Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PREMATUR
dr. Hendy
MS-PPDS Ilmu Kesehatan Anak
09/294367/PKU/11078
Pembimbing Utama
Pendamping Pembimbing
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi prematur adalah bayi lahir dengan umur kehamilan (UK) kurang dari 37
Afrika 11,9%, terendah di Eropa 6,2% dan asia tenggara 11,1% (Beck dkk.
2010). Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Bali mendapatkan angka
kelahiran bayi prematurnya sebesar 32,9% selama tahun 2011. Kejadian henti
napas merupakan masalah utama pada bayi prematur yang salah satu
penyebabnya adalah pusat napas yang belum berkembang dengan sempurna. Hal
tersebut dikenal sebagai apnea prematur (AP) dengan angka kejadian mencapai
85% pada bayi dengan UK kurang dari 34 minggu (Barrington dan Finer 1991).
saat ini karena diagnosis AP sulit ditegakan dan waktu timbulnya AP sulit
diprediksi. Apnea prematur sulit ditegakan karena gejala apnea pada bayi
prematur bukan hanya disebabkan oleh perkembangan pusat napas yang belum
sempurna saja, tapi disebabkan oleh berbagai macam faktor, oleh karena itu
setelah kita berhasil menyingkirkan penyebab lain dari apnea, diagnosis AP baru
dkk (1982) AP dapat terjadi pada 24 jam pertama kehidupan bayi prematur,
sedangkan peneliti lain mendapatkan AP sering terjadi pada hari kelima dan
keterlambatan terapi.
menjadi salah satu penyebab kematian perinatal pada survei tersebut. Peneliti lain
pada anak, selain itu perawatan bayi dengan AP yang lama dan membutuhkan
obat gologan methylxanthine yaitu kafein sitrat atau aminofilin untuk mencegah
yang lebih tinggi dibanding dosis penelitian lain untuk pencegahan AP.
Rekomendasi tersebut didukung oleh dua review Cochrane oleh Steer dan
Henderson-Smart 1999; 2001. Hasil meta analisis oleh Steer dan Henderson-
kafein mencegah kejadian apnea pada bayi prematur yang berisiko tinggi yaitu
bayi yang menjalani prosedur operasi dengan anestesi umum. McCallum dan
kedua meta analisis tersebut karena penelitian hanya terfokus pada kafein saja
dan dilakukan pada populasi bayi prematur dengan risiko rendah, oleh karena itu
rekomendasi ini masih belum banyak diadopsi oleh klinisi karena masih perlu
penelitian yang dilakukan oleh Merchant dkk.1993, akan tetapi dosis yang
berikutnya oleh Larsen dkk. 1995; Skouroliakou dkk. 2009 menyimpulkan bahwa
efektivitas aminofilin tidak sebaik kafein dalam mencegah AP, sehingga hanya
kafein yang direkomendasikan untuk mencegah AP. Baru-baru ini penelitian oleh
Patel dkk. 2013 memperlihatkan pemberian kafein lebih awal dapat mencegah
kafein dalam bentuk injeksi, saat ini belum tersedia di Indonesia, sedangkan
aminofilin adalah sediaan teofilin dalam bentuk injeksi yang merupakan obat
kafein?
B. Keaslian Penelitian
adalah (1) penelitian ini baru pertama kali dilakukan di Indonesia, (2) pada
penelitian ini kami memakai dosis aminofilin sesuai rekomendasi WHO yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya, (3) lama pemberian aminofilin dan kafein
selama tujuh hari dan diobservasi sampai bayi berumur 10 hari, (4) umur
kehamilan bayi prematur dalam penelitian ini antara 28-34 minggu dianggap
sebagai umur yang optimal dan memiliki risiko tinggi mengalami AP.
aminofilin untuk mencegah AP. Hasil penelitian tersebut disajikan pada Tabel 1.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas aminofilin dengan dosis lebih
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi pasien dan keluarga untuk mencegah AP,
kecacatan yang dapat terjadi dikemudian hari akibat AP dan menambah khasanah
mengurangi morbiditas dan kecacatan serta risiko mortalitas akibat AP, sehingga
Larsen dkk. 1995, Aminophylline versus Kafein 20,2 Median kafein Kafein: frekuensi denyut
uji klinis pada bayi caffeine citrate for mg/kgBB lalu 2,5 16,0 mg/L(9,6- jantung lebih rendah dan
UK 33 mgg apnea and mg/kgBB/ 12 jam 23,8 mg/L); aspirat lambung lebih
bradycardia oral/IV VS Median teofilin sedikit
prophylaxis in aminofilin 6,2 10,3 mg/L (4,8- Median apnea aminofilin
premature neonates mg/kgBB lalu 3,1 16,8 mg/L) 2,0 (0-67), kafein 2,5 (0-
mg/kgBB/ 12 jam 70).
oral/IV Median bradikardi
Pemberian: 10 hari aminofilin 4,5 (0-78),
kafein 5,0 (0-72)
Intubasi pada aminofilin
21,4%, kafein 23,2%
Steer dan Prophylactic caffeine Kafein sitrat IV dosis N/A Kafein dapat mencegah
Henderson-Smart to prevent tunggal 5-10 apnea Apnea/bradikardi
2001, meta postoperative apnea mg/kgBB RR 0,09 (95% CI 0,02,
analisis pada bayi following Pemberian: 1 kali 0,34)
UK 30-32 mgg general anesthesia in sebelum operasi Hypoxemia RR 0,13 (95%
preterm infants CI 0,03, 0,63)
Skouroliakou dkk. Caffeine versus Kafein IV, 20 mg/kg Rerata kafein Kafein dapat digunakan
2009, uji klinis theophylline for apnea BB lalu 5 mg/kg BB 13,5 mg/L (5,5- untuk mencegah AP
pada bayi UK < 33 of prematurity: a IV/ 24 jam vs teofilin 23,7 mg/L); Teofilin kejadian apnea ≥
mgg randomised controlled IV, 4,8 mg/kg BB Rerata teofilin 3x per hari pada hari 1-3
trial lalu 2 mg/kg BB IV/ 7,1 mg/L(2,2- (p=0,008) dan hari 4-7
12 jam 13,9 mg/dl) (p=0,001) dibanding
Pemberian: sampai apnea pada kafein
UK 34 mgg
Patel dkk. 2013, Early caffeine therapy Terapi dengan N/A Pemberian kafein awal
kohort retro, pada and clinical outcome Kafein sitrat memiliki prognosis yang
bayi BB 1250 in extremely preterm kapanpun selama di lebih baik
infants rumah sakit. Bayi dengan EC, 25%
Pemberian: umur 3 mati/BPD dibanding 53%
hari (EC), umur 3 dengan LC
hari (LC) aOR 0.26, CI 95% 0.09-
0.70; P<0.01
N/A: not available, IV: intravena, BB: berat badan, mgg: minggu, RR: risiko relatif, AP apnea prematur, UK: umur
kehamilan, EC: early caffeine, LC: late caffeine, BPD: bronchopulmonary dysplasia, aOR: adjusted odds ratio.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Apnea prematur
1. Definisi
Apnea adalah henti napas lebih dari 20 detik atau lebih dari 10 detik yang
diikuti oleh bradikardi atau desaturasi oksigen (Aranda dan Turmen 1979). Apnea
prematur adalah apnea yang terjadi pada bayi prematur akibat pusat napas yang
2. Epidemiologi
Apnea prematur terjadi pada lebih dari 50% bayi prematur (Finer dkk.
2006), menurut Barrington dan Finer (1991) kejadian AP di Kanada pada bayi
dengan UK kurang dari 34 minggu sebesar 85%, sedangkan pada bayi dengan
Apnea prematur menurut Carlo dkk (1982) dapat terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan bayi prematur yang bernapas spontan tanpa gejala kesulitan
napas sebelumnya dan dapat timbul kemudian bahkan pada bayi prematur dengan
pada hari kelima dan kesepuluh. Bayi dengan episode apnea berulang, sebanyak
92% akan berhenti mengalami apnea ketika mencapai umur 37 minggu setelah
konsepsi dan lebih dari 98% bebas apnea pada umur 40 minggu setelah konsepsi
(Thompson dan Hunt 2005). Tipe sentral adalah henti napas akibat hilangnya
usaha untuk bernapas. Tipe obstruktif adalah hilangnya kontrol dari pusat napas
terhadap otot saluran napas atas, sehingga terjadi sumbatan akibat gangguan
patensi saluran napas, tapi proses inspirasi oleh otot diafragma tetap terjadi. Pada
tipe tersebut terlihat usaha napas, tapi aliran udara inspirasi ke paru menghilang.
Tipe campuran adalah henti napas yang terdiri dari komponen sentral dan
obstruktif seperti terlihat pada Gambar 1. Tipe terakhir ini merupakan tipe
Apnea prematur disebabkan oleh pusat napas bayi prematur yang belum
yang belum sempurna tersebut terjadi pada tahap pembentukan dendrit, sinaps
terjadi pada late gestation dan awal kelahiran, sedangkan mielinisasi pada jaras
mengakibatkan waktu konduksi otak menjadi lambat (Thompson dan Hunt 2005).
Pada dewasa dan bayi cukup bulan pusat napas terdapat pada otak
belakang yang terdiri dari pusat napas pons dan medula. Pusat napas pons dibagi
menjadi pusat pneumotaxic dan apneustic, sedangkan pusat napas medula dibagi
menjadi pusat napas dorsal dan ventral. Pengaturan sistim pernapasan terutama
dilakukan oleh pusat napas dorsal. Regulasi pernapasan ternyata juga tergantung
oleh badan sel motor neuron pada medula spinalis, kemoreseptor pusat di medula,
kemoreseptor perifer di badan karotis dan badan aorta, serta reseptor peregangan
Pada bayi prematur, pusat napas terutama terdapat pada batang otak di
daerah bulbopontine. Daerah tersebut berisi neuron yang dapat merespon sinyal
serabut afferent yang berasal dari kemoreseptor perifer, reseptor peregangan paru,
korteks dan reticular activating system. Respon dari pusat napas akan dikirim
melalui serabut efferent berupa stimulus pada otot-otot pernapasan yang berguna
untuk ventilasi dan mengatur irama napas (Haddad 2003), secara skematis terlihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Faktor utama yang berperan dalam mengatur pernapasan (Martin dkk.
1986). PCO2: tekanan parsial karbondioksida; PO2: tekanan oksigen.
refleks inhibisi pernapasan (Martin dkk. 2002), seperti tersaji pada Gambar 3.
darah. Hiperkapnia dapat terjadi setelah lahir ketika plasenta dipisahkan dari bayi
dan bayi mulai bernapas sendiri. Pada bayi cukup bulan hiperkapnia akan
pemanjangan fase ekspirasi. (Noble dkk. 1987). Respon tersebut dihasilkan oleh
dan prostaglandin ternyata juga berperan dalam inhibisi kemoreseptor pusat dan
1999).
dan saturasi oksigen. Saat bayi baru lahir, terjadi peningkatan PaO2 yang
bertahan lama sehingga akan terjadi kondisi hipoksia (Martin dkk. 2002).
Hipoksia pada bayi prematur akan direspon dengan ventilasi bifasik yaitu
hiperventilasi sementara yang bertahan selama satu sampai dua menit, kemudian
minute volume akan menurun sampai terjadi depresi ventilasi yang dilanjutkan
oleh inspirasi dengan konsentrasi oksigen yang rendah (Cross dan Oppe 1952;
Rigatto dkk. 1975). Hal tersebut terakhir dikenal sebagai depresi ventilasi
(Martin dkk. 2002). Hiperventilasi sementara yang terjadi disebabkan oleh respon
kemoreseptor perifer yang tumbang tindih dengan depresi pusat napas akibat
sekunder dari upper brainstem, midbrain dan higher structure (Miller dan Martin
1992).
menginduksi kejadian apnea (Pickens dkk. 1988). Hal tersebut disebabkan karena
thyroarytenoid, sehingga terjadi penutupan glotis dan gerakan menelan (Lee dkk.
1977). Reflek tersebut ternyata juga distimulasi oleh pusat napas secara aktif.
Pada bayi prematur terjadi reflek inhibisi yang berlebihan dan mengakibatkan
hal tersebut diduga karena penurunan impuls dari saraf pusat atau dominansi dari
7. Diagnosis
Gejala klinis AP adalah henti napas lebih dari 20 detik. Apnea akan
kadar O2 saat awal (Martin dkk. 2002). Apnea diikuti oleh beberapa keadaan
seperti bradikardi dan sianosis (Nimavat dkk. 2009). Bradikardia yang mengikuti
kejadian apnea dan desaturasi oksigen diakibatkan oleh stimulasi hipoksia pada
kemoreseptor badan karotis ketika pengembangan paru tidak ada atau melalui
stimulasi reflek inhibisi yang dihasilkan dari stimulasi saluran napas atas.
Gambar 4. Semakin berat kejadian bradikardi, maka sistolik dan diastolik akan
semakin turun yang dapat mengakibatkan terjadi penurunan aliran darah ke otak
dan berpotensi menjadi kerusakan otak akibat hypoxic ischemic (Martin dkk.
2002).
8. Diagnosis Banding
Kejadian apnea pada bayi prematur tidak hanya disebabkan oleh AP, tapi
juga disebabkan oleh berbagai penyebab seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Pernapasan Pneumonia, lesi obstruksi jalan napas, Sindrom Gawat Napas, reflek
laryngeal, paralisis pita suara atau saraf frenikus, pneumotorak,
hipoksemia, hiperkarbia, oklusi nasal, oklusi trakea akibat fleksi trakea
Hematologi Anemia
(Hunt 1996)
9. Pemeriksaan Penunjang
belum ada. Diagnosis AP baru dapat ditegakan setelah penyebab apnea yang lain
dada, aliran udara dari hidung dan atau mulut, saturasi oksigen dan frekuensi
jantung dapat membantu mendiagnosis tipe apnea (Nimavat 2009). Sampai saat
ini kami belum memiliki alat polysomnography tersebut. Oleh karena itu kejadian
apnea kami tegakan melalui gejala klinis, monitor cardiorespiratory maupun alat
saturasi oksigen.
disebabkan oleh banyak faktor, selain faktor belum berkembangnya sistim saraf
pusat yang mengatur pusat napas dengan baik. Faktor-faktor tersebut antara lain
faktor yang dapat menjadi penyebab kejadian apnea pada bayi dengan umur
Peningkatkan
reflek inhibisi
Depresi ventilasi
hipoksia
Hematologi:
Anemia
Gastrointestinal:
Gastroesofageal Metabolik:
Kardiovaskuler:
Asidosis
refluks Gagal jantung
Distensi abdomen Hipoglikemia
Hipotensi
Peritonitis Hipokalsemia
Hipertensi
Hiponatremia
Hipovolemia
Hipernatremia Peningkatan tonus
vagal
11. Terapi
tidur bayi. Rangsang taktil dilakukan dengan mengusap dada atau perut bayi agar
terjadi stimulus ke subkorteks yang akan diteruskan ke pusat napas medula untuk
fraksi inspirasi oksigen (FiO2) dan menurunkan frekuensi apnea (Weintraub dkk.
1992). Posisi tidur bayi menurut Jenni dkk. 1997 adalah posisi kepala
ditengadahkan sekitar 15° ketika bayi tidur terlentang. Hal tersebut bertujuan agar
tidak terjadi obstruksi saluran napas atas. Cara lain yaitu bayi tidur dalam posisi
1994). Membersihkan daerah orofaring dari cairan maupun bahan setengah padat
superior tapi tindakan ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat terjadi hal
sebaliknya.
Bila koreksi awal dan terapi keperawatan sudah dilakukan tapi belum
sensitifitas CO2, memperbaiki volume tidal dan minute volume serta gas darah
dan Hunt 2005). Obat golongan methylxanthines antara lain kafein, teofilin dan
aminofilin. Kafein adalah obat yang direkomendasikan oleh WHO, 2005 untuk
pengobatan AP dengan dosis awal 20 mg/kg berat badan, dilanjutkan setiap 24
jam dengan dosis 5 mg/kg berat badan secara oral atau intravena. Bila tidak ada
kafein dapat diberikan teofilin oral dengan dosis awal 5 mg/kg berat badan dan
dilanjutkan dengan dosis 2 mg/kg berat badan setiap 8 jam atau aminofilin
dengan dosis awal 6 mg/kg berat badan dan dilanjutkan setiap 8 jam dengan dosis
2 mg/kg berat badan per oral atau intravena. Semua pengobatan dapat diberikan
berespon adalah pemakaian alat bantu napas berupa continuous positive airway
pressure (CPAP) dengan nasal prongs. Terapi ini bertujuan untuk membuka
saluran udara dengan tekanan positif, serta mencegah terjadinya obstruksi dari
faring dan laring. Tekanan positif sebesar 2 sampai 5 cm H2O dikatakan dapat
(Romeo dkk. 1991) dipertimbangkan pada bayi yang tidak berhasil dengan
kemoreseptor badan karotis pada dosis rendah dan pada dosis tinggi dapat
menstimulasi pusat napas. Dosis awal 2,5-3 mg/kg berat badan selama 15 menit
diikuti dengan 1 mg/kg berat badan dititrasi sampai dosis efektif yang terendah
dan dosis maksimum 2,5 mg/kg berat badan/jam (Thompson dan Hunt 2005).
selama terapi AP. Hubungan antara GER dan AP masih kontroversi, sehingga
pada bayi yang muntah atau regurgitasi saat pemberian makanan, walaupun tidak
didapatkan apnea sebelumnya (Baird dkk. 2002). Pemberian makanan oral pada
minum oral sebaiknya ditunda (Thompson dan Hunt 2005). Pemberian obat
12. Prognosis
mencapai usia 36-40 minggu usia gestasi. Pada bayi yang sangat prematur (usia
2005).
iskemik (Perlman dan Volpe 1985; Janvier dkk. 2004). Taylor dkk.(1998)
memerlukan perawatan intensif yang cukup panjang dan dinyatakan sembuh bila
bayi tersebut bebas apnea selama tiga sampai tujuh hari tanpa alat bantu napas
(DiFiore dkk. 2001). Thompson dan Hunt 2005 menyatakan bahwa apnea
dysplasia, mudah terserang virus RSV dan retinopati prematur, walaupun jarang
membuat para peneliti berusaha untuk melakukan pencegahan agar tidak terjadi
pada bayi kurang bulan dengan pemberian tekanan positif melalui hidung, akan
tetapi dari review yang dilakukan Subramaniam dkk. 2005 belum mendapatkan
bukti yang cukup terhadap penggunaan CPAP untuk mencegah terjadinya apnea
Hal tersebut didukung oleh penelitian Tourneux dkk. 2008 yang mendapatkan
penurunan durasi dan frekuensi apnea pada bayi prematur yang dirawat dengan
WHO, oleh karena itu masih perlu penelitian lebih lanjut. Pemberian obat
1982). Adenosin adalah nukleotida yang terdapat di seluruh tubuh dan dapat
menjadi berkurang.
Phosphodiesterase
Methylxanthine
Methylxanthine
Aminofilin juga memiliki karakteristik yang serupa dengan kafein seperti yang
disajikan pada Tabel 3, bahkan pada neonatus dengan fungsi hepar yang belum
Mekanisme Pada AP belum diketahui dengan pasti, namun didapat efek berupa stimulasi
kerja pusat napas, meningkatkan minute ventilation, menurunkan ambang batas
hiperkapnia, meningkatkan respon terhadap hiperkapnia, meningkatkan tonus
otot rangka, menurunkan kelelahan otot diafragma, meningkatkan metabolisme
dan meningkatkan konsumsi oksigen. Keduanya adalah antagonis reseptor
adenosin.
Absorpsi Cepat dan lengkap per oral dan intravena. Cepat dan lengkap per oral dan
Tidak terganggu oleh makanan. Kadar intravena. Tidak terganggu oleh
puncak dalam serum (10 mcg/mL) makanan. Kadar puncak dalam
dicapai 1-2 jam. serum (6-10 mcg/mL) dicapai 30
menit-2 jam.
Distribusi Dalam bentuk terikat protein dan bebas. Dalam bentuk terikat protein dan
Distribusi cepat ke otak. Volume 0,45 bebas. Distribusi cepat ke otak.
L/kg. Peningkatan volume pada bayi Volume pada bayi 0,8- 0,9 L/kg.
prematur.
Metabolisme Hati. Biotransformasi: 1). Demethylation Hati oleh cytochrome P450 1A2.
(katalisis: cytochrome P-450 1A2) 1- Metabolisme kafein pada bayi
methylxanthine dan 3-methylxanthine. 1- pramatur tebatas sistim enzim
methylxanthine di hydroxylated oleh hati masih immatur.Terjadi
xanthine oxidase 1-methyluric acid, 2). interkonversi antar kafein dan
Hydroxylation (katalisis: cytochromes P- teofilin pada bayi prematur. Pada
450 2E1 dan P-450 3A3) 1,3- pemberian teofilin 25% akan
dimethyluric acid dan 3). 6% teofilin di menjadi kafein, sedangkan pada
N-methylated kafein. Pada neonatus: pemberian kafein 3-8 % akan
N-demethylationpathway tidak terjadi, menjadi teofilin.
hydroxylation pathway kurang berfungsi,
hanya kafein dan 3-methylxanthine (1/10
saja) metabolit teofilin aktif. Efek
farmakologi kafein akan terlihat setelah
sebelumnya terakumulasi sampai
mendekati konsentrasi teofilin, selama
terakumulasi kafein tidak di
metabolisme.
Ekskresi Pada neonatus, 50% dosis teofilin urin Pada neonatus T1/2 sekitar 3-4 hari
dalam bentuk utuh, maka neonatus dan diekskresi dalam bentuk utuh
dengan penurunan fungsi ginjal dosis sekitar 86% dalam 6 hari.
diturunkan dan perlu pemantauan
konsentrasi dalam serum.
Perhatian Clearance teofilin sangat rendah pada Kafein harus digunakan hati-hati
khusus neonatus. Ekskresi teofilin di renal pada bayi dengan riwayat kejang.
neonatus dalam bentuk yang tidak
dimetabolisme sebanyak 50%.
Efek samping Kadar <20 mcg/mL: mual, muntah, sakit SSP: irritability, restlessness,
kepala, insomnia, diare, irritability, jitteriness. Jantung: takikardi,
restlessness, tremor dan diuresis peningkatan keluaran atrium kiri
sementara. Kadar >20 mcg/mL: muntah, dan peningkatan curah sekuncup.
aritmia dan kejang intractable sampai Gastrointestinal: peningkatan
letal. Reaksi alergi terhadap aspirat lambung.
ethylenediamine walaupun jarang. Gula darah: hypoglycemia,
hyperglycemia.
Ginjal: meningkatkan produksi urin,
creatinine clearance dan ekskresi
natrium dan kalsium.
Penanganan Penghentian pemberian obat methylxanthine
efek samping
Gejala Akut: bila dosis >10 mg/kg sekali minum Kadar serum kafeinlebih dari 50
kelebihan pada usaha bunuh dan gejala kejang baru mg/L dapat menyebabkan gejala
dosis timbul pada konsentrasi serum >100 overdosis pada bayi prematur
mcg/mL, Kronis: dosis berlebih dan seperti demam, takipnea, preterm
berulang dengan konsentrasi dengan >30 infants include fever, tachypnea,
mcg/mL, gejala: kejang umum, aritmia jitteriness, insomnia, tremor pada
dan kematian Manifestasi lain dari ekstremitas, hypertonia,
keracunan teofilin seperti peningkatan opisthotonos, gerakan tonik-klonik,
serum kalsium, kreatinin kinase, kejang, gerakan rahang dan bibir
myoglobin dan hitung lekosit, yang tidak bertujuan, muntah
menurunkan serum fosfat dan hiperglikemia, peningkatan blood
magnesium, akut myocardial infark dan urea nitrogen dan peningkatan total
retensi urin pada laki-laki yang konsentrasi leukocyte. Tidak ada
mengalami obstruksi uropati. kematian yang dilaporkan akibat
overdosis kafein pada bayi
prematur.
pencegahan ini, tidak sampai menimbulkan efek samping karena kadarnya dalam
serum masih dalam batas aman (Hochwald 2002). Pemakaian yang tidak lama
C. Kerangka konsep
obat golongan methylxanthine yaitu aminofilin atau kafein ketika bayi prematur
hiperkapnia dan reflek saraf laring superior ternyata juga dapat mengakibatkan
Bayi prematur dengan umur kehamilan antara 28-34 minggu ternyata juga
dapat mengalami kejadian apnea akibat kondisi lain yang diderita oleh bayi
tersebut. Kondisi tersebut antara lain sepsis, meningitis, pneumonia, GER, NEC,
dan penyakit metabolik. Beberapa keadaan seperti berat badan lahir, jenis
kejadian apnea pada bayi kurang bulan. Kerangka konsep tersebut kami sajikan
pada Gambar 7.
D. Hipotesis
Efektivitas aminofilin dengan dosis lebih tinggi untuk mencegah terjadinya apnea
Terapi pencegahan AP
dengan aminofilin/kafein
Sepsis
Rangsangan saraf laring
Meningitis
superior
Pneumonia
Hiperkapni
GER
Hipoksia
NEC
Penyakit jantung
Penyakit membran
hialin
Berat badan lahir
Anemia
Jenis kelamin
Perdarahan intrakranial
Penggunaan CPAP pada
Kejang
awal kelahiran
Penyakit metabolik
Apnea
Keterangan gambar :
: Tidak dianalisis
METODE PENELITIAN
A. Rancangan penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan uji klinis dan tersamar ganda.
minggu yang diberikan aminofilin dan bayi dengan UK 28-34 minggu yang
diberikan kafein.
Penelitan ini dilakukan di ruang rawat bayi level II dan unit perawatan intensif
1. Populasi penelitian
minggu lahir di Bali. Populasi terjangkau adalah bayi prematur dengan umur
kehamilan 28-34 minggu lahir dan atau dirawat di RSUP Sanglah sejak hari
subyek penelitian.
a. Kriteria inklusi
1. Bayi prematur dengan UK 28-34 minggu lahir dan atau dirawat di RSUP
pencegahan apnea.
b. Kriteria ekslusi
disimpan dalam amplop tertutup yang hanya diketahui oleh peneliti saja, seperti
Kriteria drop out (DO) adalah subyek yang tidak minum obat minimal
80% dari jumlah puyer yang diberikan selama tujuh hari dan subyek yang
necrotizing enterocolitis.
2. Estimasi besar sampel
Keterangan:
sehingga Zβ = 0,842.
Q = 1-P
apnea sebesar 3,2%, karena perbedaan minimal yang dianggap bermakna adalah
20%.
P2 adalah proporsi kelompok kafein sebagai obat standar pencegahan apnea. Hasil
penelitian Larsen dkk (1995), dari 82 bayi prematur yang diberikan kafein, 19
sebesar 23,2%.
P1-P2 adalah selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna, pada penelitian
Sampel tersebut kemudian ditambah 10% untuk kemungkinan sampel yang drop
out (DO), maka didapatkan total 75,6 sampel, dibulatkan menjadi 75 sampel
sesuai kriteria.
catatan medik sampel penelitian, alat monitor saturasi oksigen, kriteria umur
E. Prosedur penelitian
Penelitian mulai dilakukan dengan menilai NBS pada setiap sampel yang masuk
ke RSUP Sanglah melalui ruang gawat darurat kebidanan atau anak. Penilaian
hasilnya dilaporkan pada peneliti, bila sesuai kriteria inklusi, peneliti memberikan
formulir informed consent kepada orang tua bayi, bila tidak setuju sampel
diekslusi. Peneliti kemudian memberikan nomor urut pada sampel yang telah
setuju ikut dalam penelitian, lalu membuatkan obat sesuai dengan kelompok
terapi yang teralokasi pada Lampiran 1dan berat badan sampel dibantu oleh
apotik kimia farma. Obat diberikan dalam bentuk puyer sebanyak 14 bungkus.
sebanyak 1 ml, kemudian diberikan melalui oro gastric tube (OGT) dan dibilas
dengan 1 ml aqua steril atau pemberian langsung per oral. Pada pasien yang
puasa, pemberian obat masih dapat dilanjutkan melalui OGT dan selama
pemberian obat, terapi oksigen tetap dilanjutkan. Pada pasien yang terdiagnosis
NEC sebelum obat habis diberikan, pemberian obat dihentikan. Pemberian obat
pertama merupakan puyer dengan dosis awal yang harus diminumkan terlebih
muda tanpa mengetahui kandungan obat yang didapat oleh sampel. Observasi
frekuensi jantung dan saturasi oksigen maupun klinis kebiruan pada daerah
mukosa selama tujuh hari pemberian obat sampai umur sampel 10 hari. Observasi
terhadap sampel yang telah diperbolehkan pulang maupun pulang paksa sebelum
umur 10 hari dilakukan via telepon setiap tiga hari sampai umur sampel 10 hari
terhadap klinis kebiruan pada daerah bibir atau observasi dilakukan ketika sampel
kontrol ke poliklinik neonatus saat umur 7 atau 10 hari. Seluruh data observasi
dengan memonitor kejadian takikardi, muntah atau aspirat lambung dan kejang
yang dilakukan oleh residen, dokter muda maupun perawat yang bertugas. Hasil
terhadap sampel yang pulang dilakukan oleh orang tua dan bila terjadi efek
samping segera menghubungi peneliti. Bila terdapat frekuensi jantung lebih dari
200 kali per menit selama dua jam, maka pemberian dosis selanjutnya dihentikan
dan subyek dianggap mengalami efek samping obat. Pada sampel yang
diberikan charcoal aktif. Kejadian takikardi dan kejang akan dicatat sebagai
sampel DO.
pencatatan terhadap diagnosis akhir ketika sampel keluar dari RSUP Sanglah.
sampel minimal dan hasil dipresentasikan oleh peneliti. Sampel drop out
F. Identifikasi variabel
Variabel terikat adalah kejadian apnea pada dua kelompok penelitian, sedangkan
variabel bebas adalah bayi prematur UK 28-34 minggu yang diberikan aminofilin
intrakranial, kejang dan penyakit metabolik. Variabel luar pada penelitian ini
antara lain berat badan lahir, jenis kelamin, pemakaian CPAP, rangsangan saraf
G. Definisi operasional
2. Bernapas spontan adalah suatu keadaan bayi prematur yang dapat bernapas
sendiri tanpa alat bantu napas selama 24 jam pertama kelahiran. Bernapas
3. Apnea adalah keadaan henti nafas yang disertai minimal salah satu dari
4. Bradikardi adalah frekuensi jantung < 90 kali/menit yang diukur dengan alat
dari 85% dan terjadi selama 5 detik atau lebih (Nimavat dkk. 2009) yang
diukur dengan alat saturasi oksigen. Pada sampel dengan riwayat kelainan
jantung sianotik, desaturasi terjadi bila saturasi oksigen kurang dari 60%.
6. Sianosis adalah kebiruan yang terjadi pada mukosa atau dikenal sebagai
secara langsung atau per OGT dengan dosis awal 10 mg/kg berat badan,
kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 2,5 mg/kg berat badan setiap 12
jam. Terapi diberikan selama 7 hari dalam bentuk puyer yang diberikan setiap
nominal.
oral secara langsung atau per OGT dengan dosis awal 10 mg/kg berat badan,
kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 1,25 mg/kg berat badan setiap 12
jam. Terapi diberikan selama 7 hari dalam bentuk puyer yang diberikan setiap
nominal.
9. Continous positive airway pressure (CPAP) adalah alat bantu napas dengan
pemberian tekanan positif yang terus menerus. Alat bantu napas ini dapat
diberikan sedini mungkin sebagai pencegahan apnea pada bayi dengan UK <
10. Ventilator mekanik adalah alat bantu nafas yang dapat menciptakan
perbedaan tekanan antara bukaan jalan nafas dengan paru, yang kemudian
11. Takikardi adalah frekuensi jantung lebih dari 200 kali/menit yang diukur
13. Sepsis adalah infeksi sistemik yang ditandai dengan ditemukannya bakteri
14. Pneumonia adalah suatu kondisi akibat infeksi pada parenkim paru. Diagnosis
15. Sindrom gagal napas atau penyakit membran hialin (PMH) adalah suatu
kondisi yang terjadi akibat kekurangan surfaktan pada paru bayi prematur.
16. Meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak. Hal tersebut
skala nominal.
18. Muntah adalah keluarnya isi lambung secara paksa melewati kerongkongan
skala nominal.
19. Necrotizing enterocolitis (NEC) adalah suatu keadaan kematian jaringan usus
20. Gagal jantung kongestif adalah diagnosis klinis yang disebabkan oleh tidak
nominal.
22. Penyakit metabolik adalah suatu gejala gangguan metabolik yang terjadi pada
neonatus. Pada penelitian ini kami ikut sertakan bayi dengan diagnosis
ditegakan dengan pemeriksaan gula darah, serta keadaan asidosis yang lain
H. Etika penelitian
Penelitian ini telah mendapat kelaikan etik dari Badan Penelitian dan
Jenderal Bina Upaya Kesehatan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Uji hipotesis yang dipakai untuk membandingkan efek aminofilin dengan kafein
adalah uji Chi-square, bila ternyata sebaran data maupun syarat yang didapat
tidak sesuai dengan syarat uji Chi-square maka dilakukan uji Fisher. Analisis
ini dibantu dengan program computer dengan nilai P < 0,05 dianggap bermakna.
BAB IV
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2013, selama
periode tersebut kami dapatkan sejumlah 85 subyek dengan umur kehamilan 28-
lainnya mendapat terapi aminofilin. Terapi diberikan selama tujuh hari dan
observasi dilakukan sampai umur subyek 10 hari, selama waktu tersebut kami
dapatkan sembilan subyek tidak menyelesaikan 80% terapinya yaitu empat dari
Kesembilan subyek tersebut masuk dalam kriteria DO. Tidak ada subyek yang
mengalami takikardi dan kejang selama pemberian terapi. Alur penelitian kami
merata. Hal tersebut terlihat dari jenis kelamin antara kedua kelompok relatif
sama, rata-rata berat badan lahir antar kedua kelompok berkisar 1800-1900 gram.
Median lama minum obat selama tujuh hari dan median umur saat dimulai
pemberian obat yaitu satu hari, sedangkan median UK pada kedua kelompok
9 subyek menolak
1 subyek apnea < 24 jam
75 subyek penelitian
39 subyek 36 subyek
terapi kafein terapi aminofilin
4 subyek DO 5 subyek DO
karena karena
meninggal meninggal
35 subyek 31 subyek
terapi kafein terapi aminofilin
Pada kelompok aminofilin lebih banyak kami dapatkan subyek dengan diagnosis
metabolik dan anemia, sedangkan pada kelompok kafein lebih banyak kami
menggunakan alat bantu napas CPAP untuk profilaksis apnea maupun terapi
berimbang. Pada penelitian ini tidak kami dapatkan kejang, takikardi dan
B. Hasil penelitian
Kami melakukan uji bivariat untuk mengetahui efektivitas kafein dan aminofilin
dalam mencegah apnea prematur.seperti yang tersaji pada Tabel 5. Kejadian tidak
apnea pada kelompok yang mendapatkan terapi aminofilin dan kafein ternyata
oleh berbagai macam faktor, untuk mengetahui faktor tersebut kami melakukan
uji multivariat terhadap diagnosis akhir subyek pada kedua kelompok terapi.
Pada penelitian ini, karakteristik awal subyek pada kedua kelompok terapi terlihat
Angka kejadian apnea pada penelitian ini relatif rendah pada kedua
kelompok terapiyaitu sebesar 19,4% pada kelompok aminofilin dan 23,1% pada
kelompok kafein. Perbedaan kejadian apnea pada kelompok terapi kafein dan
aminofilin didapatkan tidak bermakna dengan RR sebesar 1,04 (IK 95% 0,8-1,3)
dan P = 0,92. Number needed to treat (NNT) pada penelitian ini sebesar 28,
artinya perlu 28 subyek diterapi dengan aminofilin selama tujuh hari untuk
mencegah satu kejadian apnea. Relative risk reduce (RRR) pada penelitian ini
sebesar 3,6% artinya aminofilin dalam mencegah kejadian apnea lebih besar
3,6% dari kafein. Berdasarkan nilai RRR dan ARR terlihat aminofilin dosis tinggi
Number needed to harm kejadian GER pada penelitian ini sebesar 26,
artinya sebanyak 26 subyek diterapi dengan aminofilin selama tujuh hari akan
untuk melihat apakah kondisi klinis tersebut dapat menjadi faktor perancu dalam
penelitian ini. Hasil uji multivariat memperlihatkan hyaline membrane disease
kelompok kafein kami dapatkan kondisi sepsis yang berpotensi sebagai faktor
perancu.
D. Diskusi
umur kehamilan kurang dari 34 minggu sebesar 85%. Pada penelitian ini kami
apnea pada kelompok kafein sebesar 23,1% dan kelompok aminofilin sebesar
bermanfaat untuk mencegah kejadian AP. Hal ini konsisten dengan penelitian
yang tidak cukup bermakna antara aminofilin dengan kafein dalam mencegah
apnea prematur. Hal ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang selalu
disebabkan oleh karena dosis aminofilin yang kami berikan pada penelitian ini
Efek samping yang terjadi berupa pada penelitian ini adalah kejadian
GER, sedangkan takikardi dan kejang tidak didapatkan. Kejadian GER pada
penelitian ini terjadi baik pada kelompok aminofilin maupun kafein. Kejadian
memicu kejadian apnea itu sendiri. Pada penelitian ini kami dapatkan kejadian
GER yang meningkat dan merupakan salah satu faktor perancu terjadinya apnea.
akan tetapi index kepercayaan yang sangat lebar sehingga presisinya tidak terlalu
baik. Penyakit membran hialin dapat berpotensi menjadi faktor perancu pada
kelompok aminofilin, akan tetapi sama seperti sepsis pada kelompok kafein,
penyakit membran hialin ternyata juga memiliki index kepercayaan yang lebar
sehingga presisinya tidak baik. Kedua kondisi tersebut perlu dilakukan penelitian
E. Kelemahan penelitian
kadar ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah obat yang kita berikan sesuai
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran dari penelitian ini adalah pemberian aminofilin sesuai dosis yang
itu sendiri. Sepsis dan penyakit membran hialin tetap merupakan faktor yang juga
dapat menyebabkan terjadinya apnea pada bayi prematur, tapi perlu penelitian
Abu-Shaweesh, J.M. dan Martin, R.J. (2005). Apnea of prematurity: past, present
and future. Journal Arab Neonatal Forum. 2, hal.63-73.
Aminophylline injection [online]. (2012). Available from:
<http://www.drugs.com/pro/aminophylline-injection.html>. [Accessed 20
October 2012].
Aranda, J.V. dan Turmen, T. (1979). Methylxanthines in apnea of
prematurity. Clinics in perinatology. 6, hal.87–108.
Ashworth, A., Bickler, S., Deen, J., Duke, T., Hussey, G., English, M.,
dkk.(2005). Problems of the neonate and young infant. Dalam: H.
Campbell, (ed). Pocket Book of Hospital Care for children, Geneva:
World Health Organiztion, hal.55.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.(2007). Riset Kesehatan Dasar.
Republik Indonesia: Departemen Kesehatan.
Baird, T.M., Martin R.J., Abu - Shaweesh J.M.L., Edwards, D.A. (2002). Clinical
associations, treatment, and outcome of apnea of prematurity. Neonatal
Reviews. 3, hal.e66-e70.
Barrington, K. dan Finer, N. (1991). The natural history of the appearance of
apnea of prematurity. Pediatric Research.29, hal.372-375.
Beavo, J.A. dan Reifsnyder, D.H. (1990). Primary sequence of cyclic nucleotide
phosphodiesterase isozymes and the design of selective inhibitors.. Trends
in Pharmacological Sciences. 11, hal.150-155.
Beavo, J.A. dan Reifsnyder, D.H. (1990). Primary sequence of cyclic nucleotide
phosphodiesterase isozymes and the design of selective inhibitors.. Trends
in Pharmacological Sciences. 11, hal.150-155.
Beck, S., Wojdyla, D., Say, L., Betran, A.P., Merialdi, M., Requejo, J.H., dkk.
(2010). The worldwide incidence of preterm birth: a systematic review of
maternal mortality and morbidity. Bulletin World Health
Organization. 88, hal.31–38.
Butcher – Puech, M.C., Henderson - Smart, D.J., Holley, D., Lacey, J.L.,
Edwards, D.A (1985). Relation between apnoea duration and type and
neurological status of preterm infants. Archives of Disease in
Childhood. 60, hal.953-958.
Caffeine citrate [online]. (2012). Available from:
<http://www.drugs.com/pro/caffeine-citrate.html>. [Accessed 20 October
2012].
Carlo, W.A., Martin, R.J., Versteegh, F.G., Goldman, M.D., Robertson, S.S.,
Fanaroff, A.A. (1982). The effect of respiratory distress syndrome on
chest wall movements and respiratory pauses in preterm infants. The
American review of respiratory disease. 126, hal.103-107.
Cross, K.W. dan Ohale, T.E. (1952).The effect of inhalation of high and low
concentration of oxygen on the respiration of the premature
infant. Journal of Physiology. 117, hal.38.
Di Fiore, J.M., Arko, M.K., Miller, M.J., Krauss, A., Betkerur, A., Zadell, A.,
dkk. (2001). Cardiorespiratory events in preterm infants referred for apnea
monitoring studies. Pediatrics. 108, hal.1304–1308.
Dreshaj, I.A., Haxhiu, M.A., Abu-Shaweesh, J.M., Carey, R.E., Martin, R.J.
(1999).CO2-induced prolongation of expiratory time during early
development. Respirology Physiology. 116, hal.125-132.
Eichenwald, E.C., Aina, A., Stark, A.R. (1997). Apnea frequenly persists beyond
term gestation in infants delivered at 24 to 28 weeks. Pediatrics. 100, hal.
354-359.
Finer, N.N., Higgins, R., Kattwinkel, J., Richard, J.M. (2006). Summary
proceedings from the apnea-of-prematurity group. Pediatrics. 117,
hal.S47-S51.
Fredholm, B.B. dan Persson, C.G. (1982). Xanthine derivatives as adenosine
receptor antagonist. European Journal of Pharmacology. 81, hal.673-676.
Haddad, G. (2003). Respiratory control and disorders in the newborn. Dalam:
Mathew OP, (ed). Respiratory control in the newborn: comparative
physiology and clinical disorders., Marcel Dekker: New York, hal1-13..
Heimler, R., Langlois, J., Hodel, D.J. (1992). Effect of positioning on the
breathing pattern of preterm infants.Archives of Disease in Childhood. 67,
3, hal.312-314.
Henderson-Smart, D.J. dan Steer, P.A. Prophylactic caffeine to prevent
postoperative apnea following general anesthesia in preterm
infants.Cochrane Database of Systematic Reviews 2001, Issue 4. Art. No:
CD000048. DOI: 10.1002/14651858.CD000048.
Henderson-Smart, D.J. dan Steer, P.A. Prophylactic methylxanthine for
prevention of apnea in preterm infants. Cochrane Database of Systematic
Reviews 1999, Issue 2. Art. No: CD000432. DOI:
10.1002/14651858.CD000432.
Hochwald, C., Kennedy, K., Chang, J. dan Moya, F. (2002). A randomized,
controlled, double-blind trial Comparing two Loading Doses of
Aminophylline. Journal of Perinatology.22, hal.275–278.
Hunt, C.E. (1996). Diagnosis and therapy. Dalam: R.M. Kliegman, (ed). Apnea
and sudden infant death syndrome in strategies in pediatric, Philadelphia:
W.B. Saunders Co.
Janvier, A., Khairy, M., Kokkotis, A., Cormier, C., Messmer, D, Barrington, K.J.
(2004). Apnea is associated with neurodevelopmental impairment in very
low birth weight infants. Journal of Perinatology. 24, hal.763–768.
Jenni, O.G., von Siebenthal, K.,Wolf, M. (1997). Effect of nursing in the head
elevated tilt position (15 degrees) on the incidence of bradycardic and
hypoxemic episodes in preterm infants. Pediatrics. 100, 4, hal.622-625.
Kosim, M.S., Surjono, A., Setyowireni, D. (eds). (2004). Buku panduan
manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, perawat, bidan di
rumah sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI-UKK perinatologi IDAI -
MNH-JHPIEGO.
Krauss, A.N. (1986). Apnea in infancy: pathophysiology, diagnosis, and
treatment. New York state journal of medicine. Feb, hal.89-96.
Kurlak, L.O., Ruggins, N.R., Stephenson, T.J. (1994). Effect of nursing position
on incidence, type, and duration of clinically significant apnoea in
preterm infants. Archives of Disease in Childhood.Fetal and Neonatal
Edition.71, 1, hal.F16-F19.
Larsen, P.B., Brendstrup, L., Skov, L., Flachs', H. (1995). Aminophylline versus
caffeine citrate for apnea and bradycardia prophylaxis in premature
neonates. Acta Paediatric. 84, hal.360-364.
Lee, J.C., Stoll, B.G., Downing, S.E. (1977). Properties of the laryngeal
chemoreflex in neonatal piglets. The American journal of physiology. 233,
1, hal.R30-R36.
Martin, R.J., Abu-Shaweesh, J.M., Baird, T.M. (2002). Pathophysiologic
mechanisms underlying apnea of prematurity. Neonatal Reviews. 3, 4,
hal.e59-e65.
Martin, R.J., Miller, M.J., Carlo, W.A. (1986). Pathogenesis of apnea in preterm
infants. Journal of Pediatrics. 109, hal.733-741.
Mathew, O.P. (1988). Respiratory control during nipple feeding in preterm
infants.. Pediatric Pulmonology. 5, hal.220-224.
McCallum, A.D. dan Duke, T. (2006). Evidence behind the WHO guidelines:
hospital care for children: is caffeine useful in the prevention of apnoea of
prematurity?, clinical review. Journal of Tropical Pediatrics. 53, hal.76-
77.
Merchant, R.H., Sakhalkar, V.S., Ashavaid, T.F. (1992). Prophylactic
theophylline infusion for prevention of apnea of prematurity, clinical
trial. Indian Pediatrics. 29, 11, hal.77-81.
Miller, M.J. dan Martin, R.J. (1992).Apnea of prematurity. Clinical of
Perinatology. 19, hal.789-808.
Miller, M.J., Carlo, W.A., Martin, R.J. (1985). Continuous positive airway
pressure selectively reduces obstructive apnea in preterm infants. Journal
of Pediatric. 106, hal.91-94.
Natarajan G., Botica M.L., Thomas, R., Aranda, J.V. (2007). Therapeutic drug
monitoring for caffeine in preterm neonates: an unnecessary exercise?
Pediatrics.119, hal.936-940.
Nimavat, D.J., Sherman, M.P., Santin, R.L., Porat, R. (2009). Apnea of
prematurity. Oct 26, 2009. Medscape reference Drugs Diseases [online].
[Accessed Dec 20, 2009]. Available from:
<http://emedicine.medscape.com/article/974971-overview>.
Noble, L.M., Carlo, W.A., Miller, M.J., DiFiore, J.M., Martin, R.J. (1987).
Transient changes in expiratory time during hypercapnia in premature
infants. Journal of Appllied Physiology. 62, 3, hal.1010-1013.
Patel, R.M., Leong, T., Carlton, D.P., Vyas-Read, S. (2013). Early caffeine
therapy and clinical outcomes in extremely preterm infants.Journal of
Perinatology.33, hal. 134-140.
Perlman, J.M. dan Volpe, J.J. (1985). Episodes of apnea and bradycardia in the
preterm newborn: impact on cerebral circulation. Pediatrics. 76, 3,
hal.333-338.
Pickens, D.L., Schefft, D., Thach, B.T. (1988). Prolonged apnea associated with
upper airway protective reflexes in apnea of prematurity. The American
Review of Respiratory Disease. 137, hal.113-118.
Rigatto, H., Brady, J.P., Verduzco, R.T. (1975). Chemoreceptor reflexes in
preterm infants: 1. The effect of gestational and postnatal age on the
ventilatory response to inhalation of 100% and 15%
oxygen. Pediatrics. 55, 4, hal.604-613.
Romeo, M.G., Proto, N., Tina, L.G., Parisi, M.G., Distefano, G. (1991). A
comparison of the efficacy of aminophylline and doxapram in preventing
idiopathic apnea in preterm newborn infants. Medical and Surgical
Pediatrics. 13, 1, hal.77-81.
Sarnat, B.H. (2006). Neuroembryology, genetic programming and malformations
of the nervous system.Dalam: J.H. Menkes, H.B. Sarnat, B.L. Maria,
(ed). Child Neurology, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
hal.278-281.
Sherwood, L. (2004). The respiratory system. Dalam: M. Julet, (ed). Human
Physiology From Cells to Systems, Belmont: Brooks/Cole, Thomson
Learning Inc, hal.459-504.
Skouroliakou, M., Bacopoulou, F., Markantonis S.L. (2009). Caffeine versus
theophylline for apnea of prematurity: a randomised controlled
trial. Journal of Pediatrics and Child Health. 45, hal.587–592.
Stark, A.N. (2008). Apnea. Dalam: J.P. Cloherty, E.C. Eichenwald, A.N. Stark,
(ed). Manual of Neonatal Care, Philadelphia: Lippincott Williams&
Wilkins, hal.369-373.
Taylor, H.G., Klein, N., Schatschneider, C., Hack, M. (1998). Predictors of early
school age outcomes in very low birth weight infants. Journal of
Developmental and Behavioral Pediatrics. 19, hal.235–243.
Thompson, M.W., Hunt, C.E. (2005). Control of breathing: development, apnea
of prematurity, apparent life-threatening events, sudden infant death
syndrome. Dalam: M.G. MacDonald, M.M.K. Seshia, M.D. Mullett,
(ed). Avery's Neonatology, Philadelphia: Lippincott Williams& Wilkins,
hal.536-553.
Weintraub, Z., Alvaro, R., Kwiatkowski, K. (1992). Effects of inhaled oxygen
(up to 40%) on periodic breathing and apnea in preterm infants. Journal
of Applied Physiology. 72, 1, hal.116-120.
Lampiran 1. Alokasi sampel kelompok penelitian dengan randomisasi blok
No urut Huruf No urut Huruf No urut Huruf No urut Huruf
01 B 26 B 51 B 76 A
02 B 27 B 52 A 77 A
03 B 28 A 53 B 78 A
04 A 29 A 54 B 79 B
05 A 30 B 55 B 80 B
06 A 31 B 56 A 81 A
07 B 32 A 57 B 82 A
08 A 33 A 58 A 83 B
09 A 34 B 59 A 84 A
10 B 35 B 60 B 85 A
11 A 36 A 61 B 86 B
12 B 37 A 62 B 87 B
13 A 38 B 63 A 88 B
14 B 39 A 64 B 89 A
15 A 40 B 65 A 90 A
16 B 41 A 66 A 91 B
17 A 42 B 67 B 92 A
18 B 43 B 68 B 93 B
19 A 44 B 69 B 94 A
20 B 45 B 70 A 95 B
21 A 46 A 71 A 96 A
22 B 47 A 72 A 97 B
23 A 48 A 73 B 98 A
24 B 49 A 74 B 99 A
25 A 50 A 75 B 100 B