Vous êtes sur la page 1sur 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana

ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik yang

merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih.. Terbentuknya batu di sebabkan

karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air

kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat pembentukan batu, kurangnya

produksi air kencing dan keadaan-keadaan yang idiopatik. Lokasi batu saluran kemih

dijumpai khas di kaliks atau pelvis (nefrolithiasis) dan bila akan keluar terhenti di ureter

atau di kandung kemih (vesikolithiasis) (Stoller, 2008).

Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di

Indonesia maupun dunia. Pravelensi Penyakit batu diperkirakan 13% pada laki-laki dewasa

dan 6% pada wanita dewasa, 7% batu ginjal didapatkan pada anak (Worcester&Coe,2009).

Di Indonesia sendiri, penyakit ginjal yang paling sering ditemui adalah gagal ginjal dan

Nefrolitiasis nefrolitiasis. Prevalensi tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di daerah DI

Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah , dan Sulawesi Tengah

masing-masing (0,8%) (Putra, 2016).


B. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Perkemihan (Urologi)

Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem dimana terjadinya

proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh

tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak

dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Susunan sistem perkemihan terdiri atas empat komponen yaitu ginjal, ureter, vesika urinaria

dan uretra.

Gambar 1.1 Anatomi sistem urinaria

1. Ginjal

Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di

belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada

dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya

ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.

Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih

panjang dari pada ginjal wanita.

Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap –

tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari

tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus,

yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan

lengkung Henle yang terdapat pada medulla.

Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan

lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan

banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk

kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat teratur. Kapsula

bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari

korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang

berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian

menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam

berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus

distal.

a. Bagian – Bagian Ginjal

Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal

terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan

bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

1) Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan

penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini

banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal –

gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai


bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut

badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu

diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah

akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan

menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang

terdapat di dalam sumsum ginjal.

2) Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang

disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya

disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu

piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid

antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas

saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat

jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini

berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai

bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil

penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

3) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,

berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis

renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing

bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila

renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari
papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke

ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

b. Fungsi Ginjal

1) Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung

nitrogennitrogen, misalnya amonia.

2) Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan

vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).

3) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.

4) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam

atau basa.

c. Tes Fungsi Ginjal

1) Tes untuk protein albumin

Bila kerusakan pada glomerolus atau tubulus, maka protein dapat bocor

masuk ke dalam urine.

2) Mengukur konsentrasi urenum darah

Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan urenum maka urenum darah naik di atas

kadar normal (20 – 40) mg%.

3) Tes konsentrasi

Dilarang makan atau minum selama 12 jam untuk melihat sampai seberapa

tinggi berat jenisnya naik.

d. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal

Peredaran Darah Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang

mempunyai percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria

interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk

gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut

dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan

kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis

masuk ke vena kava inferior.

Persyarafan ginjal- ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis

(vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke

dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke

ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan

senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone

adrenalin dan hormn kortison.

Gambar 1.2 anatomi ginjal

2. Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke

kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5


cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam

rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan

fibrosa), Lapisan tengah otot polos dan Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5

menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika

urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh

ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke

dalam kandung kemih.

Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan

dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada

tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh

sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

3. Vesikula Urinaria ( Kantung Kemih )

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet,

terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,

berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.

Bagian vesika urinaria terdiri dari :

a) Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini

terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat

duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.

b) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.


c) Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum

vesika umbilikalis.

d) Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan

sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan

bagian dalam).

Terjadinya proses miksi (Rangsangan Berkemih) mula-mula karena adanya

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat

pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang

berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung

kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi

spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi

spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger

eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol

volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra

medula spinalis dan otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut

maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari)

dan retensi urine (kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan

kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan

otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter

masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi
lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior

berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung

kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.

Gambar 1.3 anatomi vesika urinaria

4. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang

berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra berjalan berkelok –

kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang

menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada laki – laki terdiri dari :

a) Uretra Prostaria

b) Uretra membranosa

c) Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam),

dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan

miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri
dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena

– vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak

di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai

saluran ekskresi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis Nefrolitiasis

1. Definisi Nefrolitiasis

Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu

tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium

fosfat, struvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervareasi dari yang granular (pasir dan

krikil) sampai sebesar buah jeruk. Batu sebesar krikil biasanya dikeluarkan secara

spontan, pria lebih sering terkena penyakit ini dari pada wanita dan kekambuhan

merupakan hal yang mungkin terjadi. (Mansjoer, 2000).

2. Klasifikasi Nefrolitiasis

Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:

a. Batu Kalsium

Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan batu

jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur

tersebut.

Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah:

1) Hiperkalsiuri

Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan

hiperkasiuri resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan

absorbsi kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya

gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalu tubulus ginjal dan


hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium

tulang.

2) Hiperoksaluri Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.

3) Hiperurikosuria

Kadar asam urat di dalam urinyang melebihi 850mg/24 jam.

4) Hipositraturia

Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau

fosfat sedikit.

5) Hipomagnesuria

Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya batu

kalsium kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering hipomagnesuria

adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.

b. Batu Struvit

Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.

c. Batu Asam Urat

Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit

mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan yang banyak

menggunakan obat urikosurik seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat.

d. Batu Jenis Lain

Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.

3. Penyebab / Etiologi Nefrolitiasis (Mansjoer, 2000)

Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme,

asidosis tubulus renal, mieloma multiple.


a. Dehidrasi kronik.

b. Imobilitas yang lama.

c. Metabolisme purin ab normal (hiperuri semia dan pirai).

d. Obstruksi kronik oleh benda asing di dalam traktus urinarius dan kelebihan

absorbsi oksalat pada penyakit inflamasi usus atau ileastomi.

4. Faktor Resiko

Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena adanya

riwayat batu di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada penyakit asam urat, kondisi

medis lokal dan sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi urinitu sendiri.

Komposisi urin menentukan pembentukan batu berdasarkan tiga faktor, berlebihnya

komponen pembentukan batu, jumlah komponen penghambat pembentukan batu

(seperti sitrat, glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti natrium, urat). Anatomis traktus

anatomis juga turut menentukan kecendrungan pembentukan batu.

5. Mekanisme Nefrolitiasis (Mansjoer, 2000)

Kelainan dengan adanya batu ginjal mungkin adanya gejala-gejala seperti

perasaan nyeri pada epigastrium dan kelihatan ada benjolan yang menonjol dalam

perut, pada benjolan yang ada dalam tersebut karena adanya batu ginjal atau benda

asing di area di mana kalkulus dapat menyumbat sistem urinarius, manifestasi klinis

yang muncul bergantung pada area obstruksinya, batu yang terpecah dapat menyumbat

aliran urin menyebabkan nyeri hebat dan melukai ginjal.

Batu ginjal mungkin menyebabkan :

a. Nyeri dengan adanya inflamasi, obstruksi dan abrasi traktus urinarius.


b. Adanya terjadi kekambuhan pada batu rena

Gambar 2.1 Pathway Nefrolitiasis


6. Manifestasi Klinis Nefrolitiasis

Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius menurut Smeltzer

(2001) bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, edema, antara lain :

a. Ketika menghambat aliran urin, terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan

hidrostatik da distensi piala ginjal serta ureter proksimal.

b. Infeksi (pielonetritis dan sistinis yang disertai menggigil, demam dan disuria).

c. Batu dipiala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus-

menerus di area koskovertebral.

d. Nyeri bertahap biasanya pada pinggang.

e. Nyeri yang berpindah kebawah (panggul, testis/vulva).

f. Hematuria.

g. Mual dan muntah sebagai akibat dari adanya gejala gastrointestinal.

7. Komplikasi

a. Gagal ginjal

Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang

disebut kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat.

Hal ini menyebabkan iskemis ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan gagal ginjal

b. Infeksi

Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk

perkembangbiakan microorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada

peritoneal.

c. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk

diginjal dan lam-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin

d. Avaskuler ischemia

Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian

jaringan.

e. Obstruksi ginjal

f. Urotiliasis.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisa :

1) warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri

(kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal).

2) pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam

urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium

fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau

sistin mungkin meningkat, kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing

, BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan

ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara

kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet

tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera,

infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl

perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan

kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal


(tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu

obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

b. Darah lengkap : hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), abnormal bila pasien

dehidrasi berat atau polisitemia.

c. Hormon Paratyroid

Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH

merangsang reabsorbsi) kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan

kalsium urine.

d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area

ginjal dan sepanjang uriter.

e. IVP : Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal

atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).

f. Sistoureteroskopi : Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu

atau efek ebstruksi.

g. USG Ginjal : Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan medis

1) Terapi medis dan simtomatik

Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan

batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut

solutin G . Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu

dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.

bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
2) Terapi mekanik (Litotripsi)

Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi

perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal.

Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling

sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave

Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan

menggunakan gelombang kejut.

3) Tindakan bedah

Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat

gelombang kejut) Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode

utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien.

Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap

bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap

abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.

Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain :

a) Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal

b) Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektom

c) Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter

d) Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Karena batu ginjal meningkatkan resiko infeksi, sebsis dan obstruksi urinarius

pasien di instruksikan melaporkan penurunan volume urin dan adanya urin

yang keruh atau mengandung darah.


2) Keluarkan urin total dan pola berkemih diperiksa.

3) Meningkatkan pemasukan cairan di lakukan untuk mencegah dehidrasi dan

meningkatkan tekanan hidrostaltik dalam traktus urinasius untuk mendorong

pasase batu.

4) Ambulasi didorong sebagai suatu cara untuk menggeser batu dari taktus

urinarius.

5) Tanda-tanda vital pasien mencakup suhu dipantau untuk mendeteksi tanda-

tanda dini adanya infeksi.

6) Segera melaporkan bila ada rasa nyeri.

7) Kolaborasi pemberian analgesik diberikan sesuai resep untuk mengurangi

nyeri.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan

kerja sama antara perawat dengan klien, keluarga dan masyarakat untuk mencapai

kesehatan yang optimal (Suyono, 2001).

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identifikasi data pasien

1) Identitas

Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,

pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling menggangu ketidak nyamanan dalam

aktivitas atau yang menggangu saat ini.


3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Di mana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan

faktor yang mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai

di bawa ke RS.

4) Riwayat Kesehatan Penyakit Dahulu

Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat

keturunan dari orang tua.

6) Riwayat psikososial

Siapa yang mengasuh klien, bagaimana hubungan dengan keluarga,

teman sebaya dan bagaimana perawat secara umum.

b.Pola-pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup

Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit

batu ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana

hidup sehat.

2) Pola nutrisi dan metabolism

Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun

karena adanya luka pada ginjal.

3) Pola aktivitas dan latihan

Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan

karena adanya luka pada ginjal.


4) Pola eliminasi

Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK

sedikit karena adanya sumbatan atau bagu ginjal dalam perut, BAK normal.

5) Pola tidur dan istirahat

Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu

karena adanya penyakitnya.

6) Pola persepsi dan konsep diri

Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan

dilakukan dan bagaimana dilakukan operasi.

7) Pola sensori dan kognitif

Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya

selama di rumah sakit.

8) Pola reproduksi sexual

Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat

melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan

produksi sexual.

9) Pola hubungan peran

Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik

tidak ada gangguan.

10) Pola penaggulangan stress

Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal

yang positif jika stress muncul.


11) Pola nilai dan kepercayaan

Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada

obat dan dapat sembuh.

12) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

- Klien biasanya lemah.

- Kesadaran komposmetis.

- Adanya rasa nyeri.

b) Kulit

- Teraba panas.

- Turgor kulit menurun.

- Penampilan pucat.

c) Pernafasan

- Pergerakan nafas simetris.

d) Cardio Vaskuler

- Takicardi.

- Irama jantung reguler.

e) Gastro Intestinal

- Kurang asupan makanan nafsu makan menurun.

f) Sistem Integumen

- Tampak pucat.

g) Geneto Urinalis

- Dalam BAK produksi urin tidak normal.


- Jumlah lebih urine sedikit karena ada penyumbatan.

13) Pemeriksaan Penunjang

a) Urin lengkap, darah lengkap.

b) Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi yang disebabkan oleh obstruksi.

c) Pemeriksaan IVP

2. Diagnosa Keperawatan

Pada kasus nefrolitiasis didapatkan diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah :

a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, iskemia jaringan.

b.Nutrisi kurang berhubungan dengan in take in adekuat.

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakitnya.

d.Gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot.

e. Resiko terjadinya kekurangan cairan berhubungan dengan in take peroral.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan penyakit nefrolitiasis

Tujuan dan criteria evaluasi :

1) Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai

berikut (sebutkan 1-5 : tidak patuh, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu) :

- Mengenali awitan nyeri

- Menggunakan tindakan pencegahan

- Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

2) Menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut

(sebutkan 1-5 : sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada ) :

- Ekspresi nyeri pada wajah


- Gelisah atau ketegangan otot

- Durasi episode nyeri

- Merintih dan menangis

- Gelisah

3) Pasien akan :

- Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual untuk mencapai

kenyamanan

- Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi

- Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk

memodifikasi factor tersebut

- Melaporkan nyeri pada penyedia layanan

- Menggunakan tindakan pereda nyeriseperti analgesic dan atau non

analgesic secara tepat dan cepat

- Tidak mengalami gangguan frekuensi dalam pernapasan, frekuensi jantung

dan tekanan darah

- Mempertahankan selera makan yang baik

- Melaporkan pola tidur yang baik

- Melaporkan mem[ertahankan performa peran dan hubungan

interpersonal.Rencana tindakan
Intervensi keperawatan

1. Manajemen nyeri (NIC) :

- Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya, umpan balik

biologis, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), hypnosis,

relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi music, distraksi, terapi aktivitas,

akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase) sebelum, setelah dan

jika memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum

nyeri terjadi atau meningkat dan bersama penggunaan tindakan pereda

nyeri yang lain.

- Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan

berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.

2. Pemberian analgesic : menggunakan agen-agen farmakologi untuk mengurangi

atau menghilangkan nyeri

3. Manajemen medikasi : memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas

yang aman dan efektif

4. Meringankan atau mengurangi nyeri sampai ketingkat kenyamanan yang dapat

diterima oleh pasien.

5. Manajemen sedasi : memberikan sedasi, memantau respon pasien dan

memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur diagnostic

dan terapeutik.

6. Managemen nyeri (NIC)


- Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi : lokasi,

karakteristik, awitan, dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau

keparahan nyeri dan factor presipitasinya.

- Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang

tidak mampu berkomunikasi efektif.

7. Penyuluhan untuk pasien dan keluarga / keluarga :

- Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus

diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan

interkasi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut

(misalnya : pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet).

- Instruksikan kepada pasien untuk menginformasikan kepada perawat bila

pereda nyeri tidak dapat tercapai.

- Informasikan kepada pasien terkait prosedur yang dapat meningkatkan

nyeri dan tawarkan strategi koping yangdisarankan.

8. Aktivitas kolaboratif :

- Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal

(misalnya setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA.

- Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat.

Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat

ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien

dimasa lalu.
Rasional

1. Manajemen nyeri bertujuan untuk meminimalisir rasa nyeri. Dengan

mengajarkan pasien teknik meminimalisir nyeri sangat membantu dalam hal

terapi yang dijalani pasien.

2. Analgesic diberikan untuk terapi farmakologis untuk mendukung peredaan

nyeri sehingga berkurang. Analgesic sangat efektif karena bekerja langsung

pada saraf nyeri sehingga bisa mengurangi nyeri secara tepat dan cepat

3. Analgesic dalam dosis tinggi dapat berbahaya bagi tubuh bahkan dapat

menyebabkan penekanan saraf vagus sehingga perlu diresepkan oleh pelayan

kesehatan yang ahli.

4. untuk merelaksasi sampai ketingkat kenyamanan

5. obat sedasi diberikan untuk menghilangkan kecemasan

6. pengkajian nyeri dilakukan untuk mengetahui seberapa dalam nyeri yang

dirasakan pasien.

7. Penyuluhan untuk keluarga dilakukan untuk menginformasikan proses

perjalanan nyeri maupun terapi yang diberikan supaya keluarga paham dan

tidak menjadi panic

8. Aktivitas kolaboratif merupakan rekomendasi tindakan terapi obat untuk

meredakan nyeri. Kolaborasi dibutuhkan untuk membandingkan ilmu teoritis

dan ilmu praktisi dengan kawan sejawat maupun seprofesi kesehatan lainnya

untuk menunjang penanganan yang cepat dan tepat.


b.Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit nefrolitiasis berhubungan keterbatasan

kognitif dan kurang familiar dengan sumber-sumber informasi.

Tujuan dan criteria evaluasi :

1. Memperlihatkan pengetahuan tentang penyakit nefrolitiasis yang dibuktikan oleh

indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak ada, terbatas, cukup, banyak, atau

luas) :

- Deskripsi nefrolitiasis

- Deskripsi rasional untuk proses penyakit nefrolitiasis

- Deskripsi bahan makanan yang dianjurkan untuk nefrolitiasis

- Deskripsi stategi untuk mencegah terjadinya nefrolitiasis berulang

- Deskripsi aktivitas pemantauan diri

2. Pasien dan keluarga akan :

Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang program terapi

(misalnya : informasi tentang penyakit nefrolitiasis).

Intervensi keperawatan :

1. Edukasi kesehatan : mengembangkan dan memberikan bimbingan dan pengalaman

belajar untuk memfasilitasi adaptasi secara sadar perilaku yang konduksif untuk

kesehatan individu, keluarga, kelompok dan atau komunitas.

2. Panduan sistem kesehatan : Memfasilitasi lokasi pasien dan menggunakan

pelayanan kesehatan yang sesuai.


3. Informasi persiapan sensorik : menjelaskan dalam istilah yang konkret dan obyektif

jenis pengalaman sensorik dan peristiwa yang dihubungkan dengan prosedur atau

terapi kesehatan yang akan dilakukan dan menimbulkan stress

4. Identifikasi resiko : menganalis factor resiko potensial, menentukan resiko

kesehatan, dan memprioritaskan strategi untuk menurunkan resiko untuk individu

atau kelompok

5. Pencegahan penggunaan zat : tindakan pencegahan terhadap gaya hidup alkoholik

dan konsumsi obat terlarang.

6. Penyuluhan prabedah : membantu pasien untuk memahami dan mempersiapkan

mental terhadap pembedahan serta periode pemulihan pascabedah

7. Penyuluhan obat : resep : mempersiapkan pasien untuk menggunakan obat yang

dianjurkan secara aman dan memantau efeknya.

8. Beri penyuluhan sesuai tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi bila diperlukan

9. Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan, rekomendasi dan berikan umpan balik

secara verbal dan tertulis

10. Penyuluhan : individu (NIC) :

- Bina hubungan saling percaya

- Bangun kredibilitas sebagai guru jika perlu

- Pilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai

- Beri penguatan terhadap perilaku yang sesuai.

Beri waktu kepada pasien untuk mengajukan beberapa pertanyaan dan

mendiskusikan masalahnya.
Rasional

1. Pemberian edukasi untuk memahamkan poasien akan proses perjalanan penyakit

dan pencegahannya

2. Memdukung perawatan home care atau rawat jalan sesuai kebutuhan dan keinginan

pasien.

3. Menginformasikan kepada pasien agar pasien siap mental dan tahu cara mengatasi

penyakitnya jika terjadi lagi dikemudian hari.

4. Sebagai aktivitas atau imunitas untuk dapat menghindari dan mencegah penyakit

berulang secara cepat dan tepat.

5. Penggunaan zat dan obat-obat narkotik dapat memperparah keadaan pasien dengan

nefrolitiasis

6. Membantu pasien mempersiapkan mental dan spiritualnya dalam menghadapi terapi

kedepannya

7. Penyuluhan obat /resep agar pasien tepat obat, tepat dosis pemberian dan tepat

waktu pemberian.

8. Agar informasi yang akan diberikan mudah dipahami

9. Agar pasien lebih aktif dan efektif dalam berbicara dan supaya keadaan tidak bosan.

10. Untuk menyampaikan informasi tentu narasumber harus dipercayai dulu supaya

informasi yang diberikan dapat diterima dengan baik dan dijalankan dengan efektif.

4. Pelaksanaan atau Implementasi

Tahapan dalam melakukan sesuatu yang telah direncanakan dan untuk

melakukan perencanaan tersebut harus ada pelaksanaan.


a. Nyeri akut b/d penyakit nefrolitiasis

Implementasi :

1. Memonitoring vital sign pasien :

TD : 120/70 mmHg

N : 75 x/i

S : 36.4 OC

P : 20 x/i

MAP : 86

2. Memberikan posisi semi fowler. Setelah diberikan posisi semi fowler pasien

tampak nyaman dan nyeri berkurang

3. Mengajarkan teknik napas dalam untuk mengurangi nyeri.

Hasil : pasien bisa melakukan sendiri teknik napas dalam dan nyeri perlahan

berkurang

4. Melakukan tindakan kolaborasi pemberian obat harnal 0,2 mg via oral

b. Defisiensi pengetahuan tentang prosese penyakit berhubungan dengan keterbatasan

kognitif dan kurang familiar dengan sumber-sumber informasi

Implementasi :

1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga pasien

2. Memberikan health eduction sesuai pemahaman dan pendidikan pasien dan

mudah dimengerti tentang proses penyakit nefrilitiasis beserta pencegahannya

dikemudian hari.

3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya terkait penyakitnya.


5. Evaluasi

Tahapan akhir untuk mengakhiri dalam suatu diagnosa perencanaan dan

sampai pelaksanaan apakah ada hasil atau tetap.

a. Nyeri akut b/d penyakit nefrolitiasis.

S : Pasien mengatakan nyerinya mulai berkurang

O: TD : 120/70 mmHg

N : 75 x/i

S : 36.4 OC

P : 20 x/i

MAP : 86

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

1. Monitoring vital sign

2. Observasi kualitas dan intensitas nyeri

3. Berikan posisi semi fowler

4. Anjurkan mempertahankan istirahat/tidur.

5. Lanjutkan Kolaborasi pemberian terapi farmakologi.

6. Instruksikan kepada pasien untuk menginformasikan kepada perawat bila

pereda nyeri tidak dapat tercapai.

Informasikan kepada pasien terkait prosedur yang dapat meningkatkan

nyeri dan tawarkan strategi koping yangdisarankan.


b.Defisiensi pengetahuan tentang prosese penyakit berhubungan dengan keterbatasan

kognitif dan kurang familiar dengan sumber-sumber informasi

S : pasien mengatakan agak paham akan proses

penyakit nefrolitiatis

O : tampak pasien menjelaskan kembali materi

penyuluhan yang diberikan pihak pemberi penyuluhan.

A : Masalah belum teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

1. Penyuluhan prabedah : membantu pasien untuk memahami dan

mempersiapkan mental terhadap pembedahan serta periode pemulihan

pascabedah

2. Panduan sistem kesehatan : Memfasilitasi lokasi pasien dan menggunakan

pelayanan kesehatan yang sesuai.


BAB III

DISCHARGE PLANNING

A. Discharge Planning

1. Pengertian

Discharge Planning adalah pengembangan perencanaan yang dilakukan untuk

pasien dan keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit dengan tujuan agar

pasien dapat mencapai kesehatan optimal dan mengurangi biaya rumah sakit

(Rakhmawati, 2013).

Discharge planning adalah suatu proses dimulainya pasien mendapatkan pelayanan

kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawat baik dalam proses penyembuhan

maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap

kembali ke lingkungannya (Kozier, 2004). Proses ini dimuali sejak pasien masuk rumah

sakit. Berdasarkan dua pengertian tersebut, maka disimpulkan discharge planning

merupakan proses perencanaan bagi pasien dan keluarganya yang berkelanjutan dimulai

sejak pasien masuk rumah sakit sampai pasien siap kembali ke lingkungannya dengan

tujuan mengoptimalkan Discharge planning (Astuti, 2014).

Status kesehatan pasien. Pada pasien dengan batu ginjal, discharge planning bertujuan

bukan hanya meningkatkan kesehatan pasien tetapi juga mencegah batu ginjal berulang.

2. Tujuan Discharge Planning

Tujuan dilakukan discharge planning menurut Capernito (1999) adalah untuk

mengidentifikasi kebutuhan spesifik guna mempertahankan dan atau mencapai fungsi

maksimal setelah pasien pulang. Artinya, melalui discharge planning yang dilakukan di
rumah sakit, pasien akan dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya di

rumah. Selain itu, discharge planningkan meningkatkan kemajuan pasien, meningkatkan

pencapaian kualitas hidup yang lebih baik, mengurangi kunjungan ulang pasien ke

rumah sakit (Phillips et al., 2004 dalam Almborg et al, 2010).

Discharge planning sudah merupakan bagian dari intervensi keperawatan

pasien sejak pasien diterima di rumah sakit. Proses ini dilakukan multidisiplin, meliputi

keperawatan, medis, gizi, fisioterapi, dan lain-lain. Melalui discharge planning informasi

tertulis maupun verbal akan disampaikan pada pasien dan keluarganya, sehingga dapat

meningkatkan bekal pengetahuan bagi pasien dan keluarga jika mereka pulang.

3. Pelaksanaan Discharge Planning

Pelaksanaan discharge planning menurut Potter & Perry (2004) dimulai dari

pengkajian pada saat pasien masuk rumah sakit, yakni pengkajian mengenai kebutuhan

pemulangan pasien berdasar riwayat kesehatan pasien, sumber pendukung sosial,

sumber finansial, tingkat pendidikan, dan hambatan yang pasien miliki. Pengkajian ini

dilakukan pada pasien dan keluarganya. Sebagai persiapan pemulangan pasien,

pendidikan kesehatan di rumah disampaikan pada pasien dan keluarganya, seperti

penggunaan alat-alat medis di rumah, Discharge planning (Astuti, 2014).

Faktor resiko penyakit pasien, komplikasi, dan upaya pencegahan yang dapat

dilakukan pasien di rumah. Kolaborasi dengan tim pelayanan kesehatan yang lain

diperlukan untuk memaksimalkan proses discharge planning. Penatalaksanaan discharge

planningsecara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yakni discharge planning sebelum

hari pemulangan pasien dan pada hari pemulangan pasien. Pelaksanaan pada saat

sebelum hari pemulangan pasien, perawat menginformasikan mengenai sumber-sumber


pelayanan kesehatan, serta pendidikan kesehatan terkait dengan penyakit yang dialami

pasien (meliputi tanda gejala, komplikasi, perawatan, pencegahan, dan kepatuhan

pengobatan). Sedangkan pada saat hari pemulangan pasien, maka pasien diberikan

kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum atau kurang dipahami dan hal-

hal yang ingin diketahui lebih lanjut. Evaluasi kegiatan discharge planning dilakukan

sesuai dengan pendidikan kesehatan yang sudah didiskusikan bersama pasien dan

keluarganya, baik kognitif maupun psikomotornya (Potter & Perry, 2004).

B. Health Education (Pendidikan / Penyuluhan Kesehatan)

Tema : Proses Penyakit Nefrolitiasis

Materi pendidikan :

1. Pengertian penyakit batu ginjal

2. Faktor risiko penyakit batu ginjal

3. Tanda dan gejala penyakit batu ginjal

4. Mekanisme terjadinya batu ginjal

5. Penatalaksanaan penyakit batu ginjal

6. Pencegahan penyakit batu ginjal


DAFTAR PUSTAKA

 Marilynn E. Dongoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi tiga, Buku Kedokteran

EGC, Jakarta.

 Sandra M. Nettina (2002), Pedoman Praktek Keperawatan, Buku Kedoketan EGC, Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi