Vous êtes sur la page 1sur 37

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat
progresif dan mempengaruhi aktivitas sosial dan okupasi yang normal juga
aktivitas kehidupan sehari-hari(AKS). Penyakit meningkatkan gejala
demensia antara lain adalah penyakit Alzheimer, masalah vaskular seperti
demensia multiinfark, hidrosefalus, tekanan normal, penyakit parkinson,
alkoholisme kronis, penyakitPick, penyakit Huntington, dan acquired immune
deficiency syndrome (AIDS).
Sedikitnya setengah dari seluruh penghuni panti jompo menderita
demensia. Diperkirakan bahwa 4 juta penduduk Amerika menderita penyakit
Alzheirmer dan pada tahun 2050 akan ada 14 juta orang di AmerikaSerikat
yang menderita penyakit tersebut. Penyakit Alzheimer sendiri menghabiskan
biaya Amerika Serikat sekitar $ 90 miliar per tahun untuk tagihan medis,
biaya perawatan jangka panjang, dan hilangnya produktivitas. Demensia
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menghabiskan biaya, tetapi
tantangan gejala demensia menimbulkan kualitas hidup, stress, pemberi
perawatan, dan pemeliharaan martabat manusia dan mungkin mencerminkan
beban kemanusiaan lebih dari yang dapat diperbaiki perawat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dimensia?
2. Apa epidemiologi dimensia?
3. Bagaimana klasifikasi dimensia?
4. Bagaimana sub tipe dimensia?
5. Bagaimana tahapan-tahapan dimensia?
6. Bagaimana skrinning dan diagnosis dimensia?
7. Apakah faktor resiko dan prevensi dimensia?

1
C. Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui dimensia secara umum dan mempelajari tentang
asuhan keperawatan dengan dimensia.
2. Khusus
a. Mengetahui definisi dimensia
b. Mengatahui epidemiologi dimensia
c. Mengetahui klasifikasi dimensia
d. Mengetahui sub tipe dimensia
e. Mengetahui tahapan-tahapan dimensia
f. Mengetahui skrinning dan diagnosis dimensia
g. Mengetahui faktor resiko dan prevensi dimensia

2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Demensia
1. Definisi Demensia
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neuro degeneratif
yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas
disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas
belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak
terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan
kontrol emosi, perilaku, dan motivasi. Menurut International
Classification of Diseases 10 (ICD10). Penurunan memori yang paling
jelas terjadi pada saat belajar informasi baru, meskipun dalam. Pada kasus
yang lebih parah memori tentang informasi yang pernah dipelajari juga
mengalami penurun. Penurunan terjadi pada materi verbal dan non verbal.
Penurunan ini juga harus didapatkan secara objektif dengan mendapatkan
informasi dari orang – orang yang sering bersamanya, atau pun dari tes
neuropsikologi atau pengukuran status kognitif. Tingkat keparahan
penurunan dinilai sebagai berikut :
a. Mild
Tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu aktivitas sehari-
hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup mandiri.
Fungsi utama yang terkena adalah sulit untuk mempelajari hal baru.
b. Moderat
Derajat kehilangan memori merupakan hambatan serius untuk hidup
mandiri. Hanya hal – hal yang sangat penting yang masih dapat diingat.
Informasi baru disimpan hanya sesekali dan sangat singkat. Individu
tidak dapat mengingat informasi dasar tentang di mana dia tinggal, apa
telah dilakukan belakangan ini, atau nama-nama orang yang akrab.
c. Severe
Derajat kehilangan memori ditandai oleh ketidakmampuan lengkap
untuk menyimpan informasi baru. Hanya beberapa informasi yang

3
dipelajari sebelumnya yang menetetap. Individu tersebut gagal untuk
mengenali bahkan kerabat dekatnya.
Penurunan kemampuan kognitif lain ditandai dengan penurunan
penilaian dan berpikir, seperti perencanaan dan pengorganisasian, dan
dalam pengolahan informasi secara umum. Tingkat keparahan
penurunan, harus dinilai sebagai berikut.
d. Mild
Penurunan kemampuan kognitif menyebabkan penurunan kinerja dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi tidak pada tingkat ketergantungan individu
tersebut pada orang lain. Tidak dapat melakukan tugas sehari-hari yang
lebih rumit atau kegiatan rekreasi.
e. Moderat
Penurunan kemampuan kognitif membuat individu tidak dapat
melakukan aktivitasnya tanpa bantuan orang lain dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk belanja dan penanganan kebutuhan sehari - hari.
Dalam rumah, hanya tugas – tugas sederhana yang dipertahankan.
Kegiatan semakin terbatas dan keadaan buruk dipertahankan.
f. Severe
Penurunan ini ditandai dengan ada atau tidak adanya pemikiran
yang dapat dimengerti. Hal – hal tersebut tadi ada minimal 6 bulan baru
dapat dikatakan dementia. Tingkat keparahan keseluruhan demensia
dinyatakan melalui tingkat penurunan memori atau kemampuan
kognitif lainnya, dan bagian mana yang mengalami penurunan yang
lebih parah (misalnya ringan pada memori dan penurunan moderat
dalam kemampuan kognitif menunjukkan demensia keparahan
moderat).
Pada dementia harus tidak didapatkan delirium. Selain itu, pada
demensia terjadi penurunan pengendalian emosi atau motivasi, atau
perubahan perilaku sosial, bermanifestasi sebagai berikut ( setidaknya
ada salah satu ).
1) Emosi yang labil
2) Lekas marah

4
3) Apatis
4) Perilaku sosial yang kasar
Menurut PPDGJ – III, Demensia merupakan suatu sindrom akibat
penyakit gangguan otak yang biasanya bersifat kronik – progresif,
dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multiple (
multiple higher cortical function ), termasuk di dalamnya
1) Daya ingat
2) Daya piker
3) Orientasi
4) Daya tangkap ( comprehension )
5) Berhitung
6) kemampuan belajar
7) Berbahasa
8) Daya nilai ( judgement )
Umumnya disertai dan ada kalanya diawali dengan kemrosotan
(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi
hidup.
Pedoman diagnostik demensia menurut PPDGJ III:
1) Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang
sampai mengganggu kegiatan harian seseorang ( personal activities
of daily living ) seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri,
buang air besar dan kecil
2) Tidak ada gangguan kesadaran ( clear consiousness )
3) Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.
2. Penyebab Timbulnya Demensia
Demensia juga dapat muncul pada individu yang mengalami
delirium, dan hal ini sering bertumpang tindih dengan demensia.9
Delirium adalah sindrom otak organik karena gangguan fungsi atau
metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat
metabolisme otak. Gejala utama ialah kesadaran yang menurun. Gejala –
gejala lain ialah penderita tidak mampu mengenal orang dan
berkomunikasi dengan baik, ada yang bingung atau cemas, gelisah dan

5
panik, ada pasien yang terutama berhalusinasi dan ada yang hanya
berbicara komat – kamit dan inkoheren. Onset biasanya mendadak, sering
dalam beberapa jam atau hari. Delirium sering dapat ditelusuri ke salah
satu atau lebih faktor yang berkontribusi, seperti penyakit medis yang
parah atau kronis, obat-obatan, infeksi, trauma kepala, operasi, obat atau
alkohol. 9-12 Beberapa penyakit lain yang dapat menyebabkan demensia
di rangkum sebagai berikut.
Penyakit yang Menyebabkan Demensia diantaranya adalah:
Penyakit parenkim SSP
1) Penyakit Alzheimer ( demensia degeneratif primer )
2) Penyakit Pick ( demensia degeneratif primer )
3) Korea Huntington
4) Penyakit Parkinson*
5) Sklerosis multiple
Gangguan sistemik
1) Gangguan endokrin dan metabolik
a) Penyakit tiroid*
b) Penyakit paratiroid*
c) Gangguan pituitaria – adrenal*
d) Keadaan pasca – hipoglikemia
2) Penyakit hati
a) Ensefalopati hepatik kronik progesif*
3) Penyakit saluran kemih
a) Ensefalopati uremik kronik*
b) Ensefalopati uremik progesif ( demesia dialisis )*
4) Penyakit kardiovaskuler
a) Hipoksia atau anoksia srebral*
b) Demensia multi – infark*
c) Aritmia kardiak*
d) Penyakit radang pembuluh darah*
5) Penyakit paru – paru
a) Ensefalopati respiratorik*

6
Keadaan defisiensi
1) Defisiensi sianokobalamin*
2) Defisiensi asam folat*
Obat dan toksin
Tumor intracranial* dan trauma serebri*
Proses infeksi
1) Penyakit Creutzfeldt – Jakob*
2) Maningitis kriptokok*
3) Neurisifilis*
4) Tuberkulosis dan meningitis fungi*
5) Ensefalitis virus
6) Gangguan terkait dengan virus imunodefisiensi human (HIV)
seperti SIDA dan Kelompok penyakit terkait dengan SIDA
[AIDS – related kompleks ( ARCI)
Gangguan aneka ragam
1) Degenerasi hepatolentikular*
2) Demensia hidrosefalik*
3) Sarkoidosis*
4) Hidrosefalus bertekanan normal*
Ket : *keadaan diperlukan untuk pemberian terapeutik spesifik.
Sebuah sindrom di mana timbul gejala seperti demensia pada penyakit jiwa
fungsional disebut psudodementia. Depresi adalah salah satu penyakit jiwa
fungsional yang harus disingkirkan dalam mendiagnosis demensia. Perbedaan
demensia, delirium dan depresi ada pada tabel 1.
Delirium Demensia Depresi
Onset Akut Kronis dan Bertepatan
berbahaya dengan perubahan
hidup, kadang-
kadang tiba-tiba
Kewaspadaan Perubahan tingkat mungkin Mungkin
kesadaran. Kewaspadaan bervariasi bervariasi
dapat berfluktuasi

7
Perilaku Berfluktuasi, letargi atau Mungkin Perilaku
motorik hiperaktif bervariasi psikomotor dapat
gelisah,
terbelakang atau
terpengaruh
Perhatian Gangguan dan Biasanya normal Biasanya normal,
berfluktuasi tetapi mungkin
terganggu
kesadaran Gangguan, dikurangi Jelas Jelas
lamanya Jam Bulan sampai Setidaknya dua
tahun minggu sampai
beberapa bulan
Progression Tiba-tiba Lambat tapi bervariasi
stabil
orientasi Berfluktuasi dalam Mungkin Mungkin
tingkat keparahan, terganggu disorientasi
biasanya terganggu selektif
memory Terbaru dan segera Terbaru dan Gangguan selektif
gangguan
memori lama

Delirium Dementia Depression


Pikir Disorganisasi, terdistorsi, Kesulitan dengan Utuh, tapi
koheren, lambat atau abstraksi, fungsi mungkin
dipercepat berpikir menurun, menyuarakan
Kesulitan kesulitan keputusasaan dan
menemukan kata- depresiasi diri
kata, penilaian
buruk
Persepsi Terdistorsi, ilusi, delusi Mispersepsi, Utuh, delusi,
dan halusinasi, kesulitan sering absen halusinasi absen
membedakan realitas kecuali pada

8
kasus yang berat
Stability Variabel, jam ke jam cukup Stabil beberapa
variabilitas
Emosi Irritable, agresif, taku Labil. Apatis, Flat, tidak
Irritable responsif, atau
sedih, mungkin
mudah
tersinggung
Tidur kebingungan nocturnal Sering terganggu; Dini hari
berkeliaran kebangkitan
malam hari dan
kebingungan
Gambaran Penyebab fisik mungkin Riwayat
Lain tidak jelas Gangguan Mood

Sumber : Royal Australian College of General Practitioners. Comparison of


Delirium, Dementia, and Depression. Australian : Curtin University of
Technology, 2006.
3. Demensia pada Lanjut Usia
Semakin bertambahnya usia, energi pelan – pelan berkurang, reaksi
terhadap kejadian di sekitarnya lambat, daya kreatif dan inisiatif
berangsur – angsur menyempit, penurunan memori dan penurunan fungsi
kognitif dapat mengganggu rutinitas sehari-hari. Bentuk paling ringan,
terkait usia adalah gangguan memori ditandai dengan pengakuan tentang
dirinya sendiri telah kehilangan memori dan pada test memori
menunjukan penurunan objektif dibanding dengan dewasa muda.10,16
Sekitar 10 % dari orang berusia 65 tahun atau lebih mengalami penurunan
kognitif, dan hampir 15 % menjadi Alzheimer pada setiap tahun.Pada
proses penuaan memori yang mengalami penurunan terutama pada
memori jangka pendek dan memori tentang masa lalunya.
Penelitian “ The cognitive neuroscience of human aging “, yang
mengandalkan sebagian besar pada teknik neuroimaging, berkaitan

9
dengan perubahan kognitif pada saraf, termasuk perubahan struktural dan
fungsional di korteks prefrontal, daerah lobus mediotemporal dan traktus
saraf telah menemukan beberapa hal tentang proses penuaan pada anatomi
otak. Perubahan saraf terkait usia dalam post-mortem dan in vivo, otak
dewasa yang lebih tua cenderung memiliki volume substansia grisea yang
lebih rendah dari daripada otak dewasa muda usia 21, 22 tahun.
Penurunan volume ini tampaknya bukan dari kematian sel, tetapi lebih
karena kepadatan sinaptik yang lebih rendah, pada dewasa usia lebih dari
23 tahun. Kepadatan synaps neokortikal terus menurun antara usia 20 dan
100, dan terus meluas. Densitas sinaptik pada orang tua yang tidak
demensia suatu saat akan mencapai penurunan densitas, seperti yang
terlihat pada penyakit Alzheimer saat usia 130.
Semakin bertambahnya usia volume otak pada usia lanjut
mengalami perubahan. Namun, perubahan volume pada regio yang satu
dengan yang lain tidak seragam, seperti prefrontal korteks ( PFC ) dan
struktur medial temporal, yang terutama dipengaruhi oleh proses penuaan
normal atau patologis, dan daerah lainnya, seperti korteks oksipital, masih
tersisa dan relatif tidak terpengaruhi.18 Atrofi hippocampus dan
neokorteks sangat terkait dengan demensia pada segala usia. Plak neuritik
dan penipisan neurofibrillary sangat terkait dengan demensia pada usia 75
tahun, tetapi hubungan itu kurang kuat di 95 tahun. Perbedaan antara
lansia muda dan lansia tua diamati pada kedua hippocampus dan
neokorteks, meskipun efeknya kurang mencolok pada penipisan
neurofibrillary neokorteks.

B. Epidemiologi
Pada umumnya 40% penderita demensia berada di atas usia 65
tahun dengan angka insidens 187/100.000/tahunnya. Untuk demensia tidak
ada perbedaan antara pria dan wanita sedangkan untuk demensia
Alzheimer lebih banyak wanita dengan rasio 1,6. Insiden demensia
Alzheimer sangat berkaitan dengan umur, 5% dari populasi berusia di atas
65 tahun di Amerika dan Eropa merupakan penderita Alzheimer, dan ini

10
sesuai dengan makin banyak populasi orang tua di Amerika Serikat dan
Eropa, maka makin tua populasinya makin banyak kasus AD, dimana pada
populasi berusia 80 tahun didapati 50% penderita AD (Sjahrir,1999).
Konsensus Delphi mempublikasi bahwa terdapat peningkatan
prevalensi demensia sebanyak 10% dibandingkan dengan publikasi yang
sebelumnya. Diperkirakan terdapat 35,6 juta orang dengan demensia pada
tahun 2010 dengan peningkatan dua kali lipat setiap 20 tahun, menjadi
65,7 juta di tahun 2030 dan 115,4 juta di tahun 2050. Di Asia Tenggara
jumlah orang dengan demensia diperkirakan meningkat dari 2,48% di
tahun 2010 menjadi 5,3% pada tahun 2030 (Ferri dkk, 2005).
Data dari BAPPENAS 2013, angka harapan hidup di Indonesia
(laki-laki dan perempuan) naik dari 70,1 tahun pada periode 2010-2015
menjadi 72,2 tahun pada periode 2030-2035. Hasil proyeksi juga
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun ke
depan akan mengalami peningkatan dari 238,5 juta pada tahun 2010
menjadi 305,8 juta pada tahun 2035. Jumlah penduduk berusia 65 tahun
keatas akan meningkat dari 5,0% menjadi 10,8% pada tahun 2035.
C. Klasifikasi Demensia (Sjahrir, 1999)
Demensia terbagi atas 2 dimensi:
1. Menurut umur, terbagi atas:
a. Demensia senilis, onset > 65 tahun
b. Demensia presenilis, onset < 65 tahun
2. Menurut level kortikal:
a. Demensia kortikal
b. Demensia subkortikal
Klasifikasi lain berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi
anatomisnya:
1. Anterior : Frontal premotor cortex
Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.
2. Posterior: lobus parietal dan temporal
Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour
relatif baik.

11
3. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.
4. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.
D. Subtipe Demensia (Ong dkk, 2015)
1. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer masih merupakan penyakit neurodegeneratif
yang tersering ditemukan (60-80%). Karakteristik klinis berupa
penurunan progresif memori episodik dan fungsi kortikal lain.
Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit.
Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas hidup
keseharian menyusul gangguan memori episodik mendukung diagnosis
penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama lansia (>65 tahun)
walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda. Diagnosis
klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%)
walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang
menunjukkan adanya plak neuritik (deposit β-amiloid40 dan
βamiloid42) serta neurofibrilary tangle (hyperphosphorylated protein
tau). Saat ini terdapat kecenderungan melibatkan pemeriksaan
biomarka pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI) struktural
dan fungsional serta pemeriksaan cairan otak (β-amiloid dan protein
tau) untuk menambah akurasi diagnosis (Ong dkk, 2015).
2. Demensia Vaskuler
Vascular Cognitive Impairment (VCI) merupakan terminologi
yang memuat deficit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi
ringan sampai demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko
vaskuler (Ong dkk, 2015). Demensia vaskuler adalah penyakit
heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk infark tunggal,
demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan,
gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran
(penyakit Alzheimer dan stroke/lesi vaskuler). Faktor risiko mayor
kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian aterosklerosis dan VaD.
Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya stroke akut yang
merupakan faktor risiko untuk terjadinya VaD. Cerebral Autosomal

12
Dominant Arteriopathy with Subcortical Infarcts and
Leucoensefalopathy (CADASIL), adalah bentuk small vessel disease
usia dini dengan lesi iskemik luas pada white matter dan stroke lakuner
yang bersifat herediter (Ong dkk, 2015).
3. Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering
ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus autopsi demensia menemui
kriteria demensia ini. Gejala inti demensia ini berupa demensia dengan
fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan terjadi pada
awal perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang
mendukung diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope,
sensitif terhadap neuroleptik, delusi, dan atau halusinasi modalitas lain
yang sistematik. Juga terdapat tumpang tindih dengan temuan patologi
antara DLB dengan penyakit Alzheimer. Namun secara klinis orang
dengan DLB cenderung mengalami gangguan fungsi eksekutif dan
visuospasial sedangkan performa memori verbalnya relatif baik jika
dibanding penyakit Alzheimer yang terutama mengenai memori verbal
(Ong dkk, 2015).
Demensia Penyakit Parkinson/Parkinson Disease Dementia (PDD)
adalah bentuk demensia yang juga sering ditemukan. Prevalensi
demensia pada penyakit Parkinson 23-32% enam kali lipat dibanding
populasi umum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB
dan PDD. Pada DLB, awitan demensia dan Parkinsonism harus terjadi
dalam satu tahun sedangkan pada PDD gangguan fungsi motorik terjadi
bertahun-tahun sebelum demensia (10-15 tahun) (Ong dkk, 2015).
4. Demensia Frontotemporal
Demensia Frontotemporal/Frontotemporal Dementia (FTD) adalah
jenis tersering dari Demensia Lobus Frontotemporal/ Frontotemporal
Lobar Dementia (FTLD). Terjadi pada usia muda (early onset
dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8–
56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku dan
atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang

13
menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi perilaku
disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan simpati/empati, perseverasi,
stereotipi atau perilaku kompulsif/ritual, hiperoralitas/perubahan diet
dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan memori dan
visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi (Ong dkk, 2015).
Pada pemeriksaan Computed Tomography (CT) atau MRI
ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior temporal dan
hipoperfusi frontal atau hipometabolisme pada Single-photon
Emmision Tomography (SPECT) atau Positron Emission Tomography
(PET). Dua jenis FTLD lain yaitu Demensia Semantik dan Primary
Non-Fluent Aphasia (PNFA), dimana gambaran disfungsi bahasa
adalah dominan disertai gangguan perilaku lainnya. Kejadian FTD dan
Demensia Semantik masing-masing adalah 40% dan kejadian PNFA
sebanyak 20% dari total FTLD (Ong dkk, 2015).
5. Demensia Tipe Campuran
Koeksistensi patologi vaskular pada penyakit Alzheimer sering
terjadi. Dilaporkan sekitar 24-28% orang dengan penyakit Alzheimer
dari klinik demensia yang diautopsi. Pada umumnya pasien demensia
tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih
sering. Patologi penyakit Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan
penyakit Alzheimer dan 50% orang dengan DLB memiliki patologi
penyakit Alzheimer (Ong dkk, 2015).
E. Tahapan Dimensia
Stadium I / awal : Berlangsung 2-4 tahun dan disebut stadium
amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktivitas spontan
menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa
hal baru yang dialami, dan tidak menggangu aktivitas rutin dalam keluarga
(Stanley, 2007).
Stadium II / pertengahan : Berlangsung 2-10 tahun dan disebut fase
demensia. Gejalanya antara lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia).
Penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga
penderita tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, gangguan

14
kemampuan merawat diri yang sangat besar, gangguan siklus tidur, mulai
terjadi inkontinensia, tidak mengenal anggota keluarganya, tidak ingat
sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada
gangguan visuospasial yang menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungan (Stanley, 2007).
Stadium III / akhir : Berlangsung 6-12 tahun. Penderita menjadi
vegetatif, tidak bergerak dengan gangguan komunikasi yang parah
(membisu), ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman,
gangguan mobilisasi dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan, kaku
otot, gangguan siklus tidur-bangun, dengan peningkatan waktu tidur, tidak
bisa mengendalikan buang air besar atau kecil. Kegiatan sehari-hari
membutuhkan bantuan orang lain dan kematian terjadi akibat infeksi atau
trauma (Stanley, 2007).
F. Skrining dan Diagnosis
1) Skrining
Individu yang harus dievaluasi untuk demensia adalah
individu dengan keluhan kognitif yang progresif atau dengan
perilaku yang sugestif suatu demensia serta pasien yang walaupun
belum memiliki keluhan subjektif, tetapi pengasuh atau dokter
mencurigainya sebagai suatu gangguan kognitif (Ong dkk, 2015).
Saat ini sudah ada bukti yang cukup untuk skrining orang
dengan demensia pada usia lanjut. Atas dasar itu US Preventive
Services Task Force (USPSTF) dan UK National Institute for
Health and Clinical and Health Excellence merekomendasikan
untuk menskrining demensia pada populasi (Boustani dkk, 2003).
Evaluasi demensia terutama ditujukan pada orang dengan
kecurigaan gangguan kognitif yaitu dalam keadaan sebagai berikut:
a. Subjek dengan gangguan memori dan gangguan kognitif,
baik yang dilaporkan oleh pasien itu sendiri maupun oleh
yang lainnya
b. Gejala pikun yang progresif

15
c. Subjek yang dicurigai memiliki gangguan perilaku saat
dilakukan pemeriksaan oleh dokter pada saat pemeriksaan,
walaupun subjek tidak mengeluhkan adanya keluhan
kognitif atau memori.
d. Subjek yang memiliki risiko tinggi demensia (adanya
riwayat keluarga dengan demensia) (Ong dkk, 2015).
2) Penilaian Demensia
Penilaian demensia harus dilakukan melalui evaluasi yang
komprehensif. Pendekatan yang dilakukan bertujuan untuk
diagnosis dini demensia, penilaian komplikasi dan penegakan
penyebab demensia (Ong dkk, 2015).
3) Diagnosis
Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosa
harus dibuat berdasarkan kriteria Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders-IV (DSM-IV) untuk demensia dengan
anamnesis yang didapatkan dari sumber yang terpercaya. Hal ini
harus didukung dengan penilaian objektif melalui bedside
cognitive tests dan/atau penilaian neuropsikologis (Ong dkk,
2015).
Pedoman DSM-IV sering digunakan sebagai gold standart
untuk diagnosis klinis demensia. Kriteria ini termasuk adanya
gangguan kognitif memori dan tidak adanya salah satu dari
gangguan kognitif seperti afasia, apraksia, agnosia dan gangguan
fungsi eksekutif (Ong dkk, 2015).
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V
(DSM-V) memakai kata Neurocognitive Disorder (gangguan
neurokognisi) dengan dua derajat keparahan yaitu gangguan
neurokognisi mayor untuk demensia dan gangguan neurokognisi
ringan untuk gangguan kognisi tidak demensia (Ong dkk, 2015;
Frances dkk, 2000). Pemeriksaan klinis yang komprehensif
meliputi ketiga domain kognisi, perilaku dan fungsi diperlukan
pada mereka yang dicurigai demensia, dengan tujuan membuat

16
diagnosis dini, mengakses komplikasi dan menentukan penyebab
demensia (Ong dkk, 2015).

G. Faktor Risiko dan Prevensi Demensia


Tindakan preventif harus dikerjakan karena diperkirakan bahwa
menunda awitan demensia selama lima tahun dapat menurunkan setengah
dari insiden demensia. Oleh sebab itu perlu pengetahuan tentang faktor
risiko dan bukti yang telah ada (Ong dkk, 2015).
1. Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Usia, jenis kelamin, genetik, dan riwayat penyakit keluarga,
disabilitas intelektual dan sindroma Down adalah faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi (Ong dkk, 2015).
a) Usia
Risiko terjadinya penyakit Alzheimer meningkat secara nyata dengan
meningkatnya usia, meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada individu
diatas 65 tahun dan 50% individu diatas 85 tahun mengalami demensia.
Dalam studi pupolasi, usia diatas 65 tahun risiko untuk semua demensia
adalah OR=1,1 dan untuk penyakit Alzheimer OR=1,2 (Ong dkk, 2015).
b) Jenis Kelamin
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer lebih
tinggi pada wanita dibanding pria. Angka harapan hidup yang lebih tinggi
dan tingginya prevalensi AD pada wanita yang tua dan sangat tua
dibanding pria. Risiko untuk semua jenis demensia dan penyakit
Alzheimer untuk wanita adalah OR=1,7 dan OR=2,0. Kejadian demensia
vaskular lebih tingggi pada pria secara umum walaupun menjadi seimbang
pada wanita yang lebih tua (Ong dkk, 2015).
c) Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik
Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early Onset Alzheimer Disease/EOAD)
terjadi sebelum usia 60 tahun, kelompok ini menyumbang 6-7% dari
kasus penyakit Alzheimer. Sekitar 13% dari EOAD ini memperlihatkan
transmisi autosomal dominan. Tiga mutasi gen yang teridentifikasi untuk
kelompok ini adalah amiloid-β protein precursor pada kromosom 14

17
ditemukan pada 30-70% kasus, presenilin pada kromosom 1 ditemukan
pada kurang dari 5% kasus. Sampai saat ini tidak ada mutasi genetik
tunggal yang teridentifikasi untuk Penyakit Alzheimer Awitan Lambat.
Diduga faktor genetik dan lingkungan saling berpengaruh. Diantara semua
faktor genetik, gen Apolipoprotein E (APOE E) yang paling banyak
diteliti. Telaah secara sistematik studi populasi menerangkan bahwa APOE
E4 signifikan meningkatkan risiko demensia penyakit Alzheimer terutama
pada wanita dan populasi antara 55-56 tahun, pengaruh ini berkurang pada
usia yang lebih tua (Ong dkk, 2015). Sampai saat ini tidak ada studi yang
menyebutkan perlunya tes genetik untuk pasien demensia atau
keluarganya. Apabila dicurigai autosomal dominan, maka tes ini dapat
dilakukan hanya setelah dengan informed consent yang jelas atau untuk
keperluan penelitian (Ong dkk, 2015).

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.B DENGAN DEMENSIA

Tn. B usia 75 tahun, tinggal di panti werdha budi luhur sejak 2


tahun yang lalu, Tn. B usia 75 tahun, tinggal di panti werdha budi luhur sejak 2
tahun yang lalu, keluarga minitipkan Tn. B di sebabkan karena keluarga sibuk
dengan urusan masingkeluarga minitipkan Tn. B di sebabkan karena keluarga
sibuk dengan urusan masing-masing. Tn B dulunya bekerja di pabrik
alumunium. Kondisi fisik saat ini mengalami gangguan mengalami gangguan
memori dan orientasi. Saat wawancara yang dilakukan untuk status mental dari
10 pertanyaan yang diajukan hanya 2 jawaban yang benar, yakni tempat dan
nama ibu. Selain itu klien tidak mampu melakukan perawatan diri secara
mandiri melainkan membutuhkan membutuhkan bantuan orang. Tn. B sering
lupa sering lupa jalan pulang apabila jalan pulang apabila sedang berpergian,
sulit mand mandi, berpakaian, dan toileting, Tn. B juga sering tersinggungg
dan mudah marah. Sebelumnya klien pernah dibawa berobat ke PKM dan
didiagnosa oleh dokter bahwa Tn. B menderita demensia yang merupakan
bagian normal dari proses penuaan.
Saat pengkajian didapatkan bahwa TD: 140/80 mmHg, S: 370C,
RR: 24x/mnt, N: 75x/mnt. Kuku klien tampak tampak kotor, badan kotor,
badan klien klien bau, penampilan kurang menarik, kulit kepala kotor dan bau,
mulut klien bau, gigi klien tampak tidak lengkap dan tampak adanya karies
pada gigi klien serta klien tampak binggung. Nafsu makan klien menurun
dengan porsi yang sedikit, fungsi mengunyah kurang baik. Jumlah minum klien
2000cc/hari dengan air mineral. Kekuatan otot klien menurun sehingga klien
berjalan dengan lambat, berjalan klien tampak mengalami klien tampak
mengalami kaku sendi, klien tampak kaku sendi, klien tampak menggunakan
menggunakan tongkat, klien tampak berjalan dengan hati- hati dan kekuatan
otot klien 4 (dapat gerak dan dapat melawan hambatan yang ringan).

19
A. Pengkajian
1. Identitas Data
Nama : Tn. B
Umur : 75 Th
Alamat : Jambi
Pendidikan : SMA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Melayu
Agama : Islam
Status Perkawinan : Duda
Tgl masuk panti : 18 Januari 2018
2. Status Kesehatan Saat ini
a. Nutrisi : makan 3x sehari dengan porsi sedikit
b. Cairan dan elektrolit : baik
c. Aktivitas : petugas panti werdha mengatakn bahwa Tn. B
mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas seperti mandi,
berpakaian serta pergi ke toilet. Tn.B juga sering lupa jalan pulang
apabila sedang bepergian jauh.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Nutrisi : makan 3x sehari dan nafsu makan klien baik
b. Cairan&elektrolit : baik
c. Aktivitas : menurut petugas panti werdha, keluarga klien
tampak mengatakan bahwa dahulunya klien pernah bekerja di pabrik
aluminium. Klien tidak pernah dirawat di RS serta tidak pernah
dioperasi. Tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat dan makanan
tertenru. Dan klien juga tidak mempunyai kebiasaan merokok serta
alcohol dan juga obat-obatan.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien juga pernah mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak
pernah mengalami hal yang sama seperti klien dan juga tidak pernah
menderita penyakit lainnya.

20
5. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan TTV :
1) Tekanan darah : 140/80 mmHg
2) Nadi : 75 x/mnt
3) Suhu : 370C
4) Respirasi : 24 x/mnt
5) BB : 45 Kg
b. Pemeriksaan persistem
1) Keadaan Umum
Secara umum, keadaan kliem mengalami masalah fisiologis yang
terjadi dikarenakan proses penuaan seperti penurunan fungsi indera
2) Kepala
Bentuk kepala simetris, warna rambut memutih atau beruban, kedaan
rambut rontok, kulit kepala kotor dan bau
3) Mata
Ketajaman penglihatan klien kabur, sclera putih dan jernih, ukuran
mata isokor, warna mata gelap, reaksi terhadap cahaya miosis, reflek
pupil sama besar dan bereaksi terhadap cahaya, konjungtiva anemis,
lapang pandang kurang jelas.
4) Hidung
Bentuk simetris, struktur bagian dalam merah muda, fungsi
penciuman kurang baik
5) Telinga
Warna kulit bagian luar telinga sawo matang, tidak terdapat lesi, kulit
telinga berkurang elastisitasnya. Fungsi pendengaran kurang baik,
tidaka da nyeri dan tidak menggunakan alat pendengaran.
6) Mulut
Bentuk simetris, kelembaban baik, mukosa mulut merah muda, gigi
kurang bersih, ada karies, gigi tidak lengkap, keadaan gusi kurang
baik, tidak ada peradangan, fungsi mengunyah kurang baik, fungsi
pengecap tidak baik, fungsi bicara kurang jelas, bau mulut, reflek
menelan kirang baik

21
7) Leher
Saat diraba tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, kelenjar
tiroid dan submandibularis baik, kaku kuduk tidak ada
8) System pernafasan
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas cepat, klien tidak mengalami
batuk dan tidak menggunakan alat bantu pernafasan, suara nafas
vesicular
9) System kardiovaskuler
Denyut nadi perifer teraba lemah, bunyi jantung normal (tidak ada
bunyi tambahan)
10) System gastrointestinal
Lidah tampak tidak ada lesi dan benjolan
11) System urinaria
Tn. B berkemih 4-5x sehari, tidak neyri saat berkemih dan lancer
12) System musculoskeletal
Kekuatan otot klien menurun sehingga klien berjalan dengan lambat,
klien tampak mengalami kaku sendi dan menggunakan tongkat serta
bejalan dengan hati-hati
13) System integument
Kulit tampak keriput, warna kulit sawo matang, lesi tidak ada, kuku
klien tampak kotor dan tidak merawat
14) System endokrin
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan getah bening

6. Pengkajian Psikososial & Spiritual


a. Psikososial
Klien ikhlas menerima keadaannya, walaupun suasana hatinya
sedih, klien sering tersinggung dan mudah marah. Konsep diri klen
tampak menurun karena faktor usia dan merupakan proses penuaan.
Orientasi klien kurang baik karena konsentrasi yang menurun sehingga
klien mengalami penurunan daya ingat menyebabkan klien sulit
melakukan aktifitas dan defisit keperawatan diri.

22
Hubungan klien dengan keluarga / kerabat kurang baik, hubungan
klien dengan penghuni lain kurang baik, hubungan dengan petugas
kurang baik dan adat istiadat yang dianut klien yaitu adat melayu.
Dikarenakan klien mengalami gangguan memori dn orientasi sehingga
klien kurang berinteraksi sosial dengan petugas panti dan penghuni panti
lainnya.
b. Spiritual
Klien menganut agama islam, klien tampak sering sholat dan sering
berdoa

7. Pengkajian Fungsional Klien


a. Katz Indeks
Kegiatan
A Mandiri dalam makan,kontinensia,menggunakan pakaian,pergi
ke toilet,berpindah mandi
B Mandiri semuanya,kecuali salah satu saja dari fungsi diatas
C Mandiri kecuali mandi dan salah satu lagi fungsi lain
D Mandiri kecuali mandi,berpakaian,dan salah satu lagi fungsi
yang lain
E Mandiri kecuali mandi,berpakaian, ke toilet,dan salah satu lagi
fungsi yang lain
F Mandiri kecuali mandi,berpakaian, ke toilet, berpindah dan
salah satu fungsi yang lain
G Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
H Lain-lain
Keterangan : Klien hanya mandiri pada saat makan dan minum
sedangkan
kegiatan lainnya klien membutuhkan bantuan.

b. Barthel Indeks
No Kriteria Dengan Mandiri Keterangan
Bantuan

23
1 Makan 10 Frekuensi : 3x
Sehari
Jumlah : Porsi
Kecil
Jenis :
Nasi,lauk,dan
sayur
2 Minum 10 Frekuensi : 8x
sehari
Jumlah : 200cc
Jenis : air
putih/air

mineral
3 Berpindah dari kursi 5
roda ketempat tidur,
dan sebaliknya
4 Personal toilet (cuci 0 Frekuensi : 1x
muka,menyisir sehari
rambut,gosok gigi)
5 Keluar masuk toilet 5
(mencuci
pakaian,menyeka
tubuh,menyiram)
6 Mandi 5 Frekuensi : 1x
sehari
7 Jalan di permukaan 0
datar
8 Naik turun tangga 5
9 Mengenakan pakaian 5
10 Control Bowl (BAB) 5 Frekuensi : 2x
sehari

24
Konsistensi :
Padat
11 Control bladder 5 Frekuensi : 8x
(BAK) sehari
Warna : Jernih
12 Olahraga/latian 5 Frekuensi : 1x
sehari
Jenis :
berjalan-jalan

disekitar panti
13 Rekreasi/pemanfaatan 5 Frekuensi : 1x
waktu luang seminggu
Jenis : jalan-
jalan

ketaman
Skor : 65
Interpretasi Hasil : Ketergantungan Sebagian

8. Pengkajian Status Mental


a. Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
No Benar Salah Pertanyaan

1  Tanggal berapa hari ini?

2  Hari apa sekarang?

3  Apa nama tempat ini?

4  Dimana alamat anda?

5  Berapa umur anda?

25
6  Kapan anda lahir?

7  Siapa ibu pengurus panti werdha?

8  Siapa ibu pengurus panti sebelumnya?

9  Siapa nama ibu anda?

10  Kurangi 3 dari 20 & tetap pengurangan


3 dari setiap angka bary, semua secara
berurutan

Jumlah Salah : 8

Hasil: kesalahan 8 berarti masuk kerusakan intelektual sedang

b. Pengkajian Aspek Kognitif Dari Fungsi Mental MMSE

No Tes Nilai Hasil


normal pemeriksaan
ORIENTASI
1. Sekarang (Tahun),(Musim),(Bulan), hari apa? 5 2
2. Kita berada dimana (Negara, provinsi, kota, rumah 5 2
sakit, lantai kamar)
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), 3 1
setiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga
nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama benda
yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan
dengan benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KAKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7, nilai 1 tiap jawaban yang 5 2
benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh
mengeja terbalik “WAHYU” (nilai diberikan huruf
yang benar sebelum kesalahan : misalnya UYAHW- 2

26
nilai
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebutkan kembali 3 benda diatas 3 1
BAHASA
6. Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang 2 1
ditunjukkan (pensil,buku)
7. Pasien disuruh mengulangi kata-kata “namun”, 1 1
“tanpa”, “bila”
8. Pasien disuruh melakukan perintah “ambil kertas itu 3 1
dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua, dan
letakkan di lantai”
9. Pasien disuruh melakukan perintah “pejamkanlah mata 1 1
anda”
10. Pasien disuruh menulis dengan spontan 1 1
11. Pasien disuruh menggambarkan bentuk lingkaran, 1 0
kubus, dan segitiga
TOTAL 30 13
Interpretasi hasil:
24-30 : tidak ada gangguan kognitif
13-23 : gangguan kognitif sedang
0-17 : gangguan kognitif berat

9. Pengkajian Keseimbangan Untuk Klien Lanjut Usia

No Pengkajian keseimbangan skor

Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan

1. Keseimbangan saat bangun ke kursi 1

2. Keseimbangan saat duduk ke kursi 1

27
3. Menahan dorongan pada sternum (pemeriksan 1
mendorong sternum perlahan-lahan sebanyak 3 kali)
4. Mata tertutup 0

5. Perputaran leher 0

6. Membungkuk 1

Komponen Gaya Berjalan atau Gerakan


1. Minta klien berjalan ke tempat yang ditentukan 1

2. Ketinggian langah kaki 1

3. Kontinuitas langkah kaki kesimetrisan langkah 1

4. Kesimetrisan langkah 0

5. Penyimpangan jalur pada saat terbalik 1

Jumlah skor 8
Interpretasi hasil :
0-5 :resiko jatuh rendah
6-10 :resiko jatuh sedang
11-15 :resiko jatuh tinggi

28
B. ANALISA DATA

NO DATA PENYEBAB MASALAH

1. DS : Perubahan Gangguan
fisiologis orientasi
- Petugas panti mengatakan
(degenerasi
klien sering tersinggung
neuron
dan mudah marah
ireversibel)
- Perawat mengatakan klien demensia
sering lupa jalan pulang
bila bepergian

DO :

- Klien tampak mengalami


gangguan memori dan
orientasi

- Klien tampak bingung

- Pemeriksaaan MMSE: nilai


13

2. DS : Kesulitan Risiko cidera


keseimbangan
- Petugas panti mengatakan
dalam beraktivitas
kekuatan otot klien
menurun sehingga klien
berjalan dengan lambat

DO :

- Klien tampak sering


mengalami kaku sendi

- Klien tampak

29
menggunakan tongkat

- Klien tampak berjalan


dengan hati - hati

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ganggguan orientasi b.d perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel)
2. Resiko cidera b.d kesulitan keseimbangan, ditandai dengan

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Keperawat Hasil
an

1. Gangguan Tujuan : Mandiri 1. Mengurangi


orientasi kecemasan dan
Setelah diberikan 1. Kembangkan
b.d emosional.
tindakan 3 x 24 lingkungan
perubahan
jam keperawatan yang 2. Kebisingan
fisiologis
diharapkan klien mendukung & merupakan
(degenerasi
mampu mengenali hubungan klien sensori
neuron
perubahan dalam perawat yang berlebihan
ireversibel)
berfikir dengan terapeutik yang
demensia
KH : meningkatk
2. Pertahankan
an
- Mampu lingkungan
gangguan
memperlih yang
neuron.
atkan menyenangkan
kemampua dan tenang. 3. Menimbulk
n kognitif an
3. Tatap
untuk perhatian,
wajah
menjalani terutama

30
konsekuen ketika pada klien
si kejadian berbicara dengan
yang dengan gangguan
menegangk klien perceptual.
an terhadap
4. Panggil
emosi dan
klien
pikiran 4. Nama
dengan
tentang adalah
namanya
dirinya bentuk
identitas
- Mampu
diri dan
mengemba
menimbulk
ngkan
an
strategi
pengenalan
untuk 5. Gunakan
terhadap
mengatasi suara yang
realita dan
anggapan agak
klien.
diri yang rendah dan
negative. berbicara 5. Meningkat
dengan kan
perlahan pemahama
pada klien n, ucapan
tinggi dan
keras
menimbulk
an stres
6. Gunakan
yang
kata – kata
mencetuska
pendek,
n
kalimat,
konfrontasi
dan
dan respon
instruksi
marah
sederhana

31
(tahap 6. Seiring
demi perkemban
tahap) gan
penyakit,
pusat
komunikasi
dalam otak
terganggu
sehingga
menghilang
kan
kemampua
n klien
dalam
respon
penerimaan
pesan dan
7. Ciptakan percakapan
aktivitas secara
sederhana, keseluruha
bermanfaat n.
, dan tidak
7. Memotivas
bersifat
i klien
kompetitif
dalam cara
sesuai
yang
kemampua
menguatka
n klien.
n
8. Evaluasi kegunaann
pola tidur ya dan
kesenangan
Kolaborasi
diri serta

32
merangsan
g realita.

8. Kurang
9. Berikan
tidur dapat
obat sesuai
menggangu
indikasi
proses pikir
dan
kemampua
n koping
klien.

9. Kolaborasi
Untuk
mengurang
i rasa
depresi
pada klien.

2. Resiko Tujuan : Mandiri


cidera b.d
Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Mengidenti
kesulitan
tindakan derajat fikasi
keseimban
keperawatan 3 x gangguan resiko
gan
24 jam diharapkan kemampua dilingkung
resiko cidera tidak n, tingkah an dan
terjadi dengan laku mempertin
KH: inpulsive ggi
dan kesadaran
- Meningkat
penurunan perawat
kan tingkat
persepsi akan
aktivitas
visual. bahaya.

33
- Dapat Bantu Klien
beradaptasi keluarga dengan
dengan mengidenti tingkah
lingkungan fikasi laku implus
untuk resiko beresiko
mengurang terjadinya trauma
i resiko bahaya karena
trauma yang kurang
atau cidera. mungkin mampu
timbul. mengendali
kan
perilaku.
Penurunan
persepsi
visual
beresiko
terjatuh

2. Klien
dengan
gangguan
kognitif,
2. Hilangkan
gangguan
sumber
persepsi
bahaya
adalah awal
lingkungan
terjadi
trauma
akibat tidak
bertanggun
g jawab
terhadap
kebutuhan

34
keamanan
dasar.

3. Mempertah
ankan
keamanan
dengan
menghinda
3. Alihkan ri
perhatian konfrontasi
saat yang
perilaku meningkatk
teragitasi/ an resiko
berbahaya, terjadinya
memenjat trauma.
pagar
tempat
tidur.

35
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa
disertai gangguan kesadaran. Prevalensi demensia semakin meningkat
dengan bertambahnya usia. Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu
demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Perubahan psikiatrik dan
neurologis pada pasien demensia meliputi kepribadian, halusinasi dan
waham,mood, perubahan kognitif, reaksi Katastrofik, Sindrom Sundowner.
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit,
kerusakan struktur otak, sifat klinisnya.

B. Saran
Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan
diagnosisnya membutuhkan ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan harus diingat penatalaksanaan pada pasien
demensia bukan hanya farmakologi tetapi bersifat holistic yang juga
mencakup psikososial.

36
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani Yuli Reni.2014.Buku Ajar Keperawatan Gerontik Jilid 2.Jakarta: TIM


Stanley, Mickey.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.Jakarta: EGC

37

Vous aimerez peut-être aussi