Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Perilaku
2.1.1.1 Definisi Perilaku
Skinner dalam Notoadmodjo (2005) merumuskan bahwa
perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus)
dan tanggapan (respon) serta respon itu sendiri.
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas
dari manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dapat
dikatakan bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan
oleh manusia, baik dapat diamati maupun tidak secara langsung
(Priyoto, 2015).

2.1.1.2 Perilaku Jajan di Sekolah


Perilaku makan dan minum dapat dilihat dari kebiasaan
makan, jenis makanan yang sering dikonsumsi, tempat
memperoleh makanan atau minuman (warung, pedagang kaki
lima, restoran dan lain-lain), keamanan makanan atau minuman
yang dijual dan tingkat hygiene sanitasi makanan yang dijual
(Sarbini, 2005).
Hal-hal yang terkait dengan perilaku jajan di sekolah yaitu
frekuensi jajan, waktu jajan di sekolah, tempat membeli jajanan di
sekolah dan alasan membeli jajanan (Putra, 2010). Pada usia
sekolah, anak sudah mulai menentukan pilihan makanannya
sendiri, tidak seperti balita yang sepenuhnya tergantung pada
orang tua. Periode ini merupakan periode yang cukup kritis dalam
pemilihan makanan, karena pada periode ini anak baru saja
belajar memilih makanan dan belum mengerti makanan yang baik

8 Universitas Muhammadiyah Palembang


8

Universitas Muhammadiyah Palembang


9

serta dapat memenuhi kebutuhan, sehingga diperlukan bimbingan


orang tua dan guru dalam pengawasannya (Devi, 2012).

2.1.1.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekolah adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru
dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai
hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah
penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat (Departemen Kesehatan, 2007).
Adapun indikator PHBS di institusi pendidikan/sekolah
menurut Anik (2013) meliputi:
a. Memelihara kebersihan tangan dan kuku dengan mencuci
tangan menggunakan sabun dan air mengalir
Memelihara kebersihan tangan dan kuku dengan
mencuci tangan merupakan langkah yang baik untuk
mencegah penyebaran penyakit. Tangan merupakan salah
satu jalur penularan berbagai penyakit menular seperti
gangguan usus dan pencernaan (diare dan muntah) dan
berbagai penyakit lainnya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perilaku
mencuci tangan adalah mencuci tangan menggunakan sabun,
menggunakan air yang mengalir, dan membersihkan seluruh
bagian tangan termasuk sela-sela di antara jari.
Selain membersihkan tangan dengan mencucinya,
kebersihan kuku dilakukan dengan secara rutin memotong
kuku. Pemeliharaan kebersihan kuku adalah untuk mencegah
penularan infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah.
b. Mengkonsumsi makanan dan jajanan sehat di sekolah
Anak sekolah menghabiskan seperempat waktunya
sekolah, demikian halnya pola makan anak. Makanan jajanan
Universitas Muhammadiyah Palembang
10

yang terdapat di sekolah merupakan salah satu sumber


konsumsi makanan yang biasa dikonsumsi anak di sekolah.
Jajan bagi anak sekolah merupakan yang paling sering
dilakukan oleh anak tanpa memperhatikan unsur-unsur
kesehatan yang dapat membahayakan kesehatan anak.
c. Menggunakan WC yang bersih
Upaya yang dilakukan sekolah untuk mencegah
penyebar luasan penyakit menular khususnya diare adalah
dengan menyediakan tempat pembuangan kotoran manusia
yang aman yaitu berupa WC.
d. Membuang sampah pada tempatnya
Perilaku PHBS anak sekolah salah satunya diarahkan
untuk memahami pentingnya menjaga kebersihan
lingkungan. Ciri-ciri perilaku PHBS yang baik pada anak
sekolah adalah perilaku membuang sampah pada tempatnya.
Perilaku PHBS anak sekolah dalam membuang sampah
meliputi kebiasaan anak membuang sampah pada tempatnya,
kebiasaan anak untuk membersihkan ruangan di sekitar
sekolah, serta anak bersedia mengingatkan untuk membuang
sampah pada tempatnya.

2.1.2 Makanan Jajanan


2.1.2.1 Definisi Makanan Jajanan
Menurut FAO (2009), makanan jajanan adalah makanan
dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki
lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang
langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau
persiapan lebih lanjut.
Sementara menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor
942/MenKes/SK/VII/2003, makanan jajanan didefinisikan
sebagai makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
Universitas Muhammadiyah Palembang
11

makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan


siap santap untuk dijual bagi umum, selain yang disajikan jasa
boga, rumah makan atau restoran dan hotel. Syarat-syarat
makanan jajanan yang baik adalah:
a. Sehat, yaitu memenuhi kebutuhan gizi
b. Bersih, yaitu bebas dari kotoran
c. Aman, yaitu tidak mengandung bahan yang berbahaya bagi
kesehatan.

2.1.2.2 Jenis Makanan Jajanan Sekolah


Windarti (2001) mengelompokkan makanan jajanan
menjadi 3 bentuk:
a. Bentuk minuman seperti cendol, es campur, dan ronde
b. Bentuk kudapan seperti pisang goreng dan kue putu
c. Bentuk santapan seperti gado-gado, mie bakso dan nasi
goreng.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2006) dapat


menggolongkan jenis makanan jajanan menjadi:
a. Makanan yang berbentuk, misalnya kue-kue kecil, pisang
goreng, kue putu, kue bugis dan sebagainya.
b. Makanan jajanan yang diporsi seperti mie bakso, laksa,
asinan, dan sebagainya.
c. Makanan jajanan dalam bentuk minuman seperti cendol,
bajigur, cincau, es krim dan sebagainya.

2.1.2.3 Keamanan Makanan Jajanan


Berdasarkan hasil monitoring BPOM tahun 2007 terhadap
2,957 sampel pangan jajanan anak sekolah di 26 ibukota provinsi
menunjukkan bahwa dari 2.957 sampel pangan jajanan anak
sekolah tersebut yang dianalisis terhadap parameter uji cemaran
Universitas Muhammadiyah Palembang
12

mikroba, sebanyak 1.445 sampel (49%) tidak memenuhi syarat


karena mengandung cemaran mikroba melebihi batas, yaitu
sebanyak 887 sampel (30%) mengandung ALT (Angka Lempeng
Total) melebihi batas maksimal, 450 sampel (15%) mengandung
APM (Angka Paling Mungkin) coliform melebihi batas
maksimal, dan 108 sampel (4%) mengandung Angka Kapang-
Khamir yang melebihi batas maksimal (BPOM, 2007).
Berdasarkan pemeriksaan yang di uji pada pengawasan
Pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS) pada tahun 2013, sampel
pangan yang paling tidak memenuhi syarat adalah minuman
berwarna atau sirup, minuman es, jeli atau agar-agar dan bakso.
Penyebab sampel tidak memenuhi syarat antara lain karena
menggunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan,
menggunakan bahan tambahan pangan melebihi batas maksimal,
mengandung cemaran logam berat yang melebihi batas maksimal,
dan kualitas mutu mikrobiologis yang tidak memenuhi syarat
(Kemenkes, 2014).

2.1.2.4 Dampak Mengkonsumsi Makanan Jajanan


Makanan jajanan mempunyai keuntungan dan kelemahan.
Keuntungannya anak-anak mendapat makanan tambahan di luar
makanan yang diberikan di rumah yang dapat menambah energi
pada saat beraktivitas di luar sekolah. Kelemahannya dapat
menyebabkan terkena penyakit saluran cerna karena kurang
terjamin kebersihannya dan kurang nilai gizinya (Febrianty,
2009).
Menurut Kusmayadi dan Dadang (2007) makanan dapat
terkontaminasi mikroba karena beberapa hal, di antaranya
menggunakan lap kotor dalam membersihkan perabotan, tidak
mencuci tangan dengan bersih dan lain-lainnya.

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

Diare dikelompokkan ke dalam penyakit bawaan makanan


(foodborne illness). Penyakit bawaan makanan merupakan
penyakit yang timbul karena pengkonsumsian makanan yang
terkontaminasi dengan zat asing yang tidak diterima tubuh.
Penyakit bawaan makanan pada umumnya menimbulkan
gangguan pada saluran pencernaan, dengan rasa nyeri di bagian
perut, mencret, dan kadang-kadang disertai dengan muntah.
Penyakit ini disebabkan oleh makanan yang mengandung
sejumlah bakteri yang patogen, atau toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri tersebut (Susanna et. al. 2011).

2.1.3 Anak Sekolah Dasar


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66
Tahun 2010, sekolah dasar adalah salah satu pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
Menurut Suharjo (2006) sekolah dasar pada dasarnya merupakan
lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam
tahun bagi anak usia 6-12 tahun.

2.1.4 Diare
2.1.4.1 Fisiologi Defekasi
Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam
rektum, peregangan yang terjadi di rektum merangsang reseptor
regang di dinding rektum, memicu refleks defekasi. Refleks ini
menyebabkan sfingter ani internus (yaitu otot polos) melemas,
rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter ani
eksternus (yaitu otot rangka) juga melemas maka terjadi defekasi.
Peregangan awal dinding rektum disertai timbunya rasa ingin
buang air besar (Sherwood, 2012).

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

2.1.4.2 Definisi Diare


Diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarrola (bahasa
Yunani) yang berarti mengalir terus, merupakan suatu keadaan
abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu frekuen. Hipokrates
memberikan definisi diare sebagai suatu keadaan abnormal dari
frekuensi dan kepadatan tinja (Suharyono, 2012).
World Gastroenterologi Organisation Global Guidelines
(2013) mendefinisikan diare adalah sebagai tinja cair atau lembek
dengan jumlah lebih banyak dari normal.
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih dalam
satu hari (WHO, 1992). Diare dapat juga didefinisikan sebagai
suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan
karakter tinja atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari
(Ramaiah, 2002).

2.1.4.3 Penyebab Diare


Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines
(2013), etiologi diare dibagi menjadi empat penyebab:
a. Bakteri :Shigella, Salmonella, E. coli, Gol. vibrio, Bacillus
cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus
aureus, Camplylobcter aeromonas
b. Virus :Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Corona
virus, Astrovirus
c. Parasit :Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli, Trichuris trichiura,
Cryptosporidium parvum, Strongyloides
stercoralis.
d. Non infeksi :Malabsorbsi, keracunan makanan, makanan alergi,
gangguan motilitas, imunodefisiensi dan lainnya.
Universitas Muhammadiyah Palembang
15

Tabel 2.1. Penyebab diare karena infeksi


VIRUS BAKTERI PROTOZOA

Rotavirus Shigella Giardia Lamblia

Norwalk-like virus Salmonella Entamoeba histolytica

Adenovirus Campylobacter Cryptosporidium

Astrovirus Escherichia coli

Coronavirus Yersinia

Clostridium difficile

Staphylococcus
aureus

Bacillus cereus

Vibrio cholerae

Sumber: Mandal et al., 2004

Sedangkan menurut Sarbini 2005, penyebab diare dibagi


menjadi empat yaitu infeksi (virus, bakteri dan parasit),
malabsorbsi, makanan, dan diare terkait penggunaan antibiotik
DTA/ADD). Virus yang dapat menyebabkan diare akut adalah
Rotavirus, Adenovirus, serta Norwalk dan Norwalk Like Agent.
Bakteri yang dapat menyebabkan diare akut adalah Shigella,

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

Salmonella, Escherichia coli, Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium


botulinum, Staphylococcus aureus, Champylobacter, dan
Aeromonas. Parasit yang dapat menyebabkan diare akut adalah
Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Balantidium
coli, Cryptosporidium, cacing perut, Ascaris, Trichiuris,
Strongyoides, dan Balstissistis hominis. Keracunan makanan yang
dapat menyebabkan diare antara lain keracunan bahan-bahan kimia
ataupun keracunan yang disebabkan oleh racun yang dikandung
dan diproduksi oleh organisme tertentu seperti jasad renik dalam
sayuran, ikan, buah-buahan, dan sayuran, ikan dan buah-buahan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Indonesian
Rotavirus Surveillance Network (lRSN) dan Litbangkes pada pasien
anak di rumah sakit, penyebab infeksi diare akut terutama
disebabkan oleh Rotavirus dan Adenovirus (70%). Penyebab
infeksi lainnya seperti karena bakteri terdapat 8,4% kasus. Diare
karena keracunan makanan disebabkan oleh kontaminasi pada
makanan oleh mikroba seperti Clostridium botulinum dan lain
sebagainya. Diare terkait penggunaan antibiotik (DTA) terjadi
karena penggunaan antibiotik selama 3-5 hari yang menyebabkan
berkurangnya flora normal usus sehingga ekesistem flora usus
didominasi oleh human pathogen khususnya Clostridium difficile.
Angka kejadian DTA berkisar 20-25% (Sarbini 2005).

2.1.4.4 Epidemiologi Diare


Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan
penyebab kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta
kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat diare. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia dan
2,2 juta diantaranya meninggal (WHO, 2009).

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

Penyakit gangguan pencernaan masih merupakan masalah


kesehatan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di
Indonesia, terjadi 17 juta kasus gangguan pencernaan dalam
setahun. Salah satu gangguan pencernaan yang masih banyak
terjadi adalah diare. Angka morbiditas diare di Indonesia masih
tinggi. Hasil survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare
dan Infeksi Saluran Pencernaan, Kementerian Kesehatan tahun
2000 sebesar 301/1000 penduduk, pada tahun 2003 menjadi
347/1000 penduduk, pada tahun 2006 menjadi 423/1000 penduduk
dan pada tahun 2010 angka insiden diare menjadi 411/1000
penduduk (Kemenkes, 2011).
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi,
dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 71
kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang
(CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kabupaten dengan
jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR
1,74%). Tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 Kecamatan dengan
4.204 penderita dan kematian 73 orang (CFR 1,74 %). Tahun 2011
terjadi KLB di 20 kecamatan sebanyak 3.003 penderita dengan
kematian 12 orang (0,40%) (Kemenkes, 2011).
Kejadian diare di Palembang tertinggi pada tahun 2012 yaitu
mencapai 57.576 kasus. Pada tahun 2014 kejadian diare yaitu
44.213 kasus. Kasus tertinggi diare terdapat di wilayah kecamatan
Seberang Ulu I, sedangkan kasus terendah di kecamatan Gandus,
Alang-Alang Lebar, Sako, Sematang Borang, Seberang Ulu II dan
Plaju (Dinkes Kota Palembang, 2014).

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

2.1.4.5 Klasifikasi diare


Diare dibedakan menjadi dua, yaitu (IDAI, 2012):
a. Diare akut
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu
minggu.
b. Diare kronik
Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan
meningkatnya frekuensi buang air besar yang dapat
berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik
secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala
fungsional akibat suatu penyakit berat. Diare kronik dapat di
sebabkan karena infeksi dan juga dapat ditimbulkan oleh
adanya alergi protein, enteropati sensitif gluten, defisiensi
imun dan penyakit hati.

2.1.4.6 Mekanisme Diare


Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare menurut
IDAI (2012) ialah:
a. Gangguan osmotik
Adanya bahan yang tidak diserap menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat
hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka
pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum, sehingga air akan banyak
terkumpul dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke
dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorbsi ini akan
Universitas Muhammadiyah Palembang
19

diabsorbsi kembali, akan tetapi sebagan lainnya akan tetap


tinggal di lumen karena ada bahan yang tidak dapat diserap
seperi Mg, glukose, sukrose, laktase, maltose di segmen ileum
dan melebihi kemampuan absorbsi kolon sehingga terjadilah
diare
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit
kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan
mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan villi
gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida disel
epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
mengeluarkannya sehingga timbul diare
c. Gangguan peristaltik
Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya
dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan
diare. Kegagalan mortilitas usus yang berat menyebabkan
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam
empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada
anak jarang terjadi. Gangguan motilitas mungkin merupakan
penyebab diare pada tirotoksikosis, malabsorbsi asam empedu
dan berbagai penyakit lainnya.

2.1.4.7 Manifestasi Diare


Diare dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik
seperti demam, letargi dan nyeri abdomen. Diare akibat virus
memiliki karakteristik diare cair (watery stool), tanpa disertai
Universitas Muhammadiyah Palembang
20

darah ataupun lendir. Dapat disertai gejala muntah dan dehidrasi


tampak jelas. Bila ada demam, umumnya ringan. Demam
umumnya tidak ditemukan ataupun hanya demam ringan. Diare
umumnya melibatkan organ ileum dengan gejala diare cair
(watery stool) tanpa adanya darah ataupun lendir dan biasanya
berlangsung selama 3-4 hari dengan frekuensi 4-5 kali buang air
cair per hari (Behrman et al., 2006).
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh
penderita, gradasi penyakit diare dapat dibedakan dalam empat
kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan
dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat
badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang
hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan
dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%
(Suharyono, 2008).

2.1.4.8 Cara Penularan dan Faktor Resiko


Menurut Tholia (2001), cara penularan diare pada
umumnya melalui fekal-oral yaitu memasukkan makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar
tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F=
finger, flies, fluid, field)
Diare sering dikaitkan dengan penyakit bawaan makanan
sehingga diare ditularkan secara fekal-oral melalui masuknya
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Penularan dapat
terjadi karena makan dengan tangan yang terkontaminasi.
Kontaminasi sendiri juga dapat terjadi karena makanan atau
minuman yang tidak dimasak dengan sempurna, memakan
masakan mentah, dan tidak melakukan kebersihan personal
terutama pada penjamah makanan (Junias dan Balelay, 2008).
Universitas Muhammadiyah Palembang
21

2.1.4.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan (IDAI, 2009):
a. Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja:
- Makroskopik: konsistensi, warna, lendir, darah dan bau
- Mikroskopik: leukosit, eritrosit, parasit dan bakteri
- Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
- Biakan
b. Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai
adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

2.1.4.10 Cara Pencegahan


Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya
disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman
penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya
pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi pemberian air
susu ibu (ASI), pemberian makanan pendamping ASI,
penggunaan air bersih yang cukup, mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan jamban yang bersih higienis, membuang tinja
dengan benar. Penyehatan lingkungan dilakukan dengan upaya
penyediaan air bersih, pengelolaan sampah dan pengadaan sarana
pembuangan air limbah (IDAI, 2012).
Mengubah pola makan menjadi salah satu upaya
pencegahan munculnya gejala gangguan pencernaan. Kebersihan
personal juga dapat berperan dalam upaya mencegah diare karena
salah satu penyebabnya adalah infeksi (Kemenkes, 2011).
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
perorangan yang penting adalah cuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar dan sebelum
makan mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI,
2006)

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

2.1.4.11 Tatalaksana Diare


Menurut IDAI (2012) tatalaksana diare adalah sebagai beikut:
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan
rumah tangga untuk mencegah dehidrasi seperti: air tajin,
larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah penderita. Jumlah cairan
yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia <1
tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun adalah 100-200 ml, 5-12
tahun adalah 200-300 ml dan dewasa 300-400 ml setiap buang
air besar.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus
dirawat di sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi
oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama
75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara
ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan
dengan menggunakan umur penderita yaitu umur <1 tahun
adalah 300 ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, >5 tahun adalah 1200
ml dan dewasa 2400 ml. Rentang waktu ditentukan dengan
menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda
dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus
diberi lagi. Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata
menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara
dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem
kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Universitas Muhammadiyah Palembang
23

Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di


puskesmas atau rumah sakit. Pasien yang masih dapat minum
meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan infus
terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberi oralit selama
pemberian cairan intravena (kurang lebih 5 ml/kgBB/jam),
apabila dapat minum dengan baik biasanya dalam 3-4 jam
biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak
yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi
tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai
dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk
rehidrasi parenteral digunakan cairan ringer laktat dengan dosis
100 ml/kgBB.
4. Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering dilaporkan pada anak-anak di
negara berkembang dan dihubungkan dengan menurunnya
fungsi imun dan meningkatnya kejadiaan penyakit infeksi yang
serius. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah
menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan diare dengan
dosis 20 mg perhari selama 10-14 hari, dan pada bayi <6 bulan
dengan dosis 10 mg perhari selama 10-14 hari.
5. Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan
ditingkatkan setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan
makanan kaya nutrien sebanyak anak mampu menerima.
Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul
kembali setelah dehidrasi diatasi. Meneruskan pemberian
makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi
berbagai nutrien sehingga memburuknya status gizi dapat
dicegah atau paling tidak dikurangi.
6. Terapi medikametosa
Universitas Muhammadiyah Palembang
24

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan


diare seperti antibiotika, antidiare, antiemetik dan obat yang
mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai
lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya
mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak
diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar
tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak
diperlukan untuk pengobatan diare akut.
Antiobiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua
diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah
rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh
dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10-2-%) yang
disebabkan oleh bakteri patogen seperti Shigella,
Enterotoksigenik E. Coli, Salmonella, Camphylobacter dan
sebagainya.

Tabel 2.2 Antibiotik pada Diare


Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tentracycline Erithromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3
hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecilinam
15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5
hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama
2-5 hari

Universitas Muhammadiyah Palembang


25

Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
(10 pada kasus berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kg
3x sehari selama 5 hari
Sumber: WHO, 2009

2.1.4.12 Komplikasi Diare


Terdapat beberapa komplikasi diare menurut Suharyono (2012) yaitu:
a. Dehidrasi : ringan, sedang dan berat.

Tabel 2.3 Penilaian Dehidrasi


Ringan <5% Sedang 5-9% Berat ≥10%
Tekanan Normal Normal sampai Turun
darah turun
Tekanan nadi Normal Normal sampai Turun
turun
Frekuensi Normal Naik Takikardia
jantung
Kulit Normal Turgor Turgor menurun
menurun
Membrana Sedikit Kering Kering
mukosa kering
Ekstremitas Terperfusi Pengisian Dingin,berbintik
kembali kapiler
lambat
Status mental Normal Normal/lesu Lesu, koma
Keluaran urin Sedikit Mengurang Tidak ada
mengurang
Sumber: Behrman, et al., 2006

Universitas Muhammadiyah Palembang


26

b. Gangguan sirkulasi darah berupa rejatan hipovolemik


c. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan
gejala meteorismus (kembung perut karena pengumpulan gas
secara berlebihan dalam lambung dan usus), hipotonik otot,
lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
d. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
e. Malnutrisi

2.1.4.13 Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis
diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortilitas yang
minimal (Umar Zein, 2004).

Universitas Muhammadiyah Palembang


27

2.2 Kerangka Teori

Siswa sekolah dasar

Perilaku jajan di sekolah

Jenis jajanan Frekuensi jajan Higienitas personal


(mencuci tangan dan
memotong kuku)

Kejadian diare

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Keterangan =

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Universitas Muhammadiyah Palembang


28

2.3 Hipotesis

H0 = Tidak ada hubungan kebiasaan jajan di sekolah dengan kejadian diare


pada siswa SD Negeri 78 Palembang.

H1 = Terdapat hubungan kebiasaan jajan di sekolah dengan kejadian diare


pada siswa SD Negeri 78 Palembang.

Universitas Muhammadiyah Palembang

Vous aimerez peut-être aussi