Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Salah satu sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi adalah sediaan
dengan pelepasan diperlambat. Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat
sediaan lepas lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di
dalam lambung. Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut
Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS).
Sistem Mengapung (Floating System) ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis
pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki
kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat
dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah
peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma .
1
Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari
sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS)
juga biasa disebut Hydrodinamically Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki
densitas bulk yang lebih rendah daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di
dalam lambung tanpa mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga
obat dapat dilepaskan pada kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis
mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propia dengan
kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut
foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-
lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi
mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang
disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan
mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos (Tortora & Derrickson,
2009).
2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem
limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus
submukosa (Meissner) (Schmitz & Martin, 2008).
3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1) inner
oblique, (2) middle circular, (3) outer longitudinal. Pada muskularis propia
terdapat pleksus myenterik (auerbach) (Schmitz & Martin, 2008). Lapisan
oblik terbatas pada bagian badan (body) dari lambung (Tortora & Derrickson,
2009).
4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos
(mesotelium) dan jaringan ikat areolar (Tortora & Derrickson, 2009). Lapisan
serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari viseral
peritoneum (Schmitz & Martin, 2008).
Saluran cerna selalu memiliki daya gerak. Pada sistem pencernaan makanan
terdapat dua daya gerak, yaitu cara digestif dan cara interdigestif. Daya gerak
interdigestif dicirikan oleh pola siklus yang terdiri dari empat fase, yaitu :
4
Fase I : periode tidak ada kontraksi;
Fase III : periode kontraksi tetap pada frekuensi maksimal yang bermigrasi
secara distal;
Siklus lengkap yang mencakup keempat fase memiliki durasi rata-rata 90-120
menit pada manusia dan anjing. Kondisi tertentu seperti pertumbuhan bakteri,
ketegangan mental, dan variasi siang hari atau kombinasinya dapat
mempengaruhi durasi masingmasing fase dan juga siklus total (Chien, 1992).
Setiap sistem lepas lambat yang menghantarkan zat aktif dan didesain
untuk tinggal di dalam saluran cerna selama keadaan puasa hendaknya mampu
menghindari kerja fase III. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan waktu
tinggal zat aktif dalam saluran cerna (Chien, 1992).
Bentuk sediaan padat dapat tinggal di lambung pada kondisi puasa selama
kira-kira 0-120 menit, bergantung pada kedekatan waktu pencernaan aktivitas
fase III berikutnya. Selama fase I, ketika minim kontraksi, cairan atau solid tidak
bergerak atau sedikit bergerak di dalam usus halus. Sebaliknya, pada fase II dan
III, aliran bahan dalam pembuluh usus halus menjadi semakin cepat. Selain itu
terjadi pemisahan cairan dan solid; cairan cenderung bermigrasi selama fase II
5
dan solid selama fase III. Aktivitas motor usus halus selama keadaan puasa
kemungkinan tidak cukup kuat untuk memindahkan solid (Chien, 1992).
Mayoritas bentuk sediaan yang diberikan secara oral dalam keadaan puasa
akan dikosongkan dalam waktu 90 menit. Pada saat kondisi kenyang, tablet dan
kapsul yang tidak terdisintegrasi akan tinggal dalam lambung selama 2-6 jam
dan baru mulai dikosongkan di permulaan keadaan puasa, sedangkan bentuk
sediaan terdisintegrasi dan partikel-partikel kecil dikosongkan bersama dengan
makanan. Waktu transit total makanan dan bentuk sediaan dari lambung sampai
katup ileosekal manusia kira-kira 3-6 jam dalam keadaan puasa, dan 6-10 jam
dalam keadaan kenyang (Chien, 1992).
6
1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi
persyaratan;
2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;
3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik;
4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan
5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan;
6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan
7. Bebas dari kerusakan fisik;
8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;
9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu
tertentu;
10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.
(Proceeding Seminar Validasi, Hal 26).
2. Bahan Tambahan
Pada umumnya tablet memerlukan bahan tambahan.
a. Bahan Pengisi (Diluent)
Zat inert yang ditambahkan dalam formulasi tablet yang dimaksudkan
untuk mencapai bobot tablet dan volume yang diinginkan, terutama untuk bahan
aktif dalam jumlah sedikit.
Bahan Pengisi yang sering digunakan:
Laktosa 65 – 85
Starch 1500 5 – 10
Amylum 11 - 14
PVP 2–5
Sukrosa 1–5
Na. Alginat 2 – 25
Pregelatinzed 2–5
Tragacanth 1–5
Amylum 5 – 10
Gelatin 1– 5
Metil Sellulosa 1– 5
8
d. Lubrikan
Penggolongan:
1. Lubrikan Sejati
Lubrikan yang mengurangi gaya gesekan antara partikel pada waktu
kompresi dan pengeluaran tablet dari die.
Lubrikasi bekerja dengan 2 mekanisme:
Lubrikan Cairan
Dimaksudkan untuk memberikan lapisan pada dua permukaan.
Ikatan polar dari partikel dengan rantai karbon pada
permukaan logam dinding die.
Berdasarkan Kelarutannya:
Lubrikan yang larut dalam air.
Pada umumnya dipakai untuk tablet yang harus larut dalam air,
seperti tablet effervescent.
Lubrikan yang tidak larut dalam air.
Lebih aktif dari lubrikan yang larut dalam air.
Lubrikan yang sering digunakan:
Bahan Lubrikan
Nama Bahan Konsentrasi (%)
Stearat (Mg, Na, Ca) 0,25 – 2
Asam Stearat 0,25 – 2
Talkum 1–5
2. Anti Adheren
Zat yang dimaksudkan untuk memudahkan pengeluaran tablet dari
cetakan dan mencegah lekatan punch pada dinding cetakan.
Anti Adheren yang sering digunakan:
Bahan Anti Adheren
Nama Bahan Konsentrasi (%)
Talkum 1– 5
Cab-o-sil 1– 3
Amylum Maydis 3 – 10
3. Glidan
Zat yang digunakan untuk memperbaiki aliran serbuk ke dalam cetakan agar
memperoleh tablet yang memenuhi syarat.
Glidan yang sering digunakan:
Bahan Glidan
9
Amylum Maydis 5 – 10
Cab-o-sil 1–3
e. Bahan Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada tablet dimaksudkan untuk:
Membedakan dengan produk lain atau dosis yang berbeda, terutama
untuk bahan obat yang bersifat beracun.
Menutupi warna yang tidak baik atau tidak dapat diaduk sampai
homogen.
Meningkatkan daya tarik atau penampilan.
Contoh bahan pewarna yang sering digunakan : Carmine, Riboflavin
Sulfat, FD dan C Yellow No.10, FD dan C Red Nol.3, Carramel,
Tartrazine.
f. Pewangi
Biasanya ditambahkan untuk formula tablet hisap atau tablet kunyah
sebagai penambah wangi. Contoh: Cherry, Apple, Lemon.
g. Pemanis
Digunakan untuk megurangi rasa tidak enak (pahit), dan biasanya
ditambahkan terutama pada tablet kunyah. Contoh: Glyserin, Lactose,
Sorbitol, Sucrose.
h. Pengawet
Digunakan untuk mencegah terjadinya perubahan mutu yang tidak
baik. Contoh: Methyl paraben, Prophyl paraben, Nipagin.
i. Adsorben
Digunakan untuk mengadsorpsi cairan yang ditambahkan pada formula
tablet. Contoh: Bentonite, Kaoline, Sellulosa, Microcrystalin.
10
b. Tablet Kempa Multi/Kempa Ganda
Adalah tablet konvensional yang dikompresi lebih dari satu
siklus kompresi tunggal sehingga tablet akhir tersebut terdiri atas 2 atau
lebih lapisan. Disebut juga sebagai tablet berlapis. Keuntungannya dapat
memisahkan zat aktif yang inkompatibel (tidak tersatukan).
h. Tablet Efervesen
Tablet kempa yang jika berkontak dengan air menjadi berbuih
karena mengeluarkan CO2.Tablet ini harus dilarutkan dalam air baru
diminum.
i. Tablet Kunyah
11
Tablet kempa yang mengandung zat aktif dan eksipien yang harus
dikunyah sebelum ditelan.
≤ 25 mg 15% 30%
d. Keseragaman Kandungan
1. Untuk Bahan Aktif < 50 % ; 50 mg.
1. Untuk Tablet Salut, syaratnya:
Terima jika ≤ 100 %, 85-115 %, Standar Deviasi ≤ 6 %
Jika di dalam tablet hanya 75-125 %, Standar Deviasi > 6 %
Terima jika tidak lebih 1 tablet 85-115 %, Standar deviasi ≤ 7,8 %
e. Waktu Hancur
Untuk bahan aktif yang mudah larut, syaratnya:
Semua tablet harus sempurna, bila 1 atau 2 tablet tidak hancur sempurna,
ulangi pengujian dengan 12 tablet lain. Tidak kurang dari 16 atau 18 tablet
uji harus sempurna.
f. Laju Dissolusi
Untuk obat yang kelarutan bahan aktifnya terbatas.
12
Jumlah persen atau banyaknya serpihan yang terlepas, kepingan, retak,
sumbing, terutama pada waktu tablet akan dilepas.
h. Kekerasan
Kekerasan tablet yang baik adalah untuk tablet kecil 4 – 5 Kg/cm dan untuk
tablet besar 7 – 11 Kg/ cm 2.
i. Keseragaman Ukuran
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebal
tablet.
13
Jumlah bahan yang dimasukkan ke dalam cetakan yang akan
dicetak menentukan berattablet yang dihasilkan. Volume bahan yang
diisikan (granul dan serbuk) yang mungkin masuk kedalam cetakan harus
disesuaikan dengan beberapa tablet yang telah lebih dahulu dicetak
supayatercapai berat tablet yang diharapkan. Berat tablet juga tergantung
pada tekanan yang diberikanpada waktu pencetakan tablet (Ansel, dkk.,
1995).Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya
penyimpangan bobot tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet
sesuai syarat yang ditentukan dalam Farmakope Indonesia.
e. Kekerasan tablet
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta
tahan atas kerapuhanagar dapat bertahan terdapat berbagai guncangan
mekanik pada saat pembuatan, pengepakan danpengiriman.Kekerasan
merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan daya tahan tablet
terhadap guncangan mekanik selama pengemasan dan pengiriman yang
ditunjukkan dengan adanya kikisan dan pecahan. Tablet umumnya
mempunyai kekerasan antara 4-8 kg (Parrott, 1971).
f. Kerapuhan tablet
Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam
pengikisan dan guncangan.Besaran yang dipakai adalah persen bobot
yang hilang selama pengujian dengan alat friabilator.Faktor-faktor yang
mempengaruhi kerapuhan antara lain banyaknya kandungan serbuk
(fines).Kerapuhan di atas 1,0% menunjukkan tablet yang rapuh dan
dianggap kurang baik.
14
Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas
lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap
tinggal/dipertahankan di lambung, yang disebut dengan gastroretentive drug
delivery system (GRDDS). GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan
penghantaran obat-obat yang memiliki kriteria: untuk aksi lokal di lambung,
diabsorbsi secara cepat dan baik di lambung, tidak stabil dan terdegradasi di
dalam saluran intestinal/kolon, kelarutannya rendah pada pH alkalis, memiliki
waktu eliminasi yang pendek serta memiliki indeks terapi yang sempit (Rocca et
al., 2003).
15
kondisi lambung dan obat dilepaskan perlahan dari sediaan pada kecepatan yang
diinginkan (Anonim, 2003).
1. Non-Effervescent system
Sistem ini biasanya menggunakan matriks yang memiliki daya
pengembangan tinggi seperti selulosa, jenis hidrokoloid, polisakarida dan
polimer seperti polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren. Salah
satu cara formulasi bentuk sediaan sistem mengapung ini yaitu dengan
mencampur zat aktif dengan gel hidrokoloid. Hidrokoloid akan mengembang
ketika kontak dengan cairan lambung setelah pemberian oral, tinggal dengan
bentuk yang utuh dan memiliki bulk density yang lebih kecil dari kesatuan
lapisan luar gel. Struktur gel bertindak sebagai reservoir obat yang akan
dilepaskan perlahan dan dikontrol oleh difusi melalui lapisan gel (Anonim,
2003).
2. Effervescent system
Sistem ini diformulasi menggunakan polimer yang dapat mengembang
seperti methocel, polisakarida, kitosan ditambah dengan komponen
effervescent, seperti natrium bikarbonat dan asam sitrat atau asam tartrat.
Matriks akan membentuk gel ketika kontak dengan cairan lambung,
kemudian terbentuklah gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari
sistem effervescent. Gas tersebut akan terperangkap dalam
gelyfiedhydrocolloid yang mengakibatkan tablet akan mengapung,
16
meningkatkan pergerakan sediaan, sehingga akan mempertahankan daya
mengapungnya (Anonim, 2003).
Formula
17
Sodium
- - 15 mg -
Alginate
BAB III
PRAFORMULASI
1. Ranitidin (USP 2)
18
berwarna putih sampai kuning pucat, praktis tidak
berbau. Sangat mudah larut dalam air, agak sukar
larut dalam alkohol. Larutan 1% dalam air
mempunyai pH 4,5-6,0. Penyimpanan (serbuk) :
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya
Pemerian : serbuk putih tidak berbau dan tidak memiliki rasa, larut
dalam air
Kelarutan : larut dalam air dingin, praktis tidak larut dala kloroform,
etanol, dan eter, tetapi tidak larut dalam campuran etanol
dan diklorometan, dalam campuran metanol dan
diklorometan, dan campuran air dan alkohol
Stabilitas : stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup baik
ditempat sejuk dan kering
OTT : inkompatibel dengan agen pengoksidasi, jika non ionic
maka tidak akan membentuk kompleks dengan garam
metalik, atau ion organik menjadi endapan yang tidak larut.
Tidak boleh dicampur dengan bahan yang mengandung
aspirin, beberapa vitamin garam-garam alkaloid.
Fungsi : penyalut tablet, pengikat tablet, stabilizing tablet, agen
peningkat viskositas
19
3. Xanthan Gum
Nama Resmi : Xanthan Gum
Nama Lain : Jagung Gula Permen
Karet Pemerian : serbuk putih Rumus molekul : C35H49O29
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah terlindung cahayai,
tertutup baik, tempat kering dan sejuk.
Kegunaan : Zat tambahan
4. Na CMC
Nama Resmi : Natrium Carboxymetyl Celullosa
Nama Lain : Na CMC
Pemerian : berbentuk tepung, putih, bersih
Berat molekul : 265.204
Rumus molekul : C8H16NaO8
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Kegunaan : Sebagai
pengental
5. Magnesium Stearat
20
Kelarutan : praktis tidak larut dalam dilute acids and alkalis,
pelarut organik dan air
Ph : 6,5 -10 untuk dispersi 20% b/v
Stabilitas dan Penyimpanan : Stabil, dapat disterilkan dengan
pemanasan pada suhu 160°C tidak lebih
dari sejam, juga dapat disterilkan
dengan otilen oksida atau penyinaran
gamma.
OTT : Senyawa ammonium kuatener
21
Nama resmi : NATRII KARBONAS
Nama lain : Natrium Karbonat
Rumus kimia : Na2CO3
Berat molekul : 106
Pemerian : hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih
Kelarutan : mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih
Kegunaan : sebagai zat tambahan.
Talk 10 mg Pengisi
Bahan Jumlah Kegunaan
Aerosil 4 mg Pelicin
Bahan Jumlah (mg) Kegunaan
Magnesium Stearat 4 mg Lubrikan
Famotidine 40 mg Zat aktif
Talk 8 mg Pengisi
Sodium bikarbonat 20 mg Bahan Efervecent
MCC 124 mg Pengisi
Citrit acid 4 mg Bahan Effervecent
Talk 4 mg Pengisi
Manitol 10 % Pelicin
Laktosa 80 mg Pengisi
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
Dimana ;
F = total vertical force /total gaya vertikal
Df = fluid densit / densitas cairan
Ds = object density / densitas objek (obat)
v = volume dan,
g = acceleration due to gravity
26
pelepasan obat dari sistem sediaan. Adanya udara yang terperangkap
dalam polimer yang mengembang akan menurunkan bobot jenis sehingga
mikrosfer dapat mengapung.
Sistem ini merupakan pilihan yang baik karena dapat mengurangi
variabilitas pada absorbsi dan mengurangi kemungkinan dosis dumping
(konsentrasi obat meningkat sehingga menghasilkan toksisitas obat).
27
4.4 Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat Floating
28
aktivitas osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama
penyalutan. MCC, pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih
tinggi dan kemampuan desintegrasi, mengakibatkan robeknya penyalutan
dan desintegrasi tablet, CO 2 tidak berakumulasi pada penyalutan dan lepas
melalui lapisan film yang robek, sehingga floating tidak terjadi.
29
Uji disolusi yang dilakukan untuk evaluasi bentuk sediaan
floating system berbeda dengan sediaan konvensional, baik dari
segi alat maupun lamanya proses disolusi. Salah satu metode
disolusi untuk sediaan floating yang sangat baik, seperti yang
dipublikasikan oleh Gohel et al., 2004. Dalam uji disolusi
floating ini, digunakan gelas beker yang dimodifikasi dengan
menambahkan suatu saluran tempat sampling yang menempel
pada dasar bekerglass. Medium yang digunakan disesuaikan
dengan keadaan dilambung baik pH, jumlah cairan maupun
kecepatan motilitas lambung (Gohel et al., 2004).
7. Uji Floating
Pengamatan sifat mengembang dan mengapung dilakukan secara
visual, dengan cara tablet dimasukkan dalam beker gelas 100 mL yang
berisi larutan HCl pH 3,0 kemudian diamati sifat pengembangan dan
pengapungannya selama 5 jam.
30
8. Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating
Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating digunakan
keranjang stainless steel dihubungkan dengan tali logam dan
digantungkan pada neraca elektronik asartorius. Benda yang
mengapung dimasukkan pada affixed penangas air yang ditutup untuk
mencegah penguapan air. Gaya mengapung ke atas diukur dengan
neraca dan data ditransmisikan pada PC melalui interfase RS232C
menggunakan program sarto wedge.
31
Besar dan arah gaya dan berat resultan sesuai dengan jumlah vektorial
dari keterapungan (F apung) dan gaya gravitasi (F grav) yang bekerja
pada objek seperti pada persamaan :
F = F apung – F grav
F = d f g V – d s g V = ( d f – d s ) gV
F = (d f – M / V) gV
Dimana;
d s = densitas objek
M = massa objek
V = Volume objek
32
Berat resultan (+) menandakan bahwa gaya F diberikan ke atas dan
objek itu mampu mengambang. Sedangkan berat resultan (-) berarti
bahwa gaya F ke bawah dan benda tenggelam.
Persimpangan dari garis dasar nol oleh kurva berat resultan dari (+)
terhadap nilai-nilai (-) menunjukkan transisi dari bentuk sediaan
dari kondisi floating ke non floating. Perpotongan garis pada
sumbu waktu sesuai dengan waktu floating bentuk sediaan.
12. Radiology
Metode ini sebagai evaluasi preklinis dari gastroretentivity. Lebih
unggul dibandingkan γ- Scintigraphy karena lebih sederhana dan
lebih murah. Bahan pengkontras biasanya digunakan Barium sulfat.
13. Gastroscopy
33
Endoskopi oral menggunakan fiberoptic dan video. Digunakan
untuk memeriksa secara visual efek memperlambat waktu
tinggal FDDS dalam lambung.
34
MICARD yg tersedia di pasaran dengan menggunakan kelinci. Kurva
konsentrasi plasma dengan waktu pada pemberian kapsul floating SR
menunjukkan durasi yang lebh lama (16 Jam) dibandingkan dengan kapsul
MICARD konvensional (8 Jam).
3. Peningkatan Absorbsi
Obat yang memiliki bioavailablitas rendah karena tapak absorbsi khusus dari
bagian atas GIT adalah kandidat potensial untuk diformulasikan sebagai
FDDS sehingga memaksimalkan absorbsinya.
Misalnya pada bentuk sediaan floating dapat dicapai peningkatan
bioavailabilitas yg signifikan (42,9%) dibandingkan dengan sediaan tablet
LASIX yang tersedia di pasaran (33,4%) dan produk salut enterik LASIX-
long (29,5%).
35
sepenuhnya diabsorbsi dari sediaan floating jika tetap dalam bentuk
larutan bahkan pada pH basa dari usus.
4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu tinggal obat yang
singkat seperti keadaan diare, absorbsi obat yang sedikit
diharapkan. Pada keadaan seperti ini mungkin menguntungkan
untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung pada lambung untuk
mendapatkan respon yang lebih baik.
36
37
BAB V
KESIMPULAN
1. Sistem ini tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan
karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama.
2. Dapat memaksimalkan absorbsi obat yang memiliki bioavailabilitas
yang rendah.
3. Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal ataupun
obat yang diabsorbsi di lambung seperti antasida.
4. Menguntungkan untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya)
yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.
DAFTAR PUSTAKA
38
Chawla, G. (2003). A means to address regional variability in intestinal drug absorption.
Pharm tech, 27, 50–68.
Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., & Bariya, N. H. (2004). A More Relevant
Dissolution Method for Evaluation of a Floating Drug Delivery System.
dissolutiontech, 11, 22–26.
Maheta, H., Patel, M., Patel, K., & Patel, M. (2014). Review: An Overview on Floating
Drug Delivery System. PharmaTutor, 2(3), 61–71.
Timmermans, J., & Moës, A. J. (1990). How well do floating dosage forms float?
International Journal of Pharmaceutics, 62(2–3), 207–216. doi:10.1016/0378-
5173(90)90234-U
39