Vous êtes sur la page 1sur 8

Ablasio Retina

Defenisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan
fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen
masih melekat erat dengan membran Bruch. Atau pengertian lain mengatkan Ablasio retina adalah
suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel pigmen retina. Pada keadaan
ini sel epitel masih melekat erat dengan membrane brunch. 2,3,4

Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan
struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk
lepas secara embriologis. 2,3,4

Gambar 4. Mata Yang Mengalami Ablasio Retina

Sumber : www.google.com

Klasifikasi Ablasio Retina

Ablasio retina diklasifikasikan menjadi tiga bentuk yaitu :

1. Ablasio retina regmatogenosa, dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina
sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair yang masuk melalui robekan atau lubang pada
retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid. Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain: 2
 Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun usia tidak
menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi.
 Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2
 Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena
seseorang mengalami miopi.
 Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada seseorang
yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior selama atau
setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus
dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan
pergeseran materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.
 Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
 Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina
dalam kasus banyak.
 Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis pada pasien
AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina terjadi, kemudian,
cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui istirahat dan melepas retina
tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka.
 Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice
degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-without or
occult pressure, acquired retinoschisis
Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan
penglihatan yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters) akibat
dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada
lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina oleh gerakan
vitreous.2,3

2. Ablasio retina eksudatif, ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina
dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari
pembuluh darah retina dan koroid ( ekstravasasi). 2
3. Ablasio retina tarikan atau traksi, pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat
tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan
penglihatan turun tanpa rasa sakit. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari
ablasio retina regmatogensa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama
akan membuat retina semakin halus dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditemukan pada tipe Regmetogenosa yang
lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina
regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di
dalam maupun di luar retina pada badan vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi
dari membrane tersebut akan menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga
dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau berkembang menjadi ablasio retina
traksi.2,3,5

Epidemiologi Ablasio Retina

Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi
dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih
sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D)
memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi
katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.6

Etiologi

1. Terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki
ruangan subretina.
2. Retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
3. Akumulasi cairan dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi.

Patogenesis

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel
optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki
ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti
pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses
eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau
lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang
merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice
degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera,
dan sebagainya. Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan
ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya
pembuluh darah retina.
Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan
retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada
mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata
emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100
kali lebih sering daripada mata fakia. Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata
miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata normal.
Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga
kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan
kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-
agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata
yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya
terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi
robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari
epitel pigmen dan koroid. 7

Gejala Klinis
Ablasio retina dapat didahului oleh gejala ablasio vitreous posterior, termasuk floater dan
cahaya berkilat. Dengan onset ablasio retina itu sendiri pasien menyadari perkembangan progesif
defek lapang pandang, yang sering dideskripsikan sebagai bayangan atau tirai. Progresif dapat
cepat bila terdapat ablasio superior. Jika makula terlepas maka akan terjadi penurunan tajam
penglihatan yang bermakna. 6

Tanda
Retina yang mengalami ablasio dapat dilihat pada oftalmoskop sebagai membran abu-abu
merah muda yang sebagian menutupi gambaran vascular koroid. Jika terdapat akumulasi cairan
bermakna pada ruang subretina (ablasio retina bulosa), didapatkan pergerakan undulasi retina
ketika mata bergerak. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena pembuluh darah
koroid di bawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari darah
( pendarahan vitreous) dan pigmen, atau kelopak lubang retina ( operculum) dapat ditemukan
mengambang bebas.6

Penatalaksanaan
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki semua robekan
retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina
sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan
cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada ablasio retina
yaitu :
 Menemukan semua bagian yang terlepas
 Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina yang terlepas.
 Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan adhesi
dinding korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.

Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :


1. Scleral buckling
Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan
cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari
spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung
posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau laser
untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk
dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi
penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal
menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 3,5,8

Gambar 5. Spons silicon


Sumber : www.google.com

Gambar 6. Spons silicon


Sumber : www.google.com

2. Retinopeksi pneumatik
Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke
dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah
pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas,
cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan
dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina.5,8
Gambar 7.Teknik retinopeksi pneumatic
Sumber : www.google.com

3. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan
juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan
vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands),
membran, dan perleketan – perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung
tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali
dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih
dari satu kali operasi.5,8

Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan sesudah operasi
serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan makula maka akan sulit
menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi yang
melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula
yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya kurang dari 1
minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 % sedangkan yang
perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50 %.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang melibatkan
makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelumnya dilakukannya operasi.
Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat
operasi, katarak progresif, dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya
perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6

Vous aimerez peut-être aussi