Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
sosial, dan spiritual yang diberikan secara komprehensif dan tidak biasa
dilakukan secara sepihak atau sebagian dari kebutuhannya.
(2) Bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan harus secara langsung
dengan memperhatikan aspek kemanusiaan.
(3) Setiap orang berhak mendapatkan perawatan tanpa memandang perbedaan
suku, kepercayaan, status social, agama dan ekonomi.
(4) Pelayanan keperawatan tersebut merupakan bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan mengingat perawat bekerja dalam lingkup tim
kesehatan bukan sendiri-sendiri.
(5) Pasien adalah mitra yang selalu aktif dalam pelayanan kesehatan, bukan
seorang penerima jasa yang pasif (Hidayat, 2008).
2) Paradigma
Banyak ahli yang membahas pengertian paradigma seperti Masterman
(1970) yang mendefinisikan paradigma sebagai pandangan fundamental tentang
persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Poerwanto P (1997) mengartikan
paradigma sebagai suatu perangkat bantuan yang memiliki nilai tinggi dan sangat
menentukan bagi penggunanya untuk dapat memiliki pola dan cara pandang dasar
khas dalam melihat, memikirkan, memberi makna, menyikapi dan memilih
tindakan mengenai suatu kenyataan atau fenomena kehidupan manusia (Hidayat,
2008).
Keperawatan sebagai ilmu juga memiliki paradigma sendiri dan sampai
saat ini paradigma keperawatan masih berdasarkan empat komponen yang
diantaranya manusia, keperawatan, kesehatan dalam rentang sehat-sakit, dan
lingkungan.
(1) Komponen Paradigma Keperawatan menurut Hidayat (2008), yaitu:
a) Konsep Manusia
Komponen ini merupakan komponen pertama sebagai salah satu fokus
dari pelayanan keperawatan. Manusia bertindak sebagai klien yang
merupakan makhluk biopsikososial dan spiritual yang terjadi merupakan
kesatuan dari aspek jasmani dan rohani yang memiliki sipat unik dengan
kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangannya
masing-masing. Manusia bertindak sebagai klien dalam konteks paradigma
6
Rentang ini merupakan suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan
yang bersifat dinamis dan selalu berubah dalam setiap waktu.
d) Konsep Lingkungan
Paradigma keperwatan dalam konsep lingkungan ini adalah memandang
bahwa lingkunan fisik, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dapat
mempengaruhi kebutuhan dasar manusia selama pemberian asuhan
keperawatan dengan meminimalkan dampak atau pengaruh yang
ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.
3) Matrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu.
4) Patrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5) Keluarga kawinan
Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa
sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena danya hubungan dengan
suami atau istri (Mubarak , 2009: 68-69).
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga
dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
(3) Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual (Jhonson, 2010).
2) Fungsi Keluarga
Beberapa fungsi keluaraga dalam konsep keluarga menurut Jhonson (2010),
yaitu diantaranya adalah sebagai berikut:
(1) Fungsi Biologis
a) Meneruskan keturunan
b) Memelihara dan membesarkan anak
c) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
d) Memelihara dan merawat anggota keluarga.
(2) Fungsi Psikologis
a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman
b) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
d) Memberikan identitas anggota keluarga.
(3) Fungsi Sosialisasi
a) Membina sosialisasi pada anak.
b) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
c) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
(4) Fungsi Ekonomi
a) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
b) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang
akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).
11
2.2.2 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Infeksi saluran pernafasan bagian atas
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
14
2.2.3 Etiologi
1) Virus Utama :
(1) ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
(2) ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2) Bakteri utama: Streptococuspneumonia, haemophilus influenza,
Staphylococcus aureus
3) Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia
sekolah : Mycoplasma pneumonia.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut:
1) Faktor host (diri)
(1) Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
(2) Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak
penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit
ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering
terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA
anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Koch et al, 2003)
16
rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu
(WHO, 1989).
(2) Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA
berat.
(3) Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi
yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan
masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status
ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Darmawan,1995).
(4) Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat
bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003).
(5) Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra,
2003).
18
2.2.4 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga
pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak.
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
19
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia
20
Kuman Berlebih di Bronkus Kuman Terbawa Kesaluran CernaInfeksi Saluran nafas bawah
Hipertermi
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Mukus Peristaltik usus meningkat Gangguan Difusi Gas
di Bronkus Meningkat
Intake Menurun
Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh
Fatique
2.2.6 Manifestasi Klinik
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,Intoleransi Aktivit
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak
mau minum.
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1) Pada sistem respiratorik: Tachypnea, napastidak teratur, retraksi dinding
thorak, napascuping hidung, sianosis, suara napas lemahatau hilang,
grunting expiratoir ataupunwheezing.
21
2.2.7 Komplikasi
1) Meningitis
2) OMA
3) Mastoiditis
4) Kematian
2.2.9 Penatalaksanaan
1) Pencegahan ISPA
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
(1) Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
(2) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan
yang paling baik untuk bayi.
(3) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
(4) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.
(5) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein
misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau
jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral
dari sayuran,dan buah-buahan.
(6) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui
apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada
penyakit yang menghambat pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)
(7) Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu
mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT
salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah
satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas.
(8) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi
pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak
23
4) Perawatan Dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
(1) Mengatasi panas (demam)
(2) Mengatasi batuk
(3) Pemberian makanan
(4) Pemberian minuman
5) Pemberantasan Ispa
24
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, Insomnia
Tanda : Letargi, Penurunan toleransi terhadap aktivitas
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3) Integritas Ego
Gejala : Banyaknya stressor
4) Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
turgor buruk, malnutrisi.
5) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal
Tanda : perubahan mental (bingung)
6) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala
Tanda : Nyeri dada
7) Pernafasan
Gejala: PPOM, Merokok sigaret
25
Tanda : Adanya sputum atau secret. Perkusi : pekak di atas area yang
konsolidasi. Bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atasarea yang terlibat
atau nafas bronchial. Warna : Pucat (sianosis)
8) Keamanan
Gejala : Demam (38,5-39,7 0C)
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin
ada pada kasus rubeola dan varisela.
9) Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda : Bantuan dengan perawatan diri.