Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan
dan penyebabnya bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri,
dan lain sebagainya. Dengan penomena ini harus menjadi perhatian bagi
kita semua. Salah satu penyakit pada saluran pernafasan adalah
pneumonia. Penyakit Pneumonia sering kali diderita sebagian besar orang
yang lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki penyakit kronik
sebagai akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh (Imun), akan tetapi
Pneumonia juga bisa menyerang kaula muda yang bertubuh sehat. Saat
ini didunia penyakit Pneumonia dilaporkan telah menjadi penyakit utama
di kalangan kanak-kanak dan merupakan satu penyakit serius yang
meragut nyawa beribu-ribu warga tua setiap tahun. (Jeremy, dkk, 2007,
Hal 76-78)
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan
program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut). Program ini mengupayakan agar istilah Pnemonia lebih dikenal
masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan
penyebaran informasi tentang penanggulangan Pnemonia. Program
P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia:
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit pneumonia
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada
klien dengan pneumonia, yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, dan intervensi.
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia, yang meliputi ppengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementsi, dan evaluasi.
C. Manfaat
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan pneumonia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
3. Sebagai sumber referensi bagi pembaca mengenai Pneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi
Tiga klasifikasi pneumonia.
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2) Pneumonia nosokomial,(hospital-acquiredpneumonia)
3) Pneumonia aspirasi.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised.
(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
b. Berdasarkan bakteri penyebab :
Pneumonia Bakteri/Tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial
sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia
jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka
yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang
menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah
yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi
sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena
penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru. Jika
terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru
(tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar
ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus
adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia
bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya pneumonia bakteri itu
didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu
sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus
pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia
disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung
pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru
(Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita
alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma,
legionella, dan chalamydia (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).
c. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza
(bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan
penyebab penyakit influenza, tetapi bias menyebabkan
pneumonia juga). Gejalanya Gejala awal dari pneumonia akibat
virus samasepertigejala influenza, yaitudemam, batukkering,
sakitkepala, nyeriotot, dankelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam
penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit.
Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia
itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri.
Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu
tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang
kental dan berwarna hijau atau merah tua (S. A. Price, 2005, Hal
804-814).
3. Etiologi
Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan
haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil ditemukan
staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat,
dan sangat profesif dengan mortalitas tinggi. (Arif mansjoer, dkk,
Hal 466)
a. Bakteri : stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
b. Virus : virus influenza, adenovirus
c. Micoplasma pneumonia
4. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel
infektif. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal
melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung,
atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada
bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal
yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari
pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan
anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan
anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau
kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi
dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas.
Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan
anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat
virus pada saluran napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah
dan menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan
yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal
dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas
bagian bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan
normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang
ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran
droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus (
contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus
herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik
dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons
inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi
makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi
lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan
klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini
menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas,
seperti yang terjadi pada bronkiolitis (S. A. Price, 2005, Hal 804-
814)
5. Manifestasi Klinik
Secara umum dapat di bagi menjadi:
a. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam
(39,5 ºC sampai 40,5 ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah,
malaise, nafsu makan kurang keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk,
takipnuea (25 – 45 kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas
cuping hidung, sesak napas, air hinger, merintih, sianosis. Anak
yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring
pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada
bawah kedalam saat bernapas bersama dengan peningkatan
frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara
napas melemah, dan ronki.
d. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada
tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah,
suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas
cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri
bekurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri
tumpul), kaku duduk / meningimus (iritasi menigen tanpa
inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen
(kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia
lobus kanan bawah).
e. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu
jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
f. Tanda infeksi ekstrapulmonal.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 466)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses) luas /infiltrasi,
empiema (stapilococcos), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih
sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada
mungkin bersih.
b. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung
pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
diambil biosi jarum, aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik
atau biosi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang umum
meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik
strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar
sekutum tak dapat di identifikasikan semua organisme yang ada.
Kultur darah dapat menunjukan bakteremia semtara.
d. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih
rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti
AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin
dingin. membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
f. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti
dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat
dan komplain. Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia).
g. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin : Mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat
menyatakan jaringan intra nuklear tipikal dan keterlibatan
sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel rekayasa(rubela))
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174).
7. Penatalaksanaan
a. Oksigen 1-2 L / menit.
b. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui
intra vena) dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10
mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat
badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan
makanan entral bertahap melalui selang nasogastrik dengan
feding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi
dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki
transpormukosilier.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
- Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
- Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
Untukkasus pneumonia hospital base :
- Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 468)
8. Komplikasi Pneumonia
Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinus sitis,
meningitis pururental, perikarditis dan epiglotis kaang
ditemukan pada infeksi H. Influenzae tipe B. (Arif mansjoer,
2001, Hal 467)
9. Pencegahan dan faktor resiko
Dengan mempunyai pengetahuan tentang faktor-faktor dan
setuasi yang umumnya menjadi redispredisposisi individu
terhadap pnumonia akan membantu untuk mengidentifikasi
psien-pasien yang beresiko terhadap pneumonia. Tindakan
preventif memberikan perawatan antisipatif dan preventif
adalah tindakan perawatan yang penting(Suzanne C.
Smeltzer,dkk , Hal 573).
· Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi
bronkial dan mengganggu draniase normal paru menahun
(PPOM) meningkat kerentanan pasien terhadap
pneumonia. Tindakan preventif :tingkankan batuk dan
pengaluaran sekresi.
· Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi
rendah (neutropeni) adalah mereka yang berisik. Tindakan
preventif : lakukan tindak kewaspadaan khusus terhadap
infeksi.
· IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok
mengganggu baik aktifitas mukosiliari dan makrofag. Tindaka
preventif : ajurkan individu untuk berhenti merokok.
· Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif
di tempat tidur dalam waktu yang lama yang secara relatif
imobil dan bernafas dangkal berisiko terhadap
bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah
posisi.
· Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna
medikasi, keadaan yang melemahkan atau otot-otot pernafasan
lemah), telah mengaspirasi benda asing ke dalam paru-paru
selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia), atau
mempunyai mekanisme menelan abnormal adalah mereka
yang hampir pasti mengalami bronkopneumonia. Tindakan
preventif : penghisan trakeobronkial, sering mengubah posisi,
bijakan dalam memberikan obat-obat yang meningkatkan
resiko aspirasi dan terafi fisik dada.
· Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO
(dipuasakan) atau mereka yang mendapat antibiotik mengalami
peningkatan kolonisasi organisme faring dan berisiko. Tindakan
preventif : tingakan higiene oral yang teratur.
· Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan
terhadap pneumonia, karna alkohol menekan reflek-reflek
tubuh, mobolisasi sel darah putih dan gerakan siliaris
trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong kepada
individu untuk mengurangi masukan alkohol.
· Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat
mengalami pernafasan, ynga mencetuskan pengumpulan
sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami pneumonia.
Tindakan preventif : observasi fekuensi pernapasan dan ke
dalam pernafasan sebelum memberikan. Jika tampak depresi
pernapasan, tunds pemberian obat dan laporkan masalah ini.
· Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan
menelan buruk adlah mereka yang berisiko terhadap
pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau aspirasi.
Tindakan preventif : sering melakukan .
· Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia
karna refleksi batuk. Pneumonia paskaoperatif
seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada lansia. Tndakan
prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif dan latihan
pernapasan
· Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan
dapat mengalami pneumonia jika peralatan tersebit tidak
dibersikan dengan tepat. Tindakan preventif : pastiakn bahwa
peralatan pernapasan telah di bersikan dengan tepat. (Suzanne
C. Smeltzer,dkk , Hal 573)
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya,
yang meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir,
alamat, agama, tanggal pengkajian.
b. Keluhan Utama
A. PengkajianLengkap
1. Biodata / Data Biografi
IdentitasKlien:
Nama : Tn. “M”
Umur : 26 tahun
Suku/bangsa : Bugis/ Indonesia
Status Perkawinan :-
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan :-
Alamat : jl.Cendana
Tanggal masuk RS : 30 Desember 2016
Tanggal Pengkajian :30 Desember 2016
Keluarga Terdekat yang dapat dihubungi:
Nama/Umur : Ny. “H”
Umur : 20 tahun
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan :-
Alamat : jl.Cendana
Hubungan dengan klien : Istri
2. RiwayatKesehatan/keperawatan
a. Keluhan utama/alasan masuk RS
sesak nafas
b. Riwayat Keluhan Utama
Tn “M” datang kerumah sakit dengan keluhan sesak nafas selama 6
hari yang lalu dan memberat sejak 2 hari. Klien juga mengeluh batuk
disertai lender dan kadang- kadang nyeri dada dirasakan tiap kali
batuk.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Faktor pencetus : keluarga klien mengatakan sesak napas
didahului oleh batuk pilek seminggu sebelum masuk RS.
Muncul keluhan ( ekaserbasi) : keluarga klien mengatakan sesak
napas sejak 6 hari sebelum masuk RS.
Sifat keluhan : Keluarga klien mengatakan sesak napas timbul
perlahan-lahan, sesak napas terus menerus dan bertambah
dengan aktivitas.
Berat ringannya keluhan : Keluarga klien mengatakan sesak nafas
cenderung bertambah sejak 2 hari sebelum masuk RS.
Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi : Keluarga
klien mengatakan upaya untuk mengatasi sesak adalah dengan
istirahat dan minum obat batuk ( OBH ).
Keluhan lain saat pengkajian : keluargaklien juga mengatakan
batuk dengan dahak yang kental dan sulit untuk dikeluarkan,
sehingga terasa lengket di tenggorokkan. Keluarga
klien mengatakan kesulitan bernapas.Keluarga klien
mengutarakan kondisi suaminya terasa lemah dan ujung - ujung
jarinya terasa dingin.
d. RiwayatKesehatanDahulu
Keluarga klien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap
makanan, debu, dan lain-lain.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai penyakit sesak napas seperti yang dialaminya dan
tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan dan
penyakit menular lainnya seperti penyakit jantung, hipertensi,
asma,TB dan lain-lain.
3.Pola Fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-Persepsi terhadap penyakit:
Klien mengatakan kurang mengetahui penyakit yang dideritanya.
Penggunaan :
- Alergi (obat-obatan, makanan, plester, dll): pasien tidak ada alergi.
b. Polanutrisidanmetabolisme
- Diet/suplemen khusus: tidak ada
- Intruksi diet sebelumnya: -
- Nafsu makan: menurun
- Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : pasien mual-
mual
- Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) :
BB pasien menurun sebanyak 2 kg (56 kg menjadi 54 kg).
- Kesulitanmenelan (disfagia): tidakada
- Gigi (lengkap/tidak, gigi palsu): lengkap
- Riwayat masalah kulit/penyembuhan (ruam,kering,keringat
berlebihan, penyembuhan abnormal: tidak ada
- Jumlah minimum/24 jam dan jenis (kehausan yang sangat): tidak
ada
- Frekuensi makan: Normal (3X sehari)
- Jenis makanan : KH, protein, lemak
- Pantangan/alergi : tidak ada
c. PolaEliminasi
Buang air besar (BAB) :
- Frekuensi : 1x 2 hari Waktu : Pagi
- Warna : Kuning Konsistensi :Lembek
- Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : Tidak ada
Buang air kecil (BAK) :
- Frekuensi : 2X sehari Warna : pagi dan sore hari
- Kesulitan (disuria, nokturia, hematuria, retensi inkontinensia):
Tidak ada
- Alat bantu (kateter intermitten, indwelling, kateter eksternal): tidak
ada
- Lain-lain.
d. Polaistirahatdantidur
- Lama tidur : 7 jam/malam Tidur siang: 2 Tidur sore: -
- Waktu : 21.00 WIB
-Kebiasaan menjelang tidur : -
- Masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk): Insomnia
- Lain-lain (merasa segar/tidak setelah bangun) : merasa segar
e. PolaKognitif Dan Persepsi
- Status mental: orientasi baik
- Bicara : Normal
- Kemampuanberkomunikasi :baik
- Kemampuanmemahami :baik
- Pendengaran : baik
-Penglihatan :normal dan mampu melihat dengan lapang pandang
-Vertigo : Ada
- Ketidak nyamanan/nyeri (akut/kronik) : Pasien mengalami nyeri akut
pada daerah dada
- Penatalaksanaan nyeri : Pasien beristirahat untuk mengurangi nyeri
4. PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Klien tampak lemah, klien tampak kesulitan bernapas
dan klien tampak gelisah.
- BB : 54 kg (turun 2 kg dari 56 kg menjadi 54 kg )
- TB : 168 cm
TTV :
- TD : 110/ 70 mmHg
- ND : 108x / i
- P : 32 x / i
- S : 37 ºC
Sistem integumen (kulit) : turgor kulit buruk (tidak elastis) dan pucat
Kepala : Simestris dan rambut warna hitam, tidak ada ketombe,
bersih.
Mata : konjuntiva tidak anemis,ukuran pupil normal.
Telinga : DBN
Kuku : Kuku pucat dan sedikit sinosis
Hidung : Pernapasan cuping hidung
Mulut : Mukosa bibir kering dan pucat
Thorak /paru
- Inspek : RR : 32x/i, penggunaan otot bantu pernapasan (+),
takipnea (+),dispnea (+),pernapasan dangkal, dan rektrasi dinding
dada tidak ada.
- Palpasi : fremitus menurun pada kedua paru
- Perkusi : redup
- Auskultrasi : bunyi napas bronkial, krekels (+),stridor (+).
Vaskular periper : akral dingin, capilarry repille kembali dalam 5 detik
5. Pemeriksaan Penunjang
a. AGD :menunjukkan alkalosis respiratorik (pH naik,PCO2
turun,HCO3 normal).
b. Pemeriksaan sputum: ditemukan kuman Stapilococcus aureus dan
Diplococcus pneumonia.
c. Pemeriksaan darah rutin didapatkan :
- Leokosit = 16.000/mm3
- Hb = 10,5 gr/dl
- Trombosit =265.000/mm3
- Hematokrit = 44%
- Albumin = 3,01 gr/dl
- Protein total = 5,86 gr/dl
Diagnosa Keperawatan 1
Bersihan jalan nafas tak efektif kemungkinan berhubungan dengan
inflamasi trakeabranchial, pembentukan edema, peningkatan produksi
sputum.
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
bersihan jalan napas bersih, dengan kriteria hasil :
a. RR batas normal 20-24x/m
b. Sesak (-)
c. Jalan napas aten dengan bunyi napas bersih
d. Batuk (-)
e. Pasien dapat mengeluarkan sputum
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri
a. Monitor dan auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada
aliran udara dan bunyi nafas, misalnya : krekels, mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan, bunyi nafas bronchial ( normal pada bronchus ) dapat
juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels dan ronchi dan mengi
terdengar pada inspirasi dan / atau ekspirasi pada respon terhadap
pengumpulan cairan, secret kental dan spasme jalan nafas / obstruksi.
b.Bantu pasienlatihannafassering. Tunjukkan
/ bantupasienmempelajarimelakukanbatuk, misalmenekan dada
danbatukefektifsementaraposisiduduktinggi. Rasional :Nafasdalammem
udahkanekspansimaksimumparu-paru/jalannafaslebihkecil. Batuk
adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silia
untuk mempertahankan jalan nafas paten.
c.Anjurkan pada keluarga untuk memberi
pasien cairan hangat sedikitnya 2500 ml ml/hari ( kecuali kontraindikasi
Rasional : Cairan khususnya yang hangat memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
Kolaborasi
d. Pengisapansesuaiindikasi. Rasional :Merangsangbatukataupembersi
hanjalannafassecaramekanikpadapasien yang
takmampumelakukankarenabatuktakefektifataupenurunantingkatkesad
aran.
e. Berikan obat sesuai indikasi, mukoliti, ekspentoran, bronchodilator
&analgesikRasional : Alat untuk menurunkan spasme bronchus dengan
mobilisasi sekret. Analgesik untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyaman tapi harus digunakan secara hati-hati
karena dapat menekan pernafasan.
Diagnosa Keperawatan 2
Gangguan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan ; perubahan
membran alveolar – kapiler ( efek inflamasi ), gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah.
1. Tujuan : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
dengan kriteria hasil :GDA dalam rentang normal, tak ada gejala
distress pernafasan dan warna kulit tidak pucat.
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri :
a. Kajifrekuensi, kedalamandankemudahanbernafas. Rasional
:manifestasi distress
pernafasantergantungpadaindikasiderajatketerlibatanparudan status
kesehatanumum.
b. Observasiwarnakulit, membranmukosadan kuku,
catatadanyasianosisperifer( kuku ) atausianosissentral. Rasional
:Sianosis kuku
menunjukkanvasokontriksiatauespontubuhterhadapdemam /
menggigil.
c. Awasisuhutubuhsesuaiindikasi
Rasional : Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik
dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi selular.
d. Beri posisi yang nyaman misal semifowler atau fowler. Rasional :
posisi yang nyaman meningkatkan masuknya suplai O2 ke dalam
tubuh.
Kolaborasi
e. Berikan terapi oksigen sesuai terapi dari dokter.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO 2 di
atas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan
pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
Diagnosa Keperawatan 3
Hipertermi kemungkinan berhubungan dengan proses infeksi
penyakit
1. Tujuan : Diharapkan termoregulasipadapasien stabil dan
dalam batas normal, dengankriteriahasil :
a. Suhutubuhpasienturundanbertahandalambatas normal 35,60-
37,40C
b. Badanpasienterabahangat
c. TTV dalambatas normal
2. Intervensi :
a. Kaji faktor pencetus kenaikan suhu tubuh. Rasional :
b. Observasi TTV terutama suhu tiap 4 jam. Rasional :
c. Beri minum yang cukup. Rasional :
d. Libatkan keluarga untuk memberikan kompres air hangat.
Rasional :
e. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat. Rasional :
f. Kolaborasi denagn dokter mengenai obat antipiretik penurun
panas. Rasional :
g. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian cairan IV .
Rasional :
Diagnosa Keperawatan 4
Resiko Infeksi kemungkinan berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan utama ( penurunan kerja silia, perlengketan sekret
pernafasan), tidak adekuatnya pertahanan sekunder, penyakit kronis.
1. Tujuan : Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa
komplikasi, mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan
risiko infeksi.
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri
a. Pantau tanda vital dengan ketat, khusus selama awal terapi.
Rasional : selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal dapat
terjadi.
b. Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan paru yang
baik. Rasional : meningkatkan pengeluaran, pembersihan infeksi.
c. Batasi pengunjung sesuai indikasi. Rasional : menurunkan
pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
d. Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual. Rasional :
mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain.
e. Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret dan
melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau sekret. Rasional :
Pengeluaran sputum amat penting, perubahan karakteristik sputum
menunjukkan perbaikan pneumonia atau terjadinya infeksi sekunder.
f. Ajarkan tehnik mencuci tangan yang baik. Rasional : Efektif
berarti menurunkan penyebaran / tambahan infeksi
g. Kolaborasi pamberian antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil
kultur sputum / darah, misalnya penicillin, eritromisin, tetrasiklin,
amikain, sepalosporin & amantadin.Rasional : untuk membunuh
kebanyakan microbial. Komplikasi antiviral dan antijamur mungkin
digunakan bila pneumonia diakibatkan oleh organisme campuran.
Diagnosa Keperawatan 5
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan kemungkinan
berhubungan denganpeningkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan:menunjukkan peningkatan nafsu makan,
mempertahankan/meningkatkan berat badan.
a. Tindakan / intervensi :
Mandiri
1) Indentifikasi factor yang menyebabkan mual / muntah misalnya :
sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnoe berat, nyeri. Rasional :
pilihan intervensi tergantung pada penyebaran masalah
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari
lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual.
3) Auskultasi bunyi usus , observasi / palpasi distensi abdomen.
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses infeksi
berat/memanjang.
4) Berikan makan porsi kecil tapi sering termasuk makanan
kering Rasional : Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun
nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
Diagnosa Keperawatan 6
Resiko kekurangan volume cairan b.d intake cairan oral tidak adekuat,
kehilangan cairan aktif
1. Tujuan : Mempertahankan masukan cairan secara adekuat
2. Kriteria hasil :
a. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal
b. Tanda-tanda vital normal
c. Tidak terlihat mata cekung, kulit lembab, membran mukosa
lembab
3. Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab resiko kekurangan cairan. Rasional :
mengetahui penyebab akan menentukan intervensi yang akan
dilakukan selanjutnya.
b. Monitor status hidrasi (mukosa baik, nadi normal, tekanan darah
normal). Rasional : status hidrasi yang buruk menunjukkan tanda dan
gejala terjadinya kekurangan cairan.
c. Monitor hasil laborat yang tepat (BUN ↑, ↓ HCl, kepekatan
urine). Rasional : menunjukkan tanda dan gejala terjadinya
kekurangan cairan.
d. Berikan cairan yang disukai dalam batas diit. Rasional : cairan
yang disukai meningkatkan asupan cairan yang masuk dalam tubuh,
intake cairan tercukupi.
e. Ajarkan pada keluarga bahwa kopi, teh, jus buah anggur
menyebabkan diuresis dan menambah kehilangan cairan. Rasional :
keluarga paham meningkatkan kerjasama untuk menghindari
terjadinya kekurangan cairan pada pasien.
f. Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai terapi dokter. Rasional :
mencukupi cairan yang tidak bisa masuk melalu oral.
Diagnosa Keperawatan 7
Intoleransi aktifitas kemungkinan berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan
umum.
1. Tujuan : Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi
terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnoe,
kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal.
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri
a. Monitor respons pasien terhadap aktivitas.
Rasional : menetapkan kemampuan, kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi. Rasional : menurunkan stress dan rangsangan
berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Rasional : Tirah baring
dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energi untuk penyembuhan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan / atau
tidur Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala lebih tinggi.
e. Kolaborasi dengan fisioterapi jika perlu. Rasional :
Meningkatkan kemampuan aktivitas pasien sesuai kemampuan
maksimal.
D. EVALUASI KEPERAWATAN
DX 1 Bersihan jalan napas tidak efektif
Bersihan jalannafas, menunjukkanjalannafas paten
denganbunyinafasbersih, takada
dispnoe.
DX 2 Gangguan pertukaran gas
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tak ada
gejala distress pernafasan.
DX 3 Hipertermi
Termoregulasipadapasien stabil dan dalam batas normal
DX 4 Resiko Infeksi
Perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
A. Kesimpulan