Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. Latar Belakang
Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seseorang saat ia
dewasa. Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama dan Sekolah menengah Atas adalah suatu masa usia anak yang sangat berbeda
dengan usia dewasa. Di dalam periode ini didapatkan banyak permasalahan kesehatan
yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. Masalah kesehatan tersebut
meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan
belajar. Permasalahan kesehatan tersebut pada umumnya akan menghambat pencapaian
prestasi pada anak selama masa pendidikan di sekolah. Sayangnya permasalahan tersebut
kurang begitu diperhatikan baik oleh orang tua atau para klinisi serta profesional kesehatan
lainnya. Pada umumnya yang menjadi prioritas adalah masalah kesehatan anak balita.
Secara epidemiologis penyebaran penyakit berbasis lingkungan di kalangan anak
sekolah di Indonesia masih tinggi. Kasus infeksi seperti demam berdarah dengue, diare,
cacingan, infeksi saluran pernapasan akut, serta reaksi simpang terhadap makanan akibat
buruknya sanitasi dan keamanan pangan. Selain itu risiko gangguan kesehatan pada anak
akibat pencemaran lingkungan dari pelbagai proses kegiatan pembangunan makin
meningkat. Seperti makin meluasnya gangguan akibat paparan asap, emisi gas buang
sarana transportasi, kebisingan, limbah industri dan rumah tangga serta gangguan
kesehatan akibat bencana. Selain lingkungan, masalah yang harus diperhatikan adalah
membentuk perilaku sehat pada anak sekolah.
Kebersihan personal (Personal Hygiene) adalah sebuah alat yang umum digunakan
untuk pencegahan penyakit dan promosi kesehatan pada individu, keluarga dan komunitas.
Kebersihan personal dapat ditingkatkan melalui pemberian pendidikan kesehatan pada
individu di masyarakat mengenai tips-tips dasar dalam mencapai kebersihan personal
melalui usaha terorganisasi. Kebersihan individu dalam masyarakat dapat mengurangi
ancaman terutama penyakit menular, dan juga meningkatkan kesehatan secara umum
berdasarkan analisis kesehatan populasi. Fokus dari kebersihan personal adalah untuk
mencegah penyakit, luka dan kondisi kesehatan lain melalui promosi perilaku hidup bersihd
an sehat (PHBS) dalam aspek-aspek yang relevan dengan kesehatan.
PHBS dapat mencegah terjadinya atau berulangnya masalah kesehatan melalui
implementasi program pendidikan, pengembangan kebijakan, pemberian layanan dan
melakukan penelitian. Kebersihan personal yang baik menjadi bagian dalam strategi
kesehatan primer, yang secara efektif dapat menurunkan angka kematiand an kesakitan
anak. Salah satu alat yang dapat digunakan dalam mencegah penyakit menular pada anak
adalah melalui pendidikan kesehatan pada anak sekolah. Kebersihan personal dalam
bentuk PHBS ini mencakup: mandi, mencuci tangan, kebersihan rambut, kuku, kaki, genital,
perawatan gigi dan mencuci baju.
Cara berikutnya untuk mendukung PHBS adalah tersedianya fasilitas yang memadai
di lingkungan sekolah. Fasilitas yang terkait dengan pendidikan kesehatan tentang PHBS
adalah tersedianya fasilitas cuci tangan, air bersih yang mengalir, sabun, lap tangan, dan
toilet yang memenuhi syarat. Tanpa adanya fasilitas yang mendukung, pemberian
pendidikan kesehatan tentang PHBS akan menjadi tidak berarti karena anak-anak tidak bisa
menerapkan selama waktu mereka di sekolah. Jika fasilitas pendukung PHBS di sekolah
baik, anak-anak bisa menjadi agen kebersihan di lingkungan rumah dan masyarakat,
karena mereka bis mencontoh apa yang mereka dapatkan di sekolah.
B. Analisa Kebijakan
1. Permasalahan PHBS pada Anak Sekolah
Anak sekolah merupakan kelompok yang rentan terhadap penularan bakteri dan
virus yang disebarkan melalui makanan atau di kenal dengan food borne diseases (Suci,
2009). Food borne disease adalah suatu penyakit karena adanya agen yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui proses pencernaan makanan, seperti cholera, helminthic
infections (kecacingan), dysenter (disentri), dan lain-lainnya (Barakki et al., 2005). Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi
kejadian diare di Indonesia sekitar 42,2%. Pada anak usia sekolah (5–14 tahun).
Typhoid pada kelompok anak usia sekolah menempati prevalensi tertinggi dibandingkan
semua kelompok usia yang ada, yaitu sebesar 1,9%. Di Kota Surabaya, dari 6,4%
masyarakat yang terkena diare, 7,9% dari persentase tersebut merupakan kelompok
anak usia sekolah. Sedangkan prevalensi typhoid, Kota Surabaya masih di atas ratarata
prevalensi propinsi Jawa Timur, yaitu sebesar 0,8% dan anak sekolah menempati
urutan pertama terbanyak dibandingkan kelompok usia yang lain seJawa Timur
(Depkes, 2008).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Sekolah adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat (Departemen Kesehatan, 2007). Banyaknya kasus diare
maupun typhoid pada anak usia sekolah tersebut terkait dengan hygiene yang kurang.
Barakki et al., (2005) mengatakan bahwa penyebab food borne disease dikarenakan
faktor kemiskinan, kurangnya ketersediaan sarana, kurangnya sumber air bersih,
kurangnya kebersihan diri dan sanitasi.
Dari hasil Riskesdas 2007 diketahui bahwa rumah tangga yang telah
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baru mencapai 38,7%.Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2009 menyajikan data bahwa baru 64,41% sarana yang
telah dibina kesehatan lingkungannya, yang meliputi Institusi pendidikan (67,52%),
tempat kerja (59,15%), tempat ibadah (58,84%), fasilitas kesehatan (77,02%) dan
sarana lain (62,26%). Hal ini menunjukkan bahwa pembinaan PHBS di tatanan-tatanan
selain rumah tangga, yaitu di tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan
tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan, juga belum berjalan sebagaimana
mestinya.
Faktor terkait air, sanitasi dan kebersihan dapat mempengaruhi hak anak dalam
banyak hal. Dalam lingkungan kesehatan yang buruk, anak-anak tidak mampu
memenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya. Sekolah adalah bagian yang menentukan
kesejahteraan dan kesehatan anak karena sekolah bisa saja menjadi tempat yang sehat
atau tidak sehat. Walaupun fasiltas air dan sanitasi menjadi bagian penting dalam
mendukung perilaku kebersihan anak, banyak sekolah di Indonesia memiliki fasilitas
kurang memadai. Kondisi ini beragam dari fasilitas sanitasi yang kurang memadai atau
kurang tepat sampai kurangnya fasilitas cuci tangan dan air bersih.
Banyak penelitian yang dilakukan di Negara berkembang, termasuk Indonesia
yanga menunjukkan kurangnya kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun
dengan cara yang benar pada anak sekolah dasar. Kebiasaan mencuci tangan yang
benar hanya berkisar 20% dari jumlah siswa sekolah dasar. Salah satu studi tentang
pengetahuan perilaku dan kebiasaan pada tahun 2007 menunjukkan hanya 27% siswa
yang mencuci tangan pada jam istirahat. Program pendidikan kesehatan mengenai
kebersihan personal misalnya mencuci tangan, sduah banyak dilakukan. Namun
seringkali kurangnya fasilitas di sekolah tidak mendukung perbaikan praktek kebersihan
diri. Sebagai contoh, di Kabupaten Brebes baru 50% sekolah dasar yang memiliki
fasilitas cuci tangan. Dari jumlah ini, baru 10% sekolah yang sudah menyediakan
fasilitas sabun untuk mencuci tangan, padahal Kabupaten Brebes merupakan salah satu
kabupaten yang mendapatkan program STBM yang sampai saat ini masih berjalan.
2. Kebijakan di tingkat Global
Peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan
preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas, Usaha
keasehatan Sekolah (UKS) menjadi sangat penting dan strategis untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. UKS bukan hanya dilaksanakan di Indonesia,
tetapi dilaksanakan di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
mencanangkan konsep sekolah sehat atau Health Promoting School (Sekolah yang
mempromosikan kesehatan).
Health Promoting School adalah salah satu program yang memperkuat kapasitas
tempat belajar yangs ehat bagi kehidupan, pembelajaran dan pekerjaan, dengan cara:
1. Mendorong kesehatan dan belajar dengan metode pembuangan sampah
2. Mendorong petugas kesehatan dan sekolah, termasuk guru dan murid
3. Menyediakan lingkungan yang sehat, pendidikan kesehatan di sekolah, danlayanan
kesehatan sekolah (UKS) melalui proyek komunitas, program promosi kesehatan
bagi staf, program nutrisi dan makanan aman, kesempatan mendapatkan pendidikan
fisik dan rekreasi, program, konseling, dukungan sosial dan promosi kesehatan
mental
4. Menerapkan kebijakan dan praktek yang menghargai kesejahteraan individu,
menyediakan kesempatan sukses, dan memberi pengetahuan demi pencapaian
personal
5. Mendukung pengembangan kesehatan personel sekolah, keluarga dan masyarakat
dan jugamurid dan bekerja dengan pemimpin masyarakat untuk menolong mereka
memahami bagaimana komunitas dapat berkontribusi pada kesehatan dan
pendidikan.
C. Kesimpulan
Dari hasil kajian mengenai kebijakan terkait PHBS di atas, dapat disimpulkan bahwa
masalah PHBS merupakan perhatian di dunia global. WHO, UNICEF dan berbagai badan
dunia lainnya sudah menyusun berbagai kebijakan terkait PHBS bagi anak sekolah.
Indonesia juga sudah memiliki beberapa kebijakan terkait PHBS, namun belum memiliki
Guidelines (panduan) mengenai PHBS secara komprehensif. Contoh prosedur yang
dikembangankan adalah mencuci tangan 7 langkah dan sudah disosialisasikan secara
nasional.
Kebijakan dan protap yang dimiliki Indonesia bisa lebih dikembangkan dengan
disusunnya sebuah panduan mengenai PHBS secara menyeluruh. Lebih lanjut lagi, selain
adanya kebijakan dan panduan, perlu komitmen dalam pelaksanaan, termasuk ketegasan
berupa sanksi jika komitmen dilanggar. Banyaknya sekolah yang masih belum memiliki
fasilitas sanitasi, air dan kebersihan yang baik perlu didorong dan didukung supaya praktek
kebersihan dapat dilaksanakan secara nyata di semua sekolah di Indonesia. Pada
gilirannya, pendidikan kesehatan yang diterima anak di sekolah dapat diteruskan oleh anak-
anak sebagai duta kebersihan di lingkungan keluarga dan masyarakat tempat tinggal
mereka.