Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa merupakan media yang digunakan anggota suatu kelompok sosial untuk
berkomunikasi, berinteraksi, dan sebagai identitas diri. Bahasa dapat menggiring
kita menembus ruang dan waktu. Melalui bahasa, kita dapat mempelajari ilmu
pengetahuan, sejarah, maupun adat istiadat suatu bangsa dalam masa tertentu.
Bahasa mampu merekam berbagai hal tersebut dalam bentuk lisan maupun
tulisan. Semua itu merupakan fungsi bahasa yang telah lama diemban oleh bahasa
Indonesia.

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional Negara Indonesia yang merupakan


bahasa pemersatu. Bahasa Indonesia sudah diajarkan sejak tingkat SD, SMP, dan
SMA. Oleh karena itu sebaiknya setelah jenjang SMA bahasa Indonesia sudah
dikuasai atau setidaknya mempunyai pengetahuan yang memadai tentang Bahasa
Indonesia. Namun faktanya, masih sedikit mahasiswa yang memiliki kemampuan
berbahasa Indonesia secara maksimal.

Alasan inilah yang membuat Dirjen depdiknas RI memutuskan memasukan


Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata kuliah yang wajib diajarkan di seluruh
perguruan tinggi dan seluruh jurusan. Tujuannya untuk mengasah kemampuan
berbahasa dan mengembangkan kepribadian para mahasiswa. Sudah menjadi
suatu kewajiban bagi kita selaku Warga Negara Indonesia (WNI) untuk
menguasai dan menerapkan bahasa Indonesia dalam kehidupan seharihari dengan
baik dan benar, sehingga bahasa Indonesia dapat terjaga keasliannya.

Sebagai mahasiswa hukum sudah seharusnya kita mengetahui cara penggunaan


Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam bahasa hukum. Hukum secara
umum dibagi menjadi dua bagian yaitu, hukum yang mengartur kepentingan
umum (hukum pidana) dan hukum yang mengatur kepentingan pribadi(hukum
perdata).

1
Hal inilah yang melatar belakangi kami sebagai penulis untuk memberikan sebuah
gagasan mengenai “Penggunaan Bahasa Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan
Ilmu Hukum Perdata.”.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah mulanya bahasa hukum di Indonesia?
2. Apakah yang dimaksud dengan bahasa hukum?
3. Apa fungsi bahasa hukum?
4. Bagaimana bentuk pengaplikasian kata bahasa Indonesia pada hukum pidana
dan hukum perdata?
C. TUJUAN
1. Mengetahui sejarah mulanya bahasa hukum di Indonesia.
2. Mengetahui pengertian dari bahasa hukum,fungsi bahasa hukum.
3. Agar kita semua mengetahui Bagaimana Bentuk pengaplikasian kata bahasa
Indonesia pada hukum pidana dan hukum perdata.
D. MANFAAT

Manfaat dari makalah ini yaitu memberikan sedikit pengetahuan kepada kita
semua untuk mengetahui bahasa hukum khususnya penggunaannya dalam hukum
pidana dan hukum perdata

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH MULANYA BAHASA HUKUM DI INDONESIA

Bahasa Indonesia di bidang hukum masih jauh dari harapan. Hal ini tidak
memungkiri bahwa hal tersebut dilatarbelakangi sejarah panjang hukum Indonesia
yang mengadopsi hukum Belanda, yang tak lepas dari sistem hukum Romawi.
Akibatnya, muncul istilah-istilah hukum yang tidak ditemukan dalam kosakata
bahasa Indonesia. Istilah register dalam pidana kehutanan, tidak dikenal dalam
bahasa Indonesia. Demikian juga dengan kata merampas di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam bahasa Belanda, merampas artinya
merampok. Tetapi apa bisa dikatakan bahwa negara adalah perampok saat hukum
menentukan barang bukti dirampas untuk Negara. Belum lagi istilah bahasa asing,
seperti bahasa Inggris, yang muncul mengikuti perkembangan zaman. Istilah
whistle blower yang muncul dalam kasus mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno
Duaji. ”Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, arti whistle blower
adalah meniup peluit. Tetapi dalam hukum, tidak ada istilah begitu. Apa meniup
peluit bisa dipenjara? Jadi banyak istilah hukum asing yang tidak bisa
diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia. Menurut Frans Hendra
Winarta, penggunaan bahasa Indonesia di bidang hukum masih harus diperbaiki
dan disempurnakan lagi. Kebanyakan bahasa hukum baku masih menggunakan
istilah asing yang diambil dari bahasa Belanda dan Inggris. Penyebabnya, istilah
hukum yang menggunakan kata-kata asing sering kali tidak ada atau sulit dicari
padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Sementara, penggunaan kata-kata
bahasa Indonesia dalam bahasa hukum juga sering kali tidak tegas dan multitafsir.
Akibatnya, dalam praktik kerap terjadi ketidakpastian dan perbedaan penafsiran
yang memunculkan polemik hukum.

B. PENGERTIAN BAHASA HUKUM

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia untuk mengungkapkan


perasaan, menyampaikan buah fikiran kepada sesama manusia.

3
bahasa terbagi 3

Lisan

Tulisan

Pertanda atau lambing

Bahasa Indonesia hukum yang berfungsi sebagai alat atau sarana untuk
menyampaikan informasi. Oleh karena bahasa Indonesia merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah yang berlaku dalam
bahasa Indonesia hukum juga berlaku dalam bahasa Indonesia hukum, hanya saja
antara bahasa hukum dan bahasa Indonesia mempunyai cirri-ciri yang tegas yang
berfungsi sebagai pembeda yaitu yang mencakup dengan konsep bahasa itu
sendiri.

Dalam bahasa Indonesia sesuai konsepnya satu kata dapat mempunyai beberapa
arti, sedangkan dalam bahasa hukum sedapat mungkin menghindarkan seperti hal
tersebut. Karena didalam bahasa hukum terdapat suatu konsep atau prinsip mono
smantik atau kesatuan makna. Hal ini dimaksudkan supaya jangan timbul hal yang
berbeda yang menyangkut dengan kaidah hukum.

Tanpa kemampuan berbahasa manusia tidak bias mengembangkan budaya, sebab


tanpa kemampuan berbahasa hilang pola kemampuan untuk meneruskan nilai-
nilai budaya dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya. Disamping itu
pula tanpa kemampuan berbahasa manusia tidak dapat melakukan berfikir secara
sistematisdan teratur. Dengan melihat kemampuan berfikir manusia itu maka
fungsi bahasa dapat dibagi 2 yaitu,

Sebagai alat komunikasi antara manusia

Sebagai alat untukmenyampaikan pesan

Sebagai sarana komunikasi untuk mengekspresikan sikap

Sebagai alat komunikasi untuk berfikir

4
Sebagai sarana untuk mempersatukan kelompok manusia yang menggunakan
bahasa tersebu

C. FUNGSI BAHASA HUKUM

Fungsi bahasa hukum ada 3 yaitu:

Fungsi simbolik

Fungsi emotif

Menurut Gustaf Dobruch: k Rakteristik bahasa hukum atas peraturan perUUan


bebas emosi, tanpa perasaan, datar dan kering, semuanya itu ditujukan untuk
kepastian dan menghindari dwi makna.

Bahasa hukum sebagai sarana komunikasi ilmiah, hukum dapat bersifat jelas dan
objektif serta harus bebas dari emosi. Dengan adanya unsure emotif dalam
komunikasi ilmiah hukum akan menjadikan komunikasi tersebut kurang
sempurna, bahasa hukum yang dikomunikasikan bias saja kurang beradaptasi
sesuai dengan tujuan hukum

Fungsi efektif

Fungsi efektif dalam bahasa hukum berkaitan erat dengan sikap, fungsinya yang
diharapkan supaya norma-norma hukum yang dikomunikasikan melalui bahasa
hukum mampu mengubah dan mengembangkan kepribadian agar mentaati
hukum, meningkatkan keselarasn hukum serta bersifat tegas sesuai aturan hukum.

Fungsi efektif yang tergambar dalam bahsa hukum itu sangat menonjol untuk
meningkatkan dan mengembangkan hukum, budaya hukum itu sendiri merupakan
suatu karakteristik yang hidup dan dipatuhi masyrakat.

5
D. BENTUK PENGAPLIKASIAN KATA BAHASA INDONESIA PADA
HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA

Gugatan Dikabulkan, Ditolak, dan Tidak Dapat Diterima

Gugatan dikabulkan bila dalil gugatannya dapat dibuktikan oleh penggugat


sesuaialat bukti sebagaimana diatur Pasal1865 KUHPerdata/Pasal 164HIR.
Dikabulkannya gugatan ini pun ada yang dikabulkan sebagian, ada yang
dikabulkan seluruhnya, ditentukan oleh pertimbangan majelis hakim.Sedangkan,
gugatan ditolak bila suatu gugatan tidak dapat dibuktikan dalil gugatannya bahwa
tergugat patut dihukum karena melanggar hal-hal yang disampaikan dalam
gugatan. Lalu, gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.
Sperti: kekeliruaan dlm surat kuasa, pihak yg digugat salah, dll. Maka putusan
yang dijatuhkan harus jelas dan tegas mencantumkan amar: menyatakan gugatan
tidak dapat diterima.

Alat Bukti dan Barang Bukti

Barang bukti didefinisikan Pasal 1 angka 5 Peraturan Kapolri No 10/2010 sebagai,


“Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan
pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan.” Sedangkan alat bukti yang sah dalam ranah pidana berdasarkan Pasal
184 ayat (1) KUHAP yaitu berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan dalam proses peradilan perdata
berlakulah Hukum Acara Perdata yang mengenal 5 macam alat bukti yang sah
sesuai Pasal 164 HIR yaitu Surat, Saksi, Persangkaan, Pengakuan, dan Sumpah.

Asas Praduga Tak Bersalah

Asas praduga tidak bersalah mengandung arti seseorang tidak bisa dianggap
bersalah sebelum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.Penjelasan
Umum KUHAP menyebutkan “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak

6
bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Suap dan Gratifikasi

Suap: “Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau


patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya
ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum,
dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 tahun
atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (Pasal 3 UU Tindak Pidana
Suap).

Gratifikasi: Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya.Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik (Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor).

Dari definisi tersebut di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan
gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji.Dalam suap ada
unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada intensi atau maksud
untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun
keputusannya.Sedangkan untuk gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti
luas, namun dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

7
BAB III

PENUTUP

A. KRITIK

Dampak dan akibat negatif dari penggunaan bahasa yang tidak benar dapat
mengakibatkan penafsiran ganda pada makna kata, sedangkan hal ini tidak
diperbolehkan pada bahsan hukum, yang notabennya harus lugas dan tegas.

B. SARAN

Sebagai seorang mahasiswa yang mempunyai nalar dan pikiran kritis terhadap
persoalan yang ada, alangkah lebih baik jika menggunakan bahasa yang baik
dalam hukum karena pada bahasa hukum tidak diperkenankan adanya penafsiran
ganda pada makna kata.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://pwpamungkas.wordpress.com/2010/03/26/penggunaan-bahasa-indonesia-
dalam-dokumen-hukum/

http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4
b84cb774f63b/catatan-tentang-kewajiban-penggunaan-bahasa-indonesia-dalam-
kontrak-broleh-chandra-kurniawan-&ei=gAdfA79P&lc=id-
ID&s=1&m=171&host=www.google.co.id&ts=1462670474&sig=APY536zDylp
DR0gTS1plVtk_bdaEKMm2Xw

https://googleweblight.com/?lite_url=https://herygaara5.wordpress.com/2011/04/1
3/penggunaan-bahasa-hukum-dalam-bahasa-indonesia/&ei=gAdfA79P&lc=id-
ID&s=1&m=171&host=www.google.co.id&ts=1462670474&sig=APY536y62I8
_i4qfLiM_kfrFhKi-WZj_Ew

http://www.hukumpedia.com/pistasimamora/istilah-keren-di-dunia-hukum

Syahrani, Riduan.2000. seluk-beluk dan asas-asas hukum perdata.Bandung:


Alumni

Musaba, zulkifli.2015. bahasa Indonesia untuk Mahsiswa.Banjarmasin: Aswaja

Vous aimerez peut-être aussi