Vous êtes sur la page 1sur 15

Pembesaran Kelenjar Tiroid pada Pria 70 Tahun

Skenario 3
Panji Dewantoro 102014118, Nurul Widya Effrani 102011001
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151

Abstract
Nodusa nontoxic goitre is an enlarged thyroid gland ON Happens That can be in Look
Around Neck What can be numbered 1 Called WITH uninodusa while for a review of More
Than One called multinodusa Where the cause of the deficiency of iodine substance or
substances influence karean goitrogens.
Keywords: nodusa nontoxic goiter, multinodusa, goitrogens
Abstrak
Struma nodusa nontoksik adalah pembesaran yang terjadi pada kelenjar tiroid yang dapat di
lihat di sekitar leher yang dapat berjumlah 1 yang disebut dengan uninodusa sedangkan untuk
lebih dari satu di sebut multinodusa dimana penyebab terjadinya akibat kekurangan zat
iodium maupun karean pengaruh zat goitrogen.
Kata kunci : struma nodusa nontoksik, multinodusa, goitrogen
Pendahuluan
Pembesaran kelenjar tiroid bermacam- macam. Salah satunya struma nodusa nontoksik,
penyakit ini menyebabkan pembesaran pada bagian leher yang dapat berupa 1 buah atau
disebut uninodusa maupun lebih dari 1 yaitu multinodusa penyebab dari uni nodusa maupun
multi nodusa pun bermacam-macam dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai
struma uninodusa nontoksisik yang umumnya terjadi karena defisiensi zat iodium dimana zat
ini dapat diperoleh dari garam yang mengandung iodium. Dapat pula terjadi karena zat yang
mengandung goitrogen. Dalam makalah ini penulis berharap para pembaca dapat lebih
memahami tentang struma nodusa nontoksik yang umum terjadi di kalangan masyarakat agar
mampu menangani kasus demikian secara tepat dan cepat.
Anamnesis
 Identitas

Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang
tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa
dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah
memang benar pasien yang dimaksud.1,2

1
 Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter
atau mencari pertolongan. Keluhan utama dari pasien tersebut adalah terdapat benjolan pada
leher bagian depan yang kian lama makin membesar.

 Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.1

Berikut ini beberapa pertanyaan mengenai riwayat penyakit sekarang :

1. Sejak kapan keluhan dirasakan ?


2. Apakah benjolan makin membesar ?
3. Apakah terdapat kesulitan dalam bernafas maupun menelan ?
4. Apakah suara makin bertambah serak atau parau ?
5. Apakah ada keluhan lain seperti demam ?
6. Apakah terdapat penurunan berat badan?
7. Apakah ada rasa gemetar pada tangan?
8. Apakah terdapat banyak keringat ?
9. Bagaimana konsumsi iodiumnya?

 Riwayat Penyakit Dahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit


yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.2

 Riwayat Penyakit Keluarga

Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.2

2
Pemeriksaan fisik

 Tanda tanda vital : suhu, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernafasan, tingkat
kesadaran.
 Inspeksi :
o Melihat adanya pembesaran (ukuran, jumlah,letak,warna)
o Pamberton sign : Menyuruh pasien mengangkat tangan ke arah medial dan
lihat apakah ada kemerahan pada wajah
o Tremor kasar : Menyuruh pasien mengulurkan tangan dan diberi kertas lihat
apakah ada getaran pada tangan
o Pemeriksaan Oftalmopati :
 Jofroy sign : saat mata di lihat keatas dahi tidak dapat dikerutkan
 Von Stelwag sign : mata jarang berkedip
 Von Grave sign : mata melihat kebawah tapi palpebra superior tidak
ikut kebawah
 Rosenbach sign : saat mata tertutup palpebra tremor
 Moebius sign : tidak dapat fokus pada satu titik lurus
 Exophtalmus : bola mata terlihat menonjol

 Palpasi :
o Lokalisasi
o Ukuran dan jumlah
o Konsistensi
o Imobilisasi
o Meraba kulit lembab atau kering
o Palpasi anterior approach : meraba leher bagian depan dengan 1 jari
menahan pada sisi satunya dan mendorng menggunakan 3-4 jari pada sisi
berlawanan
o Palpasi posterior aprroach: meraba dengan jari 1 pada arah posterior dan
arah anterior dengan jari ke 2-5 kemudian suruh pasien menelan
o Pengukuran lingkar leher

3
Pada keganasan didapatkan konsistensi keras umumnya multipel tapi tidak menutup
kemungkinan uninodular Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening
leher dan raba arteri karotis jika tidak ada pulsasi, umumnya metastase karsinoma tiroid.2

 Auskultasi

Dengarkan pada lobus adanya bruit. Bruit adalah tanda dari suplai darah yang meningkat
yang dapat terjadi pada hipertiroid.2

Pemeriksaan penunjang

 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)


Cara langsung untuk menentukan apakah nodul tiroid ganas atau jinak adalah biopsi aspirasi
dengan menggunakan jarum dan pemeriksaan sitologi lesi. Di tangan yang ahli, ketepatan
diagnostik BAJAH berkisar antara 70-80%, dengan hasil negatif paslu keganasan 1-6%.
Sekitar 10% hasil sitologi positif ganas dan sepertiganya (3-6%) positif palsu yang seringkali
disebabkan tiroiditis Hashimoto.
Ketepatan diagnostik BAJAH akan meningkat bila sebelum biopsi dilakukan penyelidikan
isotopik atau ultrasonografi. Sidik tiroid otonom dan nodul fungsional hiperplastik,
sednagkan ultrasonografi selain untuk membedakan nodul kistik dari padat dan menentukan
ukuran nodul, juga berguna untuk menuntun biopsi.
Teknik BAJAH aman, murah, dan dapat dipercaya, serta dapat dilakukan pada passien rawat
jalan dengan risiko sangat kecil. Dengan BAJAH tindakan bedah dapat dikurangi sampai
50% kasus nodul tiroid, dan pada kasus bersamaan meningkatkan ketepatan kasus keganasan
pada tiroidektomi.3

4
 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi
belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG :

o Kista
o Adenoma
o Kemungkinan karsinoma
o Tiroiditis

 Nuklear Scan/ Radioactive Iodine Uptake(RAI-U)


RAI-U test membantu menegakkan diagnosis
karena dapat membedakan antara pasien dengan
penyakit Gaves, Struma multinodular toksik atau
tiroiditis. Dalam tes ini, I-123 lebih banyak
digunakan secara oral akan diukur kadarnya
dalam darah setelah beberapa jam, kemudian
diikuti dengan pemeriksaan x-ray/foto polos
untuk menevaluasi konsentrasi iodine dalam
kelenjar tiroid. Pasien disarankan puasa terlebih
dahulu sebeum memulakan tes dan riwayat penggunaan obat-obatan dan supplement yang
mungkin bisa menggangu hasil tes harus didapatkan daripada pasien. Kelenjar tiroid yang
overactive biasanya menangkap lebih banyak kadar iodine dari kelenjar tiroid yang normal
sehingga kelihatan jelas pada foto polos.
o nodul dingin atau ‘cold nodule’ bila penangkapan yodium sedikit atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Contohnya pada Hashimoto’s thyroiditis dimana RAI-U rendah
disertai dengan ‘patchy hot spot’ pada kelenjar.
o Nodul panas atau ‘hot nodule’ bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. Contohnya pada
penyakit Graves.
o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.

5
o Jika pasien menghidap hipertiroid bukan disebabkan oleh penyakit Graves tetapi
disebabkan adanya nodul pada tiroid, maka akan terlihat nodul tiroid sebagai ‘hot nodul’
dan kelenjar tiroid yang lainnya ‘cold’.4

 CT Scan
o Biasa memakai kontras media terutama evaluasi ekstensi tumor ekstra glandular, KGB
metastasis dan evaluasi mediastinum atas.
o Evaluasi pembesaran difuse/noduler, massa dan membedakan massa dari thyroid atau dari
organ sekitar thyroid.
o Mengevaluasi laryng, trachea (penyempitan, deviasi dan invasi) termasuk vaskular invasi
dan displacement.
o Penderita dengan hyperthyroid dapat menimbulkan keadaan hyperthyroid yang lama
pasca pemberian kontras.
o Penggunaannya lebih diutamakan untuk mrngrtahui posisi anatomi dari nodul atau
jaringan tiroid terhadap organ sekitarnya seperti diagnosis struma aub-sternal. 5

 MRI
o Mengevaluasi tumor thyroid dengan ekstensi ke mediastinum
o Menggunakan kontras Gadolinium untuk optimalisasi image dengan fat suppression.6

 Pemeriksaan kadar TSH


Kadar TSH akan juga menggambarkan status tiroid secara keseluruhan. Selanjutnya bila
terjadi kenaikan atau penurunan kadar hormon tiroid (terutama T4 bebas) sedikit saja, akan
terjadi penglepasan TSH yang berbanding terbalik sekitar 10 kali. Fakta ini memperkuat
pendapat bahwa TSH tidak selalu tepat menggambarkan status tiroid sesaat. Misalnya setelah
pengobatan hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan terjadi perubahan mendadak kadar
hormon tiroid, maka diperlukan waktu berminggu-minggu agar keseimbangan T4 bebas dan
TSH pulih kembali. . 3,7

 Pemeriksaan T3 dan T4
Thyroxine(T4) dan triodothyronin(T3) adalah hormon yang dihasilkan tiroid dan berfungsi
untuk metabolisme.Peninggian kedua jenis hormon ini ataupun salah satunya dapat
menandakan adanya peningkatan pada fungsi tiroid dan sebaliknya. 3,7

6
Working Diagnosis
Struma uninodosa non toksik
Diagnosis kerja yang diambil untuk skenariio ini adalah struma nodusa non toxic. Diagnosis
tersebut diambil karena pada skenario disebutkan laki-laki berusia 70 tahun tersebut
merasakan adanya benjolan dileher bagian depan yang semakin hari semakin membesar,
sejak satu tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik disebutkan bahwa benjolan tersebut
berdiameter 10cm, konsistensi keras, dan sukar digerakkan dari dasarnya.bentuk benjolan
pada daerah leher yang paling sering ditemukan adalah karena pembesaran tiroid, dan karena
bentuknya nodul, maka disebut struma nodusa. Sedsngkan diagnosis non toxic diambil
karena diskenario tidak disebutkan adanya gejala klinis yang merujuk pada toksisitas hormon
tiroid.

Differential diagnosis8
Struma multi nodusa non Struma difusa toksik Struma multi Kanker tiroid
toksik (graves) nodusa toksik
Pembesaran kelenjar tiroid Pembesaran kelenjar Pembesaran nodul soliter disertai
yang secara klinik teraba lebih tiroid tanpa batas kelenjar tiroid yang pembesaran kelenjar
dari satu nodul tanpa disertai yang tegas atau berbatas tegas dan getah bening
tanda-tanda hipertiroidisme menyatu yang lebih dari satu, yang
disertai hipersekresi memproduksi secara
kelenjar tiroid atau bebas hormon tiroid
hipertiroidisme
Bisa bertumbuh menjadi besar Biasanya kecil Bisa bertumbuh -
menjadi besar sekali
Perkembangan lanjut dari uni Bertumbuh dalam Bertumbuh lambat Bertumbuh cepat
nodusa non toksik (pada usia minggu atau bulan (bertahun-tahun) (jenis anaplastik)
dewasa), bertumbuh lambat
Biasanya pada usia dewasa Biasanya pada umur Biasanya pada umur Terutama pada usia
<45tahun >50tahun <20tahun atau
>70tahun

Jarang mengalami keluhan Sering menunjukan Sering eutiroid, bisa Biasa nya eutiroid,
karena tidak ada gejala hipertiroid, menunjukan gejala kalau sudah
hipotiroidisme atau disertai oftalmiopati hipertiroid setelah bermetastasis bisa

7
hipertiroidisme bertahun-tahun menjadi hipertiroid
atau hipotiroid,
KGB membesar

Etiologi 7
 Defisiensi iodium
 Faktor goitrogen
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang
mengandung yodium.
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari
tambang batu dan batubara.Beberapa zat-zat makanan dalam sayur-sayuran seperti goitrin,
yang ditemukan dalam akar-akaran dan biji-bijian, glikosida sianogenik yang terdapat pada
singkong dan kol dapat melepaskan tiosianat yang dapat mengakibatkan goiter, terutama
dengan adanya defisiensi iodida
 Defisiensi sistem peroksidase, dimana iodida tidak dioksidasi menjadi iodium.
 Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga
bentuk akhir dari hormon tiroid tidak terbentuk.

Epidemiologi

Prevalensi nodul tiroid berkisar antara 5% sampai 50% bergantung pada populasi tertentu dan
sensitifitas dari teknik deteksi; prevalensi nodul tiroid meningkat sesuai dengan umur,
keterpajanan terhadap radiasi pengion dan defisiensi iodium.Di Amerika Serikat prevalensi
nodul tiroid soliter sekitar 4-7% dari penduduk dewasa, 3-4 kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pria. Nodul akan ditemukan lebih banyak pada waktu operasi, autopsi, dan dari
hasil pemeriksaan ultrasonografi yang luput atau tidak terdeteksi secara klinik. Pada autopsi
nodularitas ditemukan pada sekitar 37% dari populasi, 12% di antaranya dari kelompok yang
tadinya dianggap sebagai nodul soliter. Untungnya hanya sebagian kecil yaitu hanya kurang
dari 5% nodul tiroid soliter ganas. Belum ada data epidemiologi mengenai prevalensi nodul
tiroid di berbagai daerah di Indonesia yang dikenal memiliki tipologi geografis dan konsumsi
iodium yang bervariasi.3

8
Patofisiologi

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur
dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor
Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan
struma difusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase
ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.
Defisiensi dalam sintesis hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH.
Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tiroid untuk
menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma.
Iodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tiroid.
Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap
paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksidasi menjadi bentuk yang
aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul
tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diiodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul ioditironin (T3). Tiroksin (T4)
menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan
bekerja langsung pada tirotropihypofisis. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi
sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan
melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofisis yang resisten
terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofisis, dan tumor yang
memproduksi human chorionic gonadotropin.9
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid
sekaligus menghambat sitesis tiroksin dan melalui rangsangan umpan balik negatif pelepasan
TSH oleh kelenjar hypofisis.
5 kelainan sintesis sebagai berikut
o Gangguan transport iodin
o Kekurangan peroksidase dengan gangguan oksidasi iodida jadi iodin dalam
tiroglobulin
o Gangguan emasangan tiroksin beriodin menjadi triidotironin atau
tetraiodotironin

9
o Tidak adanya atau defisiensi deidodinase iodotirosin, sehingga iodin tidak
tersimpan dalam kelenjar
o Produksi berlebihan dari iodoprotiroid.

Kemudian dapat melibatkan gangguan sintesis tiroglobulin abnormal. Pada semua sindrom-
sindrom ini, gangguan produksi hormon tiroid diperkirakan berakibat timbulnya pelepasan
TSH dan pembentukan goiter.7

Gejala klinik

 Terdapat benjolan makin lama makin membesar


 Rasa tercekik
 Sulit bernafas
 Suara serak
 Sulit menelan

10
Penatalaksanaan

Skema algoritme pengelolaan nodul tiroid soliter

Medikamentosa.3

 Terapi supresi dengan I-tiroksin.


Terapi supresi dengan hormone tiroid (levotiroksin) merupakan pilihan paling seringa dan
mudah dilakukan.Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin
bermanfaat pada nodul yang kecil.
Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi dengan I-tiroksin tidak diberikan.
Terapi supresi dilakukan dengan memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran
kadar TSH sekitar 0.1-0.3 mlU/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan, dan bila dalam
waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsy ulang atau
disarankan operasi. Bila selama satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat
dilanjutkan.Pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup,
walaupun belum diketahui pasti manfaat terapi jangka panjang supresi tersebut.
Yang perlu diwaspadai adalah terapi supresi hormonal jangka panjang yang dapat
menumbulkan keadaan hipertiroidisme subklinik dengan efek samping berupa osteopenia

11
atau gangguan pada jantung. Terapi supresi hormonal tidak akan menimbulkan osteopenia
pada pria atau wanita yang masih dalam usia produktif, namun dapat memicu terjadinya
osteoporosis pada wanita pasca-menopause walaupun ternyata tidak selalu disertai dengan
peningkatan kejadian fraktur

 Suntikan ethanol perkutan


Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan dehidrasi seluluer, denaturasi
protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat thrombosis
vascular; akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang
engelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan diketlilingin oleh reaksi granulomatosa dengan
multinucleated giant cells, dan kemudian secara bertahan jaringan tiroid diganti dengan
jaringan parut granulomatosa.
Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik dengan
menyuntikkan larutan etanol; tidak banyak senter yang melakukan hal ini secara rutin karena
tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi.Dalam 6 bulan ukuran nodul bias berkuran
45%.Disamping itu dapat terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukakn oleh
operator yang tidak berpengalaman.Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri
yang hebat, rembesan alcohol ke jaringan ekstratiroid, juga ada resiko tirotoksikosis dan
paralisis pita suara.

 Terapi Iodium radioaktif (I-131)


Terapi dengan I-131 dilakukan pada nodul tiroid autonomy atau nodul panas baik yang dalam
keadaan eutiroid maupun hipertiroid.Terapi iodium radioaktif juga dapat diberikan pada
struma multinodosa non-toksis terutama bagi pasien yang tidak bersedia dioperasi atau
mempunyai resiko tinggi untuk operasi.Iodium radioaktif dapat mengurangi volume nodul
tiroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada sebagian besar pasien.Yang perlu
diperhatikan adalah keungkinan terjadinya tiroiditis radiasi dan disfungsi tiroid pasca-radiasi
seperti hipertiroidisme selintas dan hipotiroidisme.

Nonmedikamentosa

Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur
harus diberikan tambahan yodium.9

12
 Bedah
Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi dengan
pengobatan supresi hormone tiroid, atau pemberian hormone tiroid. Penanganan struma lama
adalah tiroidektomi subtotal dengan indikasi yang tepat.Pembedahan struma retroternum
dapat dilakukan melalui insisis di leher, dan tidak memerlukan torakotomi karena perdarahan
berpangkal pembuluh di leher. Jika letaknya di dorsal a.subclavia, pembedahan dilakukan
dengan cara torakotomi.9
 Laser
Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap eksperimental.Dengan menggunakan
“lower power laser energy”, energy termik yang diberikan dapat mengakibatkan nekrosis
nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada jaringan sekitarnya. Suatu studi tentang terapi
laser yang dilakukan oleh Dossing dkk pada 30 pasien dengan nodul padat-dingin soliter
jinak mendapatkan hasil : pengecilan volume nodul sebesar 44% yang berkolerasi dengan
penurunan gejala penekanan dan keluhan kosmetik, sedangkan pada kelompok control
ditemukan peningkatan volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7% setelah 6 bulan.
Tidak ditemukan efek samping yang berarti. Tidak ada korelasi antara deposit energy termal
dengan pengurangan volume nodul serta tidak ada perubahan pada fungsi tiroid.9

Prognosis
Prognosis dari struma nodusa nontoksis yang ditangani secara cepat dan benar memberikan
hasil yang baik. Sehingga penyembuhan dapat terlaksana dengan baik yaitu dengan cara
pemberian obat dan proses pembedahan pada goiter yang besar.2

Komplikasi

Komplikasi umumnya terjadi bila di lakukan pembedahan salah satunya:

1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. menimbulkan paralisis sebagian atau total
(jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada
operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus laryngeus superior.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan
tekanan.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.

13
6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar paratiroid.10

Pencegahan

 Tujuan dari pencegahan adalah untuk mengurangi konsekuensi dari defisiensi yodium
pada neonates dan anak. Metode prevensi yang direkomendasi adalah dengan
menyuplai garam beryodium melalui program nasional.
 Untuk prevensi pada populasi yang tinggal pada area dengan defisiensi yodium
dimana garam yodium tidak tersedia dan untuk penyembuhan bagi pasien dengan
struma yakni dengan menggunakan minyak yodium, sesuai dengan protocol nasional.
Untuk informasi (sesuai dengan WHO):11

Kesimpulan

Struma uni nodusa nontoksik adaalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang penyebabnya
multifaktoral umunya disebabkan oleh defiensi yodium maupun faktor goitrogen. Penyakit
ini bila ditangani dengan cepat dan tepat akan memberikan hasil yang baik

14
Daftar pustaka
1. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h. 288-90.
2. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:
Erlangga;2007.h.98-99
3. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. h. 2022-37.
4. American Thyroid Association. Radioactive Iodine Use for Thyroid Diseases.
American Thyroid Association. United States. 2005. Available at: www.thyroid.org.
Access on: February 19, 2007.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001.h.609.
6. Cobin RH, Gharib H, et all. Endocrine Practice, In: AACE/AAES Medical/ Surgical
Guidelins For Clinical Practice: Management of Thyroid Carcinoma. Volume 7.
Number 3. American College Of Endocrinology. United States. 2001. Available at:
http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid_carcinoma.pdf. Access on: February
19, 2007.
7. Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, et al. Endokrin metabolik. Jilid I.
Jakarta: Airlangga University press; 2006.h.70-99.
8. Brunicardi FC. Schwartz’s Principles of Surgery. 9th ed. United States : McGraw-Hill
Companies, Inc; 2010
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h.1232-236.
10. Sabiston DC. Buku ajarbedah. Edisi-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1995.h.425-26.
11. Broek I, Harris N, Henkens M, Mekaoui H, Palma PP, Szumilin E, et al. Clinical
Guidelines Diagnosis and Treatment Manual. 2010 ed. French : Medecins Sans.

15

Vous aimerez peut-être aussi