Vous êtes sur la page 1sur 23

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keluarga


2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional dan sosial dari tiap anggota (Sudhiarto, 2007).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung
karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,
saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya (Hidayat, 2008).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai
hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan terus
menerus, yang tinggal dalam satu atap, mempunyai ikatan emosional dan
mempunyai kewajiban antara satu orang dengan yang lainnya (Jhonson dan
Lenny, 2010).
Jadi, keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah dan hidup dalam
satu rumah tangga yang mempunyai ikatan emosional dan kewajiban masing-
masing.

2.1.2 Falsafah dan Paradigma Keperawatan Keluarga


1) Falsafah
Falsafah merupakan pandangan dasar tentang hakekat manusia dan esensi
keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktek keperawatan.
Hakekat manusia yang dimaksud disini adalah manusia sebagai makluk biologis,
psikologis, sosial dan spiritual, sedangkan esensinya adalah falsafah keperawatan
yang meliputi:
(1) Memandang bahwa pasien sebagai manusia yang utuh (Holistic) yang
harus dipenuhi segala kebutuhannya baik kebutuhan biologis, psikologis,

4
5

sosial, dan spiritual yang diberikan secara komprehensif dan tidak biasa
dilakukan secara sepihak atau sebagian dari kebutuhannya.
(2) Bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan harus secara langsung
dengan memperhatikan aspek kemanusiaan.
(3) Setiap orang berhak mendapatkan perawatan tanpa memandang perbedaan
suku, kepercayaan, status social, agama dan ekonomi.
(4) Pelayanan keperawatan tersebut merupakan bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan mengingat perawat bekerja dalam lingkup tim
kesehatan bukan sendiri-sendiri.
(5) Pasien adalah mitra yang selalu aktif dalam pelayanan kesehatan, bukan
seorang penerima jasa yang pasif (Hidayat, 2008).
2) Paradigma
Banyak ahli yang membahas pengertian paradigma seperti Masterman
(1970) yang mendefinisikan paradigma sebagai pandangan fundamental tentang
persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Poerwanto P (1997) mengartikan
paradigma sebagai suatu perangkat bantuan yang memiliki nilai tinggi dan sangat
menentukan bagi penggunanya untuk dapat memiliki pola dan cara pandang dasar
khas dalam melihat, memikirkan, memberi makna, menyikapi dan memilih
tindakan mengenai suatu kenyataan atau fenomena kehidupan manusia (Hidayat,
2008).
Keperawatan sebagai ilmu juga memiliki paradigma sendiri dan sampai
saat ini paradigma keperawatan masih berdasarkan empat komponen yang
diantaranya manusia, keperawatan, kesehatan dalam rentang sehat-sakit, dan
lingkungan.
(1) Komponen Paradigma Keperawatan menurut Hidayat (2008), yaitu:
a) Konsep Manusia
Komponen ini merupakan komponen pertama sebagai salah satu fokus
dari pelayanan keperawatan. Manusia bertindak sebagai klien yang
merupakan makhluk biopsikososial dan spiritual yang terjadi merupakan
kesatuan dari aspek jasmani dan rohani yang memiliki sipat unik dengan
kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangannya
masing-masing. Manusia bertindak sebagai klien dalam konteks paradigma
6

keperawatan ini bersifat individu, kelompok dan masyarakat dalam suatu


sistem. Sistem tersebut dapat meliputi:
(a) Sistem terbuka, manusia dapat mempengaruhi dan di paengaruhi oleh
lingkungan baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual sehingga proses
perubahan pada manusia akan selalu terjadi khususnya dalam pemenuhan
kebutuhan dasar.
(b) Sistem adaptif, manusia akan merespon terhadap perubahan yang ada di
lingkungannya yang akan selalu menunjukkan perilaku adaptif dan
maladaptif.
(c) Sistem personal, interpersonal dan sosial, manusia memiliki persepsi, pola
kepribadian dan tumbuh kembang yang berbeda serta memiliki
kemampuan dalam kehidupan bermasyarakat khususnya dalam
pengambilan keputusan dan otoritas dalam masalah atau tugas kesehatan.
b) Konsep Keperawatan
Konsep ini adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat
profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia yang dapat
ditunjukkan kepada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang sehat
sakit. Demikian konsep ini memandang bahwa bentuk pelayanan keperawatan
yang diberikan pada klien dalam bentuk pemberian asuhan keperawatan
adalah dalam keadaan tidak mampu, tidak mau dan tidak tahu dalam proses
pemenuhan kebutuhan dasar.
c) Konsep Sehat-Sakit
Komponen ini memandang bahwa keperawatan itu adalah bentuk
pelayanan yang diberikan pada manusia dalam rentang sehat-sakit, yang
dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang Sehat Rentang Sakit

Sejahtera – Sehat – Sehat – Setengah – Sakit – Sakit Mati


Sekali normal sakit kronis

Gambar 1. Rentang Sehat-Sakit (Hidayat, 2008)


7

Rentang ini merupakan suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan
yang bersifat dinamis dan selalu berubah dalam setiap waktu.
d) Konsep Lingkungan
Paradigma keperwatan dalam konsep lingkungan ini adalah memandang
bahwa lingkunan fisik, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dapat
mempengaruhi kebutuhan dasar manusia selama pemberian asuhan
keperawatan dengan meminimalkan dampak atau pengaruh yang
ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.

2.1.3 Ciri Keluarga


Menurut Jhonson (2010), keluarga di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Suami sebagai pengambil keputusan.
2) Merupakan suatu kesatuan yang utuh.
3) Berbentuk monogram.
4) Bertanggung jawab.
5) Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa.
6) Ikatan kekeluargaan sangat erat dan mempunyai semangat gotong-royong.

2.1.4 Tipe atau Bentuk Keluarga


Beberapa tipe atau bentuk keluarga menurut Mubarak (2009 ), antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Keluarga inti (Nuclear Family)
Keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan
yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural)
maupun adopsi.
2) Keluarga besar (Extended Family)
Keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah),
misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti
orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejanis (Guy or
lesbian families).
8

3) Keluarga Campuran (Blended Family)


Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung dan anak-anak
tiri.
4) Keluarga menurut hukum umum (Common Law Family)
Anak-anak yang tinggal bersama.
5) Keluarga orang tua tinggal
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah bercerai,
berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak
mereka yang tinggal bersama.
6) Keluarga Hidup Bersama (Commune Family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal
bersama berbagai hak dan tanggung jawab, serta memiliki kepercayaan bersama.
7) Keluarga Serial (Serial Family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing menikah
lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangannya masing-masing, tetapi
semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
8) Keluarga Gabungan (Composite Family)
Keluarga yang terdiri dari suam dengan beberapa istri dan anak-anaknya
(Poligami) atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya (Poliandri).
9) Hidup bersama dan tinggal bersama (Cohabitation Family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada
ikatan perkawinan yang sah.

2.1.5 Struktur Keluarga


Ada beberapa struktur keluarga yang ada di Indonesia diantaranya adalah:
1) Patrilineal
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun menjadi jalur garis ayah.
2) Matrilineal
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
9

3) Matrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu.
4) Patrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5) Keluarga kawinan
Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa
sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena danya hubungan dengan
suami atau istri (Mubarak , 2009: 68-69).

2.1.6 Ciri-ciri struktur keluarga


Adapun ciri-ciri dan struktur keluarga menurut Mubarak (2009), yaitu:
1) Terorganisasi
Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
2) Ada keterbatasan
Setiap anggota memiliki keterbatasan, tetapi mereka juga mempunyai
keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.
3) Ada perbedaan dan kekhususan
Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

2.1.7 Peranan dan Fungsi Keluarga


1) Peranan Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan kondisi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari
keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga adalah sebagai berikut:
(1) Ayah sebagi suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari keluarga sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
(2) Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
10

pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga
dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
(3) Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual (Jhonson, 2010).
2) Fungsi Keluarga
Beberapa fungsi keluaraga dalam konsep keluarga menurut Jhonson (2010),
yaitu diantaranya adalah sebagai berikut:
(1) Fungsi Biologis
a) Meneruskan keturunan
b) Memelihara dan membesarkan anak
c) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
d) Memelihara dan merawat anggota keluarga.
(2) Fungsi Psikologis
a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman
b) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
d) Memberikan identitas anggota keluarga.
(3) Fungsi Sosialisasi
a) Membina sosialisasi pada anak.
b) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
c) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
(4) Fungsi Ekonomi
a) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
b) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang
akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).
11

(5) Fungsi Pendidikan


a) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetuan, keterampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya.
b) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tungkat perkembangannya.

2.1.8 Peran Perawat Keluarga


Menurut Mubarak (2009), perawat keluarga juga ikut berperan aktif dalam
perawatan keluarga, seperti yang tertera di bawah ini antara lain:
1) Pendidik
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar:
(1) Keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara
mandiri
(2) Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga.
2) Koordinator
Perawat mengkoordinir seluruh pelayanan keperawatan, mengatur tenaga
keperawatan yang akan bertugas, mengembangkan system pelayanan
keperawatan, dan memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan
pelayanan keperawatan di sarana kesehatan.
3) Pelaksana
Perawat yang bekerja dengan pasien dan keluarga baik di rumah, klinik
maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan
langsung. Kontak pertama perawat pada keluarga melalui anggota keluarga yang
sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan
yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung
kepada anggota keluarga yang sakit.
4) Pengawas Kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan homevisite atau
kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian
tentang kesehatan keluarga.
12

5) Pembaharu atau Perubah


Perawat mengadakan inovasi agar pasien atau keluarga mempunyai cara
berfikir yang benar dalam mengatasi masalah, sehingga sikap dan tingkah laku
menjadi efektif, serta meningkatkan keterampilan yang diperlukan untuk hidup
lebih sehat.
6) Konsultan atau Advocat
Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga didalam mengatasi masalah
kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, maka hubungan
perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan
dapat dipercaya. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat membantu
pasien atau keluarga untuk mengambil keputusan berdasarkan pemahaman
informasi yang diberikan oleh perawat. Perawat melindungi dan memfasilitasi
keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
7) Kolaborasi
Perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan rumah
sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan
keluarga yang optimal.
8) Fasilitator
Membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat
kesehatannya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka
perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan (sistem rujukan,
dana sehat, dan lain-lain).
9) Peneliti
Perawat diharapkan dapat mengidentifikasimasalah penelitian, menerapkan
prinsip dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk
meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Perawat
melakukan penelitian untuk mengembangkan mutu pelayanan keperawatan.
10) Penemu Kasus
Mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi ledakan
atau wabah.
13

11) Modifikasi Lingkungan


Perawat komunitas juga harus dapat memodifikasi lingkungan, baik
lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat, agar dapat tercipta lingkungan
yang sehat.

2.2 Konsep Dasar Ispa


2.2.1 Definisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
(hidung, faring dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat
melakukan pernafasan (Widoyono, 2008).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan
pengertian sebagai berikut (Indah, 2005).
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan
bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran
pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract).
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih
dari 14 hari.

2.2.2 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Infeksi saluran pernafasan bagian atas
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
14

2) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.


Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai
dengan alveolus paru-paru.
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi
tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002) :
1) ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala
sebagai berikut:
(1) Batuk.
(2) Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
pada waktu berbicara atau menangis).
(3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
(4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba
dengan punggung tangan terasa panas.
2) Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
(1) Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
(2) Suhu lebih dari 39°C.
(3) Tenggorokan berwarna merah
(4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
(5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
(6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
(7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
3) Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan
atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
(1) Bibir atau kulit membiru
(2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
(3) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
15

(4) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisa


(5) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
(6) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
(7) Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
(8) Tenggorokan berwarna merah

2.2.3 Etiologi
1) Virus Utama :
(1) ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
(2) ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2) Bakteri utama: Streptococuspneumonia, haemophilus influenza,
Staphylococcus aureus
3) Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia
sekolah : Mycoplasma pneumonia.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut:
1) Faktor host (diri)
(1) Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
(2) Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak
penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit
ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering
terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA
anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Koch et al, 2003)
16

(3) Status gizi


Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang
satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP,
ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga
menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
(4) Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan
bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup
berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
(5) Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel
epitel yang mengalami diferensiasi.
(6) Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-
bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber
nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme
yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif
melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke
permukaan saluran pernafasan atas.
2) Faktor lingkungan
(1) Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani,
17

rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu
(WHO, 1989).
(2) Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA
berat.
(3) Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi
yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan
masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status
ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Darmawan,1995).
(4) Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat
bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003).
(5) Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra,
2003).
18

2.2.4 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga
pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak.
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
19

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia
20

2.2.5 Pathway ISPA


Virus, Bakteri, Jamur

Invasi saluran nafas atas

Kuman Berlebih di Bronkus Kuman Terbawa Kesaluran CernaInfeksi Saluran nafas bawah

Proses Peradangan Infeksi Saluran Cerna Dilatasi Pembuluh Darah Peradangan

Akumulasi Sekret di Bronkus Peningkatan Suhu Tub


Peningkatan Flara normal di usus
Eksudat Masuk Alveoli

Hipertermi
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Mukus Peristaltik usus meningkat Gangguan Difusi Gas
di Bronkus Meningkat

Bau mulut tak sedap Malabsorsi Gangguan PertukaranSuplai


Gas oksigen dlm dara

Frekuensi BAB > 3x/hari


Anoreksia
Hipoksia

Intake Menurun
Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh
Fatique
2.2.6 Manifestasi Klinik
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,Intoleransi Aktivit
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak
mau minum.
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1) Pada sistem respiratorik: Tachypnea, napastidak teratur, retraksi dinding
thorak, napascuping hidung, sianosis, suara napas lemahatau hilang,
grunting expiratoir ataupunwheezing.
21

2) Pada sistem cardial: tachycardi, bradicardi,hipertensi, hipotensi, dan cardia


arrest
3) Pada sistem cerebral: gelisah, mudah terangsang,sakit kepala, bingung,
kejang dan koma
4) Tanda-tanda laboratoris:Hipoxemia, hipercapnia, asidosis (metabolik dan
atau respiratoris)
5) Tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulansampai 5 tahun adalah:
(1) Tidak bisa minum
(2) Kejang
(3) Kesadaran menurun
(4) Stridor
(5) Gizi buruk
6) Tanda bahaya pada anak umur kurang dari 2 tahun adalah:
(1) Kurang bisa minum
(2) Kejang
(3) Stridor
(4) Kesadaran menurun
(5) Wheezing
(6) Demam
(7) Dingin

2.2.7 Komplikasi
1) Meningitis
2) OMA
3) Mastoiditis
4) Kematian

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
22

1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah


biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia
3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

2.2.9 Penatalaksanaan
1) Pencegahan ISPA
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
(1) Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
(2) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan
yang paling baik untuk bayi.
(3) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
(4) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.
(5) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein
misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau
jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral
dari sayuran,dan buah-buahan.
(6) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui
apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada
penyakit yang menghambat pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)
(7) Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu
mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT
salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah
satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas.
(8) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi
pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak
23

mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit.


Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat,
desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
2) Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak
memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada
tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung
vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu
manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter.
3) Pengobatan Ispa
(1) ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur
infus , di beri oksigen dan sebagainya
(2) ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya
Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan
Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
(3) ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak
nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap
sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik selama 10 hari.

4) Perawatan Dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
(1) Mengatasi panas (demam)
(2) Mengatasi batuk
(3) Pemberian makanan
(4) Pemberian minuman
5) Pemberantasan Ispa
24

Yang dilakukan adalah :


(1) Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu.
(2) Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
(3) Immunisasi
(4) Menghindari anak kontak langsung dengan penderita ISPA

2.3 Manajemen Keperawatan

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, Insomnia
Tanda : Letargi, Penurunan toleransi terhadap aktivitas

2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi

3) Integritas Ego
Gejala : Banyaknya stressor

4) Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
turgor buruk, malnutrisi.

5) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal
Tanda : perubahan mental (bingung)

6) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala
Tanda : Nyeri dada

7) Pernafasan
Gejala: PPOM, Merokok sigaret
25

Tanda : Adanya sputum atau secret. Perkusi : pekak di atas area yang
konsolidasi. Bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atasarea yang terlibat
atau nafas bronchial. Warna : Pucat (sianosis)

8) Keamanan
Gejala : Demam (38,5-39,7 0C)
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin
ada pada kasus rubeola dan varisela.

9) Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda : Bantuan dengan perawatan diri.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Bersihan Nafas tidak Efektif berhubungan dengan ekspansi paru.
2) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2.3.3 Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, adanya secret.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif
Kriteria : Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke
paru-paru.
Intervensi :
1) Observasi tanda vital, adanya sianosis, serta pola kedalaman pernafasan.
Rasional : sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.

2) Berikan posisi yang nyaman kepada pasien


Rasional : semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan
memperbaiki ventilasi.

3) Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.


Rasional : untuk memperbaiki ventilasi

4) Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode takipneua


Rasional : agar tidak terjadi aspirasi

5) Kolaborasi pemberian oksigen, Nebulizer, pemberian obat bronchodilator


26

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen, mengencerkan secret dan


memudahkan pengeluaran secret, dan untuk vasodilatasi salauran
pernafasan.
3) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Nyeri terkontrol atau menghilang.

Kriteria hasil : Nyeri terkontrol ditandai dengan pasien melaporkan nyeri


menghilang, ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel.
Intervensi :
1) Kaji nyeri yang dirasakan pasien, perhatikan respon verbal dan nonverbal
Rasional : sebagai indicator dalam menentukan intervensi selanjutnya.

2) Anjurkan keluarga memberikan minuman air hangat.


Rasional : mengurangi nyeri pada tenggorokan.

3) Berikan lingkungan yang nyaman


Rasional : meningkatkan kenyamanan.

4) Kolaborasi pemberian antibiotic, pemberian ekspektoran.


Rasional : memudahkan pengeluaran secret, mengobati infeksi.

3.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap intervensi keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implemntasi dilaksanakan
sesuai rencana setelah dilakukan validasi, disam[ping itu juga dibutuhkan
keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat
dan efisisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan kemampuan
fisik dan psikologis.

3.3.5 Evaluasi Keperawatan.


Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dalam proses
keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah dengan membandingkan hasil yang
telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan
dalam intervensi.

Vous aimerez peut-être aussi