Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
anastesi diantaranya anastesi umum, anastesi lokal dan anastesi regional. Salah
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas berupa blok
konsentrasi atau volume dari anestesi lokal) dengan memasukkan anestesi local
dalam ruang subarachnoid di tingkat lumbal (biasanya L4 dan L5). Cara ini
penurunan tekanan darah arteri yang dapat diprediksi dan juga denyut nadi
serabut kardioselarator, untuk menjaga tekanan darah dan denyut nadi tetap
dalam batas normal, sering dibutuhakan obat vasoaktif dan cairan intravena.
yang terblok sementara pasien tetap dalam kondisi sadar. Selain keuntungan
juga terdapat kerugian dalam cara ini, yaitu berupa komplikasi yang meliputi
pinggang dan lainnya. Hal ini menimbulkan timbunan darah di perifer dan
Pasien dapat mengalami kerusakan organ akibat perfusi yang kurang, bahkan
diberikan, seperti efedrin dengan dosis 5-10 mg bolus IV. Efedrin merupakan
dihindari.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apendiks
vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan
bebas. Apendiks adalah satu-satunya organ tubuh yang tidak mempunyai posisi
bagian proksimal.. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan
limfenya ke satu atau dua nodi dalam mesoapendiks dan di alirkan ke nadi
mesenterici superiors.
5
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh
lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam
mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum
viserale.
menghasilkan IgA yaitu suatu imunoglobulin sekretoar. IgA sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Tetapi karena jumlah jaringan limfe pada apendiks
imun tubuh.
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai
apendisitis kronik.
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih
setempat.
7
2. Apendisitis kronik.
apendiks tidak terisi atau hanya terisi sebagian oleh barium saat barium
enema dengan keluhan nyeri abdomen kanan bawah yang bersifat kronik
kronis lebih jarang terjadi dari pada apendisitis akut dan lebih sulit untuk
(1) pasien memiliki riwayat nyeri kuadran kanan bawah abdomen selama
kronis aktif pada dinding apendiks atau fibrosis pada apendiks. Menurut
crabbe M et al, pada tahun 1986 studi dilakukan pada pasien 205 pasien
dan temuan histopatologi dari infiltrasi limfosit dan eosinofil pada dinding
otopsi atau diangkat secara selektif berukuran kecil, tanpa lumen, dan
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan
Gejala yang dialami pasien dengan apendisitis kronis tidak jelas dan
2.3 Epidemiologi
Insiden apendisitis paling tinggi pada usia 10-30 tahun, dan jarang ditemukan
pada anak usia kurang dari 2 tahun. Setelah usia 30 tahun insiden apendisitis
menurun, tapi apendisitis bisa terjadi pada setiap umur individu. Pada remaja dan
Setelah usia 25 tahun, rasionya menurun sampai pada usia pertengahan 30 tahun
insidensi apendisitis perforasi terjadi pada laki-laki dan 23,5% pada wanita.
pada tahun 2006. Jumlah pasien rawat inap karena penyakit apendiks pada tahun
gastritis dan duodenitis dan penyakit saluran cerna lainnya. Satu dari 15 orang
laki-laki usia 10-14 tahun, dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih
banyak menderita apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia
25 tahun. Apendisitis ini jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun.
2.4 Etiologi
vermiformis, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Erosi mukosa
10
rendah serat dan kandungan lemak serta gula yang tinggi pada orang Barat, serta
2.5 Patofisiologi
seluruh lapisan dinding apendiks vermiformis dalam waktu 24-48 jam pertama.
tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi dan ulserasi.
Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam lumen dan invasi
apendisitis kataralis. Jika proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan
kongesti pembuluh darah yang semakin parah dan membentuk abses di dinding
pecah, tandanya apendisitis berada dalam keadaan perforasi. Bila semua proses
diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan akut lagi dan
2.6 Gejala
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat bahwa nyeri
perut bisa terjadi akibat penyakit – penyakit dari hampir semua organ tubuh.
Tidak ada yang sederhana maupun begitu sulit untuk mendiagnosis apendistis.
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare
melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila
ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan
nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi
kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa
dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar.
Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
13
usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai
ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
2.7 Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk
mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah
demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses.
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran
kanan bawah:
14
• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat
• Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal
ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
• Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus
• Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar
daerah hipogastrium.
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
Alvarado, yaitu:
SKOR ALVARADO
Anoreksia 1
Nyeri lepas 1
Total 10
Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak
diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET
didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa
membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit
dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan
orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya
karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan
appendisitis, diantaranya:
17
appendisitis akut.
- Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh
meningkat.
akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut
bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar
2.10 Penatalaksanaan
spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode
terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak
2.11 Komplikasi
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai
32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum
terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C
atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang
kontinyu.
abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses
residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja
2.12 Prognosis
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah
penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi,
dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari. Alasan
1. SEJARAH RA-SAB
Anestesi spinal pertama kali dikenal tahun 1885 dan digunakan dalam
klinik oleh August Bier pada tahun 1898 di kota Keil, Jerman. SAB pertama
secara luas sampai tahun 1940-an, sampai pada akhirnya banyak dilaporkan
2. DEFINISI RA-SAB
Peralatan yang diperlukan dalam analgesia spinal ini terdiri aatas peralatan
monitor seperti tekanan darah, nadi, pulse oxymetry, dan EKG; peralatan
21
3. INDIKASI RA-SAB
b. Hysterectomy
arthroplasty
4. KONTRAINDIKASI RA-SAB
Kontraindikasi Absolut
- Pasien menolak
- Hipovolemia berat
Kontraindikasi Relatif
- Kelainan neurologis
- Kelainan psikis
- Bedah lama
- Penyakit jantung
- Hipovolemia ringan
5. KOMPLIKASI RA-SAB
- Nyeri punggung
- Retensio urine
- Meningitis
6. TEKNIK ANASTESI
posisi tidur lateral. Posisi ini adalah yang paling sering dikerjakan. Perubahan
lateral. Beri bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga agar tulang
2% 2-3 ml.
likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-
dimasukkan kateter.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37ºC adalah 1,003 –
1,008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobaric.
24
Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.
Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.
7. PREOPERATIF
a) Penilaian Preoperatif
Tujuan:
atau pascabedah
diramalkan.
b) Tatalaksana evaluasi
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat dan tinggi
Selain itu pada pasien yang akan operasi besar dan pasien yang
perlu, pada kasus elektif koreksi dapat dilkukan mandiri oleh staf
Kelas Definisi
kehidupannya.
c) Persiapan Preoperatif
1. Masukan oral
jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak
bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan
28
minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh I jam sebelum
induksi anesthesia.
2. Terapi Cairan
adanya intake oral, defisit cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat
keringat, dan insensible losses yang terus menerus dari kulit dan
3. Premedikasi
Menciptakan amnesia
situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat
anestesi. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan opioid misalnya
petidin 50 mg intramuskular.
histamin misalnya simetidin 600 mg atau oral ranitidin 150 mg 1-2 jam sebelum
digunakan sebagai anti emetik dan untuk mengurangi sekresi kelenjar. Pemilihan
pada otot polos saluran cerna, meningkatkan tonus sfinger esofagus bagian bawah,
yang berhubungan dengan spasme otot polos (seperti kolik bilier atau ureter, kram
uterus, dll). Selain itu metokloperamide juga berefek memblok receptor Dopamine
30
pada chemoreceptor trigger zone pada sistem saraf pusat sehingga sangat berguna
mengurangi risiko 4.
8. Durante Operasi
a. Persiapan Pasien
c. Terapi Cairan
replacement.
dan secara visual memperkirakan darah pada spons atau lap yang
Pengukuran tersebut menjadi lebih akurat jika spons atau lap tersebut
d. Monitoring
Salah satu tugas utama dokter anestesi adalah menjaga pasien yang
anestesi. Pada beberapa kasus yang jarang atau tidak lazim (1)
1) Standard I
2) Standard II
anestesi adalah:
reflek palpebra)
9. POSTOPERATIF
antaranya ialah letak insisi bedah. Letak insisi bedah harus selalu
luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya
dari satu posisi ke posisi yang lain. Bahkan memindahkan pasien yang
juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat.
pakaian pasien yang basah (karena darah atau cairan lainnya) harus
dan diberikan pengikat di atas lutut dan siku serta side railharus
jauh dari kamar operasi, atau jika kondisi umum pasien jelek,
hilang dan fungsi tubuh mulai kembali. Perlu beberapa waktu sebelum
a. Pulse oximeter
c. Elektokardiograf
d. Nerve stimulator
e. Pengukur suhu
kembali pulang.
2) Ruang Pulih
Skor Aldrete.
37
Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pengaruh
anestesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernapasan adekuat, saturasi oksigen
COLOR Oxygenation
RESPIRATION
EXCHANGE breathing
CIRCULATION
NORMAL
CONSCIOUSNESS
ORIENTED
ACTIVITY
NO MOVEMENT Same 0
Anesth Analg 1970;49:924 and Aldrete JA: The post-anesthesia recovery score
10 atau minimal 9.
g. Nyeri minimal
untuk discharge digunakan secara luas. Sebagian besar kriteria yang dinilai adalah
SpO2 (atau warna kulit), kesadaran, sirkulasi, respirasi, dan aktivitas motorik.
PACU. Sebagai tambahan dari kriteria diatas, pasien dengan general anestesi
seharusnya juga menunjukkan adanya resolusi dari blokade sensoris dan motoris.
sering terjadi setelah prosedur general anestesi, terjadi pada sekitar 20-30%
pasien. Bahkan, PONV bisa terjadi ketika pasien di rumah 24 jam setelah
multifaktorial yang meliputi agen anestesi, tipe atau jenis anestesi, dan faktor
pasien sendiri.
intravena, kurang efektif tetapi obat ini merupakan alternatif yang bagus. 5-HT3
mual dan muntah yang refrakter. Bahkan efektif hingga 24 jam sehingga bisa
untuk mencegah PONV misalnya hidrasi yang adekuat (20 mL/kg) setelah puasa
relaksasi otot rangka (Kleinman, 2002). Penyuntikan obat anestetik local pada
ruang subarachnoid diantara konus medularis dan bagian akhir dari ruang
spinalis. Pada orang dewasa, obat anestetik local disuntikan ke dalam ruang
blokade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal ini
tergantung kepada banyak factor, antara lain posisi pasien dan berat jenis obat
(Sunaryo, 2005).
41
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Umur : 30 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
No RM : 25.22.43
2. ANAMNESA
didaerah perut yang dialami sejak 1 bulan yang lalu dan semakin terasa
sakit semenjak 7 hari ini. Nyeri ini lebih terasa pada bagian bawah perut
sebelah kanan. Pada saat dipalpasi pasien terlihat kesakitan. Keluhan tidak
disertai demam, batuk, sesak nafas, sakit kepala.. Riwayat operasi usus
RPT : (-)
42
RPO : (-)
RPK : (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Vital Sign
Nadi : 90x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,00C
Berat Badan : 52 kg
Pemeriksaan Umum
Kepala : Normocepali
Thorax
Paru
Abdomen
Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 13,7 g/dl
HT : 42,4 %
Leukosit : 7,700 / µL
Trombosit : 235,000/µL
44
Metabolik
KGDS : 82 mg/dl
Asam Urat :-
Fungsi Ginjal
Ureum: 18 mg/dl
4. RENCANA TINDAKAN
Tindakan : Appendectomy
Anesthesi : RA-SAB
PS-ASA :1
Posisi : Supinasi
Pre operatif
B1 (Breath)
Airway : Clear
RR : 20x/menit
SP : Vesikuler ka=ki
B2 (Blood)
45
Akral : Hangat/Merah/Kering
TD : 120/90 mmHg
HR : 90 x/menit
B3 (Brain)
RC : (+)/(+)
B4 (Bladder)
Urine Output : -
B5 (Bowl)
Abdomen : Soepel
Mual/Muntah : (-)/(-)
B6 (Bone)
Oedem : (-)
Intratekal
Bupivacaine 0,5% : 20 mg
Fentanyl : 25 mcg
Jumlah Cairan
PO :-
DO : RL 500 cc + 500 cc
46
Produksi Urin :-
Perdarahan
Kasa Basah :-
Suction : -
Jumlah : 15 cc
EBV : 52 x 65 = 3380 cc
EBL 10 % = 338 cc
20 = 676 cc
30 % = 1014 cc
Durasi Operatif
betadine + alcohol 70%→ Insersi spinocan 25G → CSF (+), darah (-) →
7. POST OPERASI
o Pergerakan :2
o Pernapasan :2
o Warna kulit :2
o Tekanan darah :2
o Kesadaran :2
dipastikan pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran serta
IVFD RL 92gtt/menit
DAFTAR PUSTAKA
Huriawati, ed. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC, 147–
200
Sjamsuhidajat, De Jong,. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit