Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1. Bagi pemerintah dan instansi kesehatan
Mahasiswa dan pemerintah maupun instansi kesehatan, dapat bekerja sama dalam
memberikan pengetahuan mengenai penyakit pneumonia terhadap masyarakat.
2. Bagi profesi keperawatan
Mahasiswa dan profesi keperawatan dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap pasien pneumonia
3. Bagi mahasiswa keperawatan
Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit Pneumonia dan
mampu mengaplikasikannya di saat praktek klinik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Definisi lain menyebutkan bahwa pada pneumonia terjadi peradangan pada salah
satu atau kedua organ paru yang disebabkan oleh infeksi (Ostapchuk dalam Machmud,
2006: 7). Peradangan tersebut mengakibatkan jaringan pada paru terisi oleh cairan dan tak
jarang yang menjadi mati dan timbul abses (Prabu, 1996: 37). Penyakit ini umumnya
terjadi pada anak-anak dengan ciri-ciri adanya demam,batuk disertai napas cepat(takipnea)
atau napas sesak. Definisi kass tersebut hingga saat ini digunakan dalam progam
pemberantasan dan penaggulangan ISPA oleh Departemen Kesehatan RI setelah
sebelumnya iperkenalkan oleh WHO pada tahun 1989. Selain itu, gambaran klinis lain dari
pneumonia ditunjukkan dengan adanya pelebaran cuping hidung, ronki, dan retraksi
dinding dada atau sering disebut tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest
indrawing)(Wahab.2000: 884). Pneumonia pada anak juga sering kali bersamaan dengan
terjadinya infeksi akut pada bronkus atau disebut dengan bronkopneumonia (Depkes,
2004: 4)
2.2 Klasifikasi
Adapun penentuan klasifikasi klinis penyakit pneumonia dibagi menjadi dua
kelompok, yakni kelompok umur 2 bulan-<5 tahun dan kelompok umur < 2 bulan. Untuk
anak berumur 2 bulan-<5 tahun, klasifikasi dibagi atas bukan pneumonia, pneumonia, dan
pneumonia berat sedangkan untuk anak berumur kurang dari 2 bulan, maka
diklasifikasikan atas bukan pneumonia dan pneumonia berat (Depkes RI, 2007: 31,44).
Pneumonia berat pada anak umur 2 bulan-<5 tahun dilihat dari adanya kesulitan bernapas
dan/atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, sedangkan pada anak umur <2
bulan diikuti dengan adanya napas cepat dan/atau tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam.
Klasifikasi Klinis Pneumonia pada Balita Menurut Kelompok Umur
Kelompok umur Kriteria Pneumonia Gejala Klinis
Batuk bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah
Pneumonia Adanya napas cepat dan tidak tarikan
2 bulan- <5 tahun
dinding dada bagian bawah ke dalam
Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah ke
< 2 bulan dalam yang kuat
Pneumonia berat Adanya napas cepat dan tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam yang kuat
Kriteria napas cepat berdasarkan frekuensi pernapasan dibedakan menurut umur anak.
Untuk umur kurang dari 2 bulan, dikatakan napas cepat jika frekuensi napas 60 kali per
menit atau lebih, sedangkan untuk umur 2 bulan sampai <12 bulan jika ≥50 kali per menit,
dan umur 12 bulan sampai <5 tahun jika ≥40 kali per menit (Depkes RI, 2007: 12).
Peningkatan frekuensi napas terjadi pada penderita pneumonia sebagai akibat dari reaksi
fisiologis terhadap keadaan hipoksia (kekurangan oksigen) atau dapat pula terjadi pada
anak yang gelisah/takut (Depkes RI, 1993: 24).
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena
penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat
berkembangbiak dan merusak organ paru.
Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan
yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan
bawah. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru (tiga di paru kanan, dan dua di paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi
pneumokokus invasif yang merupakan sekelompok penyakit karena bakteri
streptococcus pneumoniae. Kuman pneumokokus dapat menyerang paru selaput otak,
atau masuk ke pembuluh darah hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya. infeksi
pneumokokus invasif bisa berdampak pada kecacatan permanen berupa ketulian,
gangguan mental, kemunduran intelegensi, kelumpuhan, dan gangguan saraf, hingga
kematian.
2.5 WOC
Terhirup
Bronchiolus
Stimulasi
Alveolus chemoreseptor
hipotalamus
Infeksi Proses peradangan
Konsentrasi Set poin
Kerja sel goblet Eksudat & serous protein cairan bertambah
masuk dalam alveoli alveoli Respon
Produksi sputum
SDM & leukosit menggigil
meningkat
PMN mengisi alveoli
Rangsang Akumulasi sputum Reaksi
batuk di jalan nafas Konsolidasi di peningkatan
Tekanan hidrostatik suhu tubuh
alveoli
tekanan osmotik
Nyeri pleurik Gangguan
ventilasi Compliance Hipertermi
paru menurun
Gangguan
Ketidakefektifan Difusi
rasa nyaman Evaporasi
nyeri bersihan jalan
nafas Cairan tubuh
Akumulasi
berkurang
cairan di
Ketidakefektifan alveoli
pola nafas Devisit
Volume
Gangguan Cairan
pertukaran gas
Susah tidur
O2 jaringan
Gangguan pola
tidur Kelemahan
Intoleransi
Aktivitas
2.6 Manifestasi Klinis
1. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi
akan menimbulkan pekak perkusi
2. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5˚C sampai 40,5˚C),
sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, dan keluhan gastrointestinal
3. Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa batuk, ekspektorasi sputum, nafas
cuping hidung, sesak nafas, air hinger, merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan
pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada
4. Tanda pneumonia berupa retraksi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas
melemah, dan ronki
5. Tanda infeksi ekstrapulmonal (Arif, 2001).
2. Pemeriksaan Radiologi :
a. Rontgenogram Thoraks : Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai
pada infeksi pneumokokal.
b. Laringoskopi/bronkoskopi : Menentukan tersumbat tidaknya jalan nafas oleh
benda padat.
2.8 Penatalaksaan
Upaya pengobatan merupakan salah satu bagian dari tatalaksana standar penderita.
Bagi penderita pneumonia, diberikan antibiotik per oral selama 5 hari (Depkes RI,1993:
19). Dalam program P2 ISPA, antibiotik yang digunakan adalah tablet Kotrimoksasol (480
mg dan 120 mg) dan Parasetamol (500 mg dan 100 mg). Obat tersebut harus tersedia di
seluruh fasilitas kesehatan (Rumah Sakit dan Puskesmas) yang sudah melaksanakan
program P2 ISPA dengan jumlah yang cukup (Depkes RI, 2004: 21). Akan tetapi, khusus
untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan, tidak dianjurkan untuk diberikan pengobatan
antibiotik per oral maupun parasetamol.
Sementara itu, tindakan yang diberikan pada penderita pneumonia berat adalah
dirawat di rumah sakit. Ada beberapa tanda bahaya yang menunjukkan anak menderita
penyakit yang sangat berat dimana jika anak mempunyai salah satu tanda bahaya tersebut
maka perlu segera dirujuk ke rumah sakit. Pada anak umur 2 bulan-<5 tahun, tanda-tanda
bahaya tersebut antara lain kurang bisa minum,kejang, kesadaran menurun, stridor, atau
mengalami gizi buruk. Sementara itu,pada anak umur <2 bulan, ditandai dengan keadaan
kurang bisa minum, kejang,kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam, atau dingin
(Depkes RI, 2007:24,41). Adapun indikasi lain anak penderita pneumonia perlu dirawat di
rumah sakit adalah penderita sangat muda atau tua, mengalami keadaan klinis berat(sesak
napas, kesadaran menurun, serta gambaran kelainan toraks cukup luas), ada riwayat
penyakit lain (bronkiektasis dan bronkitis kronik), ada komplikasi, dan tidak adanya respon
terhadap pengobatan yang telah diberikan (Priyanti, 1996:72). Tatalaksana penderita
pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit umumnya adalah dengan pemberian oksigen
(terutama pada anak yang sianosis),pemasangan infus (untuk rehidrasi dan koreksi
elektrolit), pemberian obat penurun panas pada penderita dengan suhu tinggi, serta
dilakukan pembersihan jalan napas. Antibiotika tertentu perlu diberikan jika
mikroorganismepenyebabnya sudah diketahui melalui uji laboratorium (Priyanti, 1996: 72-
73). Apabila penderita juga mengalami stridor, maka diindikasikan ia mengalami kelainan
kongenital sehingga perlu mendapat pengobatan khusus (Depkes RI, 2003: 11).
2.9 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT (Diphteri,
Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
a. Vaksin Campak
Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini
dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun dapat
dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang bahkan dapat
mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan
gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada anak yang sakit
campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit campak pada balita dengan
memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40
tahun lalu telah ada vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi
mencapai 76%, namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit campak masih
menyerang 30 – 40 juta anak.
b. Vaksin Pertusis
Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari. Penyakit ini
masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bacteria Bordetella pertussis.
Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke dalam program imunisasi
nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri dan tetanus.
Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka kematian masih tinggi dan
mencapai 295.000 – 390.000 anak pertahun.
c. Vaksin Hib
Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib) merupakan
penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama. Diduga Hib
mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin Hib
sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih terbatas dan
belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib telah masuk program nasional
imunisasi, tapi di Indonesia belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah
mendapatkan vaksinasi Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42%
sedangkan di negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini
dimungkinkan karena harganya yang relatif mahal dan informasi yang kurang.
WHO menganjurkan agar Hib diberikan kepada semua anak di negara berkembang.
d. Vaksin Pneumococcus
Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada anak di negara
berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama tersedia untuk anak usia diatas 2
tahun dan dewasa. Saat ini vaksin pneumokokus untuk bayi dan anak dibawah 3
tahun sudah tersedia, yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate vaccine
(PCV). Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju. Hasil
penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara rutin pada bayi,
menunjukkan penurunan bermakna kejadian pneumonia pada anak dan keluarganya
terutama para lansia. Saat ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin
mengandung 7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan tersedia
vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika), dengan pemberian imunisasi
PCV 9 terjadi penurunan kasus pneumonia sebesar 37%, pengurangan penderita
yang harus dirawat di rumah sakit sebesar 15%, dan pengurangan kematian pada
anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk
menurunkan kematian pada anak karena pneumonia.
2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang
telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi,
dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya
komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan
penambahan oksigen.
b. Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau amoksilin.
c. Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi antibiotik. Bila
demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami
pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak
mengalami nyeri tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.
3. Pencegahan Tertier
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak munculnya penyakit
lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian
serta usaha. rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk
mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang
dilakukan dapat berupa:
a. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5
hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk.
b. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar
penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian
2.10 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak, yaitu :
1. Pleuritis
2. Efusi pleura
3. Pneumotoraks
4. Piopneumotoraks
5. Abses paru
6. Gagal nafas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
e. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah melahirkan
: Tidak Ada
3. Post natal
Ket :
GI : adalah kakek dan nenek dari ibu klien. Nenek dan kakek dari ibu klien masih hidup, tapi
nenek dari ayah klien sudah meninggal dunia akibat rematik di usia 54. Menurut ibu klien kakek
dan nenek klien baik dari ayah tidak ada yang menderita penyakit genetic (keturunan).
GII : adalah orangtua klien. Ibu klien bersaudara 3 orang status kesehatannya semua sehat. Ayah
klien adalah anak tunggal.
GIII : adalah generasi ketiga adalah klien. Klien tinggal bersama kedua kakek, ibu dan ayah.
A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : 2,8 kg
2. Tinggi badan : 50 cm.
3. Waktu tumbuh gigi : -
B. Perkembangan Tiap tahap
Usia anak saat
1. Berguling : 4 bulan
2. Duduk : Belum bisa
3. Merangkak : Belum bisa
4. Berdiri : Belum bisa
5. Berjalan : Belum bisa
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : Belum bisa
7. Bicara pertama kali : Belum bisa
8. Berpakaian tanpa bantuan : Belum bisa
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
¤ Support sistem dalam keluarga : Keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan An. B
X. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
C. Eliminasi BAK
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Jernih Jernih
D. Eliminasi BAB
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Frekuensi (waktu) 2-3x sehari 1x sehari
2. Konsistensi
Lunak Keras
3. Kesulitan
4. Bau Tidak Tidak
5. Warna
Khas Khas
Kuning Kuning
E. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi
- Cara
Dimandikan ibu di bak Dimandikan dg waslap
- Frekuensi
3x sehari 2x sehari
- Alat mandi
Bak, sabun, handuk Waslap
2. Cuci rambut
- Frekuensi
- Cara
3x seminggu 1x seminggu
G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
7. Muka
Inspeksi
Data lain :-
Mata
Inspeksi
e. Posisi mata :
Simetris / tidak : Simetris
Data lain :-
9. Telinga
Inspeksi
a. Rinne : Normal
b. Weber : Normal
c. Swabach : Normal
Pemeriksaan vestibuler : Normal
Data lain :-
10. Mulut
Inspeksi
a. Gigi
- Keadaan gigi :-
- Karang gigi / karies :-
- Pemakaian gigi palsu :-
b. Gusi
Merah / radang / tidak : Tidak
c. Lidah
Kotor / tidak : Tidak
d. Bibir
- Cianosis / pucat / tidak : Cianosis
- Basah / kering / pecah : Kering
- Mulut berbau / tidak : Tidak
- Kemampuan bicara : Px belum dapat bicara
Data lain :-
11. Tenggorokan
a. Warna mukosa : Sianosis
b. Nyeri tekan : Ada
c. Nyeri menelan : Ada
12. Leher
Inspeksi
Palpasi
Palpasi
14. Jantung
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
a. BJ I : Normal
b. BJ II : Normal
c. BJ III : -
d. Bunyi jantung tambahan : Tidak Ada
Data lain : ...........................................................................
15. Abdomen
Inspeksi
a. Membuncit : Tidak
b. Ada luka / tidak : Tidak
Palpasi
a. Hepar : Teraba
b. Lien : Teraba
c. Nyeri tekan : Tidak ada
Auskultasi
Peristaltik : Ada
Perkusi
a. Tympani : Normal
b. Redup : Normal
Data lain : ...........................................................................
a. Motorik
- Pergerakan kanan / kiri : Normal
- Pergerakan abnormal : Tidak ada
- Kekuatan otot kanan / kiri : Lemah
- Tonus otot kanan / kiri : Menurun
b. Refleks
- Biceps kanan / kiri : Normal
- Triceps kanan / kiri : Normal
c. Sensori
- Nyeri : Normal
- Rangsang suhu : Normal
- Rasa raba : Normal
Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan : Belum dapat berjalan
- Kekuatan kanan / kiri : Normal
- Tonus otot kanan / kiri : Normal
b. Refleks
- KPR kanan / kiri : Normal
- APR kanan / kiri : Normal
- Babinsky kanan / kiri : Normal
c. Sensori
- Nyeri : Normal
- Rangsang suhu : Normal
- Rasa raba : Normal
Data lain : ...........................................................................
1. Motorik kasar
2. Motorik halus
3. Bahasa
4. Personal social
XII. Test Diagnostik
2. LED = 7 mm/jm
3. Kultur sputum : terdapat virus sinnsial pernafasan
DO :
- Klien tampak sesak
SDM & leukosit PMN
- Pernafasan Cuping mengisi alveoli
hidung, trakipneu
- Klien nampak pucat
- Bibir sianosis Konsolidasi di alveoli
- TTV :
KU : Lemah
Compliance paru
N : 120X/menit menurun
S : 38̊ C
RR : 60x/menit
TD : 90/70mmHg
2. DS : Infeksi Ketidakefektifan
- Ibu klien bersihan jalan
mengatakan anaknya nafas
batuk berlendir Kerja sel goblet
sudah 3 hari
- Ibu klien
mengatakan nafas Produksi sputum
anaknya disertai
bunyi
DO : Akumulasi sputum di
- Klien nampak batuk jalan nafas
berlendir dan
beringus Gangguan Ventilasi
- Terdengar bunyi
ronchi
- Pergerakan dada
tidak simetris
3. DS : Eksudat & serous Hipertermi
- Ibu klien masuk dalam alveoli
mengatakan anaknya
juga mengalami
panas cukup tinggi Stimulasi
DO : chemoreseptor
- Klien nampak pucat hipotalamus
- Bibir sianosis
- TTV :
KU : Lemah
N : 120X/menit Reaksi peningkatan
S : 38̊ C suhu tubuh
RR : 60x/menit
TD : 90/70
4. DS : Frekuensi nafas Gangguan pola
- Ibu klien tidur
mengatakan anaknya
menjadi susah tidur
selama sakit Ketidakefektifan pola
DO : nafas
- Pasien terus
menangis
- Klien nampak pucat
- TTV : Susah tidur
KU : Lemah
N : 120X/menit
S : 38̊ C
RR : 60x/menit
- TD : 90/70
3.7 Evaluasi
Jam/ No Dx EVALUASI TTD
tanggal
17 1 S:
april - Ibu klien mengatakan anaknya
2018 masih sesak nafas dan batuk
berlendir sejak 3 hari yang lalu
DO :
- Klien sudah tidak sesak
- Bibir lembab
- TTV :
A: Masalah teratasi
P: intervensi dilanjutkan no 1, 2, dan 3
17 2 S:
april - Ibu klien mengatakan anaknya
2018 batuk berlendir sudah berkurang
- Ibu klien mengatakan nafas
anaknya sudah tidak berbunyi
O:
- Pasien sudah dapat mengeluarkan
sputum
- Tidak suara napas tambahan
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan no 1, 2, dan 5
17 3 S:
april - Ibu klien mengatakan anaknya
2018 sudah tidak panas
DO :
- Klien sudah tidak tampakpucat
- Bibir lembab
- Crt< 3detik
A: masalah teratasi
P: Intervernsi dilanjutkan
Memberikan edukasi terkait penyakitnya
pada keluarga pasien
17 4 S:
april - Ibu klien mengatakan anaknya
2018 sudah bisa tidur
O:
- Pasien sudah jarang menangis
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Memberikan edukasi terkait penyakitnya
pada keluarga pasien
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut bawah. Bila seseorang
menderita pneumonia, nanah dan cairan mengisi alveoli dalam paru yang
mengganggu penyerapan oksigen, dan membuat sulit bernapas. Pneumonia adalah
setiap penyakit radang paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur.
Pneumonia dapat menjadi duatu infeksi yang serius dan mengancam nyawa, ini adalah
benar etrutama pada anak-anak dan mereka yang mempunyai persoalan-persoalan medis
lain yang serius. Dengan penemuan dai banyak antibiotik, kasus dari pneumonia dapat
dirawat dengan suskses. Pneumonia dapat dicegah dengan imunisasi campak pada usia 9
bulan dan imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2,
3, dan 4 bulan.
4.2. SARAN
Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Pneumonia ini
diharapkan mahasiswa untuk lebih bisa memahami, mengetahui dan mengerti tentang cara
pembuatan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Pneumonia.