Vous êtes sur la page 1sur 57

BATUBARA INDONESIA

ALIF GHAZALI
R1D1 15 012

KENDARI

19 APRIL 2018
KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan


rahmat serta karunianya sehingga penyusunan buku dengan judul “ Batubara
Indonesia” ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis tak lupa pula mengucapkan banyak terimakasih kepada semua


pihak yang telah berperan dalam penyusunan buku ini, kepada dosen pengampuh,
serta teman-teman yang selalu memberi saran dalam pembuatan buku ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan buku ini.


Maka dengan itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca yang sifatnya membangun, agar menjadi pertimbangan pada penulisan
buku selanjutnya.

Kendari, 19 April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

RIWAYAT HIDUP PENULIS

BAB 1. PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN BATUBARA
B. SEJARAH SINGKAT PERTAMBANGAN BATUBARA DI
INDONESIA
C. DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
PERTAMBANGAN
D. GAMBARAN UMUM INDUSTRI BATUBARA INDONESIA

BAB 2. GENESA DAN KETERDAPATAN BATUBARA DI INDONESIA

A. GENESA BATUBARA
B. FASIES BATUBARA
C. LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA
D. KELAS BATUBARA
E. ENDAPAN BATUBARA DI INDONESIA
F. POTENSI SUMBERDAYA BATU BARA

BAB 3. KLASIFIKASI DAN MANFAAT BATUBARA


A. KLASIFIKASI BATUBARA
B. MANFAAT BATUBARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi tambang & pelabuhan batubara utama

Gambar 2. Lapangan penggalian PT. Adaro

Gambar 3. Suasana di Taboneo

Gambar 4. Trans-shipment dari tongkang ke kapal besar

Gambar 5. Sketsa pembentukan batubara

Gambar 6. Sketsa formasi insitu

Gambar 7. sketsa teori drift

Gambar 8. Urutan tipe rawa gambut (Taylor, 1998)

Gambar 9. Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Back Barier


Horne,1978)

Gambar 10. Sekuen Vertikal endapan Lower Delta Plain (Horne, 1978) Sekuen
mengkasar ke atas

Gambar 11.Sekuen Vertikal endapan Lower Delta Plain (Horne, 1978) Sikuen
yang sama di potong oleh Creavasse Splay deposit.

Gambar 12. Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Transitional


Lower Delta Plain (Horne, 1978)

Gambar 13. Penampang lingkungan pengendapan bagian Upper Delta Plain


(Horne,1978)

Gambar 14. Kelas batubara

Gambar 15. Klasifikasi ASTM

Gambar 16. Persetase penggunaan cadangan batubara dunia


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Statistik energi primer

Tabel 2. Komposisi bahan bakar pada pembangkitan listrik

Tabel 3. Sumber daya & cadangan batubara

Tabel 4. Sumber daya batubara berdasarkan kualitas

Tabel 5. Jumlah produksi batubara

Tabel 6. Jumlah tambang berdasarkan sistem operasi produksi

Tabel 7. Kebutuhan domestic

Tabel 8. Realisasi ekspor batubara Indonesia

Tabel 9. Prediksi jumlah produksi, kebutuhan domestik, dan ekspor

Tabel 10. Pelabuhan – pelabuhan batubara di Indonesia

Tabel 11. kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia
Tabel 12. kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di Indonesia.
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis lahir pada tanggal 29 Desember 1996 di


desa Kondongia, kec. Lohia kab. Muna. Penulis
merupakan anak ke tiga dari 5 bersaudara dari
pasangan suami istri bapak La Hadamin dan Ibu
Harsiah diri. Penulis beralamat di jalan banteng,
kelurahan rahandouna. Sampai pada selesainya
penulisan buku ini penulis tercatat sebagai
mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi di
Sulawesi Tenggara tepatnya di Universitas Halu
Oleo Kendari.
BAB 1
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN BATUBARA

The International Handbook of Coal Petrography (1963) menyebutkan


bahwa batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa
tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat proses kompaksi dan terkubur
dalam cekungan-cekungan pada kedalaman yang bervariasi.
Prijono (Dalam Sunarijanto, dkk, 2008) berpendapat bahwa batubara
adalah bahan bakar hidrokarbon tertambat yang terbentuk dari sisa tumbuh-
tumbuhan yang terendapkan dalam lingkungan bebas oksigen serta terkena
pengaruh temperatur dan tekanan yang berlangsung sangat lama. Sedang menurut
Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara dijelaskan bahwa ”batubara adalah endapan senyawa organik karbonan
yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Sedangkan, Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan
kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur
memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan
C240H90O4NS untuk antrasit.

B. SEJARAH SINGKAT PERTAMBANGAN BATUBARA DI


INDONESIA

Pertambangan batubara yang pertama di Indonesia dimulai pada tahun


1849 diPengaron, Kalimantan Timur oleh NV Oost Borneo Maatschappij. Pada
tahun1888 suatu perusahaan swasta memulai kegiatan pertambangannya di
Pelarang,kira-kira 10 km di tenggara Samarinda. Kemudian disusul oleh
beberapa perusahaan-perusahaan kecil lainnya.
Di Sumatera, usaha pertambangan batubara pertama secara besar-
besaran dilakukan mulai tahun 1880 di lapangan sungai Durian, Sumatera Barat.
Usaha ini mengalami kegagalan dikarenakan
kesulitan pengangkutan. Setelah dilakukan penyelidikan secara seksama antara
tahun 1868 hingga 1873 maka ditemukannya lapangan batubara di sungai Durian
sehingga dibukalah pertambangan batubara Ombilin di Sawahlunto, Sumatera
Barat. Padawaktu bersamaan selesai pula dibangun jalan kereta api antara Teluk
Bayur-Sawahlunto yang memiliki panjang 155 km dan dikerjakan sejak tahun
1888. Di Sumatera Selatan, dilakukan penyelidikan antara 1915-1918 yang
menghasilkandibukanya pertambangan batubara Bukit Asam pada tahun 1919.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1968,
ketiga pertambangan batubara yang masih aktif berproduksi yaitu tambang
batubara Ombilin di Sumatera Barat, tambang batubara Bukit Asam di Sumatera
Selatandan tambang batubara Mahakam di Kalimantan Timur disatukan ke dalam
PN Tambang Batubara dan masing-masing tambang tersebut menjadi unit
produksi.Pada tahun 1970, unit produksi Mahakam ditutup berdasarkan
pertimbangan ekonomi. Kegiatan pertambangan tidak mungkin dilanjutkan karena
selain biaya usaha yang semakin tinggi juga harapan pemasarannya semakin
suram. Semua hal tersebut diakibatkan beralihnya ke penggunaan mesin diesel di
seluruh bidang pengangkutan (kereta api dan kapal) dan Pembangkit Tenaga
Listrik Diesel (PLTD). Sejak itulah yang berproduksi hanya dua unit saja, yaitu
produksi Ombilin dan produksi Bukit Asam. Sejak tahun 1973 terjadi perubahan
dalam dunia perbatubaraan. Akibat krisis energi yang dimulai oleh embargo
minyak oleh sejumlah negara-negara Arab dalam Perang Timur Tengah, perhatian
dunia kemudian beralih ke bahan bakar batubara. Sejalan dengan itu, unit
produksi Bukit Asam diubah statusnya menjadi PT Tambang Batubara Bukit
Asam (persero). Ini didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1980 dan sejak tahun 1981 terpisah dari PN Tambang Batubara. Sejak itu pula PN
Tambang Batubara hanya memiliki satuunit produksi saja yaitu tambang batubara
Ombilin di Sumatera Barat. Berdasarkan Surat Putusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 49 Tahun 1981, PN Tambang Batubara mengadakan kerjasama
dengan sejumlah perusahaan swasta asing yang bertujuannya untuk
mengembangkan potensi batubara Indonesia. Kerjasama usaha tersebut dimulai
dengan mengusahakan cadangan batubara yang terdapat di daerah
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Tahun 1990 tanggal 30 Oktober1990, PN Tambang Batubara
dibubarkan dan dilebur ke dalam Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) agar
lebih efisien dengan satu Badan Usaha Milik Negara(BUMN) yang mengelola
pertambangan batubara serta para kontraktornya.
Dari para kontraktor tersebut, pemerintah melalui PTBA memperoleh bagian hasil
batubara dalam bentuk natura sebesar 13,5 % dari hasil produksi batubara. Padata
hun 1993, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden tersebutditandatangani
19 kontrak kerjasama yang keseluruhan kontraktor swastanasional. Dengan
demikian, maka PTBA memiliki lebih dari 30
kontraktor pengusahaan pertambangan batubara yang tersebar di daerah Kalimant
an dan Sumatera. Kemudian pemerintah pada tahun 1996 mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 21 tahun 1993 yang menyatakan bahwa bentuk
kontrak kerjasama diganti menjadi kontrak karya. Untuk bagian hasil produksi
batubarayang disetorkan kepada pemerintah diganti dalam bentuk tunai dan
dengan demikian hak dan kewajiban PTBA atas pengelolaan kontraktor dialihkan
kepada pemerintah.

1. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)

Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara merupakan perjanjian


yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta asing
atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA). Perjanjian
Karya merupakan salah satu instrumen hukum dalam bidang pertambangan,
khususnya dalam bidang batu bara. Perjanjian ini dibuat antara Pemerintah
Indonesia dengan perusahaan kontraktor swasta. Istilah perjanjian karya
kita temukan dalam pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 11 tahun 1967 tentang
pertambangan. Namun m pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan Energi
Nomor1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan
pemberianKuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) adalah :“suatu
perjanjian antara pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing
atau patungan antara asing dengan nasional(dalam rangka PMA) untuk
pengusahaan batubara dengan berpedoman kepada UU Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing serta UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum”.
a) Tahapan Kegiatan Pertambangan

Setelah kontraktor mendapatkan konsensi prinsip dan PKP2B, maka terdapat 5


(lima) tahap kegiatan yang dilakukan oleh kontraktor batubara. Pada masing-
masing tahapan kegiatan, kontraktor diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam PKP2B.

a. Tahapan Penyelidikan Umum


Tahap ini adalah periode waktu untuk menyelidiki kawasan-kawasan
manadari wilayah yang diajukan dalam perjanjian PKP2B yang diperkirakan
memiliki kandungan batubara. Menurut Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun
1981 dinyatakan bahwa untuk PKP2B Generasi I (pertama), wilayah perjanjian
kontraktor memiliki luas wilayah untuk tahap penyelidikan tanpa batas.
Sedangkan untuk PKP2B Generasi II (kedua), sesuai dengan Keputusan
Presiden Nomor 21 Tahun 1993 dan PKP2B Generasi III (ketiga) sesuai dengan
KeputusanPresiden Nomor 75 tahun 1996 ditetapkan seluas 100.000 Ha. Dalam
tahap penyelidikan umum, kontraktor harus dan telah menyerahkan deposito jami
nansebesar US$ 100,000, pencairan deposito jaminan ini terbagi dalam 3 (tiga)
tahapyakni : (1) sebesar 25% setelah selesai tahap penyelidikan umum, (2) sebesar
25%setelah 1 tahun tahap eksplorasi, dan (3) sebesar 50% setelah selesai
tahapeksplorasi. Selanjutnya pada tahap penyelidikan umum, kontraktor
sekurang-kurangnya telah membelanjakan sebesar tertentu dalam mata US Dollar.

b. Tahap eksplorasi
Tahap ini dilakukan apabila dari penyelidikan umum menunjukkan
adanyakandungan batubara yang layak dikelola secara ekonomis. Kontraktor
harus menyerahkan laporan penyelidikan umum wilayah yang terdapat
kandungan batubara dan selanjutnya mengajukan permohonan tertulis kepada
pemerintah untuk melakukan kegiatan eksplorasi pada lokasi tertentu. Tahap
eksplorasi ini meliputi kegiatan-kegiatan penyelidikan geologi dan geofisika
secara rinci termasuk pemboran, pembuatan sumur-sumur uji dan pengambilan
contoh batubara untuk keperluan uji teknis dan pemasaran.

c. Tahap studi kelayakan


Tahap ini oleh kontraktor diberikan batas waktu satu tahun dan dapat
diperpanjang sekali selama 12 bulan. Setelah selesai tahap ini, kontraktor juga
harus menentukan wilayah-wilayah mana yang akan menjadi
wilayah pertambangan. Wilayah pertambangan ini hanya akan
diberikan sebesar 25% dariluas wilayah perjanjian untuk PKP2B Generasi I
(pertama) dan PKP2B GenerasiII (kedua), sedangkan PKP2B Generasi III (ketiga)
seluas 20.000-25.000 Ha setiap satu kontraktor. Studi kelayakan intinya adalah
memuat perhitungan-perhitungan dan alasan-alasan layak tidaknya pemanfaatan
pertambangan batubara yang akan dilakukan baik secara teknis maupun
komersial.

d. Tahap Konstruksi
Setelah mendapatkan persetujuan atas rancangan dan jadwal
kegiatankonstruksi, kontraktor dapat membangun berbagai fasilitas yang
diperlukan dalam pertambangan batubara. Pada tahap ini kontraktor dapat mensub
kontrakkan kegiatan-kegiatannya kepada perusahaan lain. Beberapa fasilitas yang
akandibangun dalam tahap ini meliputi: fasilitas peralatan pertambangan
batubara, peralatan untuk meningkatkan kualitas batubara, pelabuhan dan terminal
bongkarmuat, perbengkelan. Daerah-daerah penimbunan dan gudang-gudang
sertafasilitas-fasilitas transportasi dan komunikasi.

e. Tahap Operasi
Setelah semua fasilitas dibangun, kontraktor harus segera memulai
kegiatanoperasi di wilayah pertambangan. Pada bulan pertama tahap operasi,
produksirata-rata harian sekurang-kurangnya mencapai 70% dari kapasitas
produksi yangdirencanakan. Pada tahap operasi, kontraktor diharuskan
menyerahkan laporan bulanan tentang statistik produksi dan penjualan yang
dilakukan. Laporan triwulanan yang memuat antara lain :
1.wilayah-wilayah yang terdapat endapan batubara
2.uraian operasi pertambangan beserta produksi komersialnya dan tenagakerja
yang terlibat
3.laporan tahunan yang memuat jumlah total volume batubara,
menurut jenisnya, jumlah yang diangkut ke tempat tujuan dan yang ditempuh dari
penambangan serta jumlah yang telah dijual.

b) Reklamasi Pertambangan

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata


kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan
umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.
Pelaksanaanreklamasi meliputi kegiatan sebagai berikut :
- persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengatura
n bentuk lahan (“landscaping”), pengaturan/ penempatan bahan tambang
kadar rendah (“low grade”) yang belum dimanfaatkan.
- Pengendalian erosi dan sedimentasi
- Pengelolaan tanah pucuk (“top soil”)
- Revegetasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas
tambang untuk tujuan lainnya.
Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan bekas
tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat
dimanfaatkan kembali. Pelaksanaan reklamasi sedapat mungkin harus
dilaksanakan dengan cepat sepanjang umur tambang. Dengan demikian
dapatdicapai efisiensi pemakaian peralatan, pemindahan dan pengelolaan tanah
pucuk.Sebelum dimulai pelaksanaan kegiatan penambangan sebaiknya
direncanakan penggunaan tenaga kerja yang cukup termasuk tenaga kerja kegiatan
reklamasi sehingga pelaksanaan reklamasi dapat dilakukan dengan cepat tanpa
menganggu produksi.Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh
perusahaan pertambangan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi dibidang
pertambangan umum. Jaminan reklamasi dikenakan bagi seluruh perusahaan pert
ambangan pada tahap penambangan atau operasi produksi. Jaminan reklamasiini
bertujuan untuk meningkatkan ketaatan dari pemegang izin
usaha pertambangan tahap eksploitasi/operasi produksi dalam melaksanakan rekla
masilahan bekas tambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh pejabat
yang berwenang. Besarnya jaminan reklamasi ditetapkan berdasarkan biaya
reklamasi sesuai Rencana Reklamasi/ Rencana Tahunan Pengelolaan Lingkungan
(RTKL) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Sedangkan bagi perusahaan
pertambangan yang umurnya kurang dari 5 tahun besarnya jaminan reklamasi
disesuaikan dengan rencana reklamasi untuk jangka waktu umur tambangnya.
Penetapan jaminan reklamasi Untuk PKP2B dan Kontrak Karya dilakukan oleh
Dirjen. Pertambangan Umum (Dirjen. Mineral Batubara dan Panas Bumi) atas
usulan yang disampaikan oleh perusahaan.Untuk kegiatan usaha pertambangan
yang izinnya dikeluarkan oleh Pemda sesuai kewenangannya, penetapan Jaminan
Reklamasi ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya. Besarnya jaminan reklamasi akan terus bertambah apabila
perusahaan/pemegang izin usaha pertambangan
yang bersangkutan tetap tidak melaksanakan kewajibannya pada tahun berjalan.
Rencana biaya reklamasi disusun oleh perusahaan/ pemegang izin
usaha pertambangan, berdasarkan anggapan pelaksanaan reklamasi dilakukan oleh
pihak ketiga.
Komponen biaya reklamasi terdiri dari menurut Keputusan Direktur
Jenderal Pertambangan Umum Nomor 336.K/271/DDJP/1996 tentang jaminan
reklamasi :
1. Biaya langsung :
a). Biaya pembongkaran fasilitas tambang (bangunan, jalan, emplasemen),
kecuali ditentukan lain
b). Biaya penataan kegunaan lahan yang terdiri dari :
- sewa alat-alat berat dan mekanis
- pengisian kembali lahan bekas tambang
- pengaturan permukaan lahan
- penebaran tanah pucuk
- pengendalian erosi dan pengelolaan air
c). Biaya revegetasi dapat meliputi :
- analisis kualitas tanah
- pemupukan
- pengadaan bibit
- penanaman
- pemeliharaan tanaman
d). Biaya pencegahan dan penanggulangan air asam tambang
e). Biaya untuk pekerjaan sipil sesuai peruntukan lahan pasca tambang
2. Biaya tidak langsung :
a). Biaya mobilisasi dan demobilisasi alat-alat berat
b). Biaya perencanaan reklamasi
c). Biaya administrasi dan keuntungan kontraktor pelaksana reklamasi
Biaya langsung dan tidak langsung sudah harus memperhitungkan pajak-
pajak yang berlaku. Rencana biaya dapat dihitung atau diajukan ke Dirjen.Pertam
bangan Umum (Dirjen. Mineral Batubara dan Panas Bumi) dalam bentuk nilai
mata uang rupiah atau dolar Amerika. Menteri dapat melimpahkan kepada
Gubernur selaku wakil Pemerintah di Daerah untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha
pertambangan umum yang dilaksanakanoleh Kabupaten/ Kota. Menteri
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh Gubernur,Bupati/W
alikota sesuai kewenangannya.
Pengawasan tersebut meliputi :
a.Tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan
dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
b. Keselamatan pertambangan
c. Perlindungan lingkungan pertambangan termasuk reklamasi lahan pasca
tambang
d. Konservasi dan peningkatan nilai tambah

c) Ketentuan Perpajakan

a. Ketentuan PPh Mengenai Reklamasi

Berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia


reklamasi diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 17 Tahun 2000.
Pasal 9 ayat(1) huruf c UU PPh merupakan aturan yang mengatur tentang biaya-
biaya yang tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto.
Adapun bunyi Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh adalah :
”pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha denganhak
opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biayareklamasi untuk usaha
pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan”
Menurut Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor204/KMK.04/2000 tentang perubahan ketiga atas Perubahan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 80/KMK. 04/1995 tentang besarnya dana cadangan
yang boleh dikurangkan sebagai biaya sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.01/1998 dan sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
68/KMK.04/1999, perusahaan pertambangan yang menurut kontrak diharuskan
untuk melakukan reklamasi atas tanah yang telah dieksploitasi dapat membentuk
atau memupuk dana cadangan biaya reklamasi mulai tahun produksi komersial.
Besarnya dana cadangan biaya reklamasi dihitung dengan menggunakan metode
satuan produksiyang didasarkan pada jumlah taksiran biaya reklamasi, dan jumlah
tersebut wajibdisimpan di bank pemerintah yang pencairannya diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Pertambangan Umum. Biaya
reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan dibebankan pada perkiraan cadangan
biaya reklamasi Apabila setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya
penambangan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya reklamasi dengan
jumlah biaya reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan, maka selisih tersebut
merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun pajak tersebut.

b. Kebijakan Perpajakan pada PKP2B

Ketentuan perpajakan pada PKP2B generasi 1, 2 dan 3 memiliki prinsip


yang berbeda-beda. Pada PKP2B generasi 1 dan generasi 3 berlaku ketentuan
seperti perjanjian yang telah dibuat sebelumnya (nailed down) sedangkan
generasi 2 berlaku ketentuan perpajakan sesuai prinsip prevailing law yaitu sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh
Kontraktor Generasi 1 adalah PPh badan, dividen, bunga dan royalti,
IjinPembangunan Daerah (IPEDA), PPn, Bea Meterai, cukai tembakau dan
minuman keras. Jika kontraktor Generasi 1 membayar pajak selain yang
tercantum pada PKP2B, maka pihak kontraktor dapat meminta penggantian
(reimbursement ) kepada pemerintah.
Ketentuan PKP2B generasi 1 dibuat sebelum tahun 1984 sehingga berlaku
ketentuan PPs.
Pada PKP2B Generasi 2 berlaku peraturan perpajakan dan Perubahannya
(prevailing law). Dalam hal ini peraturan perpajakan yang berlaku bagi kontraktor
generasi 2 adalah sesuai dengan UU yang berlaku pada saat itu. Jika
terdapat perubahan ketentuan dalam UU maka kontraktor generasi 2 harus
mengikuti atau menyesuaikan dengan UU yang berlaku pada saat itu. Perjanjian
PKP2B generasi 2 dibuat setelah tahun 1983.
Ketentuan perpajakan berbeda pada PKP2B generasi 3 adalah pada
saatdibuatnya kontrak PKP2B tersebut (nailed down). Oleh karena itu, generasi 3
memberlakukan UU sesuai dengan UU saat perjanjian dibuat.

2. Kontrak Kerjasama Batubara (1981-1993)

Pada 1981, pemerintah mengundang pihak swasta, terutama investor


asing,untuk mengembangkan cadangan (deposit) batubara. Pada tahun yang
samaKeppres No. 49 tahun 1981 diterbitkan untuk menempatkan prinsip
kerjasama batubara termasuk Perusahaan Negara Tambang Batubara (PNTB). Ini
berbeda dengan perusahaan swasta nasional yang diijinkan sejak 1972 untuk
menambang cadangan batubara yang lebih kecil berdasarkan Kuasa
Pertambangan. Pihak swasta dapat melakukan pertambangan cadangan batubara
yang dicadangkan untuk negara yang mengandung 14 blok di
Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya dengan menjadi partner perusahaan negara
batubara yang dimiliki negara yang disebut kontraktor batubara. Perusahaan
negara tambang batubara adalah pemegang kuasa pertambangan dan kontraktor
yang mengambil alih kegiatan pertambangan untuk perusahaan yang berdasarkan
sistem kontrak (yang disebut Kontrak Kerjasama Batubara). Diantara 11
kontraktor pada Generasi ini, 10 perusahaan sudah ada pada tahap operasi (1 pada
tahap konstruksi) yang membuat kelompok kontributor utama(70%) untuk
produksi batubara nasional di negara. Tahun 1986 Kontrak Kerjasama Batubara
sementara ditutup untuk investasi asing supaya memberi kesempatan untuk
perusahaan domestik untuk berpartisipasi dalam mengembangkan pertambangan
batubara.

3. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)


Generasi 2 (1993-1996)

Tahap pengembangan berikutnya dalam kerangka hukum dibuat pada


1993 dengan penerbitan Keputusan Presiden Nomor 21/1993. Melalui Keppres ini
membuat jalan masuk untuk kontraktor swasta yang telah ditutup pada tahun 1986
mengikuti gagalnya harga minyak dunia yang secara resmi dibuka kembali.
Keputusan ini terbatas untuk PKP2B investor domestik sektor swasta. 19 PKP2B
dengan PTBA digunakan dan ditanda tangani dan disetujui melalui Keputusan
Presiden No. 21 tahun 1993. Salah satu dari 19 PKP2B ditarik dimana
proyeknya belum mencapai tahap produksi. Perjanjian termasuk menurut Keppres
No. 21tahun 1993 membuat perubahan yang signifikan dalam penyusunannya,
termasuk :
1. PTBA sebagai pemegang Kuasa Pertambangan bertanggung jawab
terhadap manajemen operasional kontraktor
2. Hak atas semua mesin dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor
sekarangdipegang oleh kontraktor.
3. Kontraktor diwajibkan untuk mengikuti hukum dan peraturan
perpajakanyang berlaku .

4. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara


(PKP2B)Generasi Tiga (1996-sekarang)

Seperti disebutkan sebelumnya, pemerintah menerbitkan kebijakan baru


padakontrak batubara melalui Keppres No. 75/1996 dan diikuti KMK
No.680.K/29/MPE/1997. Pemerintah mengubah perjanjian investasi batubara dari
Kontrak Kerjasama Batubara menjadi Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara untuk PMA dan PMDN, dimana pemerintah
cq.Direktorat Jenderal Pertambangan yang mengambil alih tugas mengatur
rencana penanaman modal batubara dari PTBA. Pemerintah meningkatkan
Kebijakan supaya mendorong penanaman modal pada tambang batubara lebih
banyak melalui deregulasi, mengurangi birokrasi, kesederhanaan sebaik mungkin
meningkatkan perjanjian penanaman modal.

C. DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT


PERTAMBANGAN

Di Indonesia hukum pertambangan yang mengatur kegiatan pengolahan


pertambangan telah ada dari zaman penjajahan Hindia Belanda hingga era
kemerdekaan. Berikut singkat pemberlakukan dan perubahan atau penggantian
produk peraturan perundang-undangan dari zaman Hindia Belanda hingga Era
kemerdekaan baik Orde lama, Orde Baru dan Orde Reformasi.

2. Undang-Undang

 UUD 1945;
 UU Gangguan (Hinderordonnantie) 1926;
 UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;
 UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan;
 UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
 UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara;
 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;
 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;

3. Peraturan Pemerintah

 PP Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun


1967;
 PP Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja Dibidang Pertambangan;
 PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;
 PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58 Tahun
1998 tentang Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Departemen Pertambangan Dan Energi di Bidang Pertambangan
Umum;
 PP Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32
Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967;
 PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;
 PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi Dan Sumber Daya
Mineral;
 PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan
Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang
Berlaku Pada Departemen Kehutanan;
 PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah,
Pembayaran Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Terutang;
 PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan
Fungsi Kawasan Hutan;
 PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
 PP Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
 PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan PascaTambang;
 PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 23 Tahun
2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
 PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
 PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 24 Tahun
2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;

4. Peraturan Presiden

 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu


Pintu Di Bidang Penanaman Modal

5. Peraturan Menteri

 PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan


Dan Pemanfaatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis
Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Penerapan Kompetensi Profesi Bidang Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Dan
Penutupan Tambang;
 PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perubahan
Penanaman Modal Dalam Rangka Pelaksanaan Kontrak Karya Dan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha
Jasa Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Sebagian
Urusan Pemerintahan Di Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral
Kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka
Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2010;
 PERMEN ESDM Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan
Kebutuhan Mineral Dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri;
 PERMEN ESDM Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pendelegasian Wewenang
Pemberian Izin Usaha Di Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Dalam
Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di BIdang Penanaman Modal
Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
 PERMEN ESDM Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Dan
Harga Patokan Penjualan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan
Wilayah Usaha Pertambangan Dan Sistem Informasi Wilayah
Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai
Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral;
 PERMEN ESDM Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
PERMEN ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai
Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral;
 PERMEN ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang PERMEN ESDM Nomor
28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan
Mineral Dan Batubara;
6. Peraturan Menteri Terkait

 PERMEN Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis


Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
 PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
 PERMEN Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang
Perubahan Atas PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007
tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
 PERMEN Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penetapan Izin Gangguan Di Daerah;
 PERMEN Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman
Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
 PERMEN Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang
Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar;

7. Lain-lain

 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok


Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
 Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan Masalah
Pertambangan Tanpa Izin;
 Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar
Minyal Serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran
Listrik;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1086 K/40/MEM/2003 tentang
Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Khusu Bidang Geologi dan
Pertambangan;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tentang Pedoman
Pencadangan Wilayah Pertambangan;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 0057 K/40/MEM/2004 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 680
K/29/M.PE/1997 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 75
Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1128 K/40/MEM/2004 tentang
Kebijakan Batubara Nasional;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing;
D. GAMBARAN UMUM INDUSTRI BATUBARA INDONESIA

Batubara Indonesia terutama dihasilkan dari Kalimantan dan Sumatera,


serta sejumlah kecil dari Jawa, Sulawesi, dan tempat lain. Tambang – tambang &
pelabuhan batubara utama di Indonesia ditampilkan pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Lokasi tambang & pelabuhan batubara utama

Industri batubara Indonesia yang berkembang dengan baik selama ini


ditopang oleh kebijakan batubara pemerintah yang memperkenalkan investasi
asing secara agresif. Dari segi jumlah produksi, terdapat kenaikan yang sangat
signifikan dimana angka produksi 15 tahun lalu yang hanya sebesar 31 juta ton
meningkat hingga 8 kali lipat pada tahun 2010 menjadi 256 juta ton. Dan dalam 5
tahun terakhir ini terlihat kenaikan produksi sebanyak 20 juta ~ 40 juta ton per
tahun. Demikian pula dengan volume ekspor yang terus meningkat, dimana
ekspor pada tahun 2010 telah mencapai angka 198 juta ton sehingga
menempatkan Indonesia menjadi salah satu eksportir batubara terbesar di dunia.
Dari yang sebelumnya eksportir minyak, Indonesia sekarang ini adalah negara
importir minyak, yang menyebabkan batubara semakin menempati posisi yang
penting menggantikan minyak dalam komposisi penggunaan energi
diIndonesia.Akan tetapi, pada saat yang bersamaan pemerintah juga dihadapkan
pada berbagai tantangan permasalahan, diantaranya semakin menjauhnya lokasi
penambangan ke pedalaman, meningkatnya rasio pengupasan (stripping ratio),
serta kekhawatiran tentang masalah lingkungan seperti kerusakan hutan. Batubara
Indonesia memiliki kadar abu dan sulfur yang rendah sehingga dikenal ramah
lingkungan. Hal ini menyebabkan batubara Indonesia semakin kompetitif di pasar
dunia, di tengah kesadaran lingkungan yang makin meningkat pada saat ini. Dan
untuk menjamin pasokan batubara bagi industri dalam negeri, membuka tambang
– tambang baru melalui daya dorong investasi termasuk investasi asing, serta
mengeliminasi penambangan ilegal dan praktik suap dalam usaha penambangan,
maka pemerintah mengeluarkan UU Mineral & Batubara / UU Minerba (UU No 4
tahun 2009) sebagai pengganti UU No 11 tahun 1967, yang ditandatangani oleh
Presiden pada bulan Januari 2009. Selain itu, pemerintah juga memberikan
perhatian yang serius terhadap upaya pengembangan energi berbahan baku
batubara seperti UBC, pencairan batubara, dan gasifikasi batubara.

1. Kondisi Energi di Indonesia


Tabel 1 di bawah ini menampilkan data aktual konsumsi energi primer Indonesia
tahun 2008 dan prediksi konsumsi energi primer tahun 2025, sedangkan tabel 2
menunjukkan komposisi pembangkitan listrik dari tahun 2005 sampai 2007. Pada
komposisi energi primer terlihat peningkatan rasio untuk batubara setiap
tahunnya, dimana persentase batubara yang hanya sebesar 18.3% pada tahun
2008, direncanakan meningkat hingga 33% pada tahun 2025. Rencana ini adalah
berdasarkan Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional yang menetapkan peranan batubara sebesar 33% pada bauran energi
nasional di tahun 2025. Peraturan ini menunjukkan dengan jelas mengenai
kebijakan untuk mendorong pengusahaan batubara, sebagai upaya untuk
mendukung konversi energi minyak ke batubara. Dalam pembangkitan listrik pun
rasio pemakaian batubara juga terus meningkat setiap tahunnya, dimana realisasi
pada tahun 2007 mencatat angka sebesar 63%. Adapun rasio gas alam pada
pembangkitan listrik menurun karena adanya kebijakan peningkatan ekspor gas.

Tabel 1. Statistik energi primer

Tabel 2. Komposisi bahan bakar pada pembangkitan listrik

2. Cadangan dan Kualitas Batubara

Cadangan batubara Indonesia dihitung berdasarkan eksplorasi yang terus


dilakukan, sehingga angkanya pun terus membesar seiring dengan ditemukannya
lapisan – lapisan baru batubara. Tabel 3 menampilkan sumber daya batubara
Indonesia, sedangkan tabel 4 menunjukkan sumber daya batubara berdasarkan
kualitasnya. Meskipun total sumber daya batubara Indonesia mencapai 104,7
miliar ton, tapi cadangan yang bisa ditambang hanya sekitar 1/5nya saja, yaitu
sebesar 21,1 miliar ton. Jumlah ini dipastikan akan bertambah seiring dengan
eksplorasi yang terus berlangsung. Dilihat dari wilayah, maka hampir seluruh
cadangan batubara Indonesia terdapat di Sumatera (50,06%) dan Kalimantan
(49,56%), sedangkan sebagian kecil terdapat di Jawa, Sulawesi, dan Papua.
Batubaranya pun hampir semuanya berjenis batubara uap, dengan karakteristik
kadar abu dan sulfur yang rendah. Dari cadangan yang ada, diketahui bahwa
jumlah untuk tipe bituminus dan sub-bituminus sebesar kurang lebih 40%,
sedangkan sebagian besar sisanya adalah lignit (dalam tabel 4 merujuk ke
sebagian batubara berkualitas sedang dan rendah). Antrasit juga diproduksi
meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit. Di Kalimantan bagian tengah juga
diketahui terdapat batubara kokas sehingga pembangunan tambang di sana
berlangsung dengan pesat dalam beberapa tahun belakangan ini.

Tabel 3. Sumber daya & cadangan batubara

Tabel 4. Sumber daya batubara berdasarkan kualitas

3. Sistem Operasi Produksi dan Jumlah Produksi Batubara

Sistem operasi produksi batubara Indonesia secara garis besar terbagi


menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. BUMN (PT Bukit Asam/PTBA),


2. PKP2B atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (Coal
Contract of Work/CCoW) yang terbagi menjadi 3 generasi,
3. KP (Kuasa Penambangan), dan;
4. KUD. PKP2B

adalah kelompok yang lahir dari hasil kebijakan pemerintah Indonesia dalam
mendorong pengusahaan batubara melalui upaya mengundang investasi asing
secara agresif. Tambang – tambang PKP2B memberikan kontribusi yang besar
dalam menggenjot jumlah produksi batubara Indonesia yang meningkat secara
drastis sekarang ini. PTBA memiliki tambang terbuka skala besar di Tanjung
Enim, Sumatera Selatan, serta tambang bawah tanah di Ombilin, Sumatera Barat.
Adapun tambang – tambang berstatus KP umumnya adalah tambang investasi
dalam negeri, sedangkan tambang – tambang KUD biasanya berskala kecil.

Dengan diundangkannya UU No 4 tahun 2009, maka hanya kontrak PKP2B yang


masih terus berlanjut, sedangkan sistem yang lainnya tidak berlaku lagi.

UU Minerba yang baru menetapkan adanya Wilayah Pertambangan (WP),


yang didalamnya terbagi menjadi 3 jenis wilayah pengusahaan mineral &
batubara, yaitu Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan
Rakyat (WPR), serta Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK). UU ini juga
menetapkan aturan baru berupa Ijin Usaha Pertambangan (IUP), yang dapat
diberikan kepada BUMN, BUMD, perusahaan swasta, KUD, maupun perorangan
untuk melaksanakan usaha pertambangan. Sebagai upaya mewujudkan
transparansi perijinan, maka sistem tender diberlakukan pada proses pemberian
IUP ini. Ijin pengusahaan terbagi berdasarkan wilayah pertambangannya, yaitu
Ijin Usaha Pertambangan (IUP), Ijin Pertambangan Rakyat (IPR), serta Ijin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK). IUP sendiri terbagi menjadi IUP Eksplorasi dan
IUP Operasi Produksi. Sebagai peraturan pelaksana dari UU ini, maka pemerintah
secara bertahap mengeluarkan peraturan – peraturan tentang :

1. Usaha pertambangan mineral dan batubara


2. Wilayah pertambangan (PP No 22 tahun 2010),
3. Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral & batubara (PP No 23
tahun 2010), serta;
4. Reklamasi lahan pasca tambang.

Statistik jumlah produksi batubara Indonesia ditampilkan pada tabel 5 di


bawah. Pada tahun 2009, jumlah produksi mencapai 256 juta ton, yang sebagian
besar dihasilkan oleh 10 perusahaan tambang PKP2B generasi 1. Berdasarkan
realisasi produksi tahun 2008, tambang – tambang dengan jumlah produksi
melebihi 10 juta ton adalah Adaro (38 juta ton), KPC (36 juta ton), Kideco Jaya
Agung (22 juta ton), Berau Coal (13 juta ton), Arutmin (16 juta ton), serta
Indominco Mandiri (11 juta ton). Keseluruhan jumlah produksi dari keenam
tambang tersebut mendekati 60% dari total produksi batubara nasional.
Tabel 5. Jumlah produksi batubara

gambar di bawah ini menampilkan lokasi penambangan PT. Adaro, yang


merupakan produsen batubara terbesar di Indonesia. Tambang ini memiliki
beberapa lapisan batubara dengan ketebalan antara 10m sampai 30m di lokasinya,
dan memanfaatkan teknologi penambangan mutakhir yang aplikasinya masih
sedikit di dunia. Saat ini Adaro telah berkembang menjadi tambang terbuka
berskala besar.

Gambar 2. Lapangan penggalian PT. Adaro

Jumlah tambang berdasarkan sistem operasi produksi ditunjukkan pada


tabel 6. Angka yang ditampilkan adalah data aktual per September 2010.
Tambang BUMN hanya 1 perusahaan, yaitu PTBA. Untuk PKP2B generasi 1,
dari yang awalnya sebanyak 11 buah kini tinggal 10 saja karena 1 tambang
mengundurkan diri dari kontrak. Ke-10 tambang tersebut seluruhnya sudah
berproduksi saat ini. Untuk generasi 2, dari 18 tambang di awal, kini hanya 12
buah yang masih melanjutkan kontrak, dimana 10 tambang sudah mulai
berproduksi. Adapun untuk generasi 3, dari 100 lebih tambang di awal, 30 buah
lebih sudah mengundurkan diri sehingga tersisa 54 tambang saja yang
melanjutkan kontrak. Dan dari 54 tambang itu, 20 buah sudah mulai berproduksi.
Dengan demikian, tambang – tambang PKP2B yang terus melakukan
pengembangan berjumlah 76 buah, yang 40 di antaranya sudah berproduksi.
Untuk tambang berstatus KP, saat ini jumlahnya meningkat secara drastis dan
diperkirakan lebih dari 2500 buah, sebagai akibat dari kebijakan pemindahan
wewenang perijinan kuasa penambangan saat berlakunya undang – undang
otonomi daerah pada tahun 1999. Dari jumlah tersebut, 900 tambang diantaranya
sudah memenuhi prosedur perijinan berdasarkan UU Minerba yang baru, yaitu
IUP. Dengan berlanjutnya pembangunan tambang oleh tambang – tambang
PKP2B generasi 2 dan 3 serta KP, maka produksi batubara Indonesia diperkirakan
akan terus meningkat ke depannya.

Tabel 6. Jumlah tambang berdasarkan sistem operasi produksi

4. Jumlah Kebutuhan Domestik dan Ekspor

Statisik jumlah kebutuhan domestik ditampilkan pada tabel 7. Terlihat


bahwa pembangkitan listrik dan industri semen mendominasi kebutuhan dalam
negeri. Pada tahun 2005, konsumsi domestik adalah sebanyak 41,35 juta ton, naik
menjadi 56 juta ton pada tahun 2009. Dengan diluncurkannya crash program
10.000 MW di bidang kelistrikan, maka kebutuhan domestik diperkirakan akan
meningkat hingga 64,96 juta ton pada tahun 2010, serta 78,97 juta ton pada tahun
2011. (Sumber: Seminar APEC di Fukuoka tahun 2010).

Tabel 7. Kebutuhan domestik


Kemudian untuk realisasi ekspor, statistiknya ditampilkan pada tabel 8.
Ekspor batubara Indonesia terus mengalami peningkatan, dengan tujuan utama ke
Asia, yaitu Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Thailand, dan Malaysia.
Realisasi ekspor tahun 2009 adalah sebesar 198 juta ton.

Tabel 8. Realisasi ekspor batubara Indonesia

5. Prediksi Jumlah Produksi, Kebutuhan Domestik, dan Ekspor

Prediksi dalam jangka panjang untuk jumlah produksi batubara, jumlah


kebutuhan domestik serta ekspor ditampilkan pada tabel 9. Mulai berproduksinya
tambang – tambang PKP2B yang tersisa serta KP akan meningkatkan produksi
batubara setiap tahunnya sehingga jumlah produksi pada tahun 2025 diperkirakan
akan mencapai 405 juta ton. Volume kebutuhan domestik pun akan meningkat
seiring dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri, sehingga pada tahun 2025
diprediksi sebesar 220 juta ton. Hal ini berarti peningkatan tajam sekitar 4 kali
lipat dibandingkan dengan realisasi tahun 2008 yang sebesar 49 juta ton.
Meningkatnya kebutuhan domestik mengakibatkan pertumbuhan untuk ekspor
diperkirakan hanya akan sampai tahun 2015, kemudian menurun hingga angka
185 juta ton pada tahun 2025.
Tabel 9. Prediksi jumlah produksi, kebutuhan domestik, dan ekspor

6. Kondisi Infrastruktur dan Pelabuhan Batubara

Di Indonesia, infrastruktur yang terkait dengan pengusahaan batubara


belumlah memadai. Transportasi batubara umumnya memanfaatkan sungai besar,
seperti Sungai Musi di Sumatera Selatan, Sungai Barito di Kalimantan Tengah
dan Selatan, serta Sungai Mahakam di Kalimantan Timur. Kereta batubara sampai
saat ini hanya digunakan di tambang PTBA Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Selain itu, terminal batubara dan pelabuhan batubara dapat dikatakan belum
memadai pula. Batubara kebanyakan diangkut dengan menggunakan tongkang
melewati sungai kemudian dipindahkan ke kapal batubara besar di laut lepas
(trans-shipment) sehingga efisiensi pengangkutan menjadi kurang baik. Untuk itu,
perlu upaya baru untuk mengatasi hal ini, misalnya penggunaan fasilitas
penimbunan dan pengangkutan batubara terapung skala besar (mega float)
atau pusher barge. Tabel 10 menampilkan pelabuhan – pelabuhan batubara di
Indonesia, sedangkan foto 2 menampilkan situasi lokasi trans-shipment di lepas
pantai Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Taboneo). Kemudian foto 3
menunjukkan suasana trans-shipment dari tongkang ke kapal besar. Di Taboneo,
banyak kapal batubara besar yang menunggu dalam jangka waktu lama.
Tabel 10. Pelabuhan – pelabuhan batubara di Indonesia

Gambar 3. Suasana di Taboneo


Gambar 4. Trans-shipment dari tongkang ke kapal besar

8. Dampak Positif Pengusahaan Batubara dan Kebijakan Yang Perlu


Diambil

Di Indonesia, batubara memberikan kontribusi yang besar terhadap


pemasukan negara. Berikut ini adalah dampak positif dari pengusahaan batubara:

 Royalti dan pajak lainnya dari batubara merupakan sumber pendapatan


yang penting bagi negara maupun daerah.
 Ekspor batubara menjadi sumber devisa yang penting.
 Mendorong terciptanya lapangan kerja di daerah serta kemajuan bagi
daerah.

Meskipun demikian, diperlukan kebijakan baru untuk menjamin pengusahaan


batubara ini ke depannya, misalnya penguatan pengawasan tambang terkait
berpindahnya mekanisme pengawasan ke daerah, penanganan masalah
lingkungan, serta tindakan tegas terhadap penambangan tanpa ijin (PETI) yang
selalu saja menjadi masalah laten.

8. UU Minerba Baru

Pemerintah Indonesia memandang bahwa pengusahaan batubara masih


diperlukan untuk menunjang pembangunan, sehingga pengembangan tambang
batubara masih akan terus berlanjut. Pelaksanaan UU Mineral dan Batubara yang
baru ditujukan untuk mendorong realisasi hal itu. Di bawah ini adalah poin – poin
penting dalam UU tersebut:

 Selain menteri, penerbitan ijin pengusahaan batubara dapat dilakukan oleh


gubernur, bupati / walikota. (Menyesuaikan dengan otonomi daerah).
 Kewajiban meningkatkan nilai tambah hasil pertambangan di dalam
negeri, dalam hal ini adalah kewajiban membangun fasilitas pengolahan
dan pemurnian hasil tambang (Belum ada kewajiban untuk membangun
fasilitas prepasi batubara/coal preparation plant).
 Kewajiban bagi pengusaha pertambangan untuk melakukan pembangunan
daerah (community development) dan penanganan lingkungan yang terkait
dengan pelaksanaan pertambangan.
 Pemberian wewenang kepada pemerintah untuk mengatur jumlah
produksi, volume ekspor, serta harga batubara. Pemberlakukan kewajiban
suplai untuk kebutuhan domestic (Domestic Market Obligation / DMO)
dan regulasi harga batubara (Indonesia Coal Price Reference / ICPR).
 Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang memprioritaskan BUMN
dan perusahaan dalam negeri untuk melakukan penambangan di Wilayah
Pencadangan Negara (WPN) diterbitkan oleh pemerintah pusat.
 Wewenang penyelidikan memasukkan unsur kepolisian dan pejabat
publik. Aturan hukum menjadi lebih keras, dari yang bersifat toleran
menjadi lebih tegas, serta memungkinkan hukuman pidana bagi badan
hukum.
BAB 2
GENESA DAN KETERDAPATAN BATUBARA DI INDONESIA

A. GENESA BATUBARA

Gambar 5. Sketsa pembentukan batubara

Batubara adalah sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan yang terhumifikasi, berwarna coklat sampai hitam yang selanjutnya
terkena proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun hingga
mengakibatkan pengkayaan unsur C (wolf, 1984 dalam Anggayana, 2002).
Cook (1999) menerangkan bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan
yang terakumulasi menjadi gambut yang kemudian tertimbun oleh
sedimen, setelah pengendapan terjadi peningkatan temperature
dan tekanan yang nantinya mengontrol kualitas batubara.Pembentukan tanaman
menjadi gambut dan batubara melalui dua tahap, yaitu tahap diagenesa gambut
(peatilification) dan tahap pembatubaraan (coalification).Tahap diagenesa gambut
disebut juga dengan tahap biokimia dengan melibatkan perubahan kimia dan
mikroba, sedangkan tahap pembatubaraan disebut juga dengan tahap geokimia
atau tahap fisika-kimia yang melibatkan perubahan kimia dan fisikaserta batubara
dari lignit sampai antracit (Cook, 1982)

1. Berdasarkan Cara Pembentukan

Ditinjau dari cara terbentuknya, batubara dapat dibedakan menjadi


batubara ditempat (insitu) dan batubara yang bersifat apungan (drift ).

 Model Formasi Insitu

Menurut teori ini, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon


atau tumbuhan kuno pembentukya tumbuh. Lingkungan tempat tumbuhnya
pohon-pohon kayu pembentuk batubara itu adalah pada daerah rawa atau hutan
basah. Kejadian pembentukannya diawali dengan tumbangnya pohon-pohon kuno
tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor, seperti angin (badai), dan peristiwa
alam lainnya. Pohon-pohon yang tumbang tersebut langsung tenggelam ke dasar
rawa. Air hujan yang masuk ke rawa dengan membawa tanah atau batuan yang
tererosi pada daerah sekitar rawa akan menjadikan pohon-pohon tersebut tetap
tenggelam dan tertimbun.

Gambar 6. Sketsa formasi insitu

Seterusnya, bahwa semakin lama semakin tebal tanah penutup pohon-


pohonan tersebut. Dalam hal ini pohon-pohon tersebut tidak menjadi busuk atau
tidak berubah menjadi humus, tetapi sebaliknya mengalami pengawetan alami.
Dengan adanya rentang waktu yang lama, puluhan atau bahkan ratusan juta tahun,
ditambah dengan pengaruh tekanan dan panas, pohon-pohonan kuno tersebut
mengalami perubahan secara bertahap, yakni mulai dari fase penggambutan
sampai ke fase pembatubaraan.

 Model Formasi Transportasi Material (Teori Drift)

Berdasarkan teori drift ini, batubara terbentuk dari timbunan pohon-pohon


kuno atau sisa-sisa tumbuhan yang tertransportasikan oleh air dari tempat
tumbuhnya. Dengan kata lain pohon-pohon pembentuk batubara itu tumbang pada
lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh air sampai berkumpul pada suatu
cekungan dan selanjutnya mengalami proses pembenaman ke dasar cekungan, lalu
ditimbun oleh tanah yang terbawa oleh air dari lokasi sekitar cekungan.
Gambar 7. sketsa teori drift

Seterusnya dengan perjalanan waktu yang panjang dan dipengaruhi oleh


tekanan dan panas, maka terjadi perubahan terhadap pohon-pohon atau sisa
tumbuhan itu mulai dari fase penggambutan sampai pada fase pembatubaraan.

Terdapat perbedaan tipe endapan batubara dari kedua formasi


pembentukan tersebut. Batubara insitu biasanya lebih tebal, endapannya menerus,
terdiri dari sedikit lapisan, dan relatif tidak memiliki pengotor. Sedangkan
batubara yang terbentuk atau berasal dari transportasi material (berdasarkan teori
drift) ini biasanya terjadi pada delta-delta kuno dengan ciri-ciri: lapisannya tipis,
endapannya terputus-putus (splitting), banyak lapisan (multiple seam), banyak
pengotor, dan kandungan abunya biasanya tinggi.

Dari kedua teori tentang formasi pembentukan batubara tersebut di atas


dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan geologi yang dipersyaratkan untuk
dapat terjadinya batubara adalah: berbentuk cekungan berawa, berdekatan dengan
laut atau pada daerah yang mengalami penurunan (subsidence), karena hanya pada
lingkungan seperti itulah memungkinkan akumulasi tumbuhan kuno yang
tumbang itu dapat mengalami penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi.
Tanpa adanya penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi, maka proses
perubahan dari kayu menjadi gambut dan seterusnya menjadi batubara tidak akan
terjadi, malahan kayu itu akan menjadi lapuk dan berubah menjadi humus.

2. Tahapan Pembentukan batubara


Terdapat dua tahapan proses pembentukan batubara, yakni proses
penggambutan (peatification) dan proses pembatubaraan (coalification).

 Penggambutan (Peatification)

Gambut merupakan batua sedime organic (tidak padat) yang dapat


terbakar berasal dari sisa – sisa hancuran atau bagian tumbuhan yang tumbang dan
mati di permukaan tanah, pada umumnya akan mengalami an proses pembusukan
dan penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu kemudian
tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran tersebut pada
dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh adanya oksigen dan
aktivitasbakteri atau jasad renik lainya. Jika tumbuhan tumbang disuatu rawa,
yang dicirikan dengan kandungan oksigen yang sangat rendah sehingga tidak
memungkinkan bakteri anaerob (bakteri memerlukan oksigen)hidup, maka sisa
tumbuhan tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang
sempurna sehingga tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna.
Pada kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi
melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat).
Daerah yang ideal untuk pembentukan gambut misalnya rawa, delta sungai,danau
dangkal atau daerah yang kondisi tertutup udara. Gambut bersifat porous, tidak
padat dan umumnya masih memperlihatkan struktur tumbuhan asli, kandungan
airnya lebih besar dari 75% (berat) dan komposisi mineralnya kurang dari 50 %
(dalam keadaan kering).
Menurut Bend (1992) dalam Diessel (1992) untuk dapat terbentuknya
gambut, beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu:
- Evolusi tumbuhan
- Iklimgeografi dan tektonik daerah

Syarat untuk terbentuknya formasi batubara antara lain adalah ketika


kenaikan muka air tanah lambat, perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai
dan energi relatif rendah. Jika muka air tanah terlalu cepat naik (atau penurunan
dasar rawa cepat) maka kondisi akan menjadi limnic atau bahkan akan terjadi
endapan marine. Sebaliknya kalau terlalu lambat, maka sisa tumbuhan
yang terendapkan akan teroksidasi dan terisolasi. Terjadinya kesetimbangan
antara penurunan cekungan (land subsidence) dan kecepatan penumpukan sisa
tumbuhan (kesetimbangan bioteknik) yang stabil akan menghasilkan gambut yang
tebal (Diessel, 1992).
Lingkungan tempat terbentuknya rawa gambut umumnya merupakan
tempatyang mengalami depresi lambat dengan sedikit sekali atau bahkan tidak
adapenambahan material dari luar. Pada kondisi tersebut muka air tanah akan
terus mengikuti perkembangan akumulasi gambut dan mempertahankan tingkat
kejenuhannya. Kejenuhan tersebut dapat mencapai 90% dan kandungan air
menurun drastis hingga 60% pada saat terbentuknya brown-coal. Sebagian besar
lingkungan yang memenuhi kondisi tersebut merupakan topogeniclow moor.
Hanya pada beberapa tempat yang mempunyai curah hujan sangat tinggi dapat
terbentuk rawa ombrogenic (high moor).

 Pembatubaraan (Coalification )

Proses pembatubaraan adalah perkembangan gambut menjadi lignit, sub-


bituminuous, bitominous,anthracite hingga meta-antracite. Proses pembentukan
gambut dapat berhenti karena beberapa proses alam seperti misalnya karena
penurunan dasar cekungan dalam waktu yang singkat.Jika lapisan gambut yang
telah terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka tidak ada lagi
bahan anaerob, atau oksigen yang dapat mengoksidasi, maka lapisan gambut akan
mengalami tekanan dari lapisan sedimen. Tekanan terhadap lapisan gambut akan
meningkat dengan bertambahnya tebal lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah
besar pada prosescoalification akan mengakibatkan menurunya porositas dan
meningkatnya anisotropi. Porositas dapat dilihat dari kandungan airnya yang
menurun secara cepat selama proses perubahan gambut menjadi brown coal. Hal
ini memberikan indikasi bahwa masih terjadi proses kompaksi.
Proses coalification terutama dikontrol oleh kenaikan temperatur, tekanan
dan waktu. Pengaruh temperatur dan tekanan dipercaya sebagai faktor yang sangat
dominan, karena sering ditemukan lapisan batubara high rank (antracite) yang
berdekatan dengan daerah intrusi batuan beku sehingga terjadi kontak
metamorfisme. Kenaikan peringkat batubara juga dapat disebabkan karena
bertambahnya kedalaman. Sementara bila tekanan makin tinggi, maka proses
coalification semakin cepat, terutama didaerah lipatan dan patahan.

B. FASIES BATUBARA

Fasies batubara berhubungan dengan tipe genetik batubara yang


diekspresikan melalui komposisi maseral, kandungan mineral, komposisi kimia
dan tekstur (Taylor and Teichmuller, 1993). Faktor yang mempengaruhi
karakteristik fasies batubara:
1. tipe pengendapan

•AutochtonousBerkembang dari tumbuhan yang ketika tumbang akan


membentuk gambut ditempat dimana tumbuhan itu pernah hidup
tanpa adanya proses transportasiyang berarti.
•AllochtonousTerendapkan secara detrital dimana sisa-sisa tumbuhan
hancur dantertransportasi kemudian terendapkan di tempat lain. Lebih
banyak mengandung mineral matter (abu).

2. Rumpun tumbuhan pembentuk


•Daerah air terbuka dengan tumbuhan air
•Rawa ilalang terbuka
•Rawa hutan
•Rawa lumut
Gambar 8. Urutan tipe rawa gambut (Taylor, 1998)

Menurut Martini dan Glooscenko (1984) dalam Diessel (1992),


rawa gambut dapat dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan jenis tumbuhan
pembentuk, yaitu :
• Bog, yaitu sebagai lokasi rawa yang banyak ditumbuhi oleh tanaman lumut
atau tanaman merambat yang miskin kandungan makanan.
•Fen, yaitu lokasi rawa yang kaya akan tumbuhan perdu dan
beberapa jenis pohon lainnya. Umumnya terletak pada lingkungan yang
ombrogenic yaitu transisi antara daerah yang selalu melimpah kandungan air
dengan daerah yang terkadang kering.
• Marsh, yaitu rawa yang didominasi oleh tumbuhan perdu atau
tanamanmerambat yang sering terdapat di sekitar pinggir danau atau laut.
•Swamp, yaitu daerah basah pada iklim tropis hingga dingin yang tumbuhan
rawa yang didominasi tanaman berkayu.

3.Lingkungan pengendapan.

Pembentukan batubara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi lingkungan


dan geologi disekitarnya. Distribusi lateral, ketebalan, komposisi dan kualitas
banyak dipengaruhi oleh lingkungan pengendapanya.
•Telmatis/Terestrial.
Lingkungan yang berada pada daerah pasang surut ini menghasilkan
gambutyang tidak terganggu dan tumbuh insitu ( forest peat, reed peat dan high
moor moss peat )
• Limnik
Lingkungan ini terendapkan di bawah air rawa danau. Batubara yang
terendapkan pada lingkungan telmatis dan limnis sulit dibedakan karena pada
forest Swamp biasanya ada bagian yang berada di bawah air ( feed Swamp).
• Marine
Batubara yang terendapkan pada lingkungan ini mempunyai ciri khas
kaya abu, S dan N yang mengandung fosil laut. Untuk daerah tropis biasanya
terbentuk dari mangrove (bakau) dan kaya S.
•Ca-rich
Lingkungan ini menghasilkan batubara yang kaya akan Ca dan
mempunyai ciri yang sama pada endapan payau. Batubara Ca-rich
selalu terjadi pada lingkungan bawah air dengan kondisi oksigen terbatas.
Lingkungan pengendapan ini juga banyak mengandung fosil. Batubara Ca-rich
banyak mengasilkan bitumen.

4. Persediaan Bahan Makanan

a. Eutrofik
b. Mesotrofik
c. Oligotrofik

Rawa eutropik, mesotropic dan oligotropik dibedakan dari banyak


sedikitnya bahan makanan yang bisa digunakan. Low moor biasanya eotropik
(kaya nutrisi) karena menerima air dari air tanah yang banyak menganduk
makanan terlarut. High moor
bersifat oligotropik (miskin nutrisi) karena sirkulasi hanya mengandalkan air
hujan. Gambut pada high moor secara umum mengandung sisa-sisa tumbuhan
yang terawetkan dengan baik. Di bawah kondisi hidrologi yang seragam maka
tumbuhan rawa eutropik banyak speciesnya. Oligotropik didaerah iklim sedang
pada umumnya berupa sphagnum sedangkan untuk daerah tropis bisa ditumbuhi
oleh hutan kayu tetapi tidak banyak speciesnya karena rawa jenis ini akan asam
(3,5 – 4) dan kandungan mineralnya sangat rendah.

5. PH, aktivitas bakteri, dan Sulfur

Keasaman gambut sangat mempengaruhi keberadaan bakteri sehingga


dengandemikian akan sangat mempengaruhi proses dekomposisi struktur dan
kimia darisisa tumbuhan. Disamping tipe batuan dasar dan air yang mengalir
masuk kerawa maka keasaman rawa tergantung pada rumpun tumbuhan yang ada,
suplai O2 dan konsentrasi asam humik yang terbentuk.
Bakteri hidup dengan baik pada kondisi netral (pH 7-7,5), jika makin asam
maka bakteri akan makin sedikit dan struktur kayu akan terawetkan dengan lebih
baik. Bakteri sulfur mempunyai peran khusus pada gambut (lumpur organik)
untuk membentuk pirit atau markasit singenetik dengan adanya sulfat dalam
gambut tersebut.

6. Temperatur

Pada iklim yang hangat dan basah membuat bakteri hidup dengan baik
sehinggaproses kimia akibat bakteri bisa berjalan baik. Temperatur permukaan
gambut memegang peranan penting pada proses dekomposisi primer. Pada iklim
yang hangat dan basah membuat bakteri hidup dengan lebih baik sehingga proses-
proses kimia dapat berjalan dengan baik. Temperatur tertinggi untuk
bakteripenghancur sellulosa pada gambut adalah 35 – 40 C.
C. LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

Menurut Horne, 1978 dalam Bambang Kuncoro Prasongko, 1996 bahwa


lingkungan pengendapan berpengaruh terhadap sebaran, ketebalan,
kemenerusan,kondisi roof dan kandungan sulfur batubara serta peran tektonik
dalam pembentukan lapisan batubara. Berdasarkan karakteristik lingkungan
pengendapan batubara, maka dapat dibagi atas :

a. Lingkungan Barrier dan Back-barrier


b. Lingkungan lower delta plain
c. Lingkungan trantitional lower delta plain
d. Lingkungan upper delta plain–fluvial

Back barrier : tipis, sebaran memanjang sejajar sistem penghalang atau


sejajar jurus perlapisan, bentuk lapisan melembar karena pengaruh tidal channel
setelah pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan dan kandungan
sulfur tinggi.Lingkungan barrier mempunyai peranan penting yaitu menutup
pengaruh oksidasi dari air laut dan mendukung pembentukan gambut di bagian
dataran, kriteria utama lingkungan barrier adalah hubungan lateral dan vertikal
dari struktur sedimendan pengenalan tekstur batupasirnya, ke arah laut, butirannya
menjadi halus dan berselang seling dengan serpih gampingan merah kecoklatan
sampai hijau, batuankarbonat dengan fauna laut ke arah darat membentuk gradasi
menjadi serpih berwarna abu-abu gelap sampai hijau tua yang mengandung fauna
air payau, akibat pengaruh gelombang dan pasang surut, sehingga batupasir di
lingkungan barrier lebih bersih dan sortasi yang lebih baik daripada
lingkungan sekelilingnya meskipun memiliki sumber yang sama, penampang
lingkungan pengendapan pada bagian Back Barrier dapat dilihat pada ( gambar 9).
Batubara yang terbentuk cenderung menunjukkan bentuk
memanjang,berorientasi sejajar dengan arah orientasi dari penghalang dan sering
juga sejajard engan jurus pengendapan. Bentuk perlapisan batubara yang
dihasilkan mungkin berubah sebagian oleh aktivitas tidal channel pada post
depositional atau bersamaandengan proses sedimentasi.
Gambar 9. Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Back Barier
(Horne,1978)

Lower delta plain: tipis, sebaran sepanjang channel atau jurus


pengendapan,ditandai hadirnya splitting oleh endapan crevasse splay dan
kandungan sulfur agak tinggi. Litologinya didominasi oleh urutan serpih dan
batulanau yang mengkasar kearah atas, ketebalannya berkisar antara 15-55m
dengan pelamparan lateral.
Pada bagian bawah dari teluk tersusun atas lempung-serpih abu-abu gelap
sampai hitam yang merupakan litologi dominan, kadang-kadang terdapat
batugamping dan mudstone siderite yang sebarannya tidak teratur, pada bagian
atassikuen ini terdapat batupasir berukuran ripples dan struktur lain yang ada
hubungannya dengan arus, hal ini menunjukkan adanya penambahan energi pada
perairan dangkal ketika teluk terisi endapan.
Umumnya endapan teluk terisi mengandung fosil air laut atau air payau
dan struktur burrow fosil-fosil ini biasanya melimpah pada bagian bawah serpih
lempung, tetapi mungkin juga muncul pada seluruh sikuen.
Endapan Distributary Mouth Bar dicirikan oleh adanya batupasir yang
memiliki dasar yang lebih lebar dan memiliki kontak gradasi pada bagian bawah
dan adanya kontak lateral yang cenderung mengkasar ke atas dan mengarah pada
bagian tengah serta berkembangnya struktur ripples dan flow rolls, sekuen
Vertikal endapan Lower Delta Plain, Sekuen mengkasar ke atas dapat dilihat pada
(gambar 10). ripples dan flow rolls, sekuen Vertikal endapan Lower Delta plain,,
Sekuen mengkasar ke atas dapat dilihat pada (gambar 10).
Endapan Creavasse Splay, karakteristik endapan ini adalah mini delta yang
mengkasar keatas, butirannya semakin menghalus jika menjauhi tanggul,
bergradasi kearah lateral, tersusun atas batupasir dengan struktur burrowed
siderite dan ripples, endapan ini memiliki ketebalan lebih dari 12 m dengan
pelamparan horizontal berkisar dari 30m sampai 8km,Sekuen Vertikal
endapan Lower Delta Plain Sikuen yang sama di potong oleh Creavasse Splay
deposit (gambar 11).
Rawa-rawa di dalam sungai yang mendominasi pada lower delta plain
Berkembang di atas tanggul-tanggul (levees) sepanjang distribusi
cahnnel, endapan ini pada umumnya lurus dan tegak lurus dengan jurus
pengendapan.
Lapisan batubara yang di hasilkan relative tipis dan terbelah membentuk
split oleh sejumlah endapan creavvase splay dan cenderung menerus sepanjang
jurus kemiringan pengendapan, tetapi sering juga tidak menerus sejajar dengan
jurus pengendapan batubara di gantikan oleh material bay fill.
Gambar 10. Sekuen Vertikal endapan Lower Delta Plain (Horne, 1978) Sekuen
mengkasar ke atas

Gambar 11.Sekuen Vertikal endapan Lower Delta Plain (Horne, 1978) Sikuen
yang sama di potong oleh Creavasse Splay deposit.

Transisional Lower Delta Plain: Tebal dapat lebih dari 10m, sebaran
luas cenderung memanjang sejajar jurus pengendapan, kemenerusan lateral sering
terpotong channel,di tandai splitting akibat adanya Channel kontemporer dan
Washout oleh Channel subsekuen dan kandungan sulfur agak rendah.
Zona di antara lower dan upper delta plain di tandai zona transisi yang
mengandung karakteristik litofasies keduanya.
Sikuen Bay Fill tidaklah sama dengan sikuen litologi yang berbutir
halus,lebih tipis (1,5-7,5m) dari lower delta plain. Namun sikuen Bay Fill
tidaklah sama dengan sikuen upper delta, zona ini mengandung fauna air payau
yang menunjukkan kenampakan migrasi lateral lapian point bar accretion menjadi
upper delta plain, channel pada transisi delta plain ini berbutir halus dari upper
delta plain, Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Transitional Lower
Delta Plain dapat dilihat pada (Gambar 12)
Lapisan batubara pada umumnya tersebar meluas dengan
kecenderunganagak memanjang sejajar dengan jurus pengendapan. Seperti pada
batubara upper delta plain, batubara di transisi ini berkembang split di daerah
channel Kontemporer dan oleh washout yang di sebabkan oleh aktivitas channel
subsekuen.
Lapisan batubara pada daerah Transitional Lower Delta Plain terbentuk
pada daerah transisi antara Upper Delta Plain dan Lower Delta Plain dan
merupakan yang paling tebal dan penyebarannya juga paling luas karena
perkembangan rawa yang ekstensif pada pengisian yang hampir lengkap dari teluk
yang interdistribusi.

Gambar 12. Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Transitional


Lower Delta Plain (Horne, 1978)

Upper delta plain-fluvisl : tebal dapat mencapai lebih dari 10 meter, sebara
luas cenderung memanjang sejajar jurus pengendapan, kemenerusan lapisan
lateral sering terpotong channel, di tandai splitting akibat channel kontemporer
dan washout oleh channel subsekuen dan kandungan sulfur rendah.
Endapannya didominasi oleh bentuk linier, tubuh pasir lentikuler, pada
tubuhpasir dapat gerusan pada bagian bawahnya, permukaan terpotong tajam,
tetapi secara lateral pada bagian atas bagian batupasir ini melidah dengan serpih
abu-abu,batulanau dan lapisan batubara. Diatas bidang gerusan terdapat kerikil
lepas danhancuran batubara yang melimpah pada bagian bawah, semakin ke atas
butiran semakin menghalus pada batupasir. Sifat khas tersebut menunjukkan
energi yang besar pada channel pada sekitar rawa kecil dan danau-danau, dari
bentuk batupasir dan pertumbuhan lapisan point bar menunjukkan bahwa hal
ini dikontrol oleh meandering.
Sikuen endapan backswap dari atas ke bawahterdiri dari seat earth,
batubara ,dengan serpih dengan fosil tanaman yang melimpah dan jarang
pelecupoda air tawar, batubara secara lateral menebal dan akhirnya bergabung
dengan tubuh utamabatupasir, batupasirnya tipis (1,5-4,5m), berbutir halus,
mengkasar ke atas, sikuen tipe ini merupakan endapan pada tubuh air terbuka,
mungkin rawa dangkal ataudanau,Penampang lingkungan pengendapan bagian
Upper Delta Plain dapat dilihat pada(gambar 13).
Lapisan batubara pada endapan upper delta plain cukup tebal (lebih
dari10m), tetapi secara lateral tidak menerus, lapisan pembentuk endapan
fluvial plain cenderung lebih tipis dibandingkan dengan endapan upper delta
plain, Lapisan batubara cenderung sejajar dengan kemiringan pengendapan, tetapi
sedikit yang menerus dibandingkan dengan fasies lower delta plain, karena bagian
yang teratur sedikit jumlahnya yang mengikuti channel sungai maka lapisan-
lapisannya sangat tebal dengan jarak yang relatif pendek dengan sejumlah split
yang berkembang dan dalam hubungannya dengan endapan tanggul yang
kontemporer.

Gambar 13. Penampang lingkungan pengendapan bagian Upper Delta Plain


(Horne,1978)

Dalam semua tingkatan pembentukan batubara itu terdapat berbagai unsur


yang sangat mempengaruhi peringkat mutu batubaranya dan sebagai dasar
pembagian klas penggunaannya. Secara garis besarnya dalam batubara terdapat
unsur-unsur:
 Kandungan air total (total moisture), yakni jumlah kandungan air yang ada
pada fisik batubara, yang terdiri dari air dalam batubara itu sendiri dan air
yang terbawa waktu melakukan penambangan.
 Kandungan air bawaan (inheren moisture), yakni air yang ada dalam batubara
itu mulai saat awal pembentukannya. Kadar air itu pada dasarnya akan
mempengaruhi nilai batubara, artinya semakin tinggi kandungan air, maka
semakin rendahlah mutu batubara tersebut.
 Kandungan zat terbang (volatile matter), adalah semua unsur yang akan
menguap (terbang) waktu batubara itu mengalami pemanasan. Volatile matter
yang tinggi akan menyebabkan mutu batubara jadi rendah, karena pada
intinya volatile matter tidak memberikan nilai kalor. Batubara dengan volatile
matter tinggi, yang tertumpuk pada stockpile, akan mudah mengalami
swabakar, terutama pada udara lembab dan adanya unsur pemicu oksidasi di
dalamnya, seperti pirit dan sebagainya.
 Total sulphur (belerang), adalah salah satu unsur yang dapat menurunkan
mutu batubara, karena unsur belerang yang banyak akan menyebabkan
rendahnya nilai kalor dan dapat menyebabkan kerusakan pada dapur
pembakaran, serta juga menyebabkan adanya gas beracun.
 Kandungan abu (ash content), adalah sejumlah material yang didapat dari sisa
pembakaran batubara. Semakin tinggi kadar abu batubara, maka semakin
rendahlah mutu batubara tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, abu
ini berasal dari material yang tidak dapat dioksidasi oleh oksgen.
 Kandungan karbon tertambat (fixed carbon), adalah persentase karbon yang
ada pada suatu satuan volume batubara. Semakin tinggi kadar karbon, maka
semakin baguslah kualitas batubara tersebut, karena yang paling berguna dari
batubara itu adalah karbon ini, karena karbonlah yang menghasilkan nilai
kalori pada waktu dilakukan pembakaran batubara.
 Nilai kalori (CV), adalah jumlah kalori yang dihasilkan per kg batubara yang
dibakar. Semakin tinggi nilai kalorinya, semakin baguslah mutu batubaranya.

D. KELAS BATUBARA
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit,
bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

1. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
2. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
4. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
5. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsurkarbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
Gambar 14. Kelas batubara

E. ENDAPAN BATUBARA DI INDONESIA


Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk
Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis
tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar
Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier
Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tegolong
kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah
sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi di
mana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem
dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan
menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen.
Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan
sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

1. Endapan batu bara Eosen

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai


sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen
di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari
sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera.
Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan
berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang
terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang
disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-
Australia. Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin,
terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar
Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas
hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi
pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin). Berbeda
dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara di mana endapan fluvial
kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai yang
kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur
Eosen Atas, Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada
cekungan berikut :
6. Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur)
7. Barito (Kalimantan Selatan)
8. Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur)
9. Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat)
10. Tarakan (Kalimantan Timur)
11. Ombilin (Sumatera Barat) dan
12. Sumatera Tengah (Riau).

Kad Kada
Kad Zat
ar r air Nilai
ar terba Belera
Tamban Cekun Perusah air inher energi
abu ng ng
g gan aan total en (kkal/kg)
(%a (%ad (%ad)
(%a (%ad (ad)
d) )
r) )

PT
Asam- Arutmin 10.0
Satui 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
asam Indonesi 0
a

PT
Arutmin 15.0
Senakin Pasir 9.00 4.00 39.50 0.70 6400
Indonesi 0
a

PT BHP
11.0 12.0
Petangis Pasir Kendilo 4.40 40.50 0.80 6700
0 0
Coal
Ombili PT Bukit 12.0 <8.0 0.50 -
Ombilin 6.50 36.50 6900
n Asam 0 0 0.60

PT
10.0
Paramba Ombili Allied 37.30 0.50
4.00 - 0 6900 (ar)
han n Indo (ar) (ar)
(ar)
Coal

Tabel 11. kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.

(ar) - as received, (ad) - air dried,


Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998.

2. Endapan batu bara Miosen

Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada


Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi
transgresi marin pada kawasan yang luas di mana terendapkan sedimen marin
klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan
kompresi adalah ketampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan
maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di
Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito
(Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen
juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan
dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di
Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang
rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong sub-
bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT
Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di
beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan
Prima (PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan
Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian
selatan.

Kad Kada Nilai


Kad Zat Belera
Tamba Cekun Perusah ar r air energi
ar terba ng
ng gan aan air inher (kkal/kg)(
abu ng (%ad)
total en ad)
(%a (%ad
(%a (%ad
r) ) d) )

PT
Kaltim
Prima Kutai 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Prima
Coal

PT
Kaltim 13.0
Pinang Kutai - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Prima 0
Coal

PT
Roto Kideco 24.0
Pasir - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
South Jaya 0
Agung

Binung PT Berau 18.0


Tarakan 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
an Coal 0

PT Berau 24.6
Lati Tarakan 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Coal 0

Sumate
Air ra PT Bukit 24.0
- 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Laya bagian Asam 0
selatan

Paringi PT 24.0
Barito 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
n Adaro 0

Tabel 12. kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di Indonesia
(ar) - as received, (ad) - air dried,
Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
F. POTENSI SUMBERDAYA BATU BARA

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di


Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat
dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan
keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160
miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut
sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya
eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah tempat
cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi.[5] Rata-
rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per
tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam
negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel
fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu
bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut:
Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori,
(berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting
bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan miliar ton.
Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga
ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis
batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain
mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai
kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan
efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang
bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini
adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi
pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed
grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing
mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
BAB 3
KLASIFIKASI DAN MANFAAT BATUBARA

A. KLASIFIKASI BATUBARA
Ada 3 macam Klasifikasi yang dikenal untuk dapat memperoleh beda
variasi kelas / mutu dari batubara yaitu :

1. Klasifikasi menurut ASTM


Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika oleh Bureau of Mines yang
akhirnya dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM (America Society for
Testing and Material). Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara itu
atau berdasarkan derajat metamorphism nya atau perubahan selama proses
coalifikasi (mulai dari lignit hingga antrasit). Untuk menentukan rank
batubara diperlukan data fixed carbon (dmmf), volatile matter (dmmf) dan
nilai kalor dalam Btu/lb dengan basis mmmf (moist, mmf). Cara
pengklasifikasian :
Untuk batubara dengan kandungan VM lebih kecil dari 31% maka
klasifikasi didasarkan atas FC nya, untuk ini dibagi menjadi 5 group, yaitu :
• FC lebih besar dari 98% disebut meta antrasit
• FC antara 92-98% disebut antrasit
• FC antara 86-92% disebut semiantrasit
• FC antara 78-86% disebut low volatile
• FC antara 69-78% disebut medium volatile
Untuk batubara dengan kandungan VM lebih besar dari 31%, maka
klasifikasi didasarkan atas nilai kalornya dengan basis mmmf.
• 3 group bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara 14.000 –
13.000 Btu/lb yaitu :
a) High Volatile A Bituminuos coal (>14.000)
b) High Volatile B Bituminuos coal (13.000-14.000)
c) High Volatile C Bituminuos coal (<13.000)
• 3 group Sub-Bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara 13.000 –
8.300 Btu/lb yaitu :
a) Sub-Bituminuos A coal (11.000-13.000)
b) Sub-Bituminuos B coal (9.000-11.000)
c) Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500)
Untuk batubara jenis Lignit

• 2 group Lignit coal dengan moist nilai kalor di bawah 8.300 Btu/lb yaitu :
a) Lignit (8.300-6300)
b) Brown Coal (<6.300)

Gambar 15. Klasifikasi ASTM

2. Klasifikasi menurut National Coal Board (NCB)


Klasifikasi ini dikembangkan di Eropa pada tahun 1946 oleh suatu
organisasi Fuel Research dari departemen of Scientific and Industrial
Research di Inggris.
Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara, dengan menggunakan
parameter volatile matter (dry, mineral matter free) dan cooking power
yang ditentukan oleh pengujian Gray King. Dengan menggunakan
parameter VM saja NCB membagi batubara atas 4 macam :

Pembagian NCB menurut parameter VM :


1. Volatile dibawah 9,1%, dmmmf dengan coal rank 100 yaitu Antrasit
2. Volatile diantara 9,1-19,5%,dmmmf dengan coal rank 200 yaitu Low
Volatile/Steam Coal
3. Volatile diantara 19,5-32%,dmmf dengan coal rank 300 yaitu Medium
Volatile Coal
4. Volatile lebih dari 32 %, dmmmf dengan coal rank 400-900 yaitu Haigh
Volatile Coal
Masing – masing pembagian di atas dibagi lagi menjadi beberapa sub
berdasarkan tipe coke Gray King atau pembagian kecil lagi dari kandungan VM.
Untuk High Volatile Coal dibagi berdasarkan sifat caking nya :
1. Very strongly caking dengan rank code 400
2. Strongly caking dengan rank code 500
3. Medium caking dengan rank code 600
4. Weakly caking dengan rank code 700
5. Very weakly caking dengan rank code 800
6. Non caking dengan ring code 900

3. Klasifikasi menurut International

Klasifikasi ini dikembangkan oleh Economic Commision for Europe pada


tahun 1956.
Klasifikasi ini dibagi atas dua bagian yaitu :
13. Hard Coal
Di definisikan untuk batubara dengan gross calorific value lebih besar dari
10.260 Btu/lb atau 5.700 kcal/kg (moist, ash free).
International System dari hard coal dibagi atas 10 kelas menurut kandungan VM
(daf). Kelas 0 sampai 5 mempunyai kandungan VM lebih kecil dari 33% dan
kelas 6 sampai 9 dibedakan atyas nilai kalornya (mmaf) dengan kandungan VM
lebih dari 33%.
Masing-masing kelas dibagi atas4 group (0-3) menurut sifat cracking nya
dintentukan dari “Free Swelling Index” dan “Roga Index”. Masing group ini
dibagi lagi atas sub group berdasarkan tipe dari coke yang diperoleh pengujian
Gray King dan Audibert-Arnu dilatometer test. Jadi pada International klasifikasi
ini akan terdapat 3 angka, angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua
menunjukkan group dan angka ketiga menunjukkan sub-group.
Sifat caking dan coking dari batubara dibedakan atas kelakuan serbuk
batubara bila dipanaskan. Bila laju kenaikan temperature relative lebih cepat
menunjukkan sifat caking. Sedangkan sifat coking ditunjukkan apabila laju
kenaikan temperature lambat.
14. Brown Coal
International klasifikasi dari Brown coal dan lignit dibagi atas
parameternya yaitu total moisture dan low temperature Tar Yield (daf).
Pada klasifikasi ini batubara dibagi atas 6 kleas berdasarkan total moisture (ash
free) yaitu :
1. Nomor kelas 10 dengan total moisture lebih dari 20%, ash free
2. Nomor kelas 11 dengan total moisture 20-30%, ash free
3. Nomor kelas 12 dengan total moisture 30-40%, ash free
4. Nomor kelas 13 dengan total moisture 40-50%, ash free
5. Nomor kelas 14 dengan total moisture 50-60%, ash free
6. Nomor kelas 15 dengan total moisture 60-70%, ash free

Kelas ini dibagi lagi atas group dalam 4 group yaitu :

1. No group 00 tar yield lebih rendah dari 10% daf


2. No group 10 tar yield antara 10-15 % daf
3. No group 20 tar yield antara 15-20 % daf
4. No group 30 tar yield antara 20-25 % daf
5. No group 40 tar yield lebih dari 25% daf

B. MANFAAT BATUBARA

Gambar 16. Persetase penggunaan cadangan batubara dunia

Batu bara merupakan salah satu hasil dari alam yang memberikan banyak
kontribusi bagi kehidupan manusia. Batu bara adalah salah satu sumber daya
alam yang tidak dapat diperbaharui dan penggunaannya dapat dilakukan dalam
berbagai bidang. Batu bara merupakan hasil alam yang dibutuhkan oleh orang
banyak dalam kehidupan sehari- hari. Bahkan sumber energi yang paling baik
yang dapat kita dapatkan dengan sumber yang mudah adalah batu bara. Beberapa
manfaat dari batu bara antara lain sebagai berikut:

1. Menghasilkan produk gas


Batu bara menjadi salah satu energi yang dapat menghasilkan suatu produk
gas. Gas alam (baca: Daerah penghasil gas alam terbesar di Indonesia) yang dapat
keluar ini berasal dari batu bara yang masih ada di dalam tanah. Batu bara yang
ada di dalam tanah dapat secara langsung menghasilkan gas alam. Proses
pengambilan gas alam yang dihasilkan oleh batu bara alami ini memerlukan
sebuah alat teknologi yang canggih. Selanjutnya, gas alami yang dihasilkan oleh
batu bara murni tersebut akan diolah di tempat pertambangan dan bisa menjadi
berbagai produk, misalnya untuk bahan bakar industri, pembangkit listrik tenaga
gas, serta produk hidrogen dan juga solar. Teknologi yang mengambil gas dari
batu bara alami ini telah diterapkan oleh berbagai negara di dunia. Beberapa
negara yang telah memanfaatkan batu bara ke dalam berbagai aplikasi ini antara
lain adalah China, Australia, India, Jepang dan juga Indonesia.

2. Bahan bakar pendukung produk industri alumunium

Batubara adalah salah satu bahan bakar yang mendukung industri


alumunium. Bahan ini dapat kita peroleh sebagai hasil sampingan dari proses
oksidasi besi pada aktivitas industri baja. Bahan bakar batubara ini akan
mendukung proses pengolahan oksidasi besi yang akan menghasilkan panas yang
tinggi. Baja yang dihasilkan akan dipisahkan berdasarkan kualitas yang
dimilikinya. Kemudian produk yang tidak mempunyai syarat baja tertentu akan
kembali diolah menjadi alumunium. Gas dan juga panas kokas dari batubara ini
dapat memisahkan beberapa produk baja sehingga dapat menghasilkan produk
alumunium yang dipakai untuk berbagai jenis industri, seperti industri pertanian,
peralatan dapur, konstruksi serta industri lainnya.

3. Sebagai bahan bakar yang berbentuk cair

Minyak merupakan salah satu bahan bakar yang dibutuhkan oleh orang
banyak dan persediaannya akan cepat habis apabila digunakan dengan boros.
Minyak (baca: Negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia) berasal dari fosil
binatang dan manusia zaman purba. Maka dari itulah untuk menunggu persediaan
minyak kembali dibutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.
Batubara ternyata bisa juga dijadikan bahan bakar berbentuk cair yang bisa
menggantikan bahan bakar minyak. Pada dasrnya pengolahan batubara menjadi
bahan bakar yang berbentuk cair akan merubah batubara bubuk atau bongkahan
yang kemudian dilarutkan dalam suhu yang tinggi.

Produk batubara yang cair ini dapat dimurnikan dengan proses ulang dan
dapat menghasilkan bahan bakar minyak yang kualitasnya super, bahkan
kualitasnya ini lebih baik dari bahan bakar minyak yang kita dapatkan dari kilang-
kilang minyak pada umumnya secara langsung. Namun sayangnya proses
penggunaan batu bara menjadi sumber bahan bakar ini belum banyak diterapkan
oleh banyak negara. Benua yang baru menerapkan bahan bakar alternatif batubara
ini barulah di Afrika Maka dari itulah di Afrika sudah bisa mengatasi kekurangan
minyak bumi dengan energi alternatif batubara ini. Dengan demikian satu langkah
sudah dicapai dengan aman untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari- hari.

4. Sebagai sumber tenaga pembangkit listrik

Salah satu manfaat terpenting dari batubara adalah sebagai sumber tenaga
pembangkit listrik. Umumnya kita mengetahui sumber energi pembangkit listrik
yang umum adalah pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga uap,
pembangkit listrik tenaga surya, dan ada lagi pembangkit listrik tenaga batubara.
Ada beberapa negara yang menjadikan batubara sebagai sumber energi utama
pembangkit listrik, diantaranya adalah China, India, Jepang, Australia, Jerman,
dan lain sebagainya. Untuk menghasilkan listrik, maka batubara ini dikonversikan
ke dalam bentuk uap panas dan menjadi sumber tenaga yang menghasilkan listrik.
Untuk menghasilkan listrik ini akan melalui beberapa tahapan atau proses terlebih
dahulu. Beberapa tahapan atau prosesnya antara lain sebagai berikut:

 Prosesnya akan diawali dengan penghancuran batubara oleh mesin


penggiling yang nantinya akan berubah bentuk menjadi biji halus, dan
kemudian akan dibakar dengan menggunakan mesin dengan menggunakan
sistem ketel uap.
 Kemudian uap yang telah dihasilkan tersebut akan ditambung di tempat
khusus yang kemudian disalurkan ke turbin yang berisi kumparan magnet.
 Kumparan magnet tersebut kemudian bergerak cepat yang akan
menghasilkan energi listrik.

5. Membantu industri produk semen

Meskipun bukan sebagai bahan baku dalam hal materialnya, namun


batubara digunakan dalam proses pembakarannya. Seperti yang kita ketahui
bersama bahwasannya semen merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh
manusia, dimana semen merupakan salah satu bahan baku dalam membuat
konstruksi gedung atau bangunan. Semen sendiri terbuat dari campuran kalsium
karbonat, oksida besi, oksida alumunium serta silica. Batu bara berperan sebagai
bahan makar untuk mengolah bahan- bahan tersebut hingga membantuk semen.
Hal ini bisa dilakukan oleh batubara karena batubara bisa menghasilkan suhu
yang sangat tinggi, bahkan mencapai 1500 derajat Celcius.

6. Membantu industri produk baja

Baja adalah salah satu bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Dari baja, bisa dihasilkan berbagai macam barang yang bisa membantu kehidupan
manusi a sehari- hari seperti peralatan kesehatan, peralatan pertanian, peralatan
transportasi, bahkan juga mesin- mesin yang digunakan dalam rumah tangga.
Industri baja sangat penting keberadaannya. Dan iperlu kita ketahui bersama
bahwa industri baja ini sangat bergantung pada ketersediaan batubara. Yang
biasanya batubara digunakan sebagai bahan bakar, dalam industri baja ini
batubara berperan sebagai bahan yang sangat penting. Produksi baja mentah
banyak menggunakan metalurgi batubara dari bahan batubara kokas. Produksi
baja ini melibatkan karbon dan juga bahan besi. Karbon ini sangat diperlukan
untuk memanaskan bahan besi dan akan mengubahnya menjadi baja. Karbon yang
dibuat dari batubara akan menghasilkan panas yang sangat tinggi sehingga
mendukung produksi baja. Panas yang dihasilkan dari batubara ini memang
sangat dasyat sehingga sangat mendukung dalam kegiatan perindustrian.

7. Membantu dalam industri kertas

Kertas terbuat dari komponen utama yang berupa serat sel dari kayu. Sel
serat dari kayu ini akan bisa didapatkan setelah melalui serangkaian proses yang
sangat rumit. Proses yang sangat rumit tersebut pada akhirnya akan mampu
memisahkan bagian serat dengan ukuran tertentu. Batubara sangat mumpuni
dalam hal ini karena panas yang dihasilkan batubara sangat stabil di dalam satu
mesin pengolahan serat yang digunakan untuk industri bahan baku kertas. Jika
kita menggunakan bahan bakar selain batubara, mungkin beberapa produk dari
kertas tidak akan bisa kita gunakan dalam kehidupan sehari- hari.

8. Industri bahan kimia

Hasil dari olahan batubara menjadi sumber energi dapat menghasilkan suatu
bubuk batubara yang bertekstur sangat halus dengan ukuran yang sangat kecil.
Produk bubuk batubara yang sangat kecil ini bisa digunakan untuk membuat
berbagai macam bahan lain, misalnya adalah cairan fenol dan juga benzena. Fenol
d an juga benzena ini sangat penting untuk beberapa industri kimia. Seperti yang
kita ketahui bersama bahwa industri kimia sangat berperan penting dalam
kehidupan manusia.

9. Industri Farmasi

Berbagai macam produk kimia yang dihasilkan dari industri sampingan


batubara dapat pula menjadi bahan utama dalam pembuatan obat- obatan. Seperti
produk olahan batubara yang telah diubah menjadi bahan- bahan kimia, bahan-
bahan kimia tersebut diolah kembali dan melewati berbagai proses pemurnian
dengan teknologi canggih sehingga dapat dimanfaatkan dan dijadikan obat-
obatan.

10. Produksi karbon aktif

Karbon aktif merupakan produk yang digunakan untuk mendukung sistem


kerja filter yang banyak digunakan pada mesin pengolah kualitas udara dan juga
mesin untuk cuci darah. Karbon aktif ini dihasilkan dari sisa hasil pembakaran
batubara dalam industri pembangkit listrik, produk pembakaran untuk
menjalankan industri serta sisa bahan bakar batu bara itu sendiri.
11. Mendukung perekonomian negara

Batubara membantu dalam perekonomian negara. Batubara merupakan salah


satu bahan yang sangat dibutuhkan oleh banyak negara. Ketika negara kita
memiliki banyak tambang batubara, maka batubara bisa dijadikan komoditi
ekspor yang akan memberikan keuntungan bagi negara, mengingat tidak semua
negara memiliki tambang batubara yang melimpah.

12. Mendukung perekonomian rakyat

industri pertambangan batubara sangat membantu dalam perekonomian


rakyat, khususnya rakyat yang bekerja dalam industri batubara. Karena dalam
pertambangan batubara masih mengandalkan para penambang. Selain itu dalam
berbagai proses pengolahan batubara juga masih membutuhkan tenaga manusia.
Hal inilah yang menjadi ladang rizki bagi rakyat.

13. Meningkatkan hubungan kerjasama dengan negara lain

Hal ini berhubungan dengan ekspor impor batubara. Kegiatan ekspor dan
impor batubara akan meningkatkan kerjasama kedua belah pihak. Dengan
demikian akan menjalin kerjasama serta meningkatkan persahabatan diantara dua
Negara.
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong F. Sompotan, 2012, Stuktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan Sains


Kebumian Institut Teknologi Bandung R.P. Koesoemadinata., 1989,
Geologi Minyak dan Gas Bumi

Anggayana, Komang. 2002. Diktat Kuliah Eksplorasi Batubara-Genesa


Batubara. Departemen Teknik Pertambangan : Bandung

Arda, Ngurah. 2017. Teknologi Mineral dan Batubara. volume 13, nomor 3,
September 2017. Yogyakarta

Azhar. 2001. Pemodelan Fisis Metode Resistivity untuk Eksplorasi Batubara.


Tesis S2 (tidak dipublikasikan). Program Studi Teknik Geoisika
Terapan ITB : Bandung
Dewi, Ratih Andrianny.2007. Studi Pemanfaatan Batubara Di Pabrik Pupuk.
Institut Teknologi Bandung

J.B. Supandjono dan E. Haryono. Geologi Lembar Banggai Sulawesi, 1993

Kusmiyati, dkk.2012. Pemanfaatan Karbon Aktif Arang Batubara (Kaab) Untuk


Menurunkan Kadar Ion Logam Berat Cu2+ Dan Ag+ Pada Limbah
Cair Industri.Universitas Muhammadiyah Surakarta

Munir, Misbachul.2008. Pemanfaatan Abu Batubara (Fly Ash) Untuk Hollow


Block Yang Bermutu Dan Aman Bagi Lingkungan.Universitas
Diponegoro

Surono, 2009. Geologi lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi Kementerian


Energi dan Sumberdaya Mineral.

Vincelette, R.R., 1973, Reef exploration in Irian Jaya, Indonesia, Indon.


Petroleum
Assoc. 2 nd Ann. Conv. Procc., p. 234-278.

Widodo. 2012. Studi Fasies Pengendapan Batubara Berdasarkan Kompoisis


Maseral. Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin : Makassar.

ANSI (1988), Classification of coals by rank, ASTM D388-84, 1998 Annual


books of ASTM Standards, Volume 5.05 American Society for Testing and
materials, 1988
CARPANTER, A.N.,(1988), Coal Classification , IEACR/12, IEA Coal Research,
London, 1988

MUCHJIDIN (2006), Pengendalian mutu dalam industri batu bara. Penerbit ITB,
Bandung, 2006

ECONOMIC COMMISSION FOR EUROPE (1988) International codification system


for medium and high rank coals

ECONOMIC COMMISSION FOR EUROPE (1956) International classifikation of hard


coals by types. E/ECE/247, E/ECE/COAL/110, New York, NY, USA. United Nations,
1956

INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR STANDARdIZATION (1974), Brown


coals and lignit - classification by types on the basisof total moisture content and tar
yeild, ISO 2950-1974, Geneva, Switzerland International Organization For
Standardization (1974)

Vous aimerez peut-être aussi