Vous êtes sur la page 1sur 16

33

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Tuberkulosis Paru
2.1.1 Pengertian Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Menurut Sumantri (2010) Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi
yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Myobacterium
tuberculosis.
Tuberkolosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini juga
menyebar kebagian tubuh lain seperti menigen, ginjal tulang, dan nodul
limfe.Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri dan menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil
tuberkulosis (Kementrian kesehatan, 2014).
2.1.2 Etiologi
Myobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen
Myobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu
tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, Myobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah
apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Sumantri, 2010).
2.1.3 Patofisiologi
Penyebab tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaman. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. BCG partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka akan menempel pada jalan nafas atau
paru-paru. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
kewar dari cabang trakea bronchial bersama gerakan silia dalam sekretnya. Bila
34

kuman menetap di jaringan paru, maka akan berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Disini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Bila,
masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru
menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening virus.
Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kuman menyebar melalui jalan napas ke alveoli, di mana pada daerah
tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebarannya dapat melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri)
dan area lain dari paru-paru. Kemudian sistem kekebalan tubuh berespons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag memfagositosis bakteri.
Limfosit yang spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam
alveoli dan terjadilah bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2-10 minggu setelah terpapar (Sumantri, 2010).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul
tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik.
2.1.4.1 Gejala respiratorik
2.1.4.1.1 Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2.1.4.1.2 Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya
35

pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar


kecilnya pembuluh darah yang pecah.
2.1.4.1.3 Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain.
2.1.4.1.4 Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2.1.4.2 Gejala sistemik
2.1.4.2.1 Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama
makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.
2.1.4.3 Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa
minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak
napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia
(Sumantri, 2010).
2.1.5 Komplikasi
Menurut Sudoyo (2009), penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani
dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi
dini dan komplikasi lanjut.
2.1.5.1 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncet’s
arthropathy.
2.1.5.2 Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas, SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
36

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


2.1.6.1 Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Menurut Muttaqin (2008: 89), pada hasil pemeriksaan ini sering
didapatkan adanya suatu lesi. Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk
mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan
kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT.
Gambaran radiologis yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru /pleura
(pneumotoraks). Pada suatu foto dada sering didapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-
garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (sklerotik/non sklerotik) maupun atelektasis dan
emfisema.
2.1.6.2 Pemeriksaan CT-Scan
Menurut Muttaqin (2008), dilakukan untuk menemukan hubungan kasus
TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
irreguler, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas
bronkovaskular, bronkhiektasis, dan emfisema. Pemeriksaan CT-Scan sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat
diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
2.1.6.3 Pemeriksaan Darah
Menurut Sudoyo (2009: 2235), pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif)
akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal
dan jumlah limfosit masih tinggi. LED mulai turun ke arah normal lagi.
2.1.6.4 Pemeriksaan Sputum
Menurut Sudoyo (2009), pemeriksaan sputum adalah penting karena
dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.
Kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak
batuk atau batuk yang non-produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak ± 2 L dan diajarkan
37

melakukan refleks batuk. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-
kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan,
bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru
pleura, cairan pleura, caira lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urine,
dan tinja.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan TB Paru membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada
pengobatan infeksi bakteri lainnya. Antibiotik harus dikonsumsi selama 3-9 bulan
secara kontinu dan teratur. Jenis obat dan lamanya pengobatan bergantung pada
usia, tingkat keparahan penyakit, risiko resistensi antibiotik, bentuk TB Paru (aktif
atau laten), dan lokasi infeksi.
Umumnya untuk pengobatan TB Paru laten hanya membutuhkan satu
jenis antibiotik saja, sedangkan untuk TB Paru aktif membutuhkan kombinasi dari
beberapa antibiotik. Obat yang sering digunakan adalah isoniazid, rifampisin,
etambutol, dan pirazinamid. Penggunaan obat-obatan untuk terapi TB Paru
umumnnya menimbulkan efek samping ringan yang dapat ditoleransi seperti
perut kembung, flatulen, mual, perubahan warna pada cairan tubuh, insomnia,dan
fotosensitivitas. Namun, perlu diingat bahwa semua pengobatan TB Paru dapat
bersifat toksik terhadap hati. Oleh karena itu apabila muncul efek samping seperti
mual, muntah, nafsu makan menurun, kulit berwarna kuning /jaundis, urine gelap,
demam tiga hari atau lebih tanpa adanya penyebab yang jelas dan perubahan pada
perilaku dan daya ingat, maka penderita diwajibkan untuk segera menghubungi
dokter. Penggunaan obat TB Paru harus diperhatikan untuk pasien yang memiliki
riwayat penyakit hepatitis maupun menggunakan obat-obatan lainnya yang
bersifat hepatotoksik. Penggunaan obat-obatan harus dihentikan ketika toksisitas
mata, neurotoksisitas, ototoksisitas, hepatotoksisitas dan renotoksisitas muncul.
TB paru dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan teratur.
Ketidakpatuhan terhadap terapi TB dapat menimbulkan resistansi bakteri
terhadap obat standar TB. TB-MDR merupakan suatu bentuk TB yang sulit dan
mahal untuk diobati akibat gagalnya terapi menggunakan standart obat lini
38

pertama. Pada tahun 2010, WHO melaporkan kejadian TB-MDR tertinggi dengan
kejadian 28% pada negara-negara bekas Uni Soviet dan sekitar 650.000 orang
diseluruh negara memiliki TB-MDR. Pada tahun 2008 diestimasikan kejadian TB-
MDR sebesar 440.000 untuk seluruh dunia, namun hanya lebih dari 30.000 dari
kejadian yang terjadi dilaporkan kepada WHO. Akibatnya dari kurangnya
pemantauan dan penanganan yang baik terhadap penyakit TB Paru, maka
sekarang ini telah dilaporkan adanya resistansi terhadap obat lini kedua
(extensively drug-resistant TB) pada 58 negara. Resistan ini akan meningkatkan
angka mortalitas terhadap penyakit penyakit TB Paru diseluruh dunia. Oleh
karena itu, berbagai organisasi kesehatan sedang merancang dan menggalangkan
program pengobatan dan pengendalian TB Paru secara global (Syamsudin,
2013:158).

2.2 Konsep Dasar Batuk Efektif


2.2.1 Definisi
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
menghemat energy sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak
secara maksimal. Menurut teori Kapuk (2012) menyatakan bahwan standar
oprasional prosedur (SOP) tujuannya yaitu membebaskan jalan nafas dari
akumulasi secret, mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik
laboratorium dan mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret. Menurut
Pranowo (2008), pada dasarnya jika sputum tidak segera dikeluarkan maka akan
menjadi gumpalan sekresi pernafasan pada area jalan nafas dan paru-paru
sehingga menutup sebagian jalan nafas yang kecil sehingga menyebabkan
ventilasi menjadi tidak adekuat dan gangguan pernafasan, maka tindakan yang
harus dilakukan adalah mobilisasi sputum. Pada tahun 2011, Nugroho
mengemukakan batuk efektif merupakan salah satu upaya untuk mengeluarkan
dahak dan menjaga paruparu agar tetep bersih, disamping dengan pemberian
tindakan nebulizer. Sedangkan menurut (Kapuk,2012) Batuk efektif merupakan
latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan menggangu saluran di saluran
nafas dengan cara di batukkan. Pada indikasi tertentu, biasanya nafas dalam dan
batuk efektif dilakukan secara bersamaan dalam satu periode.
39

2.2.2 Jenis – jenis batuk


Jenis-jenis batuk batuk berdasarkan waktu :
2.2.2.1 Akut
Akut merupakan fase awal dan masih mudah buat sembuh. Jangka
waktunya kurang daritiga minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus,
penyempitan saluran nafas atas.
2.2.2.2 Sub akut
Sub akut adalah fase peralihan dari akut akan menjadi kronis.
Dikategorikan subakut bila batuk sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan
pada epitel.
2.2.2.3 Kronis
Kronis adalah batuk yang sulit disembuhkan dikarenakan penyempitan
saluran nafas atas dan terjadi lebih dari delapan minggu. Batuk kronis biasanya
adalah tanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit
berat yang ditandai dengan batuk kronis, misalnya asma, TBC, gangguan refleks
lambung, penyakit paru obstruksi kronis, sampai kanker paru-paru. Untuk itu,
batuk kronis harus diperiksakan ke dokter untuk memastikan penyebabnya dan
diatasi sesuai dengan penyebabnya itu. (Nadesui,Hendrawan.2008)

2.2.3 Berdasarkan sebabnya


2.2.3.1 Batuk berdahak
Yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada tenggorokan. Batuk
berdahak lebih sering terjadi pada saluran napas yang peka terhadap paparan
debu, lembab berlebih, alergi dan sebagainya. Batuk berdahak merupakan
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan zat-zat asing dari saluran nafas, temasuk
dahak. Batuk ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Pada batuk berdahak
produksi dahak meningkat dan kekentalannya juga meningkat sehingga sukar
dikeluarkan ditambah terganggunya bulu getar bronchii (silia) yang bertugas
mengeluarkan dahak sehingga diperlukan obat yang berlabel ekspektoran. Obat-
obat ini biasanya juga merangsang terjadinya batuk supaya terjadi pengeluaran
dahak. Selain itu ada juga obat-obat yang bisa membantu mengencerkan dahak
sehingga mudah dikeluarkan yang disebut mukolitik. Contoh obat-obat
ekspektoran adalah amoniumklorida, gliseril guaiakol, ipekak, dan lain-lain.
40

Sedangkan contoh obat mukolitik adalah bromheksin, asetilsisitein, dan


ambroksol. Batuk berdahak, jumlah dahak yang dihasilkan sangat banyak,
sehingga menyumbat saluran pernafasan.
2.2.3.2 Batuk kering
Batuk ini tidak mengeluarkan dahak. Tenggorokan terasa gatal, sehingga
merangsang timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu kenyamanan, bila batuknya
terlalu keras akan dapat memecahkan pembuluh darah pada mata.
2.2.3.3 Batuk yang khas
Batuk rejan, batuknya bisa berlangsung 100 hari. Bisa menyebabkan pita
suara radang dan suara parau. Batuk penyakit TBC, berlangsung berbulan-bulan,
kecil-kecil, timbul sekali- sekali, kadang seperti hanya berdehem. Pada TBC
batuk bisa disertai bercak darah segar. Batuk karena asma, sehabis serangan asma
lendir banyak dihasilkan. Lendir inilah yang merangsang timbulnya batuk. Batuk
karena penyakit jantung lemah, darah yang terbendung di paru-paru, menjadikan
paru-paru menjadi basah. Kondisi basah pada paru-paru ini yang merangsang
timbulnya batuk. Batuk karena kanker paru-paru yang menahun tidak sembuh.
Batuknya tidak tentu. Bila kerusakan paru-paru semakin luas, batuk semakin
bertambah. Batuk karena kemasukan benda asing, pada saat saluran pernafasan
berusaha mengeluarkan benda asing maka akan menimbulkan batuk.
2.2.4 Manfaat batuk efektif
Memahami pengertian batuk efektif beserta tekhnik melakukannya akan
memberikan manfaat. Diantaranya, untuk melonggarkan dan melegakan saluran
pernapasan maupun mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi
saluran pernapasan. Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum) maupun sekret
dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada saluran pernapasan maupun
karena sejumlah penyakit yang di derita seseorang. Bahkan bagi penderita
tuberkulosa (TB), batuk efektif merupakan salah satu metode yang dilakukan
tenaga medis untuk mendiagnosis penyebab penyakit. Tidak sedikit penderita
yang justru mengalami kondisi yang semakin memburuk meski pengobatan telah
dilakukan. Bahkan sejumlah penelitian menemukan, tak kurang satu orang dari 4
atau 5 penderita TB mengalami kematian, terutama akibat terlambat memberikan
41

pengobatan maupun kesalahan dalam melakukan diagnosis sehingga pengobatan


menjadi tidak efektif.
2.2.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan
2.2.5.1 Evaluasi perubahan dari ekspansi dada sebelum dan sesudah melakukan
nafas dalam dan batuk efektif.
2.2.5.2 Pada klien yang mempunyai resiko bronkospasme, lakukan inhalasi
bronkodilator 30 menitsebelum dilakukannya latihan nafas dalam dan batuk
efektif.
2.3 Konsep Dasar Relaksasi Nafas Dalam
2.3.1 Pengertian
Menurut Smeltzer (2002) dalam Trullyen, (2013) teknik relaksasi
merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk menurunkan intensitas
nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Relaksasi
otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan tegangan otot
yang menunjang nyeri, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi
efektif dalam meredakan nyeri. Sedangkan latihan nafas dalam adalah bernafas
dengan perlahan dan menggunakan diafragma,sehingga memungkinkan abdomen
terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.
Menurut Smeltzer & Bare dalam Trullyen, (2013) teknik relaksasi nafas
dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas
dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah.
2.3.2 Tujuan Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam
Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, (2013) menyatakan bahwa
tujuan relaksasi pernafasan adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli,memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, merilekskan
tegangan otot, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik
maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri (mengontrol
ataumengurangi nyeri) dan menurunkan kecemasan. Menurut Suddarth dan
42

Brunner (2002) dalam Trullyen, (2013) tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai
ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas,
meningkatkan inflasi alveolarmaksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang
tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan,
mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas.
2.3.3 Patofisiologi Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Trullyen, (2013) teknik
relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas
simpatik dalam sistem saraf otonom. Relaksasi melibatkan otot dan respirasi dan
tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-
waktu. Prinsip yang mendasari penurunan oleh teknik relaksasi terletak pada
fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf
periferyang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat
terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi p
yang akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf simpatis
mengalami vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang
menimbulkan berbagai efek spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah.
Mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinaliske otak dan
dipersepsikan sebagai nyeri.
2.3.4 Penatalaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Ada beberapa posisi relaksasi nafas dalam yang dapat dilakukan menurut
Smeltzer & Bare, (2002) dalam Trullyen, (2013)yaitu :
2.3.4.1 Posisi relaksasi dengan terlentang
Letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak meregang
lurus kearah luar, menyentuh sisi tubuh, pertahankan kepala sejajar dengan
tulang belakang dan gunakan bantal yang tipis dan kecil di bawah kepala.
2.3.4.2 Posisi relaksasi dengan berbaring miring
Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal dan
dibawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung.
2.3.4.3 Posisi relaksasi dalam keadaan berbaring terlentang
43

Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua


lengan disamping telinga.
2.3.4.4 Posisi relaksasi dengan duduk
Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi, letakkan kaki datar
pada lantai, letakkan kaki terpisah satu sama lain, gantungkan lengan pada
sisi atau letakkan pada lengan kursi dan pertahankan kepala sejajar dengan
tulang belakang.
2.3.5 Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Prosedur teknik relaksasi nafas dalam menurut Priharjo (2003) dalam
Trullyen, (2013) yakni dengan bentuk pernafasan yan digunakan pada prosedur
ini adalah pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah
diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian
atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-
langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut :
2.3.5.1 Ciptakan lingkungan yang tenang
2.3.5.2 Usahakan tetap rileks dan tenang (Dengan memodifikasi tindakan
nonfarmakologis yang lain meliputi distraksi. Menurut Andarmoyo
(2013), distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-
hal lain di luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien tidak berfokus
pada nyeri lagi bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri).
2.3.5.3 Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3.
2.3.5.4 Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks.
2.3.5.5 Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
2.3.5.6 Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui Mulut.
2.3.5.7 Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
2.3.5.8 Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
2.3.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi napas dalam
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, (2013), teknik
relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui
mekanisme yaitu :
44

2.3.6.1 Dengan merelaksasikan otot-otot skeletal yang mengalami spasme yang


disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemic.
2.3.6.2 Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
2.3.6.3 Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi melibatkan sistem
otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah
dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.
2.3.7 Efek Relaksasi
Teknik relaksasi yang baik dan benar akan memberi efek yang berharga
bagi tubuh, efek tersebut sebagai berikut :
2.3.7.1 Penurunan nadi, tekanan darah dan pernafasan
2.3.7.2 Penurunan konsumsi oksigen
2.3.7.3 Penurunan ketegangan otot
2.3.7.4 Penurunan kecepatan metabolisme
2.3.7.5 Peningkatan kesadaran global
2.3.7.6 Kurang perhatian terhadap stimulasi lingkungan
2.3.7.7 Tidak ada perubahan posisi yang volunter
2.3.7.8 Perasaan damai dan sejahtera
2.3.7.9 Periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam (Sulistyo, 2013).
32

2.4 Penelitian Terkait


1) Nugroho, Yosef Agung (2011)
Judul:
Tabel 2.4 : Penelitian Terkait : Faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus TB Paru tinggal di UPT Puskaesmas
Sukawa Batuk efektif dalam pengeluaran dahak pada pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di instalasi rehabilitasi
medik rumah sakit baptis kediri
Populasi Penelitian Tindakan yang diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik yang di gunakan
Populasi dalam penelitian ini Pada penelitian ini sampel diambil 1. Pengeluaran dahak pada pasien Dalam penelitian ini sampling
adalah semua pasien yang akan dari pasien yang akan di lakukan dengan ketidakefektifan yang digunakan adalah Dalam
melakukan tindakan nebulizer tindakan nebulizer di Rehabilitasi bersihan jalan nafas di Instalasi penelitian ini sampling yang
di Instalasi Rehabilitasi Medik Medik Rumah Sakit Baptis Kediri Rehabilitasi Medik RS Baptis digunakan adalah Accidental
Rumah Sakit Baptis Kediri Kediri sebelum diberikan Sampling, dimana suatu
selama 3 bulan terakhir tindakan batuk efektif adalah responden dijadikan sampel
berjumlah 87 Pasien. banyak sebanyak 2 ( 13,3% ) karena kebetulan dijumpai di
responden tempat dan waktu secara
2. Pengeluaran dahak setelah bersamaan pada pengumpulan
diberikan tindakan batuk efektif data
pada pasien dengan
ketidakefektifan bersihan jalan
nafas di instalasi Rehabilitasi
Medik RS Baptis Kediri adalah
banyak sebanyak 10 ( 66,66% )
responden.
3. Terdapat pengaruh yang
signifikan / bermakna sebelum
dan sesudah perlakuan batuk
efektik pada pasien dengan
ketidakefektifan bersihan jalan
nafas di Instalasi Rehabilitasi
Medik RS Baptis Kediri

45
33

2) Pranowo, Chrisanthus Wahyu (2009)


Judul :
Efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan bta pada pasien tb paru di ruang rawat inap rs mardi rahayu
kudus
Tabel 2.4 : Efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan bta pada pasien tb paru di ruang rawat inap rs
mardi rahayu kudus

Populasi Penelitian Tindakan yang diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik yang di gunakan
30 responden pasien TB Paru Penelitian ini menggunakan Penelitian menunjukkan Penelitian ini menggunakan
di ruang rawat inap RS Mardi metode kuantitatif uji statistic adanya efektifitas batuk efektif metode kuantitatif uji
Rahayu Kudus Paired Sample t-tes dan dalam pengeluaran sputum statistic Paired Sample t-tes
pengambilan data dilakukan untuk penemuan BTA pasien dan pengambilan data
dengan pengukuran volume TB paru di ruang rawat inap dilakukan dengan
sputum pada 30 responden RS Mardi Rahayu Kudus yaitu pengukuran volume sputum
pasien TB Paru di ruang rawat dari specimen 1 (sebelum pada 30 responden pasien
inap RS Mardi Rahayu Kudus batuk efektif) dan specimen 2 TB Paru di ruang rawat inap
(sesudah batuk efektif) 21 RS Mardi Rahayu Kudus
responden (70%) mengalami
peningkatan volume
sputumnya. Berdasarkan
specimen 1

46
47

2.5 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir
dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2011) dalam penelitian ini merupakan pengaruh
antara variabel nafas dalam tentang ketidakefektipan bersihan jalan nafas pada TB
paru dengan variabel batuk efektif secara visual dapat disajikan dalam bagan.

Variabel
Independent Variabel Dependent

Nafas Dalam : Pre test Batuk Efektif :


1. Ciptakan lingkungan yang 1. Berikan posisi duduk tegak
tenang di tempat tidur
2. Usahakan tetap rileks dan
2. Tarik nafas dalam secara
tenang
3. Menarik nafas dalam dari maksimal dan perlahan
hidung dan mengisi paru- dengan menggunakan
paru dengan udara melalui pernafasan diafragma sambil
hitungan 1,2,3. meletakkan 2 jari tepat di
4. Perlahan-lahan udara bawah procesus xipoideus.
dihembuskan melalui mulut 3. Tahan nafas selama 3-5 detik
sambil merasakan Post test
lalu hembuskan secara
ekstrimitas atas dan bawah
rileks. perlahan melalui mulut.
5. Anjurkan bernafas dengan 4. Ambil nafas kedua dan tahan
irama normal 3 kali 5. Kemudian suruh pasien
6. Menarik nafas lagi melalui untuk membatukkan dengan
hidung dan menghembuskan kuat.
melalui Mulut.
7. Anjurkan untuk mengulangi
prosedur hingga nyeri terasa
berkurang.
8. Ulangi sampai 15 kali,
dengan selingi istirahat
singkat setiap 5 kali
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Berpengaruh
Bagan 2.2 Kerangka Konsep Pengaruh Teknik Nafas Dalam Dan Batuk
Efektif Terhadap Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada
Pasien Tuberculosis Paru Diruang Gardenia RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
48

2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau
lebih variable yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan dalam penelitian.
Setiap hipotesis terdiri dari suatu unit atau bagian dari suatu permesalahan
(Nursalam, 2011).
Hipotesis nol (HO) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik dan interprestasi hasil statistik. Sedangkan hipotesis alternative (H1)
adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini menyatakan adanya suatu hubungan,
pengaruh dan perbedaan antara dua atau lebih variabel (Nursalam, 2011)
Hipotesis penelitian adalah suatu peryataan hubungan antara dua atau
lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab pertanyaan dalam penelitian
(Nursalam, 2011). Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian yaitu:
2.6.1 Hipotesis nol (Ho) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik dan interprestasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat sederhana
atau kompleks dan bersifat sebab atau akibat.
2.6.2 Hipotesis alternatif (Hₐ/H¹) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini
menyatakan suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau
lebih variabel (Nursalam, 2011).
Hipotesis yang diajukan akan dilakukan perhitungan uji statistik untuk
memutuskan apakah hipotesis diterima atau ditolak. Ketentuan uji statistik yang
berlaku adalah sebagai berikut :
1. Bila nila P ≤0,05, maka keputusannya adalah Ho ditolak, H1 diterima
artinya ada pengaruh antara variabel independen dan dependen.
2. Bila nilai P > 0,05, maka keputusannya adalah Ho diterima, H1 di tolak
artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen dan variabel
dependen
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif
yaitu:

H1 : Adanya Pengaruh Teknik Nafas Dalam Dan Batuk Efektif Terhadap


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien Tuberculosis Paru
Diruang Gardenia RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Vous aimerez peut-être aussi