Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Setelah minggu lalu mempelajari Kelas Pelecypoda, pada minggu ini kita akan melanjutkan
anggota filum Moluska lainnya, yaitu Kelas Gastropoda dan Cephalopoda. Kelas-kelas lainnya
(misal: Amphineura dan Scaphopoda) tidak dibahas dalam praktikum, karena fosilnya jarang
ditemukan, tetapi akan dibahas pada pertemuan di kelas. Sebaliknya, secara evolusi,
perkembangan klas Gastropoda dan Pelecypoda justru malah semakin meningkat dan dianggap
telah mendekati puncak. Perkembangannya dilihat dari jumlah serta varietasnyaa yang semakin
meningkat, sedangkan kebanyakan Cephalopoda telah punah.
Gastropoda berasal dari kata Latin gastro (perut) dan podos (kaki), yang menggambarkan jelas
ciri-ciri utamanya, yakni berjalan dengan menggunakan perut. Termasuk dalam klas ini ialah
hewan yang mempunyai cangkang terputar dari zat gampingan. Gastropoda merupakan suatu
klas yang terbesar dari filum Moluska. Terdapat sekitar 40.000-100.000 spesies Gastropoda
baik yang sudah punah maupun yang masih hidup, sehingga menjadikan kelas ini sebagai kelas
paling beragam dalam filum Moluska. Semula mereka menghuni lautan, tetapi dalam Kala
Mesozoikum dan Kenozoikum banyak jenisnya yang dapat menyesuaikan diri hidup di air tawar
atau payau, dan beberapa diantaranya dapat hidup di darat. Ukuran cangkangnya berkisar
antara 0.5 mm sampai 60 cm. Di samping mempunyai daya untuk menyesuaikan diri yang amat
besar, Gastropoda mempunyai penyebaran yang luas sekali. Sebagian besar dari mereka hidup
di laut dangkal yang dipengaruhi oleh cahaya matahari, tetapi beberapa di antaranya dapat
hidup di laut dalam sampai kedalaman 3000 meter. Gastropoda yang hidup di darat juga
mempunyai penyebaran yang luas. Beberapa diantaranya dapat hidup pada ketinggian 5480 m
di atas muka laut, sedangkan yang lain dapat hidup di daerah dengan iklim kering. Fosil
Gastropada tertua berasal dari batuan Kambrium Bawah dan berkembang pesat hingga Resen.
Banyak anggotanya yang hidup di waktu yang spesifik
Klasifikasi dari Gastropoda sangat bergantung pada anatominya, seperti insang dan cara
hidupnya. Oleh karena itu, klasifikasi pada masa sekarang diadapatasi untuk fosil yang sudah
ada, dan dikelompokkan berdasarkan kemiripan akan cangkang-cangkang yang masih hidup.
Ingat kembali bahwa prinsip the present is the key to the past sangat berlaku disini. Tiga
kelompok Gastropoda tersebut adalah: (1) Prosobranchiata, kelompok yang paling umum,
dimana cangkang dimodifikasi sedemikian rupa untuk merayap dan menggali, (2)
Ophistobrachiata, organisme laut yang cangkangnya sudah termodifikasi sangat sederhana
bahkan hilang sama sekali, dan (3) Pulmonata, yang memodifikasi rongga selubung/mantel
menyerupai paru-paru sehingga dapat hidup di darat.
5.1.2. MORFOLOGI DAN ANATOMI
1. Memiliki cangkang berupa kerucut yang berputar secara spiral (bentuk trochospiral).
2. Dikenal istilah putaran (whorl) yang menunjukkan tingkat perkembangan organisme, jika
whorl semakin banyak, berarti semakin dewasa. Putaran paling besar dan terakhir disebut
last whorl, sedangkan yag lebih kecil di atasnya disebut spire atau whorl. Di puncak spire,
terdapat titik kecil tempat pucuk dari cangkang disebut apex yang berarti puncak. Batas
antara satu whorl dengan whorl lainnya disebut sutura.
3. Di kamar terakhir, terdapat lubang bukaan yang disebut aperture. Ketika masih hidup,
lubang ini tertutupi oleh sebuah alat kecil berbentuk setengah bola yang disebut operculum.
Cangkang memiliki dua dinding, yakni dinding dalam dan luar. Pada kamar terakhir di
aperture, jika dinding dalam terlipat ke luar, dinamakan inductura (columellar lip) dan jika
dinding luar yang terlipat, disebut peristome. Di dekat aperture terdapat sebuah saluran
seperti selokan yang disebut siphonal canal, berperan sebagai saluran untuk bernafas.
4. Ornamentasi di cangkang luar sangat beragam dan tidak semua spesies mampu
mengembangkan seluruh ornamentasinya. Terdapat growth line yang terletak vertikal,
menandakan pertumbuhan dari organismenya. Di beberap spesies, terdapat bagian yang
tebal di growth line, disebut ribs, dan jika sangat tebal dan besar, disebut varix/varises.
Selain itu, ada costae yang ikut memutar bersama dengan cangkang. Jika cangkang memiliki
duri di daerah sutura, dinamakan spine.
5. Cangkang dapat berputar mengiri (sinistral) dan menganan (dekstral). Cara mengamatinya
ada dua cara: (1) Tegakkan cangkang dan lihat dimana aperture berada. Jika berada di kanan,
maka putaran cangkang adalah dekstral, dan sebaliknya; (2) posisikan apex mengarah ke
kita, jika putaran cangkang searah jarum jam, maka putarannya dekstral, dan sebaliknya.
Sumbu putaran ini berbentuk seperti kolom yang melingkar spiral di dalam cangkang,
dinamakan columella.
6. Secara umum, putaran cangkang Gastropoda dapat dibagi menjadi 2. Cangkang disebut
tertutup (involut) jika putaran akhir meliputi atau menutupi putaran terdahulu, misalnya
pada Cyprea. Sedangkan cangkang disebut terbuka (evolut) jika seluruh putaran tampak,
misalnya pada Turritella. Jenis dan putaran cangkang dapat dibagi-bagi lagi, seperti dapat
dilihat pada gambar di bawah.
7. Cangkang umumnya terbuat dari aragonit, namun beberapa spesies mampu membentuk
cangkang kalsit. Ketika menjadi fosil, cangkang aragonit akan mengalami rekristalisasi
menjadi kalsit atau digantikan dengan mineral lain.
5.1.3. KLASIFIKASI
Dicirikan dengan cangkang yang terputar sempurna, memiliki satu atau dua insang, sebuah
rongga mantel (mantle cavity) dan cangkang berbentuk seperti topi atau conispiral.
Ordo Archaeogastropoda
Insang bentuk aspidobranch seperti dua sisir. Bentuk cangkang bervariasi, kebanyakan
berbentuk simetris, walaupun umumnya masih berbentuk helix (spiral). Contoh: Euomphalus,
Plaurotomaria, Patella, Platyceras, Trochus, Maclurites.
Ordo Mesogastropoda
Mempunyai insang pectinibranch, bentuknya sangat beragam namun terputar secara spiral.
Contoh: Strombus, Cypraea, Natica, Cerithium, Nerinea, Turritella.
Ordo Neogastropoda
Insang berbentuk pectinibranch, memiliki siphonal canal yang berkembang baik dan kadang
sangat panjang. Contoh: Murex, Buccinum, Voluta, Conus.
Beranggotakan Gastropoda laut yang cangkangnya sangat minim atau hilang sama sekali.
Hidup di air tawar dan insangnya hilang, tergantikan dengan organ seperti paru-paru.
Umumnya cangkang lebih tipis dan rapuh.
Gastropoda dan Bivalvia biasanya memerlukan usaha yang lebih besar dibandingkan
Cephalopoda untuk memperkuat cangkangnya sebagai bagian dari sistem pertahanan. Hal ini
disebabkan karena Bivalvia dan Gastropoda tidak mampu bergerak bebas dan cepat, akibatnya
lebih mudah untuk dimangsa predator. Cephalopoda dapat bergerak bebas dan memiliki sistem
pertahanan tubuh yang lebih maju, seperti mengeluarkan cairan hitam, oleh karena itu
cangkangnya tidak banyak mengalami ornamentasi, selain untuk tujuan perlindungan bagian
tubuh yang lunak saja.
Cangkang yang besar dan berat merupakan sebuah mekanisme yang baik dalam pertahanan.
Cangkang juga dapat diperbaiki apabila predator merusak cangkang namun tidak berhasil
memakan organismenya. Semakin tebal cangkang, semakin sulit predator mengebor menembus
cangkang. Ornamentasi yang terbentuk pada cangkang juga beragam, seperti spine dan ribs
yang turut membantu dalam mekanisme pertahanan. Spine juga berfungsi untuk menjaga
sedimen tetap menutupi seluruh cangkang ketika bersembunyi.
Penebalan pada lip berguna ketika predator berusaha untuk memakan tubuh lunak organisme
dari aperturnya. Jika lip (baik inner lip, outer lip, maupun columellar lip) tebal, predator akan
lebih sulit menembusnya (Salgeback, 2006).
Mayoritas Gastropoda hidup secara bentonik vagil, kebanyakan epifaunal dan hanya sedikit
yang planktonik. Cara makan Gastropoda juga bervariasi, ada yang bersifat grazer, browser,
suspension feeder, scavenger, detritivor, dan karnivor. Umumnya yang pemakan daging
dilengkapi dengan organ untuk mengebor cangkang dari hewan yang dimakannya (misalnya
Bivalvia).
Adaptasi spesifik terhadap habitat juga direfleksikan dalam aspek cangkangnya. Faktor seperti
predasi, susbtrat, ukuran butiran, arus turbidit, cara hidup, dll memberikan efek pada cangkang.
Oostingh mengembangkan sebuah konsep biostratigrafi pulau Jawa pada masa Miosen-
Pleistosen dengan menggunakan fosil Gastropoda. Hal ini didasarkan atas melimpahnya
kandungan fosil Gastropoda di endapan-endapan terutama di daerah utara Jawa. Oostingh
membagi lapisan-lapisan batuan berdasarkan kehadiran fosil Gastropoda yang hanya hidup
pada kala tertentu, sehingga disebut sebagai fosil indeks.
Gambar 4. Pembagian jenjang Neogen Jawa beserta fosil indeksnya (berdasarkan Oostingh, 1938).
5.2. Kelas Cephalopoda
1. Bagian kerasnya terdiri dari sebuah rangka atau cangkang yang berada di luar atau dalam
tubuh binatangnya.
2. Cangkang dapat berputar secara evolute maupun involute atau tidak terputar sama sekali
(lurus). Evolute memiliki ciri-ciri kamar pertama (protoconch) di pusat terlihat jelas dan
setiap kamar yang berputar dapat diamati, sedangkan pada involute, kamar yang dapat
terlihat hanya kamar terakhir, karena kamar baru yang tumbuh akan menutupi kamar yang
lebih lama.
Gambar 6. Diagram yang menunjukkan evolusi dan perkembangan cangkang Cephalopoda (Prothero,
2004).
5.2.3. KLASIFIKASI
- Mempunyai dua pasang insang dan dua pasang auricle (organ sirkulasi darah).
- Tidak memiliki kantong tinta.
- Corong (funnel) tidak berbentuk tabung komplit.
- Memiliki kamar-kamar (camerae) yang dipisahkan oleh septa, dan bentuk septa
melengkung ke arah aperture. Hewannya (bagian lunak) hidup hanya pada kamar
terakhir saja, sedangkan kamar dalam berisi udara. Cangkang ini dapat tumbuh maju
ketika organisme mensekresikan septa yang baru.
- Antara kamar, dihubungkan oleh sebuah siphuncule (saluran) yang letaknya di tengah-
tengah kamar. Morfologi luar organisme terdapat garis-garis melengkung yang
merupakan cerminan dari septa di dalamnya.
- Muncul dari Kambrium atas dan bertahan hingga Resen.
- Satu-satunya Nautilodea yang hidup sampai sekarang adalah Nautilus pompilius.
Gambar 7. Morfologi, anatomi, dan bentuk-bentuk cangkang Cephalopoda (Benton & Harper, 2009).
5.2.3.2. Subklas Ammonidea
- Bentuk putaran cangkang dapat bermacam-macam, ada yang involute maupun evolute.
- Dalam mengamati Ammonidae, hal yang paling penting untuk dianalisis adalah bentuk
sutura, sebab perkembangan kompleksitas sutura menandai tingkat evolusi dari
ammonit. Selain itu, kita mampu membedakan subkelas Ammonidea dan Nautiloidea
dari suturanya.
- Secara umum, Ammonidea yang berkembang pesat pada zaman Trias dicirikan dengan
bentuk sutura goniatitic, di Jura yang dominan adalah ceratitic, dan di Kapur yang
berkembang adalah ammonitic.
Gambar 13. Detail ornamentasi sutura Ammonidea jenis ceratitic goniatitic dari berbagai
sisi (Clarkson, 2004).
Kelas Ammonoidea mempunyai sejarah yang panjang. golongan ini telah muncul pada jaman
Mesozoikum tengah. Evolusinya juga sangat menarik, di samping banyak di antara mereka yang
merupakan fosil penunjuk yang sangat berharga. perkembangan kelas ini dapat di simpulkan
sebagai berikut:
1. Devon
Pada jaman ini semuanya ammonit mempunyai sutura berbentuk goniatit. dalam jaman
ini muncul dua jenis ammpnoit, yaitu; golongan ammonoid yang mempunyai siphuncle
(saluran) di bagian ventral dan golongan yang mempunyai siphuncle di bagian dorsal
yang punah pada akhir Devon.
3. Perm
Dalam jaman ini kebanyakan Ammonoidea mempunyai sutura goniatit, tetapi juga mulai
muncul ammonoid yang mempunyai sutura berbentuk ammonit yang kompleks.
4. Trias
Dalam jaman ini bentuk goniatit punah, sedangkan bentuk ceratit dan ammonit
menggantikan kedudukanya. kebanyakan Ammonoidea dari trias bawah dan trias
tengah mempunyai bentuk sutura ceratit, sedangkan golongan ammonoid yang hidup di
jaman trias atas kebanyakan mempunyai sutura ammonityang rumit. Seperti halnya
dengan cangkang Ammonoidea pada jaman paleozoikum, maka kebanyakan dari hewan
ini yang hidup di jaman trias bawah mempunyai cangkang yang licin, sebaliknya
Ammonoidea yang hidup pada trias tengah dan trias atas kebanyakan mempunyai
cangkang yang penuh dihiasi dengan duri, tonjolan, ridge, keel dan lain –lain. Pada
jaman trias atas mulai muncul cangkang dengan putaran terurai (uncoiled) dan juga
cangkang yang spiral konus (conispiral) atau trochoid.
5. Jurra
Pada jaman ini hanya di temukan cangkang dengan sutura ammonit. di samping itu
kebanyakan cangkangnya penuh dengan hiasan. cangkang yang terurai tidak di temukan
di jaman jura bawah, tetapi cangkang demikian di temukan di jaman jura bawah, tetapi
cangkang demikian di temukan kembali dalam lapisan juara atas.
6. Kapur
Jaman ini di tandai dengan cangkang ammonit yang beraneka ragam bentuknya lapisan
kapur bawah mengandung cangkang yang involute, terurai dan yang berbentuk huruf U
sedangkan pada pertengahan hingga akhir kapur di temukan cangkang dengan bentuk
spiral konus (conispiral), lurus, atau cangkang yang terputar tidak teratur semua
ammonoid kapur bawah mempunyai bentuk sutura ammonit yang rumit,tapi di
samping itu ada tanda penyederhanaan.
Dari garis sutura tersebut pada jaman kapur bawah dan kapur atas beberapa ammonoid
malahan berbalik lagi memiliki garis sutura ceratit (sekunder), dan bahkan beberapa
jenis garis suturanya mendekati bentuk giniatit. Akan tetapi ammonoid, sebab banyak
dari mereka malahan mempunyai bentuk ammonit yang sangat rumit. yang sangat
mencolok ialah bahwa pada akhir kapur semua golongan ammonoid dan bellemnoidea
punah sama sekali.
Nautiloidea Ammonidea
Septa Septa cekung ke belakang Septa cekung ke muka (anterior) kecuali
(posterior) pada golongan Gonatitidae
Siphuncule Siphuncule terletak pada Siphuncule terletak pada pinggiran kamar
bagian tengah kamar
Sutura Sutura sangat sederhana dan
Sutura dapat berkembang sangat kompleks
cekung ke aperture dan bentuknya bisa berombak, cekung, atau
cembung
Kamar Kamar embryo berbentuk Kamar embryo berbentuk lonjong dan
bulat dan tipis gampingan
DAFTAR PUSTAKA
Benton, M.J. & Harper, D.A.T. 2009. Introduction to Paleobiology and the Fossil Record. Singapore:
Blackwell Publishing.
Clarkson, E.N.K. 1998. Invertebrate Paleontology and Evolution. Singapore: Blackwell Publishing.
Oostingh, C.H. 1938. Betrekkingen tusschen het Indische en het Mediterrane Tertiair.
Handelingen 8e Nederl. Indisch Natuur Wetenschappenlijk Congres, Soerabaja 1938.
(Relationships between the East Indies and Mediterranean Tertiary. Neogene mollusc
biostratigraphy and comparisons).