan, 2010).
Implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya, HASIL DAN PEMBAHASAN
tidak lebih dan tidak kurang, untuk
mengimplementasikan kebijakan publik A. Evaluasi Kebijakan Pemerintah atas
ada dua pilihan langkah yaitu, langsung ASEAN Open Sky 2015
mengimplementasikan dalam bentuk Berkenaan dengan apa yang
program atau melalui formulasi kebijakan telah berlangsung dalam kebijakan
derivate atau turunan dari kebijakan dalam hal ini ASEAN Open Sky 2015,
publik tersebut. Implementasi kebijakan kiranya perlu dilakukan evaluasi apakah
menyangkut tiga hal, yaitu : 1) adanya kebijakan tersebut telah memberikan nilai
tujuan atau sasaran kebijakan; 2) adanya kemanfaatan secara luas bagi negara,
aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; bekenaan dengan hal ini evaluasi didasari
dan 3) adanya hasil kegiatan. (Subarsono oleh empat komponen analisis meliputi; 1)
2013) Implementasi kebijakan adalah hal efektivitas program ASEAN Open Sky 2015,
yang paling berat, karena masalah-masalah 2) kecukupan dari program ASEAN Open
yang kadang tidak dijumpai dalam konsep Sky 2015, 3) pemerataan yang ditimbulkan
muncul di lapangan. Terdapat tiga jenis atau dihasilkan dari program ASEAN Open
pendekatan terhadap evaluasi sebagai mana Sky 2015 dan 4) responsivitas dari program
dijelaskan oleh Dunn dalam Subarsono ASEAN Open Sky 2015.
(2013) yakni, evaluasi semu, evaluasi
formal dan evaluasi keputusan teoritis. B. Efektivitas ASEAN Open Sky 2015
Dunn juga menjelaskan bahwa Evaluasi Perspektif dari ketidak siapan
Kebijakan terdiri dari lima indikator sebagai indikator rendahnya efektivitas
yaitu, efektivitas, kecukupan, pemerataan, dari penyerapan program meliputi;
responsivitas dan ketepatan. 1) Kesiapan bandara ditengah tingginya
Beberapa penelitian terdahulu pertumbuhan penumpang Bandara
mengenai ASEAN Open Sky, menyebutkan tidak siap dengan pertumbuhan
bahwa negara-negara di kawasan penumpang dan penambahan frekuensi
ASEAN telah menyepakati untuk penerbangan. Akibatnya, di saat
mengimplementasikan kebijakan ASEAN maskapai sudah tidak bisa lagi dan
Open Sky pada tahun 2015, (Silalahi, 2013). dibatasi, padahal penumpang makin
Analisis SWOT dalam kajian maskapai banyak.
penerbangan berbiaya rendah, Citilonk 2) Hambatan infrastruktur pendukung
terhadap ASEAN Nurhendiarni, Sri, NIla penerbangan
K. Hidayat, & Linus Pasasa (Nurhendiarni, Beberapa bandara di Indonesia kerap
et al, 2015). Pendekatan ekonomi untuk mengalami mati radar dan listrik padam

317
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
Ira Rachman, Husni Hasan, Francis Tantri, Indra Setiawan ISSN 2355-4721

yang tentu menimbulkan gangguan kesejahteraan, jumlah pendapatan


penerbangan, dengan demikian sudah yang dapat dibelanjakan juga
selayaknya pengelola penerbangan bisa akan meningkat. Disinilah muncul
mengikuti kemajuan teknologi dalam kebutuhan untuk melakukan
dunia penerbangan. rekreasi. Selain itu dengan
Indikator terakhir dalam analisis meningkatnya pendapatan, akan
efektivitas adalah dengan melihat terbuka kemungkinan masyarakat
bagaimana program ini dapat menggerakan di daerah tersebut membuka
potensi, dan bila mencari Teori Don bisnis dan melakukan perjalanan
Berliner (2008) bahwa Siklus Pertumbuhan untuk kepentingan bisnisnya (Don
Ekonomi Sebagai Dampak Peningkatan Berliner, 2008)
Industri Penerbangan terbagi dalam dua
yakni pengaruh dari sisi pasokan (supply C. Kecukupan
side) dan pengaruh dari sisi permintaan Untuk mengatasi permasalahan
(demand side), dengan rincian : ini nyatanya tak semudah meminta
1) Pengaruh dari sisi pasokan dapat maskapai penerbangan menambah jumlah
dijelaskan sebagai berikut: penerbangan internasionalnya. Penambahan
a) penambahan volume penerbangan jumlah penerbangan juga harus dibarengi
udara akan menghasilkan tingkat dengan pembenahan bandara. Oleh karena
pendapatan yang lebih tinggi bagi itu, pembenahan harus mencakup tiga
maskapai penerbangan. aspek secara menyeluruh dan terintegrasi.
b) sebagai akibat dari pendapatan 1. Sisi maskapai penerbangannya
yang meningkat tersebut, maskapai (airlines) bertujuan memastikan
penerbangan akan berinvestasi kemudahan pengembangan rute baru ke
dalam mengembangkan jumlah rute pasar utama wisatawan.
dan frekuensi penerbangan. 2. Sisi bandara dan navigasi udara
c) peningkatan jumlah rute dan (airport and air navigation) bertujuan
frekuensi penerbangan secara memastikan ketersediaan kapasitas di
langsung akan meningkatkan bandara. Terakhir, dari sisi perjanjian
konektivitas antar daerah, di mana layanan udara (air service agreement)
penumpang dapat menjangkau bertujuan memastikan ketersediaan
suatu daerah yang dulunya tidak traffic right.
terhubung oleh jalur penerbangan.
d) dengan meningkatnya konektivitas D. Pemerataan
ini, daya tarik suatu daerah dapat Terdapat 16 maskapai penerbangan
lebih terpromosikan terutama berjadwal, tujuh di antaranya kemungkinan
potensi pariwisata. akan terkena dampak Perjanjian ASEAN
2) Sedangkan pengaruh dari sisi Open Skies. Ketujuh maskapai penerbangan
permintaan dapat dijelaskan sebagai ini terdiri dari dua maskapai penerbangan
berikut: yang telah aktif berpartisipasi dalam
a) peningkatan daya tarik daerah, penyediaan layanan udara internasional,
terutama sektor pariwisata akan PT. Garuda Indonesia dan Indonesia
menambah lapangan pekerjaan AirAsia. Walaupun jasa angkutan udara
dan meningkatkan kesejahteraan dalam ASEAN diliberalisasikan melalui
masyarakat di daerah tersebut, perjanjian multilateral Liberalisasi penuh
sekaligus meningkatkan peluang Jasa Angkutan Kargo Udara (Multilateral
terjadinya mobilitas yang lebih Agreement on the Full Liberalization of
tinggi. Air Freight Services), perjanjian ini belum
b) seiring dengan meningkatnya disahkan oleh pemerintah Indonesia.

318
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Penetapan Rute Penerbangan pada Era ASEAN Open Sky

Maskapai penerbangan tidak berjadwal Indonesia (Pemerintah dan Masyarakat


kebanyakan beroperasi di ceruk pasar yang Penerbangan) harus mempersiapkan
amat spesifik, sehingga kecil kemungkinan diri secara menyeluruh, harus memiliki
terpengaruh oleh Perjanjian ASEAN grand desain dalam pengelolaan ruang
Open Skies. Secara keseluruhan, layanan udara sebagai salah satu aset negara
yang disediakan maskapai penerbangan yang memiliki nilai strategis, baik dilihat
Indonesia dengan tujuan negara ASEAN dari aspek ekonomi, politik, sosial,
lainnya, hanya merupakan sebagian kecil budaya serta pertahanan keamanan.
(5 persen) dari total kapasitas kursi mereka. Kepentingan ekonomi harus diimbangi
(Angka ini bahkan lebih kecil [3 persen] lagi oleh pertimbangan-pertimbangan politik
untuk tujuan internasional di luar ASEAN). (antara lain perlindungan terhadap industri
penerbangan domestik), sosial, budaya
E. Responsivitas dan pertahanan dan keamanan. Pembuatan
Dalam 5 tahun terakhir, Indonesia kebijakan di sektor penerbangan tanpa
dengan ratusan juta penduduknya, mengabaikan pertimbangan tersebut akan
seharusnya berpeluang besar untuk menjadi sangat membahayakan bagi kelangsungan
raksasa penerbangan sipil. Setidaknya di kehidupan bangsa secara keseluruhan,
wilayah regional ASEAN. Penambahan berkenaan dengan Evaluasi atas ASEAN
pesawat baru yang signifikan jumlah dan Open Sky, dengan menitik beratkan
jenisnya dalam 3 tahun belakangan ini, (memfokuskan) analisis pada kajian
seharusnya bisa menjadi modal awal untuk efektivitas dengan pendekatan 4 (empat)
menjadi salah satu penguasa dirgantara dimensi dasar ; efektivitas, Kecukupan
regional 5 tahun mendatang. Sayang dan pemeratan serta responsivitas.
dukungan pemerintah tidak kondusif, Pengambilan keputusan merupakan proses
membuat peluang itu belum terwujud. mengidentifikasi dan memilih serangkaian
Berbagai pernyataan besar mewarnai satu tindakan untuk menghadapi masalah
tahun beroperasinya, pertanyaan tersebut tertentu atau mengambil keuntungan dari
megarah pada kesanggupan Indonesia suatu kesempatan, berkenaan dengan
mengikuti ASEAN Open Sky Policy Evaluasi Kebijakan Penetapan Rute
sebagai bagian dari Masyarakat Ekonomi Penerbangan Pada Era ASEAN Open Sky
ASEAN 2015 dan pertanyaan yang tidak Dalam Rangka Memenangkan Perusahaan
kalah besarnya adalah langkah apa yang Penerbangan Nasional dengan pendekatan
seharusnya dilakukan untuk menghindari Matriks USG (Urgency, Seriuosness, dan
keterpurukan industri penerbangan sipil Growth).
nasional di tengah dimulainya perdagangan Pada penggunaan Matriks USG,
bebas ASEAN. Dalam situasi seperti itu, untuk menentukan suatu masalah yang
seharusnya Pemerintah berperan untuk prioritas, terdapat tiga faktor yang
dapat mengurangi kerugian maskapai perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor
sehingga dapat terus beroperasi melayani tersebut adalah urgency, seriuosness,
publik dengan baik, misalnya melalui dan growth. Urgency berkaitan dengan
kebijakan insentif fiskal, penataan regulasi mendesaknya waktu yang diperlukan
yang selama ini memberatkan maskapai untuk menyelesaikan masalah tersebut.
penerbangan, pembangunan infrastruktur Semakin mendesak suatu masalah untuk
penerbangan (bandara dan navigasi). diselesaikan maka semakin tinggi urgensi
masalah tersebut. Seriousness berkaitan
F. Rancangan Perbaikan Evaluasi dengan dampak dari adanya masalah
Kebijakan ASEAN Open Sky tersebut terhadap organisasi. Dampak ini
Bila mencermati atas apa yang terutama yang menimbulkan kerugian bagi
telah berlangsung (ASEAN Open Sky) organisasi seperti dampaknya terhadap

319
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
Ira Rachman, Husni Hasan, Francis Tantri, Indra Setiawan ISSN 2355-4721

produktivitas, keselamatan jiwa manusia, penilaian pada tingkat Urgency (U) untuk
sumber daya atau sumber dana. Semakin masing1masing masalah pada setiap
tinggi dampak masalah tersebut terhadap dimensinya. Pada dimensi efektivitas
organisasi maka semakin serius masalah memiliki jumlah penilaian 3.2, sedangkan
tersebut. pada dimensi kecukupan memperoleh
Growth berkaitan dengan jumlah nilai 3.0. Dimensi pemerataan
pertumbuhan masalah. Semakin cepat memperoleh jumlah nilai 4.0 dan dimensi
berkembang masalah tersebut maka terakhir yaitu Responsivitas memperoleh
semakin tinggi tingkat pertumbuhannya. nilai tertinggi yaitu 5.0.
Suatu masalah yang cepat berkembang Faktor kedua yaitu seriousness,
tentunya makin prioritas untuk diatasi keempat masalah tersebut, yangpaling tinggi
permasalahan tersebut. Untuk mengurangi dampaknya terhadap masalah Evaluasi
tingkat subyektivitas dalam menentukan Kebijakan Penetapan Rute Penerbangan
masalah prioritas, maka perlu menetapkan Pada Era Open Sky Antar Negara‐Negara
kriteria untuk masing-masing unsur USG Asean Dalam Rangka Memenangkan
tersebut. Umumnya digunakan skor dengan Perusahaan Penerbangan Nasional yaitu
skala tertentu. Misalnya penggunaan skor dimensi responsivitas. Dimensi efektivitas
skala 1:5. Semakin tinggi tingkat urgensi, memiliki jumlah penilaian 3.5, sedangkan
serius, atau pertumbuhan masalah tersebut, pada dimensi kecukupan memperoleh
maka semakin tinggi skor untuk masing- jumlah nilai 3.6. Dimensi pemerataan
masing unsur tersebut. memperoleh jumlah nilai 4.0 dan dimensi
Terdapat empat dimensi yang terakhir yaitu Responsivitas memperoleh
dihasilkan pada temuan evaluasi kebijakan nilai tertinggi yaitu 4.5.
penetapan rute penerbangan pada era Ketiga, yaitu faktor Growth.
ASEAN Open Sky. Kempat dimensi Misalnya dari keempat masalah tersebut,
tersebut adalah efektivitas, kecukupan, yang paling tinggi tingkat pertumbuhan
pemerataan, dan responsivitas. Dimensi masalahnya adalah masalah Evaluasi
efektivitas memiliki fokus sub dimensi pada Kebijakan Penetapan Rute Penerbangan
Pemanfaatan Interaksi program, Sosialisasi Pada Era ASEAN Open Sky Dalam Rangka
program, Identifikasi Permasalahan dan Memenangkan Perusahaan Penerbangan
Menggerakan potensi Program. Dimensi kedua Nasional. Dimensi efektivitas memiliki
yang merupakan Kecukupan, memliki fokus jumlah penilaian 3.7, sedangkan pada
sub dimensi pada Azas Prinsipdan Lingkup dimensi kecukupan memperoleh jumlah
Program. Dimensi pemerataan memiliki fokus nilai 4.0. Dimensi pemerataan memperoleh
sub dimensi pada Indikator Keberhasilan dan
jumlah nilai 3.0 dan dimensi terakhir yaitu
Indikator Kinerja. Sedangkan dimensi kempat
Responsivitas memperoleh nilai yaitu 4.0.
merupakan dimensi responsivitas fokus
pada sub dimensi Keterlibatan organisasi/ Setelah kita analisis masing-masing
masyarakat dan tindak lanjut-tindak lanjut. faktor U, S, dan G seperti pada uraian di atas,
Permasalahan yang dihadapi pada selanjutnya kita dapat menggabungkan
kebijakan penetapan rute penerbangan pada ketiga faktor USG tersebut. Hasil temuan
era ASEAN Open Sky yang pertama adalah evaluasi U,S,G kebijakan penetapan rute
faktor urgency. Misalnya dari keempat penerbangan bahwa dimensi efektivitas
masalah tersebut, yang paling cepat memiliki mean 3.67, sedangkan pada
harus ditangani pada masalah evaluasi dimensi kecukupan memperoleh mean
kebijakan penetapan rute penerbangan 3.56. Dimensi pemerataan memperoleh
pada era ASEAN Open Sky dalam rangka mean 3.67 dan dimensi terakhir yaitu
memenangkan perusahaan penerbangan Responsivitas memperoleh mean tertinggi
nasional. Kondisi ini memperoleh yaitu 4.50.
Analisa terhadap tahapan prioritas

320
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Penetapan Rute Penerbangan pada Era ASEAN Open Sky

penanganan masalah diperoleh jumlah terhadap penerapan prinsip Cabotage,


nilai pada dimensi responsivitas diperoleh dimana dalam setiap pembuatan MoU
4.50, pada pemerataan diperoleh nilai 3.67. internasional, pemerintah harus mencermati
dimensi efektivitas memperoleh nilai 3.67 lebih dulu apakah MoU itu menguntungkan
dan dimensi terakhir dimensi kecukupan atau malah merugikan bangsa Indonesia.
memperoleh nilai 3.56. Selain itu Pemerintah sudah seharunya
Berdasarkan penilaian pada berperan aktif untuk dapat mengurangi
keseluruhan indikator dan dimensi kerugian maskapai sehingga dapat terus
pada diferensiasi dalam upaya evaluasi beroperasi melayani publik dengan baik,
kebijakan penetapan rute penerbangan misalnya melalui kebijakan insentif
pada era ASEAN Open Sky dalam rangka fiskal, penataan regulasi yang selama ini
memenangkan perusahaan penerbangan memberatkan maskapai penerbangan. Serta
nasional, tbk dalam menghadapai pembangunan infrastruktur peberbangan
ASEAN Open Sky 2015, dengan susunan (bandara dan navigasi)
peringkat atau prioritas pada gambar 1. Berdasarkan hasil pemilahan tingkat
Berdasarkan Gambar 1 tersebut langkah kepentingan berdasarkan prioritas Urgent
dalam penetapan prioritas atau dimensi atau tingkat kebutuhan sangat tinggi,
diunggulkan untuk dilakukan persiapan Seriousness atau prioritas kepentingan
perbaikan jangka pendek pada Tabel 1. tahapan selanjutnya atau terkategori
Prioritas masalah dalam evaluasi mendesak serta tingkat kebutuhan pada
kebijakan penetapan rute penerbangan tingkatan Growth atau pertumbuhan,
pada era ASEAN Open Sky Dalam Rangka maka prioritas akan disusun dalam peta
Memenangkan Perusahaan Penerbangan rangkaian perbaikan Roadmap dalam
Nasional yaitu Evaluasi tindak lanjut satuan kepentingan upaya perbaikan
dan Keterlibatan organisasi/masyarakat tahapan jangka waktu pendek, menengah
dengan cara yaitu dicermati baik deregulasi dan jangka waktu lama, dengan rincian

Gambar 1 Prioritas Evaluasi Kebijakan ASEAN Open Sky

321
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
Ira Rachman, Husni Hasan, Francis Tantri, Indra Setiawan ISSN 2355-4721

Tabel 1 Rancangan Tahapan Perbaikan


Uraian Waktu Perbaikan
1 Responsivitas Perbaikan Jangka Pendek dengan penan-
ganan utama dan segera
2 Pemerataan Perbaikan jangka menengah I
3 Efektivitas Perbaikan jangka menengah I
4 Kecukupan Perbaikan jangka panjang

pada prioritas utama Harus dicermati Indonesia di bidang penerbangan agar


adalah deregulasi terhadap tidak kalah bersaing dengan negara‐negara
Penerapan prinsip Cabotage, ASEAN.
dimana Dalam setiap pembuatan Masalah prioritas utama lainnya yaitu
MoU internasional, pemerintah harus Pemerintah sudah seharusnya berperan
mencermati lebih dulu apakah MoU itu aktif untuk dapat mengurangi kerugian
menguntungkan atau malah merugikan maskapai sehingga dapat terus beroperasi
bangsa Indonesia dalam proses kurun melayani publik dengan baik, misalnya
waktu satu sampai tiga tahun. Proses yang melalui kebijakan insentif fiskal, penataan
bias dilakukan yaitu Penyusunan Grand regulasi yang selama ini memberatkan
desain pengelolaan ruang udara sebagai maskapai penerbangan. Hal tersebut dapat
salah satu aset negara yang memiliki dilakukan dengan proses Pengembangan
nilai strategis. Selain itu Pemerintah fungsi Konektivitas Rute. Kedua, dapat
Indonesia dalam hal pemanfaatan wilayah dilakukan proses Perusahaan penerbangan
udaranya harus memaksimalkan potensi nasional atas operasi Boarding Pass True
yang didapat dari penerapan kebijakan Value (BPTV). Proses selanjutnya yaitu
ASEAN open skies ini. Pemanfaatan Perusahaan penerbangan nasional harus
wilayah udara secara maksimal juga melakukan Pengembangan fungsi Global
merupakan implementasi dari kedaulatan Distribution System, dimana Fungsi dari
Negara Republik Indonesia yang utuh dan Global Distribution System (GDS) harus
eksklusif atas ruang udaranya. Proses yang terus disempurnakan sehingga memberikan
ketiga yaitu Pemerintah harus menambah daya dukung atas yaitu (1)Membantu
dan memperbaiki banyak sektor dengan proses distribusi maskapai penerbangan;
keikutsertaanya dalam ASEAN open skies. (2) Memudahkan proses pemesanan
Sektor tersebut diantaranya perbaikan tiket, Meminimalisasi biaya investasi.
infrastruktur, serta perbaikan regulator Perusahaan penerbangan nasional
bandara untuk meningkatkan sistem sudah seharunya melakukanmanajemen
keamanan. Keempat yaitu proses bahwa perubahan atas sistem online dengan
Pemerintah harus memperbaiki penilaian melakukan pengembangan sistem
category 2 dari FAA yang mengacu pada kolaborasi sebagai solusi bisnis,
standarisasi keselamatan penerbangan, dan melalui perhatian atas komponen
juga pengambil alihan Flight Information COBIT (Control Objectives, Audit
Region (FIR) atas kepulauan Riau dan Guidelines, Implemenation Tool Set) yang
Natuna dari Singapura yang ditargetkan memungkinan Kerangka kerja COBIT
pada tahun 2024. Terakhir yaitu proses (Control Objectives, Audit Guidelines,
Pemerintah memenuhi standarisasi ASEAN Implemenation Tool Set), terdiri dari
Open Sky. Pemenuhan standarisasi tersebut tujuan pengendalian tingkat tinggi dan
bertujuan untuk meningkatkan kualiatas struktur klasifikasi keseluruhan. Terdapat

322
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Penetapan Rute Penerbangan pada Era ASEAN Open Sky

tiga tingkat (level) usaha pengaturan SIMPULAN


Teknologi Informasi (TI) yang menyangkut
manajemen sumberdaya Teknologi Dasar kebijakan ASEAN Open
Informasi (TI). Mulai dari bawah, yaitu Sky adalah liberalisasi pasar industri
kegiatan dan tugas (activities and tasks) penerbangan ASEAN. Melalui kebijakan
yang diperlukan untuk mencapai hasil ini, maskapai penerbangan ASEAN yang
yang dapat diukur. Dalam Aktivitas disepakati diijinkan terbang ke kota-kota
terdapat konsep siklus hidup yang di lain intra 10 negara anggota ASEAN
dalamnya terdapat kebutuhan pengendalian pemerintah telah menetapkan lima bandara
khusus. Kemudian satu lapis di atasnya di Indonesia yaitu, Bandara Kualanamu
terdapat proses yang merupakan gabungan (Medan), Soekarno Hatta (Jakarta), Ngurah
dari kegiatan dan tugas (activities and Rai (Bali), Juanda (Surabaya) dan Sultan
tasks) dengan keuntungan atau perubahan Hassanudin (Makasar). Alasan pemilihan
(pengendalian) alami. lima bandara tersebut, karena dinilai
Pada tingkat yang lebih tinggi, sebagai bandara yang berada di daerah
proses biasanya dikelompokan bersama ke yang tingkat pertumbuhan ekonomi relatif
dalam domain. Pengelompokan ini sering tinggi. Wilayah tersebut dianggap terbesar
disebut sebagai tanggung jawab domain dalam kuantitas penumpang dan kargo, baik
dalam struktur organisasi dan yang sejalan dalam angkutan udara domestik maupun
dengan siklus manajemen atau siklus hidup luar negeri, lalu memiliki cakupan rute
yang dapat diterapkan proses Teknologi dalam dan luar negeri terbanyak, termasuk
Informasi (TI). Terakhir yaitu dengan dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan
proses Pengembangan fungsi e‐ Business penerbangan terlengkap.
sehingga memberikan daya dukung atas Hasil penelusuran atas evaluasi
pelayanan. kebijakan Kebijakan Penetapan Rute
Masalah yang terakhir adalah Penerbangan menunjukan bahwa ketidak
pembangunan infrastruktur penerbangan siapan bandara ditengah -ditengah
(bandara dan navigasi, dapat dilakukan tingginya pertumbuhan penumpang, dari
dengan proses Lakukan pengkajian sisi tata kelola infrastruktur bandara juga
terhadap semua CASR (Civil Aviation belum dapat bersaing dengan tata kelola
Safety Regulation) yang terkait dengan bandara-bandara negara-negara di kawasan
ATM (Air Traffic Management). Selain itu asean seperti Singapura dan negara lain,
Ditjen Perhubungan Udara, bersama dengan rendahnya kinerja ekspansi maskapai
semua pemangku kepentingan dalam penerbangan, hanya satu maskapai yang
navigasi udara segera menyusun konsep melakukan ekspansi bahkan Garuda
operasi yang berfokus kepada pelayanan Indonesia hanya melakukan konsulidasi ke
ATM (Air Traffic Management). Proses dalam, dampak ketidak mampuan ekspansi
yang ketiga yaitu Lakukan pengkajian tentunya berakibat pada akses pasar, dari
terhadap semua kebijakan penyediaan sisi stakeholder kebijakan memberikan
sumber daya manusia yang akan dan indikasi adanya ketidak seimbangan
sedang bekerja dalam ATM (Air Traffic pembagian kue program bagi maskapai
Management). Terakhir segera melakukan nasional dan swasta nasional, serta sisi
penggantian semua infrastruktur yang kelemahan dari pengawasan mengingat
sudah obsolete dan memanfaatkan implementasi ASEAN Open Sky telah
infrastruktur pengawasan yang masih memberikan gambaran nyata bahwa tata
relatif baru untuk kepentingan kelancaran kelola kebijakan sektor ini tidak di cermati
dan efisiensi operasi penerbangan. dengan konsep kehati-hatian dengan
mepertimbangkan prinsip Cabotage.
Berdasarkan telaah evaluasi

323
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017
Ira Rachman, Husni Hasan, Francis Tantri, Indra Setiawan ISSN 2355-4721

kebijakan, dihasilkan konsep dari Grand Indonesia. Jakarta: KM Perhub RI.


desain pengelolaan ruang udara sebagai [KM PerHub RI]. Keputusan Menteri
salah satu aset negara yang memiliki nilai Perhubungan Nomor KM 18 Tahun
strategis, dengan memperhatikan fungsi 2002 Tentang Civil Aviation Safety
Konektivitas Rute bagi perusahaan- Regulation (CASR) Part 135.
perusahaan penerbangan nasional, dalam Jakarta: KM Perhub RI.
grand desain ini juga dibutuhkan adanya [KM PerHub RI]. Keputusan Menteri
pengkajian kembali semua CASR (Civil Perhubungan Nomor KM 22
Aviation Safety Regulation) yang terkait Tahun 2002 Tentang Civil Aviation
dengan ATM (Air Traffic Management), Safety Regulation (CASR) Part 121.
serta melakukan pengembangan fungsi Jakarta: KM Perhub RI.
e-Business sehingga memberikan daya Nurhendiarni, Sri, NIla K. Hidayat, &
dukung atas pelayanan bagi perusahaan Linus Pasasa. 2015. The Effect
penerbangan nasional. of ASEAN Open Skies Policy
105 Upon Opportunities for Low-
Cost Carries in Indonesia – a Case
DAFTAR PUSTAKA
Study of PT. Citilink. The South
East Asian Journal of Management
Dunn, W.N. 2011. Public policy analysis:
(SEAM).
An introduction. Terjemahan
Silalahi, Sahat Aditua F. 2013. Strategi
Wibawa. London: Prentice
Dalam Menghadapi ASEAN Open
Hall,Intrernational, Inc.
Sky 2015. Jurnal Ekonomi &
Forsyth, Peter & John King, 2008.
Kebijakan Publik. 4 (1): 59 ‐ 73.
Preparing ASEAN For Open Sky.
Subarsono, A.G., 2013, Analisis Kebijakan
Monash International Pty Ltd.
Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi,
Forsyth, Peter, John King & Cherry Lyn
Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Rodolfo. 2006. Open Skies in
Undang-Undang Republik Indonesia
ASEAN. Journal of Air Transport
Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Management. 12 (3): 143:152.
Penerbangan.
Gilpin, Robert. 2011 The Political
Economy of International
Relations.Princeton.NJ: Princeton
University Press.
Gilpin, Robert. 2008 The Political Economy
if International Relation. Princeton
University Press.
Hindri, Asmoko. 2014. Memahami Analisis
Pohon Masalah. http://www.bppk.
depkeu.go.id. [diakses 7 Oktober
2014].
Kee, Alan & Jin Tan. 2010. The ASEAN
multilateral agreement om
air services: En route to open
skies? Journal of Air Transport
Management. 16 (6): 289-294.
[KM PerHub RI]. Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 81
Tahun 2004 Tentang Aturan
penyelenggaraan angkutan udara di

324
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, November 2017

Vous aimerez peut-être aussi